Sinar matahari semakin lama terasa menyilaukan. Keadaan itu memaksa Lea bangun lebih awal dari biasanya. Lea ingat dirinya tidak harus bekerja setelah resign dari toko roti tempatnya bekerja.
Gadis berambut panjang itu masih terpejam. Tangannya bergerak menutupi wajah dengan helaian rambutnya sendiri. Niatnya adalah bangun hingga waktu makan siang. Akan tetapi, keinginannya itu harus gagal sebelum sempat terealisasikan. Bukankah harusnya ia beres-beres dan bersiap untuk pulang ke Indonesia?
Kelopak matanya yang sayup, kini terbuka lebar. Keningnya berkerut saat Lea merasakan tangannya memeluk sesuatu yang terasa berbeda. Bukan guling empuk yang biasanya ia peluk setiap malam.
Yang dipeluknya ini terasa hangat. Tidak empuk, melainkan keras tapi juga halus. Samar ia mencium aroma kopi dan kayu. Apa mungkin ular besar?!
Lea terbelalak kaget. Gadis itu sontak menarik tangan dari sosok yang baru saja dilihatnya. Sekali lihat, otaknya menafsirkan jika sosok itu adalah seorang pria dengan rambut diikat bun dan sedikit berantakan.
Lea mengintip di balik selimut yang menutupi tubuhnya maupun pria itu. Oh, tidak! Rasanya kepala Lea baru saja dihantam palu besar.
Ia tidak mengenakan apapun! Begitu juga dengan pria yang masih pulas di sampingnya!
Sebisa mungkin Lea mencoba mengingat kejadian semalam. Bagaimana bisa ia berakhir di ranjang pria asing? Sialnya, Lea benar-benar tidak ingat apapun. Ia hanya ingat dirinya diserang lalu ditolong seorang pria di tangga darurat hotel.
Pria yang tidur telungkup di sampingnya itu melenguh. Lea kembali membelalak dan sontak terduduk. Perlahan selimut yang menutupi punggung pria itu tersingkap. Ada tato kepala harimau yang menganga seakan hendak menerkam Lea.
Lea memperhatikan penampakan pria itu sekali lagi. Dari belakang saja, pria itu sudah tampak menyeramkan. Rambutnya cukup panjang dan diikat karet gelang hitam. Otot tubuh dan lengannya kekar. Punggungnya memiliki bekas luka dan tato hewan buas.
“Apa dia mafia?” batin Lea menelan salivanya.
Ketimbang memikirkan banyak hal, Lea merasa lebih baik segera pergi. Secepatnya, sebelum ia ketahuan tidur dengan pria misterius itu. Jangan sampai pria itu terbangun dan menodongnya dengan senjata.
Bisa jadi ia kehilangan nyawa. Kemudian dibuang di suatu tempat. Bisa gagal pulang ke tanah air jika dirinya jadi korban.
“Ya ampun, bagaimana ini? Di mana sih celana dalam gue?” batin Lea sibuk mengedarkan pandangan mencari benda kecil berwarna merah muda yang dipakainya semalam.
Sepelan mungkin Lea beringsut. “Aduh ...,” lirih Lea meringis.
Ia merasakan sakit yang sulit dijelaskan pada bagian inti tubuhnya. Akan tetapi, rasa takutnya lebih mendominasi. Walau matanya berkaca-kaca, Lea menahan suara karena takut pria itu terbangun.
Sampai akhirnya ia menemukan sepasang benda merah muda itu. Setelah memakai kembali pakaian dalamnya, Lea kembali mencari dress hitam yang dipakainya semalam. Kain itu teronggok di lantai dekat sofa.
“Seganas apa dia sampai bajuku sobek begini?” keluh Lea.
Dress cantiknya sudah compang-camping, mirip seperti kain lap. Lea tak punya pilihan lain. Ia tetap memakai dress sobeknya. Kemudian, ia mengambil kemeja putih milik pria itu.
Sengaja Lea hanya memasang tiga kancing di bawah kerah. Sisanya ia kumpulkan lalu ia ikat. Setidaknya, penampilannya tidak terlalu aneh. Untung saja isi tasnya masih utuh.
