Masih hidup?Suzy terkejut dan mengangkat kepalanya. "Kamu yakin? Lalu kenapa Kakek tidak pernah muncul?""Jangan-jangan ... Kakek ikut mereka kembali ke Klan Youlan?" Suzy tak berani memercayai tebakannya sendiri."Mungkin, kita cari pelan-pelan." Robert menghela napas panjang, dia terlihat agak frustasi."Sisi positifnya ternyata Kakek masih hidup. Asalkan mau mencarinya, kita pasti bisa bertemu Kakek." Suzy menggenggam erat tangan Robert."Em." Robert mengecup kening Suzy, lalu menjawab, "Besok aku ikut ke makam Nenek, ya! Ayo, kita tidur lebih awal.""Oke." Suzy mengecup pipi Robert dengan lembut. "Selamat malam.""Selamat malam."....Keesokan hari, dua mobil beranjak pergi dari vila.Awalnya hanya Robert, Suzy, dan Gilbert yang mau pergi, tetapi begitu tahu bahwa mereka mau mengunjungi makam Nenek Qin, Nenek Jenny juga ngotot mau ikut."Aku masih merasa bersalah, aku ingin mengunjungi dan mendoakannya. Semoga Nenek Qin memaafkanku ...," kata Nenek Jenny.Nenek Jenny sudah tua, se
Setelah melewati perjalanan yang sulit, akhirnya mereka pun tiba di puncak gunung.Suzy sudah lama tidak pulang mengunjungi makam Nenek Qin. Awalnya Suzy mengira makam Nenek pasti dipenuhi rerumputan liar dan kotor, tetapi faktanya berbeda jauh dengan bayangan Suzy ....Makam Nenek Qin sangat bersih, rumput-rumput sudah dipotong dan tak ada sampah sama sekali.Suzy tercengang melihat makam yang ada di hadapannya. Selain ayah dan ibu angkatnya Suzy, Nenek Qin tidak mempunya kerabat lain. Siapa yang berbaik hati datang membersihkan makam Nenek?Ketika Suzy sedang melamun, Gilbert berjalan melewatinya sambil terhuyung-huyung. Sekujur tubuh Gilbert tampak gemetaran ....Sesampainya di depan makam, Gilbert berlutut di hadapan nisan Nenek Qin dan memeluknya dengan lembut. "Sheila ...."Gilbert menangis tersedu-sedu, seolah baru kehilangan kekasih tercinta."Pak Gilbert ...." Lorraine tertegun, lalu menoleh ke arah Suzy.Suzy hanya mengangguk kecil, dia baru bisa menjelaskannya nanti.Beberap
Bagaimanapun masa lalu tidak bisa diulang kembali.Gilbert menarik kembali tatapannya dan lanjut menyusul orang-orang yang sudah mulai menuruni gunung.Simon, Robert, dan yang lainnya kembali ke rumah Nenek Qin."Ayo, kita lihat-lihat ke dalam," kata Nenek Jenny. Dia sangat tertarik dengan gubuk tua ini.Melihat orang-orang yang kelelahan, Suzy pun mengajak mereka masuk dan beristirahat. Untungnya kunci rumah masih tergantung di depan pintu"Hati-hati, ya! Papannya sudah mulai rapuh, jangan sampai jatuh," kata Suzy sambil membuka pintu rumah.Hal pertama yang Simon dan Robert lakukan adalah mengeluarkan kursi-kursi ke halaman. Sopir yang melihatnya pun bergegas turun tangan dan membantu membersihkan kursinya.Rumah tua ini kecil dan sederhana. Dalam waktu kurang dari 2 menit, Suzy sudah selesai mengajak mereka mengelilingi semua ruangan.Setelah kursi dibersihkan, semua orang duduk dan beristirahat di depan rumah sambil mengobrol.Mereka antusias mendengarkan cerita Suzy mengenai beber
Kakek Yoha adalah orang yang baik dan ramah. Suzy pun menolak karena takut merepotkan. "Kakek, terima kasih, tapi aku tidak mau merepotkan Kakek. Lain kali kami baru bertamu ke rumah Kakek, ya?"Ditambah Suzy mereka berjumlah 11 orang. Kalau mereka semua makan di rumah Kakek Yoha, masyarakat desa akan mengira kalau Kakek Yoha sedang mengadakan perjamuan.Masyarakat pedesaan berbeda dengan masyarakat kota. Mereka pasti penasaran dan akan ikut makan di rumah Kakek Yoha, takutnya Kakek Yoha sekeluarga jadi repot.Walaupun Kakek Yoha sudah tua, dia masih rajin bersosialisasi dan memiliki banyak teman.Kakek Yoha memahami kekhawatiran Suzy, dia melambaikan tangan dan menjelaskan, "Tidak apa-apa, malam ini memang ada pesta di rumahku. Aku mendapatkan banyak hasil buruan, mau dibagi-bagi ke masyarakat sekitar."Kemudian Kakek Yoha membalikkan badan, lalu bertanya kepada Pak Gilbert dan Nenek Jenny, "Kalian belum pernah melihat pesta di desa, 'kan? Malam ini aku mau masak sapi kecap, 100 kali
