Jodi dan Rara pulang ke rumah baru mereka. Kini Jodi mulai memindai penampakan istrinya. Dia menelan salivanya dengan susah payah saat pandangan matanya terhenti pada leher putih dan mulus Rara yang saat ini terpampang nyata.
Dan dengan gerak refleks, Jodi menarik ikat rambut istrinya, hingga membuat rambut hitam Rara yang sedari tadi di cepol kini tergerai indah menutupi leher gadis itu.
"Iih, kenapa di lepas? Gerah-" protes Rara.
"Kalau keluar rumah rambut jan di iket. Aku gak suka. Digerai gini aja, kamu jadi kelihatan cantik," ucap Jodi seraya menyisir rambut istrinya dengan jari-jari tangannya.
Sedangkan wajah Rara kini sudah semakin memerah karena ucapan suaminya. Ahh di bilang cantik saja sudah membuat Rara melting.
'Jangan-jangan cowok di luar sana pada liatin leher bini gue. Ckk, kalau lihat tadi Rara boncengan sama Dodit dan Riko gak berkedip memandangi Rara rasanya pengen gue colok itu bola matanya', batin Jodi. Dia benar-benar tak rela
Jodi dan Rara sudah duduk berdampingan di atas ranjang, dengan kaki mereka yang sudah masuk ke dalam satu selimut yang sama.Jodi beberapa kali menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Tadi dia bersemangat mengajak Rara tidur bersama seperti apa yang kemarin mereka lakukan. Namun entah kenapa sekarang Jodi merasa bingung harus melakukan apa. Rasanya benar-benar sangat canggung.Dia melirik Rara yang sedang menggigit kuku-kuku jarinya yang kini sedang dia mainkan. Dan Jodi dapat melihat jika sepertinya Rara saat ini juga merasakan kegugupan yang sama seperti dirinya."Emm, kalau udah ngantuk bobo dulu aja enggak apa-apa kok. Ini udah hampir tengah malam lho, Ra," ujar Jodi mencoba memecahkan keheningan di antara keduanya.Rara mengangkat kepalanya menatap Jodi. Namun tak lama kemudian dia kembali menundukkan kepalanya. Rara juga merasa canggung dengan situasi saat ini. Apalagi ini pertama kalinya mereka tidur di satu ranjang yang sama dalam kondisi hat
Rara menggeliat dan dengan perlahan mulai membuka kedua matanya. Dia mengerjakan mata beberapa kali saat cahaya silau dari arah jendela terasa menyilaukan di kedua matanya.Rara mendudukkan dirinya di atas ranjang. Mengucek matanya hingga beberapa kali sebelum menatap ke sekelilingnya yang kini mulai terasa tak asing baginya.Rara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Benar-benar malu saat mengingat ternyata dia atas kemauannya sendiri tidur bersama Jodi di satu ranjang yang sama. Bahkan Rara kembali mengutuki kebodohannya yang bisa-bisanya tertidur saat bermain game dengan suaminya."Kemana dia?" Rara kembali menyusuri setiap sudut kamar tidur namun sama sekali tak menemukan sosok yang sudah ada di dapur sepagi ini."Kamu lagi ngapain?" tanya Rara hingga membuat Jodi mengalihkan pandangan ke arahnya.Jodi yang sedang sibuk di depan kompor, kini membalikkan tubuhnya saat mendengar suara istri kecilnya. Dia tersenyum saat melihat Rara sud
Tingtong... Tingtong...Suara bel rumah membuat Jodi dan Rara saling pandang. Siapa tamu yang sudah datang sepagi ini?"Duh, siapa yang datang?" tanya Rara."Aku yang buka pintunya. Ada tamu," ujar Jodi."Ya udah, aku bersihkan bekas makanan kita aja," sahut Rara."Kamu disini aja ya. Jan keluar. Kalau ada yang dateng ngumpet aja," ucap Jodi sebelum akhirnya bergegas menuju pintu rumah.CeklekJodi membelalakkan kedua matanya saat melihat sosok tamu yang kini berdiri di depan matanya."Dodit..."Sahabat Jodi itu tersenyum meledek Jodi. Sejak semalam dia sudah ingin membicarakan hal yang penting bersama sahabatnya itu, tapi as sepertinya dia tidak bisa menggangu kebersamaan Jodi yang menghabiskan waktu bermain game online dengan Rara."Loe kok bisa ada disini?" tanya Jodi gugup. Bahkan saat ini keringat sudah mengucur di tubuhnya. Dia benar-benar tak menyangka jika tamu yang datang adalah Dodit."Ck, muka lo
