Rara masih membelalakkan kedua matanya tak percaya dengan ungkapan perasaan Riko padanya.
"Ko, loe lagi bercanda kan?" tanya Rara.
"Gak Ra, gue gak lagi bercanda. Jadi Rara Harumni Wanasita. Do you want to be my girl friend?" tanya Riko.
"Terima..."
"Terima..."
"TERIMA... Terima..."
Sorak-sorai suara murid Bunga Bangsa kembali terdengar di telinga Rara sehingga membuat Rara bingung harus menjawab apa.
Rara bingung. Bingung bagaimana cara menolak Riko agar lelaki itu tak terlalu sakit hati. Apalagi Riko mengungkapkan perasaannya di depan hampir semua penghuni sekolah. Pasti akan membuat lelaki itu malu jika Rara menolaknya dengan cara yang tak tepat.
"Gimana Ra, loe mau gak jadi pacar gue? Kalau loe terima gue, ambil buket bunga ini. Tapi kalau loe nolak gue, ambil balon ini dan terbangin ke langit," ujar Riko.
Di dalam hati Riko sudah sangat yakin jika Rara pasti akan menerimanya. Apalagi Dina mengatakan jika Rara menyuk
"Kenapa Ra. Kenapa loe nolak gue? Kasih gue alasan yang jelas," ucap Riko yang kini sudah berdiri tepat di hadapan Rara dengan sorot mata tajam."Maaf Ko. Tapi gue enggak bisa nerina loe jadi cowok gue," ujar Rara lirih. Jujur saja dia sedikit takut dengan sorot mata tajam Riko yang baru kali ini dia lihat. Belasan tahun mengenal Riko, biasanya sosok dihadapannya ini selalu bersikap baik dan manis didepannya."Iya... tapi kasih alasan yang jelas biar gue tahu," sahut Riko yang bersikeras ingin tahu alasan yang jelas dari Rara. Dia masih belum terima di tolak seperti ini. Apalagi dihadapan teman-teman satu sekolahnya."Alasannya cuma satu, Ko. Kita beda," jawab Rara memberanikan diri menatap Riko."Beda? Tentu saja kita berbeda. Gue cowok loe cewek. Lagi pula bukankah perbedaan di antara pasangan itu gunanya untuk saling melengkapi?" sambung Riko dengan senyum sinis di bibirnya."Tapi masalahnya perbedaan ini gak bisa untuk saling melengkapi, Ko," s
Kehebohan yang awalnya diciptakan oleh Riko yang menyatakan perasaannya kepada Rara itu pun mereda. Satu persatu para murid Bunga Bangsa meninggalkan area lapangan sekolah. Jodi yang merasa sudah tidak memiliki keperluan di sekolah, mengajak Rara untuk makan siang di cafe dekat sekolah mereka."Um..." Rara memberanikan dirinya menatap Jodi."Kenapa hem?" tanya Jodi seraya merapikan helaian rambut yang menutupi wajah istrinya."Yang tadi kamu ucapin beneran?" tanya Rara masih menatap wajah Jodi tanpa berkedip sekali pun.Jodi mengerutkan dahinya. "Ucapan aku yang mana?" Jodi balik bertanya.Rara cemberut. "Ihh yang tadi kamu umumin ke anak-anak.""Iya tapi kalimat yang mana? Kan aku gak cuman ngomong satu kalimat tadi," ujar Jodi tersenyum menatap wajah istrinya yang masih di tekuk."Yang itu tadi..." Wajah Rara memerah dia hendak melepaskan rengkuhan tangan Jodi dari tubuhnya, namun suaminya itu malah semakin mengeratkan rengkuhannya.
