Menjelang sore
Suasana di rumah utama begitu membagongkan karena hampir semua penghuninya terlihat kecewa dan di liputi amarah. Eyang putri bahkan sampai membuang semua benda apa saja yang terdapat di depannya.
Untung hp othor gak ikutan nongol tuh di depan Eyang putri kalo iya mah alamat kagak bakalan bisa up cerita ini #iklan dikit.
Wanita berusia senja itu tidak habis pikir bagaimana mungkin rencananya sudah diketahui oleh suaminya, sehingga semuanya berantakan seperti ini.
"Bambang! Kamu sudah bayar lunas belum jasa mata-mata kita?! Jangan-jangan dia berkhianat karena kurang bayaran nya!" pekik Eyang putri kepada putra pertamanya itu.
"Inggih, sampun," jawab Bambang lirih.
"Itu kamu bayar gak pake jasa pinjaman online 'kan? Awas aja ya kalau nanti ada yang teror kemari karena kamu gak sanggup bayar mereka lantaran bunga nya membengkak!" maki Eyang putri mengalihkan kemarahannya.
"Buk, biar pun bapak ndak kasih anak p
Sementara tersangka utama pengirim foto tersebut pun terciduk sedang senyum sendiri menatap layar ponselnya.Sikap phubbing yang diperlihatkan Dodit jelas menimbulkan rasa kesal di hati para pembencinya di ruangan itu."Dasar anak ndak tahu sopan santun, kita ribut masalah dia eh dia senyam senyum ndak jelas lihat hape!" Ambar nyinyir dengan kelakuan Dodit.Hening seketika karena Eyang Soeroso pun tak mampu membantah ucapan Ambar yang terpampang nyata di depan mata. Suasana itu akhirnya menyadarkan Dodit untuk ikut berbicara."Eyang, saya juga ndak mau ribut dengan apa yang kalian permasalahkan jadi-" Dodit ingin berkelit sambil sesekali melirik ke arah lain."Maaf mengganggu. Saya izin mau pulang ini badan kok sakit ya." Dina menyela pembicaraan Dodit.Menjelang period Dina memang kerap merasakan pegal-pegal di seluruh tubuhnya. Terlebih kegiatan hari ini begitu melelahkan karena hampir sepanjang acara ia dan suaminya itu berdiri menyambut
Tangan Dodit dengan lembut mengusap rambut Dina, ia kaitkan rambut itu ke telinga. Dina menunduk malu. Tak lama kecupan hangat menyentuh kening. Rasa geli membuat Dina tertawa pelan. Ia pegang lengan Dodit. Pria itu semakin maju dengan mendekap Dina. Tangannya masih sibuk memainkan rambut Dina."Saaakiiit." Bisik Dina sambil menatap suaminya."Iya enggak apa-apa katanya memang sakit kalau untuk yang pertama kali." Bisik nya lagi di telinga, waktu terasa berjalan melambat.Sungguh Dodit tidak pernah menyangka kalau dunianya akan di buat jungkir balik kan oleh sosok yang sedang ia peluk saat ini. Ada rasa nyaman dan kehangatan yang menggelegak memenuhi rongga jiwanya. Luntur semua rasa kesal dan kegundahan yang ia rasakan sebelum menemui istrinya."Dit..." Dina memanggil suaminya.Bukannya menyahut panggilan istrinya itu tetapi Dodit malah mencium bibir istrinya. "Tiga huruf..." lalu bibir manis itu kembali menebal karena kesalahan tiga huruf.
Perempuan akan melipatgandakan apa yang saja yang kamu berikanKamu memberinya setetes air mani, dia akan memberi mu bayiKamu memberinya bangunan, dia akan memberi mu rumah tanggaKamu memberikan nya belanjaan, dia akan memberi mu makananJika kamu memberinya senyuman, dia akan memberi mu hatinya~ Dina yang kembali potek hatinya ~Asap tembakau yang memenuhi ruangan kamar itu tak pernah putus semenjak penghuninya terbangun dari tidur tak lelapnya. Puluhan puntung rokok berserakan lantaran asbak yang seharusnya menampung semua itu telah terisi penuh. Setiap hembusan asap yang Andri keluarkan ia berharap akan membuat semua rasa sakitnya menghilang, namun sepertinya hal itu tidak sesuai keinginannya.Menurut Andri patah hati sangat menyeramkan. Sakitnya seperti ada yang meremas paru-parunya. Membuatnya sulit tidur, tidak enak makan dan ingin mati saja. Setiap hari akan dihantui pertanyaan tentang kenapa harus dia yang mengalaminya? Ken
Dina sedang menikmati ice lemon tea yang menjadi minuman favoritnya. Sejam lalu ia baru saja berhasil mengelabui bodyguard keluarga Hadiningrat sehingga bisa leluasa berada di sebuah pusat perbelanjaan di kota Y."Dina? Ini beneran loe?" tanya seorang pria bertubuh tegap dan mengenakan pakaian kasual."Ya, ini gue Dina," jawab Dina yang mengenali sosok di depannya."Loe masih ngenalin gue?""Iya Riko partner in crime," kekeh Dina mengenang masa lalu mereka."Ah, gila loe masih inget aja!" pekik Riko."Hm, gitu deh sisi jelek gue yang susah lupa masa lalu," ujar Dina."Astaga, loe jan bilang masih suka jadi stalker Jodi?!" tebak Riko."Gila aje loe! Dia udah tua mau punya anak dua!" sahut Dina santai."Njir, masih update aja kabar mantan!" sarkas Riko yang mendapat toyoran di kepalanya."Eh, loe jan bikin wibawa gue jatoh dong," ujar Riko."Ups, sorry! Loe pasti udah jadi bos besar ya? Ngapa masih jomblo aja
