Gadis yang beberapa waktu lalu turun dari bus itu hanya bisa melongo. Bagaimana tidak? Ia dilarang masuk ke dalam rumahnya sendiri.
“Nggak bisa gitu dong, Tante! Ini rumahku, Tante sama Kak Tari yang numpang!” protes Lea.
Wanita bertubuk semok itu tertawa sumbang. Dari mimik wajahnya, Lea sadar jika seseoran pasti sudah mempengaruhi pikiran tantenya. Karena itulah, tantenya mengambil tindakan tiba-tiba seperti ini.
Ya Tuhan, kenapa Lea harus sesial ini? Ke mana keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia?
“Aku akan mengembalikan rumah ini padamu asalkan, kau bisa membelinya dengan satu miliar,” ucap wanita itu menyeringai.
Gadis yang baru saja kembali dari luar negri itu membelalak. “Satu miliar?! Tante sudah gila?!”
“Tidak. Dari sudut mana aku terlihat gila?” balasnya mendelik kesal.
“Tante, dari mana aku dapat uang satu miliar? Aku aja baru selesai wisuda. Belum punya kerja, nggak ada gaji. Lagian, rumah ini rumah peninggalan keluarga ibuku. Kenapa Tante merasa sebagai pemilik?” protes gadis itu masih dilanda syok.
Wanita berambut pirang dan bertubuh semok itu melotot. Telunjuknya yang gemuk berkali-kali mendorong dahi keponakannya. Ia memang tidak suka jika ada yang membantahnya.
“Selama dua tahun terakhir, tante yang ngurus papa kamu! Tante yang jagain selama dia sakit! Semua pengeluaran untuk merawat rumah ini, tante yang keluarin duit! Jadi wajar dong, tante dapat bayaran yang setimpal!” tukasnya garang.
“Tapi aku ahli warisnya, Tante. Rumah ini rumah orang tuaku. Tante nggak berhak buat ngusir aku!” balas gadis itu dengan berani.
Senyum wanita paruh baya itu kembali mengembang. Kini, bibir merah yang tebal itu mulai komat-kamit tak jelas. Saat berhenti, bibir merah itu manyun.
“Dengar ya, Lea. Papa kamu sudah menggadaikan rumah ini sama tante. Buat biaya berobat sama biaya tambahan kamu kuliah di luar negri. Kalau kamu tidak mau tante menjualnya pada orang lain. Bayar dulu satu miliar! Tante kasih kamu waktu nyicil dalam setahun!” tegas wanita itu menutup pagar dengan keras.
Lagi-lagi Lea hanya bisa tercengang. Baru saja pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan magisternya, ia justru tak diizinkan masuk ke dalam rumahnya sendiri. Lebih dari itu, rumahnya telah diambil alih oleh tante dan sepupunya.
Tak pernah terbayang oleh Lea. Kepedihan karena kepergian papanya beberapa bulan lalu belum hilang. Kini, bertambah dengan musibah baru. Setelah diselingkuhi, ia juga ditipu keluarga sendiri.
Setelah kehilangan papanya, ia juga kehilangan rumah yang penuh kenangan berharga. Ia bahkan tak diizinkan untuk masuk ke halaman belakang. Tempat yang teramat ingin ia datangi di sudut rumah itu.
Gadis itu hanya bisa tergugu. Tubuh kecilnya yang lelah dan ringkih, tak mampu melawan tantenya. Ia tak menyangka jika saudara tiri papanya sejahat ini. Ketulusannya selama ini hanya kepalsuan.
Sejam lebih Lea menunggu belas kasih tantenya. Namun, wanita itu tak kunjung keluar. Hari sudah petang dan Lea hanya bisa pasrah. Ia harus menyeret kakinya pergi.
Lea tak ingin tidur di jalanan malam ini. Setidaknya, ia harus mencari kontrakan atau penginapan. Besok saja ia ke kota dan menemui sahabatnya.
Setelah berjalan hampir dua kilometer. Akhirnya Lea menemukan kontrakan sederhana. Perabot di dalamnya standar, tapi masih cukup layak pakai.
“Bu, ini sewa buat malam ini,” ucap Lea mengulurkan dua lembar uang merah.
“Makasih, Neng. Kalau Neng mau cari makan, bisa ke gang sebelah. Di situ ada beberapa warung yang jual makanan. Karena Neng datangnya malam, tabung gasnya belum sempat diganti,” ujar wanita pemilik kontrakan.