Sembari berjinjit menenteng tas dan sepatunya, Lea keluar dari kamar itu. Lea berjanji tidak akan kembali lagi ke hotel ini. Ia juga tidak akan pernah memilih kamar dengan nomor 1002. Dengan langkah terseok, Lea beranjak menuju lift.
Tepat disaat pintu kamar hotel itu kembali tertutup rapat, terdengar suara khas pintu terkunci otomatis. Pria di dalam kamar hotel itu mengerjap. “Seno ... jam berapa pesawatnya?”
Hening.
Pria dengan pahatan otot tubuh yang nyaris sempurna itu akhirnya bangun dan bersandar di ranjang. Ia mengedarkan pandangan dan menyadari tak ada seorang pun selain dirinya. Sementara ia yakin jika, baru saja ada seseorang yang melewati pintu kamarnya.
Kala hendak beranjak dari ranjang, ia menyadari jika ia tidak mengenakan apapun. Celana, jas dan dasinya juga berserakan di lantai. Dengan tangan gemetar, ia mencoba mengintip tubuhnya di balik selimut.
Deg!
Pria itu tersentak dan refleks menarik selimut. Ia turun dari ranjang meraih boxer miliknya. Saat itulah ia melihat noda merah di seprei putih itu.
“Darah?” gumamnya sembari menghalau pantulan cahaya yang menyilaukan matanya.
Pria itu mendekat lalu meraih sebuah anting emas kecil. Ada inisial hurf ‘L’ yang terukir di belakangnya. Matanya kembali membelalak menatap bergantian benda itu dan noda di seprei.
“Siapa gadis yang semalam sudah kurenggut perawannya?” gumamnya sembari mengusap wajahnya resah.
Masih dengan pikiran yang kacau luar biasa. Angga lekas mencari ponselnya. Benda berharganya itu bahkan nyaris ia injak. Segera ia menekan #5 lalu menunggu seseorang di seberang sana menjawab panggilan telponnya.
“Halo, selamat pagi, Bos,” sahut Seno.
“Di mana kau?!” geram Angga.
“Di kantor staf keamanan hotel. Lagi nyari bukti kelakuan model yang makan malam sama lo semalam,” jawab Seno setenang mungkin.
Angga mengernyit lalu bertanya, “Bukti? Apa maksudmu?”
“Semalam aku pesan dua kamar berbeda. Kamar VIP untukmu dan kamar reguler untukku. Aku ingin bersenang-senang dengan staf cantik yang bersedia menghabiskan malam denganku. Setidaknya aku bersenang-senang setelah tiga hari kerja rodi denganmu. Tapi, kau tidak sabaran dan malah mengambil kartu kamarku. Sementara kartu kamar VIP yang kupesan untukmu, diambil Melani, model yang dikenalkan bundamu. Dia sudah masuk lebih dulu di kamar itu dan menunggumu untuk menghabiskan malam bersama,” jelas Seno.
“Jadi semalam, aku tidur dengan wanita kencanmu?!” bentak Angga.
“Apa maksudmu? Tidak, aku dan wanitaku memesan kamar lain.”
“Lalu siapa gadis perawan ini?”
“Perawan? Mana aku tahu. Tunggu! Jangan-jangan ....”
“Jangan-jangan apa? Jangan bilang dia model yang dikenalkan bundaku?!”
“Bukan. Aku sudah mengirim pria lain ke kamar VIP itu untuk memberikan Melani pelajaran. Tunggu, gadis di kamar itu tidak pergi? Kau tidur dengan gadis yang pingsan itu?!” tanya Seno balik. Dari suaranya, Angga tahu jika Seno juga panik sama sepertinya.
“Cek cctv di depan pintu kamar 1002. SEKARANG JUGA!!!” teriak Angga.
Seno berdeham dan dengan kalem ia menyahut, “Iya, Bosku.”
“Cari tahu siapa gadis yang tidur denganku semalam! Kalau tidak, aku akan membuangmu ke laut!” ancam Angga.
Seno lekas mengiyakan. Tanpa menunggu balasan dari sahabat sekaligus atasannya, Seno kabur. Jangan sampai Angga mematahkan seluruh tulangnya.
