"Enggh.." Lenguhan Kania tak membuat niat Bryan untuk menjamah tubuh sang istri reda. Bukannya menjeda aktivitasnya demi kenyamanan Kania, Bryan justru semakin gencar menyentuh setiap inchi tubuh Kania dengan brutal. Tak rela jejaknya tertinggal denga penuh kesia-siaan."Enggh.. apa yang kamu lakukan?" tanua Kania di tengah kesadarannya yang tipis. "Lanjutkan tidurmu, ini hanya sebuah permainan pembuka saja. Tidak lebih," bisik Bryan tepat di telinga Kania.Posisi Kania yang memunggungi Bryan semakin mendukung pergerakan tangan Bryan yang mulai turun ke bagian dada istrinya.Kania sendiri, sudah lelah dengan segala pergulatan batin dan kondisi fisiknya yang tak mendukung untuk mencari tahu lebih lanjut apa yang sedang terjadi padanya. Lenguhan demi lenguhan terlontar dari mulut Kania dengan bebasnya. Namun matanya terlalu berat untuk terbuka. Kania memilih untuk mengabaikan pergerakan di atas tubuhnya. Kembali ke alam mimpi yang membawanya pada bayangan masa kecil. Cup!Cup!Dua
"Makanlah, kau sudah seharian berkutat dengan dokumen. Jangan sampai lupa memberikan tubuh dan bayi kita nutrisi yang cukup."Semangkuk miyeok guk tersaji di atas meja kerja Nova. Wanita itu, meski dalam keadaan hamil besar dan tinggal menghitung bulan menuju persalinan, tetap aktif beraktivitas. Ia mengangkat kepalanya, menatap Mark yang sudah mengisi kursi kosong di depannya. Pria itu tersenyum manis. Penampilannya hari ini seketika membuat Nova terperangah. Mark mengenakan kemeja lengan panjang yang bagian tangannya dilipat hingga ke siku. Celana chino warna mustard seakan mendukung kombinasi yang ciamik pada penampilan pria berusia dua puluh delapan tahun itu.Ya, usia Mark hanya selisih satu tahun lebih muda dari Nova. Itu kenapa Nova kerap kali merasa nyaman ketika membahas berbagai topik dengan pria pemilikata sipit ini. Mark adalah pria yang sangat ramah, ia juga tak pernah kehabisan topik pembicaraan tiap kali dilibatkan ke dalam sebuah percakapan. Tidak seperti Angga, gen
Suasana berubah canggung, begitu pula dengan nafsu makan Nova yang semakin memudar. Wanita itu, mengulurkan tangannya ke depan ketika Mark.menyuapkan satu sendok sup rumput laut lagi padanya."Sudah, Mark. Aku sudah kenyang sekali," katanya menolak halus bujukan Mark. "Kamu yakin sudah kenyang? Kamu baru makan dua suap lho." "Iya, semakin kandunganku bertambah usia, porsi makanku jadi lebih sedikit. Aku lebih memperhatikan nutrisi dari buah yang setiap pagi kumakan. Kamu tidak perlu khawatir, aku selalu memastikan gizi untuk bayiku." Alasan Nova cukup masuk akal sehingga Mark tidak bisa menyanggah, ia pasrah. Meletakkan kembali sendoknya dan menyingkirkan alat makan lainnya ke sisi lain. Tangan Nova tergeletak di atas meja, namun kini berpindah ke dalam genggaman Mark yang terasa hangat. Pria itu menatapnya dalam, seolah ini adalah kali terakhir ia bisa menatap Nova sepuasnya. "Kamu kenapa, Mark? Apa ada yang salah dengan wajahku? Penampilanku?" Wanita mana yang tidak salah tin
Pemandangan di depan mata tak bisa membuat Angga beralih dari segala bayangan tentang sosok yang saat ini menyebabkan kerinduan yang begitu mendalam.Jika saat tersadar dari koma ia tahu kalau pada akhirnya, Nova akan tetap meninggalkannya, Angga akan memilih mati saja.Untuk pertama kalinya, ditinggalkan Nova mengukir trauma mendalam dalam benak Angga. Ia terlalu menikmati kesendiriannya hingga tak menyadari seseorang telah mengisi posisi kursi kosong di samping Angga. "Kelihatannya kau sedang bergulat dengan pikiran yang menumpuk. Tidakkah kau berniat untuk membaginya padaku, pak?" Suara Chris membuat Angga menoleh. Ia menatap sang asisten yang duduk di sampingnya sambil menjilat es krim di tangan. "Kau sengaja makan es krim di depanku, ya?" ujar Angga sinis. Bisa-bisanya Chris menikmati manisnya es krim di saat Angga bahkan tak bisa menikmati makanan atau cemilannya sekalipun. Chris nyengir kuda. Ia melebarkan senyumnya tanpa rasa bersalah seraya berkata, "aku tidak ingin memb
