Home / Rumah Tangga / Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku / Hukuman Yang Membawa Petaka

Share

Hukuman Yang Membawa Petaka

Author: JolaSky
last update Last Updated: 2023-10-24 20:41:37

Nova terperangah saat kaitan tangannya di bisep Angga dienyahkan begitu saja ketika mereka sudah sampai di rumah.

“Jangan lupa diri. Aktingmu sudah berakhir,” ujar Angga sinis kemudian melangkah lebih dulu memasuki rumah. Para pelayan menyambut kedatangan mereka dengan dua buah baki berisi selop rumahan untuk bos mereka. 

“Aku hanya sedang menyeimbangkan langkahku. Memakai dres panjang ini dalam keadaan hamil besar itu menyiksaku,” Nova membalas sembari bernafas lega. 

Di rumah, Nova tidak perlu khawatir aktingnya akan dikuliti oleh para pelayan karena sebelum mereka dipilih dan memilih untuk mengabdikan diri mereka untuk Angga, segepok uang tutup mulut sudah dijejalkan oleh Angga. 

Angga berdecih, “Alasan! Bilang saja kamu memang ingin memegang tubuhku lebih lama. Jangan pernah menyentuh seincipun tubuhku selain aku sendiri yang memulai,” tegasnya.

Tiba-tiba, dalam sekali tarikan Angga meraih tubuh Nova ke dalam gendongannya. 

"Angga, apa yang kamu lakukan? Turunkan aku, semua pekerja memperhatikan kita." 

"Mereka akan melihat ini setiap hari jika kamu tak mau mengikuti aturanku!" tegas Angga dengan pandangan lurus ke depan. 

"Apa maksudmu?" Nova mulai panik. Ia yakin betul selama acara tadi sudah memenuhi kemauan sang suami untuk berakting sempurna. 

Brak!

Pintu sebuah kamar didobrak dalam sekali tendangan. Kaki panjang itu membawa Nova masuk ke dalam ruangan serba hitam dan merah. Pada Akhirnya Nova tahu kemana arah pikiran suaminya. 

Sudahlah kesulitan bergerak karena gaun yang Nova pakai, penderitaannya masih berlanjut dengan tuntutan Angga pada Nova untuk menuntaskan kabut gairah yang mulai menelusup di manik indah pria itu. 

"Layani aku sekarang!" kata Angga menuntut. Tangannya gesit membuka setiap helai kain yang membalut tubuhnya sedangkan Nova dibiarkan terkapar di atas ranjang. 

"Kenapa aku harus melayanimu? Aku tidak melakukan kesalahan apapun hari ini." Nova membela diri. Perutnya yang besar terasa penuh dan menyesakkan dada dalam posisi seperti ini.  Nova tak hanya memikirkan dirinya sendiri. Bayi dalam kandungannya tak layak diperlakukan kasar seperti ini.

"Kita sudah sepakat, selain kamu harus menebus dosamu pada adikku, kamu juga harus melayani aku kapanpun aku mau. Di sini kamulah yang bersalah, dan sudah sepantasnya kamu menebus itu semua."

Udara dingin di ruangan itu semakin menusuk tulang. Warna hitam dan merah mendominasi semakin menambah kesan kelam dari ruangan ini. Beberapa alat yang tak lazim digunakan oleh pasangan lain tersedia secara cuma-cuma. 

Jangan tanya darimana Angga mendapatkan itu semua. Jauh sebelum Nova resmi menjadi istrinya, pria itu mampu menutupi aib pribadi sebagai pemain wanita dengan persona yang ia bangun di hadapan media. 

Sekujur tubuh Nova memanas. Dihadapannya terpampang wajah tampan dengan siluet tegas di setiap sisi. Siapa yang tak mau menjadi pendamping sosok dewa Yunani seperti pria ini? Kecuali Nova. 

Tubuh Nova bergerak tak karuan dalam kegelisahan setiap sentuhan Angga begitu menggoda membuat Nova hampir hanyut dalam gerbang kenikmatan. 

Srek!!

Gaun putih itu dikoyak dengan kasar lalu dihempaskan begitu saja. Dengan dua balutan kain yang tersisa, Nova siap menjadi mangsa. 