Angga masuk ke dalam kamar mandi. Guyuran air mulai menerpa tubuhnya. Perlahan ia mulai merasa rileks dan tenang.
Disaat yang sama, bayangan kejadian semalam mulai berdatangan. Suara lenguhan dan desahan itu berbisik manja. Yang mengejutkan adalah, bisa-bisanya ia terangsang hanya karena membayangkan kejadian semalam.
“Sial!” umpatnya saat menyadari jika harus menidurkan sesuatu yang terlanjur bangun. Cukup lama ia harus berjuang sampai mencapai puncak dengan usahanya sendiri.
“Setelah pergi begitu saja, dia masih saja menyusahkan!” geram Angga sembari memukul dinding kamar mandi.
Angga merasakan telapak tangannya yang dingin. Sangat berbeda dengan semalam di mana ia menyentuh sesuatu yang hangat, lembut dan kenyal. Kembali ia menatap kedua telapak tangannya lalu membaliknya. Refleks, 10 ujung jarinya bergerak seakan meremas sesuatu.
“Kalau begini terus aku bisa gila!” geram Angga sembari mengusak rambutnya.
Pikiran kotornya kembali berkelana. Ingatannya terasa jelas kala bibirnya mengecap sesuatu yang terasa lembut dan manis. Bukan permen tapi terasa seperti campuran buah. Aromanya pun samar masih teringat olehnya.
“Apa semalam aku benar-benar mencium bibirnya?” batin Angga sembari mengigit bibirnya sendiri.
Ia masih tak percaya menghabiskan malam panas dengan seorang gadis perawan. Ironisnya, ia merasa dicampakkan.
Angga bertekad akan mencari gadis itu sampai kapanpun. Satu hal yang ditakutkannya. Semalam, ia melakukannya tanpa pengaman.
Masalah tak berhenti disitu saja. Sang bunda terus membuat ponselnya berdering. Angga diminta kembali ke Indonesia hari ini juga.
***
Gadis yang beberapa waktu lalu turun dari bus itu hanya bisa melongo. Bagaimana tidak? Ia dilarang masuk ke dalam rumahnya sendiri.“Nggak bisa gitu dong, Tante! Ini rumahku, Tante sama Kak Tari yang numpang!” protes Lea.Wanita bertubuk semok itu tertawa sumbang. Dari mimik wajahnya, Lea sadar jika seseoran pasti sudah mempengaruhi pikiran tantenya. Karena itulah, tantenya mengambil tindakan tiba-tiba seperti ini.Ya Tuhan, kenapa Lea harus sesial ini? Ke mana keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia?“Aku akan mengembalikan rumah ini padamu asalkan, kau bisa membelinya dengan satu miliar,” ucap wanita itu menyeringai.Gadis yang baru saja kembali dari luar negri itu membelalak. “Satu miliar?! Tante sudah gila?!”“Tidak. Dari sudut mana aku terlihat gila?” balasnya mendelik kesal.“Tante, dari mana aku dapat uang satu miliar? Aku aja baru selesai wisuda. Belum punya kerja, nggak ada gaji. Lagian, rumah ini rumah peninggalan keluarga ibuku. Kenapa Tante merasa sebagai pemilik?” protes g
“Sepertinya kalian yang harus pergi! Aku baru saja menghubungi polisi!” teriak Lea dengan berani. Walau sebenarnya, ia berusaha mati-matian untuk mengumpulkan keberanian.Mereka berempat panik dan langsung kabur dengan mobil. Lea masih berteriak meminta tolong. Sayangnya, tak ada yang datang.Lea menghampiri laki-laki yang terbaring itu. Lea lega karena laki-laki itu masih hidup. Telunjuk pria itu mengarah ke pagar kontrakan Lea. Lea pikir, mungkin laki-laki itu juga tinggal di sana.Akan tetapi, tiba di teras kontrakan, laki-laki itu tidak sadarkan diri. Lea berteriak memanggil pemilik kontrakan. Namun, ia menyadari jika pintu pagar rumah sebelah tergembok dan tidak ada mobil di garasinya.Rumah itu ternyata kosong. Entah ke mana seluruh penghuni rumah dua lantai itu.Laki-laki itu benar-benar babak belur. Terdorong rasa iba, Lea membawa laki-laki itu masuk ke kamar kontrakannya. Kemudian mengobati lukanya dengan kotak P3K kecil yang kerap kali dibawanya.Lea menyerah saat berusaha m