Menjelang soreSepasang suami istri itu sudah sampai di rumah baru mereka. Keduanya yang lelah langsung merebahkan tubuh mereka di atas ranjang."Di..." Rara menggigit bibirnya"Yang, masa kamu masih panggil nama aja sih?" protes Jodi."Um, terus aku panggil apa?" tanya Rara."Iya pokoknya yang mesra dan spesial cuman buat aku. Sayang, honey, hubby-" jelas Jodi."Aku sama aja ya panggil kamu sayang?" tanya Rara dengan wajah merona."Ah, iya boleh sayang," ucap Jodi mesra.Jodi memiringkan tubuhnya dan menatap mesra istrinya."Aku capek," ujar Rara menatap langit-langit kamar mereka."Mau aku pijitin?" tanya Jodi yang kini langsung mendudukkan tubuhnya dan bersiap memijat istrinya."Malu ah, lagian gak sopan kalau istri di pijat sama suami," ujar Rara yang tidak berani menatap wajah suaminya."Jiah, pake malu segala. Biar adil kita gantian aja. Gimana?" tanya Jodi seraya memainkan alisnya."Bol
Tok... Tok... Tok...Jodi kembali mengetuk pintu kamar mandi. Dan tak lama Rara membuka pintu kamar mandi. Mengulurkan tangannya dan kembali menutup pintu kamar mandi setelah menerima benda yang dia butuhkan. Bahkan karena terlalu malu, Rara tidak berani menatap wajah suaminya. Hingga kata terima kasih pun lupa dia ucapkan.Jodi menghela nafas kasar setelah melihat pintu kamar mandi kembali tertutup.'kayak nya gue harus maen solo', gumam Jodi. "Untung saja stok sabun masih banyak." Jodi mengusap wajahnya kasar lalu bergegas ke kamar mandi yang berada di kamar sebelah.Rara keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap. Clingak-clinguk saat tak mendapati suaminya di dalam kamar."Kemana dia, kok hilang." tanya Rara kepada dirinya sendiri. Tak mau ambil pusing, Rara pun memilih mengambil ponselnya di atas nakas.Setelah menemukan ponselnya, Rara bergegas naik ke atas ranjang. Memilih menunggu suaminya yang entah kemana, sembari membaca artikel yang mena
Langkah kaki Rara berhenti tepat di depan pintu kamar tamu yang belum pernah dia buka. Dari luar Rara dapat melihat jika lampu didalam ruangan itu menyala dan itu pertanda jika kemungkinan besar ada Jodi disana.Tok... Tok... Tok...Rara mencoba mengetuk pintu ruan tamu tersebut. Namun setelah beberapa saat menunggu, sama sekali tak ada sahutan dari dalam.Tak mau menyerah, Rara kembali mengetuk pintu ruangan itu untuk kesekian kalinya. Namun lagi dan lagi tetap tak ad sahutan, hingga membuat Rara memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan tersebut tanpa izin.Pandangan mata Rara terpaku pada sosok laki-laki yang kini sedang fokus menatap monitor di depannya dengan kedua telinga yang tertutup headset. Dia adalah Jodi, suaminya yang sejak tadi Rara cari keberadaannya.Dengan langkah pelan, Rara berjalan mendekati suaminya hingga membuat Jodi kaget dan sontak menatap ke arah samping."Sayang, kok kamu ada disini?" tanya Jodi seraya melepas headse
Tuh kan kamu enggak jawab. Berarti bener kamu bakalan ninggalin aku kalo aku udah gak cantik lagi," ujar Rara dengan kedua mata yang mulai berembun."Sayang, boleh kan?" tanya Jodi lirih seraya menatap kedua mata istrinya."Hah...? Maksudnya?" Rara yang tak mengerti pun balik bertanya apa maksud perkataan suaminya.Tangan Jodi mulai terangkat lalu perlahan mengusap bibir merah muda milik istrinya. "Aku boleh kan cium kamu?" tanya Jodi mengutarakan keinginannya seraya menatap kedua mata istrinya.Rara yang mendengar ucapan Jodi hanya terbengong dengan bibir yang sedikit terbuka. Dan tanpa menunggu jawaban dari istrinya, Jodi pun langsung menempelkan bibirnya tepat di bibir istrinya.Rara membelalakkan kedua matanya saat merasakan sesuatu yang kenyal menempel di bibirnya. Bahkan dia hanya diam membeku karena terlalu kaget dengan situasi yang dia alami sekarang.Jantung Rara semakin berpacu dengan cepat saat Jodi menyesap bibirnya dengan sangat