Klunting...Suara benda jatuh dari arah dalam membuat Dodit menatap ke arah Jodi. "Suara apaan itu?"Jodi menelan salivanya dengan susah payah. Beberapa saat yang lalu dia masih melupakan keberadaan istrinya karena obrolannya dengan Dodit. Dan kini dia baru ingat jika Rara masih berada di ruang makan menunggu dirinya.Dodit bangkit dari duduknya. Dan berjalan ke arah ruang makan. "Ehh, loe mau kemana?" tanya Jodi seraya menarik tubuh sahabatnya itu agar tidak melanjutkan langkah kakinya."Gue mau cek itu suara apa," ujar Dodit hendak berbalik."Jangan Dit," teriak Jodi. Itu tadi suara pasti ulah kucing," sambung Jodi sambil masih berteriak agar Rara mengerti jika dirinya harus bersembunyi."Mmeeeaaaauuwww..." Rara yang mengerti kode Jodi akhirnya menirukan suara kucing semirip mungkin."Tu kan Dit. Gue bilang juga apa. Itu pasti kucing," ujar Jodi mencoba meyakinkan Dodit."Di, loe lagi gak nyembunyiin sesuatu dari gue kan?" ta
Setelah melalui perdebatan lumayan lama akhirnya sepasang remaja yang kini menjadi suami istri itu sepakat untuk berangkat sekolah bersama. Menikmati momen masa-masa terakhir putih abu-abu, begitu alasan kuat Rara memaksa Jodi agar tetap sekolah hari ini.Dan saat ini jam pelajaran kosong di seluruh kelas karena seluruh staf dan guru sedang melakukan rapat untuk membahas ujian nasional kelas yang akan berlangsung bulan depan.Rara pun memilih menghabiskan waktu jam kosong dengan berkirim pesan dengan Jodi. Mereka sedang mengatur janji akan melakukan kegiatan apa setelah pulang sekolah nantinya."Rara ayo ikut gue." Dina menarik tubuh Rara keluar kelas dengan sedikit memaksa. Hingga membuat Rara mau tak mau mengikuti langkah kaki Dina.Namun saat sampai di luar kelas, yang membuat Rara bingung bukan lagi Dina yang tiba-tiba menariknya, tapi tatapan dari semua siswa-siswi padanya."Ini anak-anak kok pada liatin gue kek gitu sih?" tanya Rara yang meli
Rara masih membelalakkan kedua matanya tak percaya dengan ungkapan perasaan Riko padanya."Ko, loe lagi bercanda kan?" tanya Rara."Gak Ra, gue gak lagi bercanda. Jadi Rara Harumni Wanasita. Do you want to be my girl friend?" tanya Riko."Terima...""Terima...""TERIMA... Terima..."Sorak-sorai suara murid Bunga Bangsa kembali terdengar di telinga Rara sehingga membuat Rara bingung harus menjawab apa.Rara bingung. Bingung bagaimana cara menolak Riko agar lelaki itu tak terlalu sakit hati. Apalagi Riko mengungkapkan perasaannya di depan hampir semua penghuni sekolah. Pasti akan membuat lelaki itu malu jika Rara menolaknya dengan cara yang tak tepat."Gimana Ra, loe mau gak jadi pacar gue? Kalau loe terima gue, ambil buket bunga ini. Tapi kalau loe nolak gue, ambil balon ini dan terbangin ke langit," ujar Riko.Di dalam hati Riko sudah sangat yakin jika Rara pasti akan menerimanya. Apalagi Dina mengatakan jika Rara menyuk
"Kenapa Ra. Kenapa loe nolak gue? Kasih gue alasan yang jelas," ucap Riko yang kini sudah berdiri tepat di hadapan Rara dengan sorot mata tajam."Maaf Ko. Tapi gue enggak bisa nerina loe jadi cowok gue," ujar Rara lirih. Jujur saja dia sedikit takut dengan sorot mata tajam Riko yang baru kali ini dia lihat. Belasan tahun mengenal Riko, biasanya sosok dihadapannya ini selalu bersikap baik dan manis didepannya."Iya... tapi kasih alasan yang jelas biar gue tahu," sahut Riko yang bersikeras ingin tahu alasan yang jelas dari Rara. Dia masih belum terima di tolak seperti ini. Apalagi dihadapan teman-teman satu sekolahnya."Alasannya cuma satu, Ko. Kita beda," jawab Rara memberanikan diri menatap Riko."Beda? Tentu saja kita berbeda. Gue cowok loe cewek. Lagi pula bukankah perbedaan di antara pasangan itu gunanya untuk saling melengkapi?" sambung Riko dengan senyum sinis di bibirnya."Tapi masalahnya perbedaan ini gak bisa untuk saling melengkapi, Ko," s
Kehebohan yang awalnya diciptakan oleh Riko yang menyatakan perasaannya kepada Rara itu pun mereda. Satu persatu para murid Bunga Bangsa meninggalkan area lapangan sekolah. Jodi yang merasa sudah tidak memiliki keperluan di sekolah, mengajak Rara untuk makan siang di cafe dekat sekolah mereka."Um..." Rara memberanikan dirinya menatap Jodi."Kenapa hem?" tanya Jodi seraya merapikan helaian rambut yang menutupi wajah istrinya."Yang tadi kamu ucapin beneran?" tanya Rara masih menatap wajah Jodi tanpa berkedip sekali pun.Jodi mengerutkan dahinya. "Ucapan aku yang mana?" Jodi balik bertanya.Rara cemberut. "Ihh yang tadi kamu umumin ke anak-anak.""Iya tapi kalimat yang mana? Kan aku gak cuman ngomong satu kalimat tadi," ujar Jodi tersenyum menatap wajah istrinya yang masih di tekuk."Yang itu tadi..." Wajah Rara memerah dia hendak melepaskan rengkuhan tangan Jodi dari tubuhnya, namun suaminya itu malah semakin mengeratkan rengkuhannya.