"Angga, tolong jangan lakukan itu. Aku mohon kali ini saja. Bayi ini akan lahir dalam hitungan hari, aku tidak ingin terjadi sesuat-thuh deng-an-nyah ah–" Nova memohon. Suaranya semakin sumbang. Napasnya menggebu membuat dadanya naik turun. 

Sesak dan nikmat adalah dua dilema yang harus Nova terima. Tak peduli seberapa besar usahanya untuk menolak, Angga tak.pernah gentar. 

"Apa salahnya jika aku ingin menemuinya sebelum anak itu lahir? Aku hanya meminjam tubuhmu untuk mengandung dan melahirkan penerusku. Bukan berarti aku menaruh ketertarikan padamu."

Deg!

Jantung Nova rasanya berhenti berdetak untuk sepersekian detik ketika mendengar pernyataan itu. Satu kenyataan yang pernah terucap dulu, tidak pernah Nova sangka akan diseriusi oleh Angga. 

"Apa belum cukup kamu menyiksa batinku selama ini?" 

Sebelah alis Angga naik, sorot mata merendahkannya tertuju tepat di kedua mata indah Nova yang keoranyean. 

"Menyiksa? Apakah itu kata yang pantas untuk menggambarkan sebuah penebusan dosa?".

Sungguh! Nova ingin mati saja rasanya. Percuma hidup dalam belenggu dendam orang lain. Penderitaan ini seolah tak berujung. 

"Sudah aku katakan berkali-kali padamu, Angga. Bukan aku pembunuhnya! Justru aku datang untuk menyelamatkan Andre," ujar Nova dengan penekanan di setiap katanya. 

Tetapi, itu semua nyatanya tidak bisa membuat Angga percaya, "pernyataan tanpa bukti adalah klise. Jangan mencoba meyakini aku dengan wajah polosmu itu."

"Bagaimana lagi aku harus bersumpah agar kamu percaya? Aku bukan pembunuh Andre hiks! Hiks!" 

Dinding pertahanan yang selama ini dibangun kokoh perlahan retak. Tangis pilu merongrong dari mulut Nova.  Nova tidak pernah meminta Angga untuk mengiba. Setidaknya, memberikan sedikit ruang gerak untuk membuktikan kebenaran adalah harapan yang selama ini dinanti oleh Nova. 

"Omong kosong! Jalani saja takdirmu dan layani aku sekarang!"

Permohonan Nova tak pernah diindahkan. Miris, mungkin Angga satu-satunya suami yang tak memiliki empati dan Nova harus bertahan dengan pria itu tanpa ujung yang pasti. 

Angga mulai melancarkan aksinya sebagai penguasa permainan ranjang kali ini. Perut besar Nova sama sekali tak mengurungkan niatnya untuk sekedar memberi jeda. Angga dengan gagahnya memacu Nova untuk terus mendesau. Menggaungkan kenikmatan di malam yang melelahkan ini. 

"Ang-gha, please stop. Anggha." Nova meracau. Di bawah sana Angga masih giat melakukan aksinya namun Nova sudah tak lagi memiliki cadangan tenaga. 

Pegangannya di sprei ranjang mengendur. Keringat sebesar biji jagung semakin deras mengalir dari dahi Nova. Janin di dalam kandungannya bergerak semakin brutal seolah menolak kehadiran ayahnya di dalam sana.

"Anggha, perutkuh sakith." 

"Jangan banyak alasan, Nova. Aku tahu itu hanya caramu untuk menghentikanku." 

Pedih mana lagi yang belum pernah Nova rasakan? Ketika tubuhnya tak mampu lagi menahan sakit dan dawai kenikmatan secara bersamaan. Kejujurannya masih dianggap sebagai alasan. 

Mulas mulai menjajah setiap sudut perut Nova, menjalar hingga ke punggung. Ada dorongan yang kuat dari janinnya untuk memberontak.

'Apakah kamu akan lahir sekarang, nak?' batin Nova. Di tengah kesakitannya, Nova mengingat ucapan dokter yang menyebutkan hari perkiraan lahir sang janin. 

12 februari. Dua hari lagi menuju hari persalinan yang diperkirakan akan tiba. 

"Aw, ah! Anggha perutku. Tolong perutku sakit sekali awh!"

Nova terus meracau kesakitan. Melihat itu, seketika pria di atas tubuhnya bergeming. Menghentikan permainan yang sedang berada di klimaksnya. 