Lea mengangguk mengerti. “Terima kasih, Bu.”
“Sama-sama,” balas wanita itu sebelum beranjak pergi.
Lea mandi lebih dulu karena tubuhnya gerah. Setelah bersih-bersih, ia keluar mencari makan. Seporsi nasi goreng, satu botol besar air mineral dan beberapa cemilan coklat sudah memenuhi kantong kreseknya. Setidaknya, malam ini ia tidak akan tidur kelaparan.
Bugh! Bughh!
“Hajar saja dia! Kalau perlu kita habisi!” ucap pria yang memakai penutup wajah.
“Dia tidak mau mengatakan di mana menyembunyikannya, Bos,” ucap pria bertubuh gemuk.
Lea kembali membelalak melihat seorang laki-laki yang dihajar bertubi-tubi. Empat orang yang mengenakan penutup wajah dan pakaian serba hitam itu terus memaksa korbannya untuk buka mulut. Akan tetapi, yang diserang justru bergeming.
“Hei! Hentikan!” teriak Lea yang merasa iba.
Sang anak buah mulai panik dan mengedarkan pandangan. “Bos, ada yang mergokin kita, Bos!”
“Singkirkan juga gadis itu!” perintah sang bos.
“Pergi dari sini!” usir Lea kembali berteriak meminta tolong. Berharap ada warga yang mendengar teriakannya.
“Hei Anak Manis! Pergi dari sini! Pura-pura saja tidak melihat kami!” balas salah satu dari mereka.
***
“Sepertinya kalian yang harus pergi! Aku baru saja menghubungi polisi!” teriak Lea dengan berani. Walau sebenarnya, ia berusaha mati-matian untuk mengumpulkan keberanian.Mereka berempat panik dan langsung kabur dengan mobil. Lea masih berteriak meminta tolong. Sayangnya, tak ada yang datang.Lea menghampiri laki-laki yang terbaring itu. Lea lega karena laki-laki itu masih hidup. Telunjuk pria itu mengarah ke pagar kontrakan Lea. Lea pikir, mungkin laki-laki itu juga tinggal di sana.Akan tetapi, tiba di teras kontrakan, laki-laki itu tidak sadarkan diri. Lea berteriak memanggil pemilik kontrakan. Namun, ia menyadari jika pintu pagar rumah sebelah tergembok dan tidak ada mobil di garasinya.Rumah itu ternyata kosong. Entah ke mana seluruh penghuni rumah dua lantai itu.Laki-laki itu benar-benar babak belur. Terdorong rasa iba, Lea membawa laki-laki itu masuk ke kamar kontrakannya. Kemudian mengobati lukanya dengan kotak P3K kecil yang kerap kali dibawanya.Lea menyerah saat berusaha m
“KTP dia nggak ada, Pak,” sahut Lea menyodorkan KTP miliknya. Ia sendiri sudah mencarinya tapi tidak menemukannya.Laki-laki yang berwajah lebam itu meringis merasakan denyutan di kepalanya. “Saya tidak tahu kenapa saya ada di sini,” ucap laki-laki itu.“Semalam dia dibegal, Pak. Terus pingsan di depan, saya cuma nolongin,” ujar Lea berharap mereka mau mengerti.“Nama kamu siapa?” tanya Pak RT membaca KTP Lea lalu menoleh pada laki-laki di sampingnya.“Saya Lea, Pak.”“Saya Ang- nama saya Tanu.”Meski sudah memberikan penjelasan, tatapan mereka pada Lea tak berubah. Beberapa pertanyaan diajukan oleh Pak RT pada Tanu. Akan tetapi, para warga seakan tak puas. Lebih tepatnya, tidak percaya.“Bohong, Pak RT! Semalam saya ke warung di samping gang. Saya lihat mereka jalan sambil pelukan. Mereka mesra-mesraan. Si cowoknya ini saya lihat cium kening ceweknya,” ucap seorang pria.“Bukan mesra-mesraan, Pak! Saya bantu dia berdiri. Jalannya aja sempoyongan habis dihajar empat orang!” bantah Lea