“KTP dia nggak ada, Pak,” sahut Lea menyodorkan KTP miliknya. Ia sendiri sudah mencarinya tapi tidak menemukannya.Laki-laki yang berwajah lebam itu meringis merasakan denyutan di kepalanya. “Saya tidak tahu kenapa saya ada di sini,” ucap laki-laki itu.“Semalam dia dibegal, Pak. Terus pingsan di depan, saya cuma nolongin,” ujar Lea berharap mereka mau mengerti.“Nama kamu siapa?” tanya Pak RT membaca KTP Lea lalu menoleh pada laki-laki di sampingnya.“Saya Lea, Pak.”“Saya Ang- nama saya Tanu.”Meski sudah memberikan penjelasan, tatapan mereka pada Lea tak berubah. Beberapa pertanyaan diajukan oleh Pak RT pada Tanu. Akan tetapi, para warga seakan tak puas. Lebih tepatnya, tidak percaya.“Bohong, Pak RT! Semalam saya ke warung di samping gang. Saya lihat mereka jalan sambil pelukan. Mereka mesra-mesraan. Si cowoknya ini saya lihat cium kening ceweknya,” ucap seorang pria.“Bukan mesra-mesraan, Pak! Saya bantu dia berdiri. Jalannya aja sempoyongan habis dihajar empat orang!” bantah Lea
Wanita yang tubuhnya dipenuhi lemak turut berujar, “Untung bukan pemuda desa kita yang jadi korbannya.”Korban? Hellow? Rasanya Lea ingin menyumpal mulut mereka dengan bakso mercon level 1000.Nyinyir banget tahu nggak sih!Lea berusaha menulikan telinga. Meski ia menjelaskan hingga mulutnya berbusa, mereka tidak akan memahami dirinya. Mereka hanya akan percaya pada pendapat mereka sendiri.Bagaikan kotoran yang tak diharapkan. Lea dan Tanu diusir dari desa itu. Para warga di desa itu tidak sadar jika mereka baru saja mengusir pria yang memegang kendali atas mata pencaharian mereka.Saking sentimennya, para warga minta mereka menunggu bus di perbatasan desa. Mereka takut kehadiran Lea dan Tanu memberikan anak-anak mereka pengaruh buruk.Di halte yang penuh dengan tempelan wajah bakal calon anggota dewan dan kepala daerah. Lea dan suami dadakannya duduk berdampingan dengan tatapan lurus ke depan. Mereka baru saja melalui hal yang menggemparkan hidup tenang mereka berdua.“Lea, kamu asl
Lea pun tak berharap lebih. Karena pernikahan itu mendadak dan dibawah paksaan, mereka sepakat untuk membuat kontrak pernikahan. Angga berjanji, enam bulan kemudian ia akan kembali ke desa untuk menceraikan Lea dan memberikannya kompensasi.“Mas, aku lupa nama kamu siapa?” tanya Lea kikuk.“Tanu.”“Mas Tanu kerjaannya apa, sih? Kok sampai dibegal?”“Saya petani.”Lea melongo. “Jadi suamiku seorang petani?” batinnya. Kini ia bisa mengerti dari mana otot-otot itu berasal. Mungkin karena kesehariannya Tanu membajak ladang.Tak ingin Lea menaruh curiga, Tanu berujar, “Mungkin mereka tahu kalau saya baru saja jual hasil panen.”Lea terkesiap lalu bertanya, “Jadi hasil panennya Mas Tanu raib dibawa begal semua? Kalau kayak gitu, harus lapor polisi dong, Mas.”“Nggak semua hal harus dilaporkan sama polisi. Kamu jangan naif jadi orang. Kadang biaya pengurusan sebuah kasus, lebih besar dari nominal materi yang dicuri orang. Mending fokus melanjutkan apa yang bisa dikerjakan daripada berharap s