"Jangan bercanda, Nova. Ini belum waktunya anak itu lahir. Masih dua hari lebih awal dari perkiraan dokter." Angga berusaha menyanggah. Sedetik kemudian ia merasakan cairan mulai membasahi area kaki Nova yang terbuka. Darah. 

Darah segar mengalir dari area sensitif Nova yang masih Angga kuasai. Raut wajah Angga berubah tegang.

"Ka–kau keguguran?!" 







Related chapters

  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Antara Dua Nyawa

    Nova baru pertama kali merasakan sakit yang begitu menghujam. Mulas menjalar di sekujur tubuhnya hingga ke punggung. Pikiran negatifnya semakin menjadi saat mendengar suara Angga yang naik satu oktaf disusul dengan cairan dingin turun dari area sensitifnya. "Awh, Angga. Awh! Sakit," ucap Nova meringis kesakitan. Sprei yang mengalasi kulitnya dengan tempat tidur menjadi pelampiasan Nova melepas sakit. "Kita ke rumah sakit sekarang!" Angga bergegas melepaskan belenggunya dari Nova. Terdengar panik menyusuri sudut kamar menuju lemari pakaian. Sakit semakin menjadi. Separuh tubuh Nova perlahan melemas seolah nyawanya sudah diujung kepala. Ruangan besar berukuran 5x6 meter itu terasa seperti sebuah gudang dengan kadar oksigen rendah, menyesakkan dada. Setengah kesadaran Nova masih bisa meraba pergerakan Angga yang panik melihat darah semakin mengalir deras dari pahanya. "Bangun perlahan, darahmu semakin banyak." Hampir saja Nova terjengkat kaget mendengar nada bicara Angga yang semak

    Last Updated : 2023-10-27
  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Permintaan Bukan Untukku

    “Tuan Angga, semua urusan administrasi dan media sudah saha urus.” Angga berdiri mematung di depan pintu ruang UGD dengan raut wajah datarnya yang khas. Aldo—tangan kanan pria itu melangkah gagah mendekat ketika melihat tuannya.“Pastikan tidak ada satu media pun yang tahu masalah ini. Jikapun ada kebocoran informasi, persiapkan jawaban paling masuk akal,” perintah Angga, tak mengindahkan laporan Aldo untuknya.“Baik, tuan.” Angga kembali ke mode diamnya. Aura kekuasaan yang selalu menyelimuti pria itu perlahan terkikis dengan kegelisahan yang mulai bisa diraba oleh sang asisten. Sorot mata Angga sendu, seolah ia sedang mempertaruhkan sebuah hal paling penting dalam hidupnya. Antara hidup dan mati Angga tengah digadaikan demi menebus sebuah ancaman kehilangan.“Tuan, apakah mau aku belikan kopi untuk sedikit penenang?” tanya Aldo ikut gusar. Melalui ekor matanya, Angga mengamati sosok di sampingnya, “jangan bertingkah seolah kamu dekat denganku. Jelaskan padaku hasil kerjamu hari

    Last Updated : 2023-10-29
  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Permintaan Pertama dan Terakhir

    Nova tidak menyangka kelahiran bayinya akan lebih cepat dari perkiraan dokter. Ditambah lagi dengan cara yang tak pernah ia inginkan sebelumnya. Calon ibu mana yang tidak khawatir jika kelahiran anaknya disambut dengan adegan menegangkan antara hidup dan mati? Sepanjang iringan brankar yang ia tempati menuju ruang UGD, hati Nova terus bergemuruh dibalut kekhawatiran dan berbagai pikiran negatif yang menjajah pikirannya. Masih terasa jelas bagaimana cairan merah itu terus mengalir di antara kedua kakinya. Membuat Nova hampir tak bisa mempertahankan kesadarannya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya tak bisa mengalahkan kegelisahan yang membelenggu Nova saat ini. Sayup-sayup pendengarannya masih menangkap suara suster yang terus berusaha membuat Nova dalam keadaan terjaga. Namun, Nova hanya manusia biasa yang bisa kalah dengan keadaan kapanpun. “Angga..” cicitnya lemah. Berharap pria yang turut mendorong tempat tidurnya sedikit peka akan kesakitan yang ia rasakan. Sayang seribu sayang, h

    Last Updated : 2023-10-30
  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Celvasea

