Motor Jodi sudah memasuki area ruko sekaligus basecamp mantan jomblo yang juga merupakan tempatnya mengais rejeki. Jodi memparkirakan motornya di tempat yang sudah disediakan.
Jodi turun terlebih dahulu, kemudian membantu Rara membuka helm dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Jodi dan Rara bergandengan tangan dan masuk ke dalam ruko.
Sapaan dari Mbak Karti yang sedang membersihkan ruangan hanya dibalas dengan senyuman dan anggukan kepala oleh Jodi.
"Kamu masuk dulu ke ruangan aku, aku mau ngomong dulu sama Mbak Karti," titah Jodi pada Rara saat mereka sudah berada tepat di depan ruangan kerja Jodi.
"Ya udah." Rara pun membuka pintu bercat coklat dan masuk ke dalamnya.
"Ada yang bisa saya bantu Mas Jodi?" tanya Mbak Karti.
"Mbak, tolong cariin gaun untuk cewek tadi ya," pinta Jodi yang mengetahui latar belakang Mba Karti seorang penjahit.
Mba Karti tersenyum. "Oh, itu tadi istrinya Mas Jodi ya?" tanya Mbak Kart
Waktu terus berjalan, detik demi detik menjadi menit, menit demi menit pun berlalu menjadi jam. Sekarang sudah pukul 18.46 Semua sahabatnya telah meninggalkan basecamp mantan jomblo sejam yang lalu. Jodi beranjak dari kursi kerjanya. Ia berjalan melangkah menuju ke dalam kamar mini yang masih menyatu dengan ruang kerjanya. Dilihatnya Rara yang masih tertidur dengan begitu pulas nya di balik balutan selimut yang menutupi tubuhnya sampai dengan dada. Jodi mendudukkan dirinya di sebelah istrinya. Ia menatap dengan lekat wajah polos Rara yang sedang tertidur dengan pulas dan tampak beberapa helai rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Tangan Jodi pun bergerak untuk menyingkirkan helaian anak rambut istrinya. Dia cium kening istrinya penuh cinta. "Sayang bangun," bisik Jodi tepat di telinga istrinya. Rara pun mengerjakan matanya, mencoba menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke dalam indra penglihatannya. "Hng, jam berapa sekarang?
"Jodi," ujar Sonya, Vina dan Dewi secara bersamaan."Loe disini juga?" tanya Sonya basa-basi seraya memamerkan senyum manisnya.Namun bukannya menjawab pertanyaan Sonya, Jodi justru menanyakan hal lain. "Gue denger loe tadi loe nyebut kata incar, incar apa maksud loe?" tanya Jodi pada Sonya.Oh itu, cewek itu udah buat masalah sama gue, loe tau sendiri seperti apa gue di kampus, siapapun yang cari masalah sama gue, bakalan gue incar terus," jelas Sonya sambil menatap penuh permusuhan kepada Rara. Sedangkan Rara yang ditatap hanya menatap hanya memasang muka datar bagai aspal."Buat masalah apa?" tanya Jodi sambil menatap Rara dengan tatapan yang sulit di artikan. Rara yang di tatap seperti itu pun sedikit gugup bercampur takut, mengingat sebelumnya Jodi selalu berkata agar dia tidak membuat keributan dengan siapapun di kampus."Dia lepasin cewek yang mau gue kasih hukuman karena udah numpahin ice cream ke sepatu gue," jelas Sonya."Hm, terus
"Um, maaf tadi udah bikin kamu marah, kamu masih marah?" tanya Rara begitu mereka berdua berjalan sudah menjauh dari Sonya dan temannya. Keduanya lalu sepakat untuk duduk sejenak di bangku untuk berbicara sebelum menempuh perjalanan pulang."Marah karena apa?" Jodi malah balik bertanya pada istrinya itu."Iya marah karena hari pertama aku masuk kampus udah bikin ulah," jawab Rara seraya menatap Jodi dalam.Jodi menggenggam tangan istrinya. Lelaki yang berstatus ayah muda itu menatap istrinya dengan tatapan dalam dan penuh sayang."Enggak, kenapa harus marah? Kamu kan niatnya baik mau nolongin orang. Lagian juga kamu kan ngelindungin diri kamu sendiri," balas Jodi."Ya enggak, aku takutnya kamu marah. Aku kan gak mau jadi istri yang bikin malu suami," ucap Rara dengan nada sendu.Tanpa banyak bicara Jodi langsung menarik Rara ke dalam pelukannya, menyalurkan rasa aman dan nyaman untuk istrinya. "Maaf," cicit Jodi.Rara sejenak diam, di
"Kalian gak ada rencana mau ngadain reuni SMA gitu?" tanya Hilda. Mereka kini terlihat masih berkumpul di rumah Rara, tetapi tidak terlihat Rara disana karena dia belum lama masuk ke dalam kamar untuk menidurkan baby D."Boleh juga tuh, gue setuju," seru Siska antusias."Ck, loe main setuju aja. Gue jujur males ikutan reuni karena teman yang asyik ya ujung-ujungnya kalian juga, jadi ngapain pake acara reuni segala kalo hampir tiap hari kita bisa ngumpul kek gini," sahut Rosa sambil mengunyah kuaci.Siska melemparkan sampah kuaci miliknya ke arah Rosa. "Loe mah ngomong gitu karena bingung aja mau gandeng Dodit atau Sam ke acara reuni SMA," ujar Siska sambil menjulurkan lidahnya."Eh, gimana menurut loe, Ra?" tanya Hilda pada Rara yang baru kembali bergabung bersama sahabatnya itu."Nanti coba gue pikir lagi deh, soalnya loe semua tau sendiri kan emak-emak kek gue udah bisa ada waktu untuk kuliah aja bersyukur banget. Gue juga bukan single kek kalian, mana mun