Setelah mengobrol dengan beberapa penduduk desa, Suzy baru tahu bahwa mereka juga sering mengunjungi makam Nenek Qin.Pantas saja makamnya Nenek Qin bersih dan terawat."Dulu nenekmu memberikan kami pengobatan dan obat gratis. Kami tidak akan pernah melupakan jasanya. Semuanya sedih saat mengetahui kepergian nenekmu, kami pun merasa kehilangan." Salah seorang warga bercerita sampai menangis."Kasihan, orang sebaik Sheila tidak pernah merasakan kebahagiaan apa pun," kata Kakek Yoha yang tiba-tiba teringat sesuatu.Sesaat merasakan tatapan Suzy, Kakek Yoha bergegas menjelaskan maksud ucapannya, "Suzy, jangan salah paham. Aku tidak menyalahkanmu, aku menyalahkan kedua orang tua angkatmu yang kejam!"Kebencian tersirat di mata Kakek Yoha. "Mereka berdua tidak punya hati nurani. Mereka tidak pernah menjenguk nenekmu, setiap pulang cuma mempermasalahkan pembagian harga. Begitu mengetahui tidak ada yang bisa didapatkan lagi, mereka sama sekali tidak pernah pulang.""Kalau setiap pulang cuma m
Semua orang antusias mendengarkan penjelasan Suzy. Beberapa masyarakat desa yang duduk di sebelah pun mengacungkan jempol dan memujinya, "Tidak disangka, Suzy masih ingat setiap nama masakannya. Hebat, hebat, tidak seperti anak-anak lain. Begitu pulang dari kota, mereka bahkan lupa nama tumis pakis."Suzy buru-buru bangkit berdiri dan berkata, "Meskipun bukan penduduk asli desa, aku dibesarkan dan tumbuh di tempat ini. Aku tidak mungkin melupakan jasa kalian semua."Kemudian Suzy mengangkat gelas dan berkata, "Hari ini aku pulang untuk mendoakan nenekku, terima kasih atas undangan Kakek Yoha sehingga aku bisa berkumpul dengan kakek, nenek, paman, bibi, dan saudara-saudara sekalian. Terima kasih atas kasih sayang dan kepedulian kalian kepada nenekku."Kakek Yoha bangkit berdiri dan menjawab sambil tersenyum, "Suzy, jangan sungkan-sungkan. Walaupun kamu sudah menemukan orang tua kandungmu, selamanya kamu tetap menjadi bagian dari desa ini."Para penduduk yang lain mengangguk sambil menga
Kakek Yoha melihat kebingungan yang tersirat di wajah Suzy.Kakek Yoha mengangkat tangan dan menunjuk beberapa halaman yang dipenuhi dengan jemuran tanaman herbal. "Dulu nenekmu mengajari kami cara menanam dan mengeringkan obat-obatan herbal. Sejak saat itu warga jadi punya mata pencaharian yang baru, bisnisnya juga lumayan menguntungkan.""Tapi akhir-akhir ini desa lain ikut-ikutan menanam obat dan menjualnya di kabupaten. Toko-toko di kabupaten merasa desa ini terlalu terpencil, jadi mereka lebih sering membelinya dari desa-desa yang lebih dekat. Warga mulai kehilangan mata pencaharian, kami semua mulai kesulitan keuangan."Kakek Yoha berbicara sambil memperhatikan ekspresi Suzy. Melihat Suzy yang mengerutkan alis, Kakek Yoha makin berhati-hati dalam memilih kata."Kakek tahu sekarang kamu sudah menjadi dokter hebat. Kakek mau tanya, apakah kamu ada mengenal beberapa perusahaan obat? Kalau boleh, apakah kamu bisa membantu merekomendasikan bahan obat yang diproduksi warga desa? Kakek
Yoha membuka pengeras suara sehingga semua warga bisa mendengar ucapan Suzy."Apa? Suzy mau membeli semua bahan obat yang diproduksi kita?" bisik salah seorang warga.Beberapa warga terbangun dari lamunannya ...."Wah, Suzy memang anak yang baik.""Iya, dia sangat berbakti.""Jangan buang bahan obatmu, sayang!""Iya, jangan rusak ladang obatmu.""Syukurlah ...."Saking terharunya, Kakek Yoha sampai meneteskan air mata.Namun, tiba-tiba seseorang bertanya dan menghancurkan suasana haru ini, "Jangan senang dulu, siapa tahu dia mau membelinya dengan harga serendah mungkin? Kita yang rugi!""Hm?""Benar juga."Semua orang merasa seperti terbangun dari mimpi indah ....Pria yang merusak suasana bernama Hanson, dia tidak menanam obat seperti warga yang lain. Hanson terkenal sebagai preman pasar, dia melakoni pekerjaan-pekerjaan ilegal.Hanson hanya datang untuk meramaikan suasana.Beberapa warga pun meliriknya dengan sinis, lalu berkata, "Sana, jangan ikut-ikutan!"Setelah mengusir Hanson, K