    Tidak pernah terpikirkan oleh Nova sebelumnya akan melewati masa-masa kritis sebelum resmi menjadi seorang ibu. Pertarungan antara hidup dan mati seolah digadaikan di ujung nadinya. Bayi mungil berjenis kelamin perempuan dalam gendongannya kini, setidaknya melengkapi hidup Nova yang tidak diselimuti kebahagiaan sejak menikah dengan Angga.“Kamu cantik sekali, sayang,” ucap Nova. Dua jam setelah kelahiran bayi itu, seolah menjadi babak baru hidupnya yang mulai dipenuhi harapan. “Parasmi persis sekali dengan papamu. Ternyata kamu memang mewarisi segala lekuk dan sudut papa. Kalau begitu, mama beri kamu nama…” “Celvasea.” Ucapan Nova tertahan ketika sebuah nama terlontar dari mulut seseorang yang suaranya tak asing terdengar. Angga, masuk ke ruang rawat VIP yang ditempati oleh Nova saat ini. Sikap angkuhnya tak pernah luntur. Meski di hadapan istri dan anaknya kini, pria itu tetap melangkah sambil membusungkan dada. “Aku sudah memutuskan nama depannya. Kamu hanya boleh memberikan sa

    Last Updated : 2023-10-31
  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Tawaran Istri Ketiga

    Pria berumur akhir empat puluhan itu mendekati Nova dengan kerlingan mata jahilnya. Entah darimana Pak Jhony bisa mengetahui keberadaannya di sini. “Terima kasih sudah datang menjengukku, Pak Jhony. Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot,” ucap Nova. Ia menyembunyikan ketakutan sekaligus kekhawatiran jikalau kedatangan Pak Jhony akan mengancam keselamatan Celva. Entah apa yang membuat Nova begitu tak menyukai pria yang digadang-gadang sudah memiliki dua istri itu. Setiap kali berhadapan dengannya, firasat Nova selalu mengisyaratkan untuk tidak mengenalnya terlalu dekat. Sebuah parcel buah diletakkan di atas nakas samping brankar Nova. Nova ingin menjaga jarak namun kondisinya yang lemah tak memungkinkannya untuk bergerak kemanapun. Rasa kekhawatiran Nova semakin besar ketika Pak Jhony tiba-tiba mengulurkan tangannya hendak mengelus puncak kepala Celva. Refleks Niva tentu langsung bekerja cepat dengan memundurkan tubuhnya.“Kenapa kam

    Last Updated : 2023-11-01
  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Kedok Sang Kolega

    Akhirnya Nova bisa bernapas lega. Kedatangan Angga di tengah dirinya yang sedang bersitegang dengan Jhony bagaikan anugerah yang sudah Nova tunggu sejak tadi. Melihat Angga sudah berada di belakangnya, Jhony gelagapan. Ternyata, selain tak pandai mengintimidasi, Jhony juga payah menyembunyikan kegugupannya. "Pak Angga, akhirnya kamu datang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi," ucap Jhony menjilat. Sikapnya berubah 180 derajat di depan Angga. "Aku ada urusan mendesak jadi aku harus pergi sebentar. Sejak kapan Pak Jhony di sini? Aku bahkan tidak tahu kamu akan datang."Pertanyaan yang sama dengan Nova dilontarkan juga oleh Angga. Nova memilih menarik diri dari perbincangan dua pria itu. Kewarasannya jauh lebih penting dari pada membuang waktu memperhatikan mereka. Kegugupan Jhony semakin jelas karena dirinya terlihat tidak percaya diri. "Setelah acara selesai, aku merasa kurang enak badan. Maka dari itu aku pergi ke rumah sakit ini untuk memeriksakan diri dan tidak sengaja melihat

    Last Updated : 2023-11-01
  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Aib yang Terancam

    “Ingat ucapanku ini. Jika nanti muncul pertanyaan mengapa Celva lahir lebih awal dari perkiraan, berikan jawaban yang paling masuk akal. Jangan sampai ada satu katapun dari ucapanmu yang menyudutkan peranku,” ucap Angga. Nova berdiri di sampingnya, sebelah tangan terkait mesra dengan lengan Angga yang keras. Sekeras sifat pria itu. Berbagai wejangan Angga sampaikan untuk Nova, tentu pria itu tidak akan menyampaikannya di depan banyak orang. Sebentar lagi, mereka akan menghadapi kerumunan wartawan yang sudah membuat janji wawancara. Jengah. Satu kata yang menggambarkan suasana hati Nova saat ini. Setiap hal yang terjadi pada rumah tangganya selalu jadi sorotan. Bahkan, kronologi kejadian Nova yang melahirkan lebih awal dari hari perkiraan dokter pun menjadi tanda tanya bagi sebagian besar pemuja seorang Savangga. “Aku tahu apa yang harus aku lakukan,” jawab Nova malas. Di kepalanya, sudah tergambar jelas bagaimana keadaan di luar sana nantinya. Pikiran N

