"Saya kira Anda berbicara pada saya," ucap Lala sambil Membuang pandangannya keluar melalui jendela kaca.Wanita itu menggerutu dalam hati, 'Jelas-jelas dia tadi mengatakan sesuatu, begitu ditanya mengelak. Apa ini orang yang dikatakan Mas Akran.'"Jadi kau bekerja di Yuda Group, Kenapa saya baru tahu yaa? Apa kau sudah lama bekerja di sana?" tanya Manan"Satu tahun," jawab Lala"Kenapa saya tidak tahu kalau Anda bekerja di sana, yaa? Baiklah nanti akan saya tanyakan pada pak Yuda. Apa boleh saya minta nomor Anda?" tanya Manan pada wanita itu"Sebentar," ucap wanita itu sambil membuka tas dan memberikan kartu namanya.Manan tertawa. "Simpan nomer saya di handphone Anda akan saya sebutkan.""Baiklah," ucap Lala sambil mengeluarkan dan mulai mengetik di layar handphonenya lalu menyimpannya."Tolong lakukan panggilan pada nomor saya, biar nomor Anda tersimpan," pinta Manan pada wanita itu.Lala mengangguk dan melakukan panggilan pada nomor Manan. Tak lama kemudian handphone di saku celan
Manan keluar dari lift dan menuju ruangan ia, membiarkan luka memar yang ada di keningnya, membuat membuat Citra yang sekretaris terkejut."Apa yang terjadi dengan bapak? Kenapa Bapak terluka dan kenapa tidak mengobatinya dulu?" cerca Citra dengan berbagai macam pertanyaan."Sudah jangan hiraukan saya apa surat kerjasama dengan Tuan Yudha sudah disiapkan?" tanya Manan."Sudah, Tuan tetapi menurut informasi di luar kota sehingga kita tidak membuat janji apalagi katanya perusahaan itu sudah berganti kepemilikan dan kepemimpinannya sudah digantikan, kami belum dapat informasi siapa penggantinya yang sesungguhnya." jelas Citra pada atasannya itu."Oke, hubungi CEO barunya, kita bicarakan kerja sama ini secepatnya!" perintah Manan.Citra sedikit merasa aneh dengan tuannya ini biasanya dia akan menunggu klien yang menghubungi perusahaan malah sekarang sebaliknya.Manan duduk di meja kerjanya dengan hati gelisah setelah pertemuan tadi pagi membuat ia ingin selalu bertemu dengan wanita yang m
Andi berlari keluar sambil menggendong Erina, "Tuan Amar, Kenapa keluar? Kita belum pesan apa pun?"tanya Andi pada Amar"Aku tidak suka di sini paman lebih baik kita ke tempat lain," ucap Amar pada Andi.'"Baiklah, Ayo naik kita pergi ke tempat lain," ucap Andi dua bocah ituMereka pun naik ke atas motor Andi yang kemudian melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan mencari tempat untuk istirahat hingga akhirnya Adi pun membelokan motornya ke sebuah gerai minuman dan es krim."Kalau tidak mau ke sana kita beli di sini saja tuan dan Nona bisa makan es krim sepuasnya di sini mau kan?" tanya Andi "Nah di sini akan lebih asik, paman, kita bisa ambil es krim apa yang kita mau dan makan sepuasnya boleh kan kalau kita nanti nambah untuk beli es krim lagi," tanya Amar "Tentu saja boleh ini kan bukan uang paman tadi pagi tuan Manan berpesan bahwasanya Paman harus menjemput kalian dengan memberikan uang lebih lalu berkata bahwa kalian boleh membeli makanan dan minuman dulu sebelum pulang
Sore hari Manan dan Safia pulang dari kantor dan berpapasan tetapi mereka tidak bertegur sapa Mereka saling diam dan itu di rasakan oleh Amar walaupun Ketika itu berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Safia langsung masuk di dalam kamarnya dan manan masuk kedalam ruang kerjanya. Amar pergi ke kamar Safia, saat itu Safia sudah selesai membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Terdengar pintu di ketuk dan ia pun membukanya. "Amar? ada apa? tanya pada Amar. "Boleh Ma?" tanyanya lagi "Tentu boleh, masuklah," ucap Safia pada Amar dapn bocah itu masuk ke dalam dan duduk di sofa. "Ada apa?" tanya Safia pada Amar sambil duduk di atas sofa di samping Amar. "Apa Mama dan papa bertengkar?" tanya Amar "Tidak, kami hanya berdebat kecil," jelasnya pada Amar. "Lalu kenapa Mama dan Papa diam saja dari tadi dan tidak keluar dari kamar?" tanya Amar "Kalau Mama, 'kan memang baru selesai mandi," ucap wanita itu sambil tersenyum Amar menghela napas seperti layaknya orang dewasa. "Kenapa? Anak