Pagi ini Rara sudah bangun terlebih dahulu. Dia tersenyum saat mendapati dirinya sudah tertidur di dalam kamar dan bahkan berada di dalam pelukan suaminya.Dengan perlahan Rara melepaskan rengkuhan tangan Jodi. Ini pertama kalinya bagi Rara menatap wajah suaminya saat tidur. Dan hal itu kembali membuat Rara tersenyum karena saat tertidur pun Jodi nya tetap saja terlihat tampan dan imut.Gerakan lembut tangan Rara mulai menyusuri setiap sisi wajah suaminya. Hingga kini fokusnya tertuju pada hidung Jodi yang sedikit mancung. Dan dengan gemasnya Rara mulai mentoel-toel hidung suaminya."Eemmm..." gumam Jodi dengan mata yang masih terpejam. Rara yang masih belum puas mulai kembali mentoel-toel lubang hidung Jodi.Dan detik selanjutnya Rara berniat untuk berpura-pura tidur saat melihat kedua mata suaminya yang mulai bergerak-gerak gelisah. Namun sayang, sebelum dia sampai di posisi semula, tubuh Rara sudah di tarik kembali oleh Jodi hingga membuat dia menindih
Motor yang dikendarai oleh Jodi sudah berhenti di parkiran motor sekolah. Disana sudah ada Dodit, Samudra dan Rafli yang menunggu mereka.Seperti biasa, Jodi selalu merapihkan rambut Rara yang acak-acakan karena terkena terpaan angin di jalanan. Dan kali ini Rara melakukan hal yang sama. Merapikan rambut Jodi yang sempat turun akibat memakai helm."Hadeeehhh... pagi-pagi udah bikin orang panas aja," gerutu Rafli yang masih bisa di dengar Jodi."Apa sih loe. Sirik aja," ketus Jodi yang kini sudah menautkan jari jemarinya dengan milik Rara."Serah loe dah. Emang kalau lagi kasmaran dunia serasa milik berdua," sindir Dodit.Jodi tersenyum. "Loe pada udah sarapan belum? Gue sama Rara belum sarapan nih. Loe mau ikutan kita berdua ke kantin gak?" ajak Jodi pada ketiga sahabatnya.Dan mereka berlima pun berjalan ke kantin dengan Dodit, Samudra dan Rafli yang berjalan di belakang Jodi dan Rara."Perasaan kita berasa jadi pengawal raja dan ratu sejagad," bi
Beberapa hari kemudianHari ini suasana di kediaman Dodit dan Dina tampak semarak dengan kehadiran para personil para mantan jomblo beserta keluarga kecil masing-masing. Ya, mereka datang ingin melihat sosok penghuni baru nan menggemaskan itu.Bayi mungil bernama Zayn Fayyad Alvarendra Hadiningrat yang artinya adalah laki-laki yang memiliki keindahan, baik, dermawan, murah hati, cerdas dan beruntung yang merupakan keturunan Hadiningrat. Sebuah nama yang mewakili doa dan harapan kedua orang tua dan semua sanak saudaranya.Meski di awal para sahabat dari bayi menggemaskan itu awalnya tidak diperkenankan untuk datang menjenguk ke rumah sakit, tapi masih bisa datang ke rumah untuk merasakan kebahagiaan yang sama."Gimana rasanya jadi orang tua baru?" tanya Rosa yang memang belum dikaruniai buah hati."Nikmat banget. Loe lihat sendiri nih mata panda gue. Sehari tidur bisa di hitung cuman berapa jam," curhat Dina."Baru satu aja loe udah ngeluh, pegimana gue yang otewe mau tiga ini?" sambar
Setahun kemudian Hari itu, Eyang Soeroso menemui putra sambungnya, Bambang di kantor polisi. Wajah anak sambungnya itu terlihat kusut dan lusuh. Hilang sudah jejak kesombongan dari wajah pria itu tergerus keadaan di dalam jeruji besi.Cukup rumit dampak dari penangkapan Bambang karena setelahnya sang Ibu, Ambar dan cucunya Panji malah ingin melepaskan diri dari status mereka sebagai bagian dari keluarga Hadiningrat. Hal ini sangat mengejutkan Eyang Soeroso hingga akhirnya terpaksa menyetujui keinginan istri dan cucu sambungnya tersebut.Bambang memang belum di pindah ke rumah tahanan karena berkas kasus pria itu baru naik ke kejaksaan dan sedang di proses.Mereka duduk di ruangan khusus, Eyang Soeroso melihat Bambang yang mengenakan pakaian tahanan sebenarnya sangat sedih. Ya, biar bagaimanapun mereka telah puluhan tahun menjadi satu keluarga.Terkadang Eyang Soeroso merasa tak habis pikir mengapa putra sambungnya ini tidak pernah bersyukur dengan semua fasilitas dan kemewahan yang i