    Last Updated : 2023-11-01
  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Sisi Palsu Semua Orang

    “Kondisi Bu Nova saat ini sudah cukup stabil. Hanya tinggal menunggu beliau sadar, pak,” ucap dokter yang menangani Nova selama dirawat di rumah sakit. Angga yang berdiri di depannya hanya diam mematung dengan sorot mata yang mengandung banyak arti. Tatapannya tak pernah lepas dari sosok istrinya yang terbaring di atas tempat tidur. “Kalau begitu saya permisi dulu, Pak Angga.” Karena tak mendapatkan reaksi apapun, dokter pun pamit dari hadapan Pria itu.Angga melangkahkan kakinya, berhenti tepat di samping Nova. Pandangannya menyapu sekujur tubuh istrinya. Seolah belum percaya bahwa dengan kehidupan yang saat ini ia jalani, Angga tak lagi sendiri. Kepergian adiknya membuat Angga terpukul begitu hebatnya. Hidupnya semakin hancur ketika ia menemukan fakta bahwa pembunuh adiknya adalah Nova. “Karena kamu, satu-satunya keluargaku harus meregang nyawa. Dan sekarang kamu berdrama begitu hebatnya di depan banyak orang.” Angga mengatakan itu tepat di samping telinga Nova. Tanpa ia ketahu

    Last Updated : 2023-11-01

Latest chapter

  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Negosiasi Rasa

    Kata orang, cinta juga bisa datang terlambat. Sama halnya seperti momen ini. Momen dimana sekujur tubuh Nova mematung saat berhadapan dengan sosok yang menghujam hatinya dengan kerinduan mendalam. Otaknya terasa mati karena Nova tidak bisa mendeteksi perintah apapun dari sana. Sedang Nova bergeming, ada sosok yang kini menatapnya penuh harap. Sosok itu berdiri tegak. Setegar karang yang tak jera menghantamnya dengan gelombang. Banyak cara Nova lakoni untuk menghabiskan keberanian Angga agar tak lagi menemuinya. Berharap dengan memupuk benci, hal itu akan membuat jarak diantara mereka semakin panjang. Sayang, yang terjadi justru kebalikannya. Angga lantang menerabas gelombang, hingga sebagian kecil dari dirinya enyah. Tidak lagi Nova lihat sorot angkuh di mata Angga, pun gestur cinta berlebihan terhadap diri sendiri pada pria itu. Berat Nova mencoba untuk menelan ludah, tapi, Angga justru mulai kembali bersuara. “Aku tahu ini keterlaluan. Tapi aku mohon, kali ini kita bicarakan dar

  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Mejemput Asa

    Secarik kertas di tangan Angga konsisten membuat pikiran pria itu terus berputar. Di dalam kursi pesawat, pemandangan kota-kota kecil di bawah sana sama sekali tidak menarik minat Angga untuk beralih sedetikpun dari kertas itu. “Kau sudah menatap kertas itu hampir satu jam lamanya, Tuan. Apa kau tidak ingin melihat pemandangan indah di luar jendela itu?” Suara Chris membuat Angga mendongak. Ia menatap sang asisten dengan sorot jengah seraya menghembuskan napas berat. “Kapan pesawat akan landing?” tanya Angga. Responnya sangat jauh dari konteks obrolan yang dibangun oleh Chris. “Bukannya ini sudah dua jam?” “Kurang lebih lima menit lagi kita mendarat, Tuan. Bersabarlah, kesabaran akan berbuah manis,” jawab Chris. Pria itu kembali memandang lurus ke depan. Dimana para pramugari tengah sibuk memberikan peringatan untuk mengencangkan sabuk pengaman. Angga kembali berkutat pada pikirannya. Bayangan ekspresi wajah Nova berubah-ubah di sana sesuai dengan asumsi-asumsi yang Angga ciptakan