Wanita yang tubuhnya dipenuhi lemak turut berujar, “Untung bukan pemuda desa kita yang jadi korbannya.”Korban? Hellow? Rasanya Lea ingin menyumpal mulut mereka dengan bakso mercon level 1000.Nyinyir banget tahu nggak sih!Lea berusaha menulikan telinga. Meski ia menjelaskan hingga mulutnya berbusa, mereka tidak akan memahami dirinya. Mereka hanya akan percaya pada pendapat mereka sendiri.Bagaikan kotoran yang tak diharapkan. Lea dan Tanu diusir dari desa itu. Para warga di desa itu tidak sadar jika mereka baru saja mengusir pria yang memegang kendali atas mata pencaharian mereka.Saking sentimennya, para warga minta mereka menunggu bus di perbatasan desa. Mereka takut kehadiran Lea dan Tanu memberikan anak-anak mereka pengaruh buruk.Di halte yang penuh dengan tempelan wajah bakal calon anggota dewan dan kepala daerah. Lea dan suami dadakannya duduk berdampingan dengan tatapan lurus ke depan. Mereka baru saja melalui hal yang menggemparkan hidup tenang mereka berdua.“Lea, kamu asl
Lea pun tak berharap lebih. Karena pernikahan itu mendadak dan dibawah paksaan, mereka sepakat untuk membuat kontrak pernikahan. Angga berjanji, enam bulan kemudian ia akan kembali ke desa untuk menceraikan Lea dan memberikannya kompensasi.“Mas, aku lupa nama kamu siapa?” tanya Lea kikuk.“Tanu.”“Mas Tanu kerjaannya apa, sih? Kok sampai dibegal?”“Saya petani.”Lea melongo. “Jadi suamiku seorang petani?” batinnya. Kini ia bisa mengerti dari mana otot-otot itu berasal. Mungkin karena kesehariannya Tanu membajak ladang.Tak ingin Lea menaruh curiga, Tanu berujar, “Mungkin mereka tahu kalau saya baru saja jual hasil panen.”Lea terkesiap lalu bertanya, “Jadi hasil panennya Mas Tanu raib dibawa begal semua? Kalau kayak gitu, harus lapor polisi dong, Mas.”“Nggak semua hal harus dilaporkan sama polisi. Kamu jangan naif jadi orang. Kadang biaya pengurusan sebuah kasus, lebih besar dari nominal materi yang dicuri orang. Mending fokus melanjutkan apa yang bisa dikerjakan daripada berharap s
Beberapa jam yang lalu.“Pak, kita mampir dulu di barber shop,” pinta Angga pada supir keluarganya.“Iya, Aden. Mau di anterin ke barber shop mana, Den?” tanya pria paruh baya yang datang menjemputnya.“Yang mana aja yang kita lewati nanti,” sahut Angga.Seno tersentak dan menatap heran sahabatnya. “Lo yakin mau potong rambut?”“Hem!” sahut Angga malas.Melihat penampilan sahabatnya, Seno juga merasa jika Angga perlu potong rambut. Nyonya Hartanuwiguna bisa syok kena serangan jantung saat melihat putra bungsunya seperti brandalan.“Bapak yang sabar ya, kita lagi satu mobil sama harimau kutub. Dia semalam udah bermanuver di depan bidadari. Tapi bidadarinya pergi gitu aja. Bahkan, nggak niat kenalan dan minta kartu namanya. Makanya dia sensi,” ujar Seno pada supir keluarga Hartanuwiguna.Pria paruh baya itu hanya mengangguk sembari mengulum senyum. Kalau tertawa, bisa saja ia membuat seekor macan mengamuk. Jangan sampai pula ia kehilangan pekerjaan.Laki-laki bermata sipit itu melirik k
“Lea, ayo!” ajaknya sembari meraih koper istrinya.“Ke mana?” tanya Lea bingung.“Kita makan siang dulu. Setelah itu, kita ke terminal. Tadi kamu bilang mau ke Surabaya, ‘kan?” putus Tanu tanpa meminta pendapat Lea.Lea hanya mengangguk dan ikut naik ke mobil. Lumayan, bisa irit ongkos.Mata Lea bergerak mengedarkan pandangan. Dari dalam dashboard, Tanu mengambil sebuah buku. Kemudian membukanya seolah mencari sesuatu yang terselip di sana.“Ini kartu nama saya,” ucapnya sembari menyodorkan kartu kecil yang tampak mahal. “Simpan di dompet! Tulis juga nomor ponsel kamu di sini!”Tanu merobek kertas yang baru saja ditulisi Lea dan mengantonginya, lalu berkata, “Pak, kita makan siang di warung dekat terminal saja.”“Baiklah,” sahut pria yang sedang mengemudi.Tak butuh waktu lama, mereka tiba di sebuah rumah makan yang cukup ramai. Sembari menunggu pesanan makanan, pria pemilik mobil itu pamit sejenak. Meninggalkan Tanu dan Lea yang kembali canggung.“Mas beneran kenal bapak tadi?” tanya