Berita mengenai cucu menantunya yang mengalami keguguran membuat murka seorang pria paruh baya yang masih berkuasa penuh dalam keluarga Hadiningrat, Eyang Soeroso."Saya tidak mau tahu temukan motor yang telah menabrak cucu menantu saya! Dan bawa orangnya kesini!"Eyang Soeroso berdiri membelakangi tiga laki-laki bertubuh gempal dengan baju seragam serba hitam. Saat ini mereka sedang berada di ruang kerjanya.Kedua laki-laki bertubuh gempal berseragam itu terlihat menunduk patuh. "Baik, Tuan. Akan saya laksanakan."Eyang Soeroso melirik sekilas, "Saya tidak main-main, kalau kalian tidak bisa mendapatkannya, maka kepala kalian adalah bayarannya!"Pria paruh baya yang masih tampak berwibawa itu memutar dirinya ke arah kedua laki-laki berseragam itu. Dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celananya. Menatap lekat dan tegas kepada keduanya, menghadirkan rasa segan dan takut secara bersamaan."Ba-baik, Pak."Merasa puas dengan ekspresi yang ditampilkan kedua manusia itu. Eyang Soeros
"DOKTER!!?" teriakan pilu Dodit di sebuah pintu masuk rumah sakit terdengar jelas oleh petugas medis yang mendapat shift malam itu.Terlihat Dodit wara-wiri dengan baju yang penuh darah. Saat menggendong wanita yang sangat dicintainya itu. Beruntung rumah sakit 24 jam ini memang di dukung penuh oleh Soeroso grup. Sehingga teriakan Dodit langsung mendapat tanggapan positif dan tindakan cepat untuk segera membawa Dina ke ruang IGD."Dodit! Ada apa ini, nak?" Hanafi dan istrinya datang, bersama Pandu, Panji dan Yola. Mereka terlihat panik.Dodit hanya terdiam, dan menunduk dalam. Membuat mereka paham kalau saat ini Dodit masih terpukul atas kecelakaan yang baru saja menimpa sang istri."Ada apa, nak? Kenapa jadi seperti ini?"Dodit masih terdiam. Kedua tangannya terlihat gemetar. Kedua matanya menatap kosong pada lantai yang ia pijak, lalu detik kemudian ia memeluk sang ibu dengan isakan pilu.Keadaan rumah sakit yang sepi, karena jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Membuat rasa
"Padit! Aku mau wedang ronde!" Dina sengaja menggunakan panggilan Padit yang menurut pasutri ini artinya Papa Dodit lantaran menginginkan sesuatu.Rengekan Dina terdengar cukup nyaring sehingga Dodit yang tengah tertidur mengerjapkan kedua matanya. Menatap ke arah jarum jam dinding yang berdetak menunjukkan pukul satu dini hari."Ini jam satu malam, kamu mau wedang ronde?"Sungguh tak habis pikir pada wanita terkasihnya itu. Kenapa ia harus dibangunkan, tepat saat ia mau bermimpi indah?"Madin, sekarang udah malam banget, sayang ... " Dodit pun kali ini sengaja menggunakan panggilan Madin yang artinya Mama Dina.Dina pun menggembungkan kedua pipinya yang semakin chubby semenjak dirinya hamil. "Aku gak peduli pokoknya aku mau wedang ronde!"Lihat bagaimana keras kepalanya wanita yang dicintainya itu. Membuat Dodit pusing sekali. Kenapa minta hal yang aneh-aneh di tengah malam seperti ini."Aku enggak tau cara bikinnya sayang. Lagian, kalau malam gelap begini gak ada yang jualan."Menco
