Tangan Dodit dengan lembut mengusap rambut Dina, ia kaitkan rambut itu ke telinga. Dina menunduk malu. Tak lama kecupan hangat menyentuh kening. Rasa geli membuat Dina tertawa pelan. Ia pegang lengan Dodit. Pria itu semakin maju dengan mendekap Dina. Tangannya masih sibuk memainkan rambut Dina.
"Saaakiiit." Bisik Dina sambil menatap suaminya.
"Iya enggak apa-apa katanya memang sakit kalau untuk yang pertama kali." Bisik nya lagi di telinga, waktu terasa berjalan melambat.
Sungguh Dodit tidak pernah menyangka kalau dunianya akan di buat jungkir balik kan oleh sosok yang sedang ia peluk saat ini. Ada rasa nyaman dan kehangatan yang menggelegak memenuhi rongga jiwanya. Luntur semua rasa kesal dan kegundahan yang ia rasakan sebelum menemui istrinya.
"Dit..." Dina memanggil suaminya.
Bukannya menyahut panggilan istrinya itu tetapi Dodit malah mencium bibir istrinya. "Tiga huruf..." lalu bibir manis itu kembali menebal karena kesalahan tiga huruf.
Perempuan akan melipatgandakan apa yang saja yang kamu berikanKamu memberinya setetes air mani, dia akan memberi mu bayiKamu memberinya bangunan, dia akan memberi mu rumah tanggaKamu memberikan nya belanjaan, dia akan memberi mu makananJika kamu memberinya senyuman, dia akan memberi mu hatinya~ Dina yang kembali potek hatinya ~Asap tembakau yang memenuhi ruangan kamar itu tak pernah putus semenjak penghuninya terbangun dari tidur tak lelapnya. Puluhan puntung rokok berserakan lantaran asbak yang seharusnya menampung semua itu telah terisi penuh. Setiap hembusan asap yang Andri keluarkan ia berharap akan membuat semua rasa sakitnya menghilang, namun sepertinya hal itu tidak sesuai keinginannya.Menurut Andri patah hati sangat menyeramkan. Sakitnya seperti ada yang meremas paru-parunya. Membuatnya sulit tidur, tidak enak makan dan ingin mati saja. Setiap hari akan dihantui pertanyaan tentang kenapa harus dia yang mengalaminya? Ken
Dina sedang menikmati ice lemon tea yang menjadi minuman favoritnya. Sejam lalu ia baru saja berhasil mengelabui bodyguard keluarga Hadiningrat sehingga bisa leluasa berada di sebuah pusat perbelanjaan di kota Y."Dina? Ini beneran loe?" tanya seorang pria bertubuh tegap dan mengenakan pakaian kasual."Ya, ini gue Dina," jawab Dina yang mengenali sosok di depannya."Loe masih ngenalin gue?""Iya Riko partner in crime," kekeh Dina mengenang masa lalu mereka."Ah, gila loe masih inget aja!" pekik Riko."Hm, gitu deh sisi jelek gue yang susah lupa masa lalu," ujar Dina."Astaga, loe jan bilang masih suka jadi stalker Jodi?!" tebak Riko."Gila aje loe! Dia udah tua mau punya anak dua!" sahut Dina santai."Njir, masih update aja kabar mantan!" sarkas Riko yang mendapat toyoran di kepalanya."Eh, loe jan bikin wibawa gue jatoh dong," ujar Riko."Ups, sorry! Loe pasti udah jadi bos besar ya? Ngapa masih jomblo aja
Dua hari kemudianDodit sebenarnya merasa adanya perbedaan sikap yang sangat kentara dari istrinya yang terlihat lebih murung setiap kali ia terlihat diam. Senyumnya pun hanya sekadar formalitas saja tanpa ada canda tawa nan ceria seperti biasanya.Ah, apa Eyang Soeroso sudah..."Maaf mengganggu tuan muda, saat ini Nyonya Hani sedang dalam perjalanan menuju rumah tuan muda. Saya dapat laporan dari bodyguard pengawalnya." Riyadi membungkukkan badannya lalu memberikan informasi."Oke, aku pulang nyambut ibu di rumah." Dina merespon cepat dan berinisiatif untuk berdiri lalu bersiap pulang ke rumah."Bee... Mm, setengah jam lagi aku temani Eyang Soeroso meeting sama Mr. Hokkaido masalah proyek baru kami." Dodit agak sungkan menjelaskan mengingat dirinya tidak bisa menemani istrinya pulang menyambut kedatangan ibu nya."Well, never mind. Bye." Dina melenggang pergi meninggalkan Dodit tanpa sedikitpun menoleh kepadanya atau sekadar m
Rencana Dodit semula yang ingin menyusul istrinya mengikuti kegiatan charity yayasan amal milik keluarga Eyang Soeroso tidak dapat ia lakukan karena begitu tiba di rumah ia terpaksa terpekur di depan laptop mengamati semua laporan yang diberikan oleh Andri.Dua bulan mendapat kepercayaan menjadi pemimpin anak perusahaan Eyang Soeroso membuat Dodit lambat laun menyadari adanya indikasi kecurangan di perusahaan tersebut. Mulai dari laporan divisi keuangan memperlihatkan manipulasi data dan merugikan dana perusahaan, sikap para petinggi perusahaan yang tidak bekerja dengan benar dan hanya datang setiap kali ia melakukan inspeksi saja, terakhir yang menurutnya fatal adanya pihak yang mencampur bahan makanan berbahaya bagi kesehatan konsumennya.Satu persatu Dodit mengurai masalah ini agar tidak salah mengambil keputusan lalu melaporkan hasilnya kepada Eyang Soeroso. Untuk itulah ia membutuhkan keahlian Andri dalam meretas cctv kantor dan pabrik yang merekam aksi pihak yang