Hasil kerjanya mendapatkan apresiasi yang cukup besar dari sang atasan. Hanya saja, Heru tak bisa benar-benar bahagia dengan hasil kerjanya selama menjalankan proyek terakhir. Bonus yang diharapkannya pun tak ia dapatkan.“Sayang!” seru Tari sembari berjalan menghampiri Heru.Kekasihnya itu tampak lesu. Sore ini mereka memang janjian untuk bertemu. Di sudut kafe tak jauh dari kantor, pasangan itu duduk bersama dengan sang wanita memberikan kecupan di pipi Heru.“Kamu kok gitu? Tumben kamu bete’ gini?” tanya Tari heran.Pasalnya, sejak mereka menjalin hubungan. Tak pernah sekalipun Heru mengabaikannya. Bahkan, kerap kali pacarnya ini yang nyosor duluan.“Proyek yang aku kerjain kemarin, diterima baik sama bos,” kata Heru.“Jadi Pak Seno senang dengan kinerja kamu? Bagus, dong! Itu artinya kamu bisa dapat bonus, ‘kan?” ucap Tari sumringah. Ini juga berarti, ia bisa kecipratan bonus itu.Heru lagi-lagi mengangguk lesu. “Iya, bonusnya dapet, tapi nggak sekarang.”“Maksudnya?” Tari tersent
“Tawaran itu kamu terima aja tanpa mikirin apapun lagi. Kamu itu pria hebat, Heru. Aku yakin kamu bisa makin bersinar di Tanufood. Aku bahkan nolak pria lain, karena aku yakin kamu yang layak. Aku yang akan berusaha keras buat dapat promosi juga, biar ditransfer ke sana. Okey?” bujuk Tari.“Tapi kalau begini, kita bakalan jarang ketemu, Sayang,” keluh Heru.Tari mengurai pelukan lalu tersenyum manis. Kemudian ia berbisik, “ Bagaimana kalau ... aku pindah ke apartemen kamu?”Walau terkejut, senyum Heru langsung merekah. Ia semakin yakin jika Tari mencintainya. Mereka juga bisa bersenang-senang sepuasnya.Tanpa Heru sadari jika, kekasihnya itu ingin menumpang hidup tanpa perlu mengeluarkan biaya sewa dan menghemat ongkos. Setiap berangkat dan pulang kerja, ia bisa minta Heru menjemputnya seperti biasa.“Sayang, pulang, yuk!” ajak Heru sambil mengusap lutut kekasihnya. Tatapannya yang tadi kosong berubah mendamba.“Pulang ke mana?” tanya Tari yang meraih minuman Heru.Tari belum sempat m
Ivanka dengan raut wajah tegas, menghampiri putranya yang duduk di pean klinik. Kini saatnya ia menagih penjelasan pada putranya. Ivanka sadar jika berita viral ini bisa ia manfaatkan untuk meminta Angga segera menikah.Lebih dari itu, ia cukup mengenal keluarga Darmawan. Vina atau Vivian Natisya Darmawan. Putri keluarga itu adalah salah seorang model terkenal yang berkecimpung dalam industri pemasaran sandang.Setahun belakangan Vina memang jarang muncul di media. Kabar yang terdengar jika gadis cantik itu dilamar seorang pengusaha kaya asal negri tetangga. Kemudian beredar kabar di beberapa koleganya jika Vina kabur dari acara pertunangan.“Angga, sekarang jelasin sama bunda!” pinta Ivanka sambil menyilang kedua lengan di depan perutnya. Keangkuhannya tak pernah surut.“Jelasin apa?” balas Angga yang sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari ponselnya.“Ya jelasin yang tadi? Kenapa kamu ada di apartemennya Seno s
Sebelum pulang, Seno meminta tolong Angga agar mampir ke lantai apartemennya un tuk mengambil berkas Adecoagro. Berkas yang diurusnya bulan lalu, masih ada di meja kerja dalam apartemennya. Seno baru saja selesai mandi saat Bi Tami meminta tolong Seno menjaga Keysa karena wanita itu butuh untuk membeli beberapa bahan masakan di minimarket dekat apartmen.Baru saja Angga memasuki area parkir basemen apartmen. Lea membalas pesannya. Istrinya bersedia bertemu besok.Angga menekan sandi pintu apartemen Seno. Begitu ia masuk, ia heran melihat tumpahan air di atas meja. Seketika ia ingat jika di apartmen Seno ada seseorang yang tinggal. Gadis yang tidak sengaja diserempet oleh Seno. “Permisi, Nona. Saya datang untuk mengambil sesuatu di kamar Seno,” ucap Angga.Hening. Tak ada sahutan.Angga mengernyit heran saat menyadari pendingin ruangan yang masih aktif. Samar tercium aroma makanan yang mirip mie instan. Karena penasaran, Angga menghubungi Seno.“Halo, kenapa? Berkasnya di meja kerja,