Ambar yang lebih dari separuh hidupnya dihabiskan dengan ambisi menguasai harta dan tahta keluarga Hadiningrat merasa sangat kesal sekaligus kecewa lantaran gagal membujuk cucu kandungnya, Panji agar tidak memilih melanjutkan pendidikan ke luar negeri dan memutuskan untuk tidak menuruti semua keinginan pemuda itu melepaskan status sosial sebagai seorang penerus klan Hadiningrat.Puluhan tahun Ambar menggantungkan harapan bahwa kelak anak keturunannya akan hidup secara terhormat dan makmur dalam keluarga Hadiningrat. Sayangnya hanya Panji saja yang mau menjadi penerus ambisinya dalam melakukan semua hal, termasuk menyingkirkan anak keturunan Tantri yang merupakan nenek kandung Dodit.Selama ini dia memang sudah tidak bisa menaruh harapan pada Pandu, sang cucu pertama yang dari awal tidak pernah mau menjadi cucu yang penurut baginya. Lihat saja, ketimbang menjadi pengusaha kini Pandu malah berprofesi sebagai dosen. Ya, walaupun hal tersebut bukan hal yang buruk, tapi jelas naluri wanita
"Kalau kamu tidak mampu bersaing secara terbuka, coba sekarang bermain cantik. Dekati wanita itu dan jadilah sahabatnya agar kamu lebih tahu banyak semua kekurangannya untuk menjadi senjata kamu mengembalikan hati suaminya menjadi milikmu!" seru Ambar memberikan petuah sesat kepada cucunya, Yola.Sejak itulah Yola mendekati Dina. Yola memulai dengan permintaan maaf. Awalnya Yola mengira Dina si cewek bar-bar itu akan menolak mentah-mentah dirinya, namun siapa sangka justru sosok itu membuka tangannya lebar-lebar dan resmi menjadikannya adik sepupunya terdekat.Setiap hari mereka berbagi cerita dan saling berkunjung atau hang out bersama. Seperti kegiatan yang kali ini mereka lakukan di sebuah pusat perbelanjaan."Bumil, astaga tenaganya kuat sekali tak kenal lelah menjelajah hampir setiap sudut mall ini," sindir Yola yang cenderung malas sebenarnya mengikuti semua keinginan Dina sehingga sengaja mengajaknya untuk makan siang di sebuah restoran western."Ya loe tau sendirilah gimana be
Dodit dan Andri sudah kembali pada rutinitas mereka, bekerja. Rupanya koneksi persahabatan antara sesama sahabat mantan jomblo masih berlanjut hingga kini mereka menjalin kerjasama dengan perusahaan milik keluarga Riko.Untuk itulah hari ini rencananya mereka sebagai perwakilan kedua perusahaan akan melakukan pertemuan bisnis sekaligus merajut silaturahmi yang sempat merenggang karena jarak dan kesibukan masing-masing.Sebelum memulai pembicaraan serius, mereka berkumpul di cafetaria perusahaan."Kayaknya hari ini udah gak ada yang kekurangan pupuk sama air lagi deh," ujar Dina menyindir sikap ceria Riko."Ho'oh lihat tuh mukanya si duda kayak lampu baru di ganti," sahut Dodit menyambung sindiran sang istri."Silau, Men. Hahaha...." Andri latah menimpali ledekan duet maut pasutri sahabatnya itu."Yes ... Kita gak bakalan dapat curhatan sendu nan manjah lagi nih," ucap Dina sambil tersenyum sumringah."Apaan sih kalian," sahut Riko bak kura-kura dalam perahu.Sudah bukan rahasia umum l
Kebahagiaan yang terpancar dari wajah Andri dan Siska berbanding terbalik dengan sang kakak, Sandra, tetapi dia juga tidak mau di cap sebagai penghambat pernikahan keduanya. Tatapannya menatap lirih Jaka, perjaka yang tak memiliki urat malu sedikitpun mengutarakan perasaannya.Huh, bagaimana bocah tengil ini bisa punya pikiran mau serius komitmen sama gue? oke, untuk saat ini aja deh gue iya in aja lantaran gue gak bisa biarin Siska terhalang dapat jodoh karena gue. Batin Sandra dengan berpura-pura tersenyum ramah kepada para tamunya.Acara itu sekaligus juga menjadi ajang reuni para mantan jomblo dan keluarganya. Hilda yang sedang menghitung hari hendak melahirkan menjadi sosok yang begitu antusias bercerita."Bro, sorry ya kayaknya anak gue kecapean nih jadi gue balik duluan ya?" Pamit Jodi saat melihat Dira tertidur pulas di pangkuannya.Sementara Rara sejak tadi memang sedang asyik gosip sana sini sambil mengusap punggung Rani yang sejak tadi tertidur dalam gendongannya."Oh, ya