Semenjak resepsi pernikahan Dodit dan Dina keluarga kecil Dina yang terdiri dari babeh Rojali dan Jaka menetap di rumah Dodit, kota Y. Seiring berjalannya waktu dan peraturan PSBB yang mulai longgar sehingga membuat Rojali selalu meminta untuk pulang kembali ke rumahnya di J."Din, coba tolong ngomong deh sama laki loe biar babeh di kasih pulang balik ke rumah. Kangen babeh sama makam Mama dan Enyak loe," ucap Rojali kala mereka sedang bersantai di ruang keluarga."Babeh nanti disana sendirian. Jaka pan kalo udah ketemu sama temennya suka lupa waktu." Dina merasa berat melepaskan kepulangan Rojali."Ah, loe kayak kagak tau disana mah temen babeh banyak jadi kagak bakalan kesepian." Rojali bersikeras."Beh..." Dina tetap ingin menolak keinginan Rojali."Rumah disana juga bakalan jamuran kalo kagak di tempatin, Din." Rojali tak kalah kuat keinginan nya."Iya Mpok tenang aje disana aye kagak bakalan dah ninggalin babeh lama-lama. Suwerrrr." Jak
Seminggu setelah kepergian Dina yang mengantarkan babeh Rojali dan Jaka pulang ke Jakarta konsentrasi Dodit dalam bekerja menjadi buyar. Hal ini membuat Andri kesal mengingat pekerjaan dirinya sebagai partner bos besar dan asisten pribadi yang menguras pikiran dan tenaga dalam mengelola anak perusahaan yang rumit nya luar biasa, belum lagi resiko akan keselamatan nyawa mereka yang sewaktu waktu bisa terancam"Dit, loe kenapa sih? rencana kita bisa kacau nih kalo loe gak fokus!" bentak Andri sambil tangannya mencoba merenggangkan dasi nya yang mendadak membuatnya merasa tercekik."Sorry, bro," ucap Dodit sambil melirik asistennya itu tanpa semangat sedikitpun."Ngopi dulu dah loe biar bisa bener kerjanya." Saran Andri sembari menyodorkan kembali secangkir kopi latte kesukaan Dodit."Dina lagi apa ya?" gumam Dodit tanpa menghiraukan saran Andri sama sekali."Hah? Jan bilang loe kangen sama bini." tebak Andri tepat sasaran dengan senyum miring nya.
Beberapa jam sebelumnyaJaka yang panik mendengar pekik teriakan Dina yang tak biasanya dan bahkan mengancam akan pergi dari rumah berinisiatif menelepon kakak iparnya."Assalamualaikum, Mas Dodit." Jaka memberi salam setelah memastikan sambungan telepon nya telah di angkat oleh Dodit."Walaikum salam, Jason," jawab Dodit sengaja menyebutkan nama kebanggaan Jaka, Jason."Mas, itu Mpok Dina-" Jaka menggaruk rambutnya yang tidak gatal."Kenapa sama Dina? dia gak apa-apa kan? sekarang posisinya lagi dimana?" Kepanikan Jaka mendadak menular kepada sang penerima telepon, kakak iparnya."Mpok lagi ngambek gak jelas banget dah. Aye malah dengar tadi dia bilang mau pergi dari rumah ini karena kita di anggap gak pengen Mpok disini padahal tadi niatnya mau ingetin Mpok biar mau balik ke Jogja." Jaka menjelaskan panjang lebar."Kok bisa? emang gimana awal ceritanya? loe jangan bikin mas disini takut dong!" Dodit langsung spaneng.
Seharian dibuat kelimpungan dengan tumpukan pekerjaan dan meeting penting dengan klien membuat Andri tak hentinya mengumpat sosok bucin baru alias sang bos besar, Dodit.Huft, dimana sih akal sehatnya masa seenaknya saja pergi tanpa persiapan apa-apa cuman karena galau gak ketemu istri? Batin Andri kesal.Rasa kesal itu berubah menjadi tawa bahagia ketika beberapa waktu lalu bucin baru itu memberi kabar kalau ada undangan menghadiri acara syukuran empat bulanan kehamilan Hilda.Sudah bukan rahasia umum lagi kalau di masa sekolah mereka saat itu Dina begitu bucin terhadap Jodi, sementara hubungan Dodit dan Rosa bak Romeo and Juliet. Entah akan jadi seperti apa jika mereka dipertemukan? Andri sebenarnya penasaran ingin melihat langsung, tetapi ia masih merasa berat jika harus bertemu dengan Siska.DrrrtttDrrrtttAndri langsung menekan layar ponselnya yang bergambar gagang telepon berwarna hijau. Hm, siapin telinga tebal nih karena pasti alamat dengar cur