Beberapa jam yang lalu.“Pak, kita mampir dulu di barber shop,” pinta Angga pada supir keluarganya.“Iya, Aden. Mau di anterin ke barber shop mana, Den?” tanya pria paruh baya yang datang menjemputnya.“Yang mana aja yang kita lewati nanti,” sahut Angga.Seno tersentak dan menatap heran sahabatnya. “Lo yakin mau potong rambut?”“Hem!” sahut Angga malas.Melihat penampilan sahabatnya, Seno juga merasa jika Angga perlu potong rambut. Nyonya Hartanuwiguna bisa syok kena serangan jantung saat melihat putra bungsunya seperti brandalan.“Bapak yang sabar ya, kita lagi satu mobil sama harimau kutub. Dia semalam udah bermanuver di depan bidadari. Tapi bidadarinya pergi gitu aja. Bahkan, nggak niat kenalan dan minta kartu namanya. Makanya dia sensi,” ujar Seno pada supir keluarga Hartanuwiguna.Pria paruh baya itu hanya mengangguk sembari mengulum senyum. Kalau tertawa, bisa saja ia membuat seekor macan mengamuk. Jangan sampai pula ia kehilangan pekerjaan.Laki-laki bermata sipit itu melirik k
“Lea, ayo!” ajaknya sembari meraih koper istrinya.“Ke mana?” tanya Lea bingung.“Kita makan siang dulu. Setelah itu, kita ke terminal. Tadi kamu bilang mau ke Surabaya, ‘kan?” putus Tanu tanpa meminta pendapat Lea.Lea hanya mengangguk dan ikut naik ke mobil. Lumayan, bisa irit ongkos.Mata Lea bergerak mengedarkan pandangan. Dari dalam dashboard, Tanu mengambil sebuah buku. Kemudian membukanya seolah mencari sesuatu yang terselip di sana.“Ini kartu nama saya,” ucapnya sembari menyodorkan kartu kecil yang tampak mahal. “Simpan di dompet! Tulis juga nomor ponsel kamu di sini!”Tanu merobek kertas yang baru saja ditulisi Lea dan mengantonginya, lalu berkata, “Pak, kita makan siang di warung dekat terminal saja.”“Baiklah,” sahut pria yang sedang mengemudi.Tak butuh waktu lama, mereka tiba di sebuah rumah makan yang cukup ramai. Sembari menunggu pesanan makanan, pria pemilik mobil itu pamit sejenak. Meninggalkan Tanu dan Lea yang kembali canggung.“Mas beneran kenal bapak tadi?” tanya
Hasil kerjanya mendapatkan apresiasi yang cukup besar dari sang atasan. Hanya saja, Heru tak bisa benar-benar bahagia dengan hasil kerjanya selama menjalankan proyek terakhir. Bonus yang diharapkannya pun tak ia dapatkan.“Sayang!” seru Tari sembari berjalan menghampiri Heru.Kekasihnya itu tampak lesu. Sore ini mereka memang janjian untuk bertemu. Di sudut kafe tak jauh dari kantor, pasangan itu duduk bersama dengan sang wanita memberikan kecupan di pipi Heru.“Kamu kok gitu? Tumben kamu bete’ gini?” tanya Tari heran.Pasalnya, sejak mereka menjalin hubungan. Tak pernah sekalipun Heru mengabaikannya. Bahkan, kerap kali pacarnya ini yang nyosor duluan.“Proyek yang aku kerjain kemarin, diterima baik sama bos,” kata Heru.“Jadi Pak Seno senang dengan kinerja kamu? Bagus, dong! Itu artinya kamu bisa dapat bonus, ‘kan?” ucap Tari sumringah. Ini juga berarti, ia bisa kecipratan bonus itu.Heru lagi-lagi mengangguk lesu. “Iya, bonusnya dapet, tapi nggak sekarang.”“Maksudnya?” Tari tersent