Baby D menoleh ke arah Rara, ia menurunkan mainan tersebut dari mulutnya kemudian merangkak menyusul Rara yang duduk menyandar ke kepala ranjang."Kenapa sayang?" tanya Rara ketika melihat baby D mendekat ke arahnya. Baby D mengulurkan tangannya pada Rara tanda bahwa bayi berusia delapan bulan itu minta di gendong ibunya. "Kamu minta di gendong ya?" tanya Rara yang kemudian mengambil baby D dan menaruhnya di pangkuannya."Mamamam," celoteh baby D sambil memukulkan tangannya di wajah ibunya."Enggak boleh gitu dong sayang," ucap Jodi sambil menurunkan tangan putranya itu dari wajah Rara."Enggak boleh, oke?" ucap Jodi lagi dengan lembut ketika putranya itu menatapnya."Yayayaya," celoteh baby D."Ih, pinter banget kek ayahnya bisa panggil 'Yayayaya' coba panggil 'ibu' iya coba," ucap Rara yang langsung mengajak sang anak untuk terus mengulangi permintaannya untuk di panggil ibu."Sabar, Yang," ucap Jodi yang mengelus lembut rambut istr
Rara mengerjakan matanya ketika mendengar suara tangis baby D yang cukup memekakkan telinga. Setelah matanya terbuka dengan sempurna, Rara langsung merubah posisinya menjadi duduk untuk sekadar mengumpulkan nyawanya. Ia pun berdiri dan mengambil baby D yang kini sedang menangis dalam boks bayinya. Sekilas Rara melirik jam yang ada di atas nakas, waktu menunjukkan pukul 02.10 WIB. "Baby D kenapa nangis sayang?" tanya Rara kepada baby D. Tetapi itu tidak membuat tangis baby D berhenti. Melihat tangis baby D yang tak kunjung reda membuat Rara menjadi khawatir, ia mencoba memberikan ASI tetapi bayi itu terus menolak. Rara menyentuh dahi baby D dan betapa terkejutnya ibu muda itu ketika merasakan dahi putranya panas. "Astaga, kamu demam sayang," ujar Rara panik. Rasa panik membuat Rara berjalan menghampiri suaminya yang masih tertidur lelap. Ia mengguncang tubuh Jodi agar suaminya itu terbangun. "Yang, Yang bangun dong!" pekik Rara panik yang berkali-kali
Dodit menatap nanar pintu UGD, tempat dimana sahabatnya itu sedang mendapatkan penanganan dan pemeriksaan oleh tim medis. Sejam telah berlalu namun tak jua dia dapat kabar baik hingga membuatnya gelisah. Dia mengacak-acak rambutnya kesal.Pemandangan tak biasa ini jelas memancing perhatian Jodi yang sejak tadi memperhatikan sahabatnya itu. Ada rasa ingin tahu yang begitu besar dalam diri Jodi akan penyebab keberadaan Dodit di tempat ini."Bro, siapa yang sakit?" suara yang tidak asing di telinga Dodit terdengar sangat dekat dengan posisi dirinya di ruangan itu.Sapaan pertama Jodi tak mendapat respon apapun dari Dodit yang masih asyik dengan pemikirannya sendiri.Jodi yang sejak tadi bertanya namun tidak mendapatkan jawaban dari Dodit mulai kesal. "Woy, loe jan bengong deh! Sebelah ruangan tuh kamar mayat, awas kesambet!" ujar Jodi berusaha menyadarkan sahabatnya karena dia tau siapapun yang ada di dalam ruang UGD pasti lah sosok yang penting bagi Dodit.Unt
Air mata terlihat di sudut mata Riko yang telah ditinggal pergi oleh Oppa Rudi untuk selama-lamanya. Memeluk makam yang dipenuhi oleh bunga mawar, isak tangis masih terdengar dari bibirnya.Beberapa sanak saudara bergantian berusaha untuk membujuknya agar tidak terlalu bersedih dan menangis. Mengatakan jika tidak baik menangis di makam. Menghambat jalan menuju ke surga. Namun, Riko yang sejak kecil banyak menghabiskan waktunya bersama oppa Rudi jelas tak bisa membohongi kesedihannya karena hanya sosok oppa Rudi yang paling mengerti dirinya melebihi kedua orang tuanya.Ya, sejak kecil Riko yang terbiasa ditinggal kerja oleh kedua orang tuanya memang lebih senang bermain bersama sang oppa. Tidak ada satu hal pun yang Riko lakukan tanpa bantuan sang oppa Rudi, termasuk mengatasi keterpurukannya dalam berusaha bangkit dan mengurus buah hatinya, Riyo.Makam mulai sepi ditinggal pelayat. Tinggallah Riko dan kedua orang tuanya. Posisi Riko masih memeluk erat maka