Kesibukan kantor pada umumnya akan digambarkan dengan tumpukan berkas, dering telpon atau perangkat lainnya. Meski bekerja dan menjadi bagian dari perusahaan besar, suasana tampak berbeda di ruang quality control. Aroma mulai menguar dari makanan yang manis dan gurih dengan sentuhan rasa pedas. Pagi tadi, para staf quality control memang sedang melakukan uji coba produk jajanan baru dengan berbahan kentang.Meski suasana masih riuh rendah, tapi tampak dua di antaranya sedang duduk tenang di hadapan mikroskop. Berusaha fokus memastikan agar bahan produk uji coba ini tidak terdapat kontaminan mikroba. Apalagi bahan atau benda asing yang ukurannya sulit dilihat dengan mata secara langsung.Tiba-tiba pintu ruangan bergeser. Sang ketua tim melangkah masuk dengan membawa berkas penilaian uji coba. Di tengah ruangan, di atas sebuah meja berjejeran makanan hasil uji coba produk baru dari bahan kentang.Dengan tenang, ketua tim mengitari meja. Mencicipi satu persatu varian yang dibuat. Kemudia
Melati, sahabat Lea yang mengetahui satu fakta dari aib perselingkuhan Heru dan Tari. Ternyata selama ini, sebagian uang kerja keras Lea habis digunakan Heru untuk memanjakan Tari.Melati masih menyimpan kesal. Meski Heru sudah mengganti separuhnya, tetap saja Melati masih belum puas. Karena itulah, Melati sengaja memviralkan wajah Tari sebagai orang ketiga.Dikarena berita itu, Tari nyaris dipecat dari pekerjaannya. Beruntung ada Heru yang menyogok HRD agar Tari tidak dipecat. Sebagai gantinya, Tari dimutasi ke kantor cabang yang ada di Malang. Ibunya, Sonia, malah meminta Tari meninggalkan Heru, kemudian mencari pria kaya lainnya. Dengan kecantikan dan tubuh putrinya, Sonia yakin jika putrinya bisa menjerat pria kaya raya agar mau menikahinya.Sudah dua pekan ibu dan anak itu pindah ke Malang. Sejak saat itu pula Tari mudah emosi. Apalagi saat Heru tidak langsung menjawab telpon atau membalas pesannya.Wanita takut keadaan akan berbalik. S
Seno tiba-tiba menghentikan langkahnya. Hal itu turut membuat Angga berhenti. Kemudian mengikuti arah pandang Seno.Di depan ruangan staf quality control, tampak seorang pria yang sudah tidak asing bagi keduanya. Dari tempat mereka berdiri, suara pria itu masih terdengar jelas.Mata Angga seketika membebelak mendengar pria itu datang mencari Lea. Istrinya.Disaat yang sama, Seno melirik Angga. Sahabat sekaligus atasannya itu seperti gunung berapi yang sudah siap meledak. Bahkan, Angga membawa langkahnya berbelok menghampiri sepupunya itu.“Eh, ada Dokter Juna. Selamat sore, Dok!” sapa Lea dengan ramah.Deg!Angga tertegun melihat senyum manis istrinya ditujukan pada sepupunya. Lain halnya dengan Seno yang justru cukup menikmati suasana. Ingin sekali rasanya ia meledek Angga habis-habisan! Sok jaim tapi cemburuan.“Gimana? Udah kelar kerjaan kamu? Saya mau tepatin janji sama kamu, Lea,” kata Juna.Lea mengernyit bingung