  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Sebuah Petunjuk

    Sudah satu minggu lamanya, Mario menetap di hotel yang sama dengan Nova. Menjadi garda terdepan bagi nova tanpa diminta. Sore ini langit cukup cerah namun perlahan beranjak mengabu sebelum matahari benar-benar pamit dari altarnya. Mario bangkit dari sofa, diikuti sang asisten di belakangnya. “Kau sudah dapat informasi yang aku minta?” tanyanya sambil melangkah menuju mini bar di sudut ruang santai. “Sudah, Tuan. Saya dihubungkan oleh asisten beliau yang kebetulan sedang berada di Korea saat ini. Menurut informasi, Pak Angga sedang sakit.” “Sakit?” Mario mengulang. “Iya, Pak. Saya sudah coba mencari tahu tentang penyakit beliau, tapi Asisten pribadinya tidak bersedia memberi informasi detail.” “Tapi, kau sudah lakukan apa yang aku minta ‘kan?” Sang asisten mengangguk mantap. “Sudah, Pak. Beliau bersedia untuk bertemu malam ini jam tujuh.” Melihat pemandangan di luar jendela besar kamar hotelnya, Mario beralih pada arloji di tangan. “Sudah pukul enam. Kita berangkat sekarang saj

  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Jauh Rindu, Dekat Tabu

    Lampu remang-remang di dalam klub malam di tengah kota Seoul ini membatasi pandangan Chris yang masuk ke dalamnya. Muda-mudi berlenggak-lenggok di lantai dansa. Di bawah lampu sorot mengikuti irama musik beat yang menggila. Pandangan Chris mengedar ke segala penjuru. Ia langsung bergegas dari bandara ke sini setelah menghubungi Angga. Kabarnya, pria itu berada di sini, namun sampai sekarang Chris belum menemukan petunjuk tentang keberadaan bosnya. Pergerakan Chris di tengah kerumunan orang-orang yang berdansa, menarik perhatian beberapa wanita di sana. Sesekali terdengar mereka mencoba menggoda Chris dengan panggilan-panggilan nakal. “Hai, tampan. Kau sendiri saja?” Seorang wanita mendekati Chris. Dua bingkai lensa di mata Chris ia koreksi saat berhadapan dengan wanita itu. “Kalau kau datang sendiri, aku mau menemani,” ucap wanita itu lagi. Rambut panjangnya sengaja dikibaskan di depan wajah Chris. Aroma bunga menguar setelahnya. Jelas, wanita itu sedang berusaha untuk menarik perh

  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Realita Yang Disanggah

    “Bagaimana bisa Anda membiarkan orang dengan kondisi mental yang terganggu, bepergian sendirian bahkan, mengurus bayi? Apalagi Anda bukan suaminya.” Seorang pria paruh baya dengan seragam kepolisian menginterogasi Mario dengan segerombol pertanyaan. Ia menghela napas panjang, hendak menyela ucapan sang polisi namun pria itu terus berceloteh, tidak memberikan kesempatan bagi Mario untuk menjelaskan. “Anda tahu ‘kan? Apa yang Anda lakukan bisa disebut sebagai bentuk kelalaian dan berpotensi menyakiti orang lain.” “Saya paham, Pak. Itu mengapa saya ada di sini sekarang. Saya akan menebus Nova dan mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Tolong beri sedikit keringanan untuk Nova. Bagaimanapun dia masih punya tanggung jawab untuk mengurus anaknya yang masih bayi,” ucap Mario panjang lebar. Tidak akan ia sia-siakan kesempatan untuk bicara. Tujuannya saat ini adalah membebaskan Nova dari hukuman paling berat. Mario mengikuti semua prosedur hukum yang berlaku atas pelanggaran yang Nova laku

  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Berpapasan

    Kesibukan terlihat padat di pintu kedatangan Bandara Incheon. Seorang pria mengenakan setelan jas lengkap berwarna keabuan menarik beberapa mata di sana. Di balik kacamata hitam yang nangkring di hidung mancung pria itu, ada sepasang mata yang awas mengintai pergerakan seseorang dari arah lain bandara. Seorang wanita, dengan stroller bayi menemaninya duduk di ruang tunggu menuju pintu keberangkatan. Tujuannya bertolak belakang dengan kedatangan pria tadi. Pria itu melirik arlojinya, tiga puluh menit lagi seluruh penumpang jurusan penerbangan domestik lepas landas. Pria itu bergegas mendekati sang wanita. Dengan penampilan, tidak, ketampanannya yang sedikit mencolok dan menarik perhatian, Chris–pria itu–mendekati targetnya. “Selamat pagi, Nyonya.” Wanita berambut panjang, dengan iris mata hazel yang indah itu mendongak. Dahinya berkerut pun dengan kedua matanya yang memicing. Mencoba menilik sosok asing di depannya. “Ya? Anda siapa?” tanyanya. Ada sedikit getaran dalam suaranya.