Dua hari kemudianDodit sebenarnya merasa adanya perbedaan sikap yang sangat kentara dari istrinya yang terlihat lebih murung setiap kali ia terlihat diam. Senyumnya pun hanya sekadar formalitas saja tanpa ada canda tawa nan ceria seperti biasanya.Ah, apa Eyang Soeroso sudah..."Maaf mengganggu tuan muda, saat ini Nyonya Hani sedang dalam perjalanan menuju rumah tuan muda. Saya dapat laporan dari bodyguard pengawalnya." Riyadi membungkukkan badannya lalu memberikan informasi."Oke, aku pulang nyambut ibu di rumah." Dina merespon cepat dan berinisiatif untuk berdiri lalu bersiap pulang ke rumah."Bee... Mm, setengah jam lagi aku temani Eyang Soeroso meeting sama Mr. Hokkaido masalah proyek baru kami." Dodit agak sungkan menjelaskan mengingat dirinya tidak bisa menemani istrinya pulang menyambut kedatangan ibu nya."Well, never mind. Bye." Dina melenggang pergi meninggalkan Dodit tanpa sedikitpun menoleh kepadanya atau sekadar m
Rencana Dodit semula yang ingin menyusul istrinya mengikuti kegiatan charity yayasan amal milik keluarga Eyang Soeroso tidak dapat ia lakukan karena begitu tiba di rumah ia terpaksa terpekur di depan laptop mengamati semua laporan yang diberikan oleh Andri.Dua bulan mendapat kepercayaan menjadi pemimpin anak perusahaan Eyang Soeroso membuat Dodit lambat laun menyadari adanya indikasi kecurangan di perusahaan tersebut. Mulai dari laporan divisi keuangan memperlihatkan manipulasi data dan merugikan dana perusahaan, sikap para petinggi perusahaan yang tidak bekerja dengan benar dan hanya datang setiap kali ia melakukan inspeksi saja, terakhir yang menurutnya fatal adanya pihak yang mencampur bahan makanan berbahaya bagi kesehatan konsumennya.Satu persatu Dodit mengurai masalah ini agar tidak salah mengambil keputusan lalu melaporkan hasilnya kepada Eyang Soeroso. Untuk itulah ia membutuhkan keahlian Andri dalam meretas cctv kantor dan pabrik yang merekam aksi pihak yang
Semenjak resepsi pernikahan Dodit dan Dina keluarga kecil Dina yang terdiri dari babeh Rojali dan Jaka menetap di rumah Dodit, kota Y. Seiring berjalannya waktu dan peraturan PSBB yang mulai longgar sehingga membuat Rojali selalu meminta untuk pulang kembali ke rumahnya di J."Din, coba tolong ngomong deh sama laki loe biar babeh di kasih pulang balik ke rumah. Kangen babeh sama makam Mama dan Enyak loe," ucap Rojali kala mereka sedang bersantai di ruang keluarga."Babeh nanti disana sendirian. Jaka pan kalo udah ketemu sama temennya suka lupa waktu." Dina merasa berat melepaskan kepulangan Rojali."Ah, loe kayak kagak tau disana mah temen babeh banyak jadi kagak bakalan kesepian." Rojali bersikeras."Beh..." Dina tetap ingin menolak keinginan Rojali."Rumah disana juga bakalan jamuran kalo kagak di tempatin, Din." Rojali tak kalah kuat keinginan nya."Iya Mpok tenang aje disana aye kagak bakalan dah ninggalin babeh lama-lama. Suwerrrr." Jak
Seminggu setelah kepergian Dina yang mengantarkan babeh Rojali dan Jaka pulang ke Jakarta konsentrasi Dodit dalam bekerja menjadi buyar. Hal ini membuat Andri kesal mengingat pekerjaan dirinya sebagai partner bos besar dan asisten pribadi yang menguras pikiran dan tenaga dalam mengelola anak perusahaan yang rumit nya luar biasa, belum lagi resiko akan keselamatan nyawa mereka yang sewaktu waktu bisa terancam"Dit, loe kenapa sih? rencana kita bisa kacau nih kalo loe gak fokus!" bentak Andri sambil tangannya mencoba merenggangkan dasi nya yang mendadak membuatnya merasa tercekik."Sorry, bro," ucap Dodit sambil melirik asistennya itu tanpa semangat sedikitpun."Ngopi dulu dah loe biar bisa bener kerjanya." Saran Andri sembari menyodorkan kembali secangkir kopi latte kesukaan Dodit."Dina lagi apa ya?" gumam Dodit tanpa menghiraukan saran Andri sama sekali."Hah? Jan bilang loe kangen sama bini." tebak Andri tepat sasaran dengan senyum miring nya.