Angga menghubungi Bi Tami sebelum ia pulang. Ia bertanya apakah ada sesuatu yang Keysa dan wanita itu butuhkan. Angga bisa sekalian mampir membelikannya. Namun, Seno memberi isyarat jika hal itu akan jadi urusannya.“Antar dulu istri lo pulang. Dia masih syok ngira lo tulang selingkuh, duda tapi single, sama duda punya anak,” goda Seno lagi.Angga berdecak kesal lalu menarik Lea ke dalam pelukannya. “Nggak ada wanita lain. Kamu yang pertama, terakhir dan satu-satunya,” bisik Angga sambil mengusap punggung Lea.“Nggak usah pamer di depan gue, Ga!” ketus Seno yang tengah membereskan berkas-berkas tadi. Termasuk berkas yang basah karena terkena tumpahan air yang Lea siramkan pada Angga.Setelah Seno pulang lebih dulu, Angga menarik Lea duduk di sofa. Ia tunjukkan foto-fotonya bersama Keysa. Begitu juga dengan kejadian awal di mana keponakannya dilahirkan dalam kondisi prematur.“Aku minta maaf dengan
“Iya, namanya Keysa. Bukan Pak Putra yang bilang, tapi Dokter Juna,” jawab Lea yang masih enggan menatap Angga.Tiba-tiba terdengar suara tawa seseorang. Lea dan Angga tersentak kaget. Hampir saja Lea jatuh dari pangkuan suaminya.Seno yang berada di balik pintu kamar pribadi itu tidak bisa mengendalikan tawanya. Ia sama sekali tidak menyesal sudah menguping obrolan pasangan aneh yang satu ini.Putra dan Juna sudah sukses membuat Lea salah paham. Entah bagaimana reaksi Lea saat tahu jika Keysa adalah keponakan suaminya atau bisa disebut keponakannya juga. Bukankah Lea sudah resmi jadi istri Angga?“Diem lo!” tegur Angga.“Sorry, Ga. Istri lo lucu banget soalnya,” ucap Seno beranjak keluar.Pria itu mengambil tempat di depan Angga dan Lea yang duduk di sofa tunggal. Tatapan Seno beralih pada botol air kemasan mineral di meja. Kemudian beralih menatap pakaian pasangan itu yang sama-sama basah.
Lea menarik napas panjang saat mendapat pesan balasan dari Angga. Pria itu setuju bertemu sore nanti. Lea sendiri setuju untuk menemui Angga di ruangannya.Tersisa waktu sejam lagi jam pulang kantor. Lea lekas menyelesaikan sisa pekerjaannya. Dengan begitu, ia juga bisa tenang menyelesaikan masalah lainnya.Sementara di ruang CEO, Angga tersenyum lebar. Ini pertama kalinya Lea berinisiatif mengirimkan pesan lebih dulu. Biasanya, harus dirinya yang bertidak lebih awal.“Gimana sama cewek yang lo serempet? Lo yakin dia bukan mata-mata perusahaan lain yang mencoba deketin lo?” tanya Angga pada Seno yang sedang menikmati secangkir kopi hangat.Seno menggeleng lalu berkata, “Nggak tahu gue. Makanya gue bawa dia sementara ke apartemen gue.”“Lo udah gila? Sejak kapan lo bawa cewek masuk ke apartemen?” tanya Angga heran.“Dia nggak minta ganti rugi sama gue. Tadinya gue kira dia bakalan minta duit.”“Tapi?”“Dia minta gue cariin kost atau kontrakan sementara. Katanya dia kabur dari perjodoha
Seno menghela lega saat dokter menyampaikan gadis yang tak sengaja terserempet mobilnya baik-baik saja. Hanya luka lecet di lutut dan siku. Tak ada benturan fatal.“Ampun deh, ini Papanya Keysa ngapain nelpon gue kayak penagih utang aja?” gumam Seno saat melihat puluhan panggilan tak terjawab dari Angga.Setelah membaca pesan dari sahabat sekaligus bosnya itu, Seno terkekeh. Ternyata Angga yang gengsian ini posesifnya level mercon.Setelah menemani Keysa imunisasi, Seno mengantar Angga ke perusahaan. Gadis kecil itu rewel dan tidak mau lepas dari Angga. Bi Tami sampai menyerah karena setiap kali ia dan wanita itu menyentuh Keysa, maka anak itu akan menangis.Sekitar sejam kemudian, gadis itu siuman. Seno meminta maaf dan berjanji akan bertangung jawab. Ia akan menanggung semua biaya pengobatan dan mengantarkannya pulang.“Kamu beneran merasa bersalah udah serempet aku?” tanya gadis cantik itu. Tatapannya menelisik Seno. Pria di samping brankar itu tidak mengenali siapa dirinya. Mungki