  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Kunci yang Terbuka

    Secangkir kopi panas di hadapannya sama sekali tidak menarik perhatian Angga. Di sudut salah satu kafe di jalan utama kota Seoul, ia membiarkan segala pikirannya berterbangan bebas terbawa angin. Laptop dengan layar yang masih menyala berakhir sama mengenaskannya dengan secangkir kopi itu. Padahal, deretan daftar pekerjaan yang seharusnya ia selesaikan secepatnya, meraung meminta dikerjakan. Suara di kepala Angga terlalu berisik. Bahkan membuat pria berusia 37 tahun itu kewalahan mengatur jam tidurnya. ‘Sudah waktunya kau mengejar kebahagiaanmu.” Untaian kalimat yang diucapkan Dalton tempo hari kian memperparah kegundahan hati yang selama beberapa hari ini meraung perhatian Angga agar tidak diabaikan. Lagi-lagi, hanya helaan napas berat yang menjadi penghujung keglisahan Angga. “Tidak seharusnya aku terjebak dalam kegalauan ini,” gumamnya, Angga mencoba mengalihkan pikirannya dengan menggeser pesan dengan seseorang yang jauh di belahan dunia sana. Deretan foto putri kecilnya mend

  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   Masalah Semakin Pelik

    Seminggu setelah Mario memutuskan untuk mencabut perjanjian kerja perusahaan mereka, Angga memilih hengkang dari apartemen pria itu. Ia cukup tahu diri untuk tidak menjadi benalu sahabatnya. Saat ini, Angga tengah berhadapan dengan pria paruh baya. Mario bilang, itu adalah koleganya yang akan memberikan suntikan dana untuk perusahaan cabang milik Angga yang hampir bangkrut. “Aku tertarik dengan konsep perusahaanmu. Hanya saja, Kerugian selama periode dua tahun ini cukup menarik perhatianku. Dan akan lebih berisiko jika aku investasikan uangku di sana. Bagaimana kalau begini saja,” ucap pria itu. Pria bernama Dalton, berusia sekitar lima puluh tahunan menjabat sebagai pemilik perusahan olahan ginseng paling terkenal di Korea.Meski terlihat kecewa dengan Angga, Mario tetap bertanggung jawab atas apa yang sudah ia janjikan. Satu alasan yang membuat Angga semakin tak enak hati padanya. Dalton memajukan tubuhnya, menatap Angga dengan sorot penuh rasa ketertarikan yang begitu besar namun

  • Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku   PUTUS KONTRAK

    Nova hendak mendekati Mark, namun langkahnya ditahan oleh Mario yang kini menatapnya dengan sorot menuntut. Sekujur tubuh Nova meremang. Pegangan Mario di lengannya seolah memiliki aliran magnet yang membuat pandangan Nova tidak beralih padanya. “Apa yang kamu lakukan, Mario? Tolong lepaskan aku,” pinta Nova. Ia membalas tatapan Mario tak kalah tegas, kemudian beralih pada kaitan tangan mereka. “Jawab yang sejujurnya, Nova. Apa benar yang dikatakan Mark?” Nada bicara Mario berubah dingin. Nova bisa merasakan pria itu sedang bergelut dengan kekecewaan yang begitu kental di dadanya. Dengan sedikit keras Nova menghempaskan pegangan Mario seraya berkata. “Benar atau tidak, masa laluku adalah urusanku. Baik kamu ataupun Mark tidak berhak mengintervensi hidupku,” balas Nova tegas. Kini jaraknya dengan Mark terkikis. Wajah mantan kekasihnya itu sama tegangnya dengan Mario setelah kalimat ultimatum Nova ucapkan. “Dan untuk kamu, Mark,” ucap Nova dingin. “Bukan hakmu juga mengatur hidupku.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status