Chris mengukuti langkah kaki bosnya ke sana kemari sambil mulutnya terus mencerocosi pria itu untuk menghentikan aksi gilanya. Setelah obrolan di taman tadi, tiba-tiba Angga memutuskan sebuah hal gila yang tak pernah terbayangkan oleh Chris sekalipun. "Pak, kondisimu masih lemah. Kau masih butuh waktu untuk pemulihan, jangan mengambil keputusan gila seperti ini, kumohon. Pikirkan kondisimu," pinta Chris. Ia bergidik ngeri saat melihat Angga menarik selang infus yang masih menempel di punggung tangannya dengan kasar. Langkah kaki terburu-buru mengantar Angga pada tindakan yang gegabah. "Aku tidak bisa diam saja ketika istriku menghilang entah kemana, Chris. Seharusnya kau mendukung keputusanku," katanya sambil masih sibuk dengan aktivitas mengganti baju rumah sakit dengan kaus polo dan celana jeans. Kaki Angga belum sepenuhnya pulih, itulah kenapa sepanjang langkahnya Chris tak tega melihat bosnya tertatih. Belum lagi sebelah tangannya yang baru terlepas dari kungkungan gip seming
Sesampainya di rumah, Angga bergegas menuju ruang kerjanya. Tak ada waktu lagi untuk menjelajah setiap sudut rumah dengan. membawa harapan sang istri pulang dan menyambutnya dengan penuh cinta. Brak!Brak!Semua yang ada di hadapan Angga dienyahkan tanpa pandang bulu. Benda-benda berjatuhan ke lantai menimbulkan riuh kegaduhan yang mengundang perhatian para penghuni rumah ini. Langkah cepatnya membawa Angga ke hadapan sebuab brankas berukuran besar. Kotak baja itu terlihat gagah diantara rak buku-buku filsafat dan bisnis koleksi Angga. Angga bersimpuh dengan segala upaya yang ia kerahkan. Kondisi kakinya belum sepenuhnya pulih hingga Angga harus menahan nyeri sekaligus ruang gerak yang terbatas. Jemari Angga menari lincah di atas tombol-tombol brankas. Memasukkan pin yang tak pernah lepas dari ingatannya. Ceklek. Brankas terbuka disusul suara bip tanda kunci ganda telah dimatikan. Tak ada yang aneh dengan pemandangan di depannya. Tumpukkan uang dan emas batangan tertata rapi pa
"Silahkan dinikmati, pak. Ini sup buntut yang saya buat tadi sebelum bapak pulang dari rumah sakit. Saya dengar, Pak Angga sangat suka sup buntut, jadi saya memasakkannya untuk bapak dan Celva." Semangkuk sup buntut sudah tersaji di hadapan Angga. Ia menatap sup itu dan wanita pemilik rambut hitam legam ini bergantian."Terima kasih, maaf jadi merepotkanmu," jawab Angga. Seulas senyum tipis terukir di wajahnya yang tampan. Pemandangan itu lantas membuat seluruh kupu-kupu di perut Rachel menggelitik. "Ku harap Pak Angga suka dengan masakanku," katanya. Lagi-lagi Angga hanya tersenyum tipis. Namun senyuman itu sudah membuat Rachel hampir mati berdiri karena efek menggila yang ditimbulkan oleh pesona Angga."Papap. Mam." Sesi makan Angga terpaksa ditunda ketika putri kecil kesayangannya memanggil, dengan suara berat nan lembut, Angga membalas,"Ya, sayang? Celva mau makan sup buntut?" Manik bulat Celva terpaku menatap sendok yang dipegang ayahnya. Kedipannya mengisyaratkan isi kepala
"TARA!! Aku akan pergi ke Indonesia. Kamu mau ikut?" Jantung Nova hampir mencelos saat suara Mark tiba-tiba bergaung tepat di belakang telinganya. Tak hanya itu, kehadirannya di pagi hari yang dingin ini membuat Nova tercengang. Segelas kopi di atas meja kerja Niva diabaikan sementara, tak lagi menjadi obat penenang untuk segala gundah di dada Nova. Ia mendelik, di depan matanya terpampang nyata secarik kertas dengan desain yang menarik. Foto Mark yang penuh pesona terpampang nyata di sana tepat di sebelah tulisan "ASIAN TOUR FAN MEETING OF MARK" di kertas itu. Nova belum sepenuhnya mengerti, puzzle-puzzle yang harus ia pecahkan pagi ini, tak bisa membuatnya fokus. "Kertas apa ini?" tanyanya polos. Dahi Nova mengernyit bingung padahal secara kasar mata seharusnya ia tahu maksud Marks memamerkan secarik kertas itu. "Aku akan mengadakan pertemuan dengan fans se-Asia Tenggara. Dan kampung halamanmu menjadi salah satu negara yang akan aku kunjungi. Bagaimama menurutmu?" Mark duduk