“Jadi Lea hamil? Hamil anak kami?” batin Angga yang matanya berkaca-kaca. Baru saja ia kehilangan calon anaknya.“Innalillahi ...,” lirih Angga yang merasakan dinding lorong itu perlahan menyempit. Menghimpit tubuhnya yang kini terasa remuk.Tatapan mereka kini beralih pada Angga. Pria itu tampak lebih syok sampai nyaris tidak bisa berdiri dengan tegak. “Kamu kenapa tidak bilang kalau Lea hamil?” tanya Ivanka.Angga menggeleng pelan sembari berkata, “Aku tidak tahu.”Sang dokter mengangguk lalu berkata, “Kemungkinan besar, Ibu Lea juga belum menyadari kehamilannya. Usia kandungannya memang masih muda, baru memasuki minggu keempat atau usia satu bulan. Umumnya wanita hamil belum merasakan gejalanya. Pendarahan yang dialaminya tadi, membuat janinnya kekurangan oksigen. Ditambah dengan efek racun yang menyebar di area lukanya.”Sejam kemudian, Lea sudah dipindahkan ke ICU. Di sampingnya, Angga duduk meggenggam tangan istrinya.Hal yang tengah dirasakan pria itu sekarang adalah terguncang
Tangis Keysa tak juga berhenti. Bayi itu melihat Lea dibawa pergi oleh Angga meninggalkan dirinya. Panggilan mama yang mereka dengar dari Keysa bagaikan goresan sembilu. Bayi cantik itu seakan tahu bahwa mama angkatnya tidak sedang baik-baik saja.Sejak tadi Angga mondar-mandir di depan pintu ruang operasi. Kembali mendengar tangisan Keysa yang terbangun membuatnya lekas menghampiri Ivanka. Mereka baru saja tiba setelah proses pemeriksaaan awal.“Sini, sama papa, Sayang,” kata Angga mengambil alih Keysa.Belum ada satupun dari keluarga Angga yang beranjak. Seno, Putra dan asisten Gani yang saat inI bergerak untuk masalah penyerangan teradap Lea.Masih terngiang jelas teriakan Angga. Begitu menghampiri Lea yang tergeletak tak berdaya, Angga berteriak kencang. Ia tidak membolehkan siapapun keluar dari ballroom dan gedung kantor Tanufood sebelum diperiksa oleh staf keamanan dan pihak kepolisian.“Pappapa ...,” lirih Keysa.
Banyak yang mempertanyakan asal-usul dan latar belakang Lea. Mereka penasaran, Lea sebenarnya berasal dari keluarga mana? Namun, masalah itu seakan ditepis dengan prestasi risetnya.Sikapnya yang sopan dan berkelas. Kelembutannya pada cucu sang presdir. Ditambah lagi tatapan penuh cinta dan kekaguman dari Angga. Mereka mewajarkan jika seorang Gani Hartanuwiguna dan Ivanka menerima gadis itu sebagai menantunya.Setelah Lea naik ke panggung dan menerima trofi penghargaannya. Ia mengundang suaminya untuk menemani di panggung. Dengan polosnya Lea mengungkapkan jika kakinya lemas karena banyak pasang mata yang tertuju padanya.Setelah Lea, kini satu persatu karyawan berprestasi lainnya naik ke panggung. Mereka mendapatkan reward sesuai prestasi dan kinerja mereka. Termasuk Seno yang mewakili kerja sama antara Adecoagro dan Tanufood.“Congratulations!” ucap seseorang yang menghampiri Seno dengan membawa sebuah buket.Kehadiran model cantik itu nyatanya turut mencuri panggung. Apalagi meliha
Melihat penampilan Lea malam ini membuat Angga terpukau. Istri lugunya tidak tampak seperti gadis belia. Gaun dan riasannya menegaskan jika Lea adalah wanita dewasa.“Aku kelihatan aneh ya, Mas?” tanya Lea sambil memutar tubuhnya di depan Angga.“Apa Melati yang merekomendasikan penampilanmu malam ini?” tanya Angga.Lea mengangguk mantap sambil tersipu kala melihat senyum suaminya. “Sahabatmu layak dapat bonus.”“Bonus? Bonus apa?” tanya Lea penasaran.“Beasiswa pendidikan spesialis sepertinya bonus yang tidak akan dia tolak,” jawab Angga.Mata Lea kembali berbinar. Ia tahu bagaimana jatuh bangunnya Melati menanbung untuk bisa kuliah spesialis. “Beneran, Mas? Melati kalau denger langsung pasti bakalan joget-joget kayak member blackpink.”Angga mengangguk dan mengajak Lea keluar. Di ruang tamu sudah ada Seno dengan penampilannya yang paripurna. Tuxedo mewah menambah kadar ketampanannya. Begitu juga dengan Keysa yang tampak cantik di gendongannya.“Ayo, Papa, Mama, kita berangkat!” ucap