Waktu makan malam pun tiba, semua berkumpul di meja tidak kecuali Manan ia pun duduk bersama mereka. Seperti biasa Safia akan mengambilkan Manan makanannya di piring pria itu dan meletakan di atas meja di depan ia duduk, lalu mengambilkan anak-anaknya lalu kemudian dirinya. Tak ada percakapan apa pun di meja Makan itu, Amar menatap keduanya lalu kembali sibuk dengan makanannya sendiri "Papa tadi sebenarnya kami mau masuk di restoran Pasola restoran untuk makan siang, tapi kami tidak jadi karena kami melihat Papa masuk ke sana bersama teman papa, iyakan, Dek?" tanya Amar membuat Manan terkejut dan tersedak Safia menatap beberapa saat merasakan sesuatu yang aneh pada suaminya itu, ia pun mengambilkan minuman dan menyerahkan pada pria itu dan Manan pun menerima dan meneguknya dengan cepat. "Aku sih tidak tahu, mas Amar yang tahu," ucap Erina jujur. Manan menatap putra yang terlihat biasa saja tetapi Ia tahu ada banyak pertanyaan dalam benaknya apalagi putranya itu melihat dirimu
Safia terkejut dengan perubahan Manan. "Tunggu mas Manan kita belum selesai berbicara." "Apalagi yang mau di bicarakan Safia?" tanya Manan. "Tentang Kita dan anak-anak setelah. memutuskan bercerai, apa mereka dipisahkan karena keegoisan kita?" "Tidak, mereka akan dalam pengasuhanku dan kau Boleh kapan saja menemuinya," ucap Manan. "Tidak bisa Erina akan bersamaku, atau mereka berdua bersamaku kau buat lagi sendiri,"ucap Safia. "Kau pikir aku akan membiarkan mereka bersamamu, Tidak Safia," ucap Manan "Mas kau jangan egois, Erina putriku, aku berhak atas dirinya, jadi biarkan dia ikut denganku," ucap Safia. "Erina itu perempuan aku biarkan dia tinggal dengan ayah tirinya." ucap Manan "Jadi kau benar-benar akan.menceraikanku?" Tanya Safia. 'Tentu saja Safia setelah aku menemukan wanita yang kuinginkan, kau tahukan selama ini aku tidak pernah mencintaimu dan kita sudah berusaha Safia dan tidak ada getaran diantara kita dan aku tahu kenapa kau berubah semakin berani melaw
"Apa kau puas mereka tahu?" tanya Manan dengan tatapan tajam pada Safia "Kau dari dulu selalu menyalahkanku, aku tadi malam mengajak kau bicara baik-baik tapi justru kau mengajaku bertengkar. kau yang mulainya tapi aku yang kau tuduh," ucap Safia beranjak dari duduknya. "Kau mau ke mana? Kita belum selesai berbicara jadi tetaplah di tempat dudukmu!" tegas Manan. "Untuk apa? Agar bisa kau salah-salahkan, semua yang terjadi dalam rumah tangga kita semuanya aku yang salah pada kesalahanku cuma satu ingin mau perjodohan denganmu karena anakmu yaitu Amar, Aku ingin menjadi Ibu yang baik bagi Amar dan Erina tetapi jika itu kau sebuah kesalahan aku juga akan pergi lakukan apa yang ingin kau lakukan aku tidak akan menghalangimu lagi!" tekan Safia dan beranjak duduknya lagi lalu melangkah pergi. "Berhenti, Safia!" teriak Manan sambil meraih tangan Safia dan menariknya kencang hingga menabrak dada bidang itu lalu mengangkat dan memanggulnya layaknya karung beras. "Lepaskan aku, Mas! K
"Baiklah aku setuju," ucap Safia dengan sangat terpaksa. 'Begitu saja lama, kau itu sekarang CEO, keputusan harus cepat kau ambil," ejek Manan. "Apa hubungannya dengan aku sekarang CEO sama keputusan yang ku ambil saat ini," banta Safia. "Tentu saja ada hubungan, karena kamu terlalu aku jadi terlambat ke kantor, andai saat ini harus menandatangani bertemu klien dan aku atau kamu membatalkannya berapa kerugian yang bakal ditanggung perusahaan, ini yang harus kamu pahami pemimpin tidak boleh cengeng seperti kamu maka kau akan mudah dilibas oleh saingan bisnismu," celoteh Manan sambil berbalik badan membuka pintu kamar dan keluar dari kamar dahulu. Beberapa langkah ia berhenti dan menoleh kebelakang. Belum terlihat Safia ia pun berteriak sangat kencang, "Safia apa kau tidak ingin berangkat kau sudah menyita waktuku sangat banyak!" Safia terjengkit dan beranjak dari duduknya lalu berlari menyusul Manan yang berjalan cepat menuruni tangga karena terburu-buru ia pun terpeleset kare