Sejak Melati menegaskan padanya untuk berhenti menyukainya, Juna pun mulai menjaga jarak. Bukan untuk menyerah, melainkan mencoba memberi Melati ruang. Tepatnya ruang rindu yang diharapkan Juna.Melati menikmati hidupnya seperti biasa. Namun, harus ia akui jika setiap kali tiba di rumah sakit, ada sesuatu yang hilang. Namun, ia justru mengira sesuau yang hilang itu adalah karena rasa kesepian setelah Lea memutuskan tinggal bersama suaminya.Mendapatkan undangan langsung dari CEO Tanufood untuk menghadiri acara penting perusahaan itu, tak Melati lewatkan. Pasalnya, Angga membocorkan sebuah rahasia penting tentang prestasi Lea. Karena itulah, sore ini Melati menyempatkan diri mampir ke pusat perbelanjaan untuk membelikan Lea hadiah.Saat mendapat pesan dari ayahnya, Melati setuju untuk duduk bersama. Ayahnya juga diundang dalam acara itu. Kali ini ia tidak ingin melewatkan kesempatan sejak ayahnya meminta maaf.Ayahnya memang sudah berjanji akan memberikannya keadilan. Keadilan yang bah
Ketidakhadiran Lea di kantor selama sebulan terakhir menghadirkan banyak tanya. Banyak rekan kerjanya di Tanufood yang penasaran ke mana Lea. Pasalnya, karyawan di tim Adecoagro juga mencarinya.“Aku heran loh, ke mana Lea sebenarnya? Masa anak Adecoagro malah nanya ke aku?” ungkap salah satu karyawan bagian quality control.“Apa jangan-jangan ... Lea dipecat? Anak Adecoagro bilang, Lea nggak ada di kantor pusat Adecoagro,” tambah rekan yang lain.Tatapan mereka beralih pada sang ketua tim. Bukankah pria itu harusnya tahu ke mana perginya sang bawahan?“Kayaknya Lea cuti panjang. Mungkin dia hamil. Soalnya saya tidak sengaja lihat dia di rumah sakit, keluar dari ruangan dokter spesialis kandungan,” jawab pria itu.“Hamil?” gumam mereka kompak mengernyit.“Kalian lupa? Lea kan pernah bilang kalau dia sudah menikah sama petani?”“Kasihan juga ya, jadi Lea. Padaha
Dari cerita Lea semalam, Angga tidak bisa menerka tujuan kedatangan kedua orang tuanya. Benarkaah hanya sekedar kangen Keysa? Akal sehat Angga mencoba menerima walau itu sulit.Namun, menyadari mereka datang ke rumahnya saat ia tidak berada di rumah. Bahkan tidak mengabarinya, membuat Angga menaruh curiga. Rasanya ada udang di balik batu.Sebelum ke kantor, Angga sengaja mampir ke rumah orang tuanya. Lebih baik bertanya langsung tujuan mereka datang ke rumahnya. Ia tidak yakin jika Lea berkata jujur sepenuhnya. Mungkin saja Lea sengaja menyembunyikan hal buruk dan hanya bercerita yang baik-baik saja.Mungkin saja Lea sengaja menyembunyikan sikap kasar orang tuanya. Ia cukup mengenal watak ayah dan bundanya. Keegoisan mereka bukanlah hal yang baru dalam hidupnya.“Tumben kamu pagi-pagi datang ke rumah?” tanya Ivanka terkejut bukan main.Ada apa dengan putra bungsunya ini? Gani sendiri sampai terheran-heran karena Angga datang tanpa kabar
Pagi ini, setelah Angga berangkat ke kantor, Lea kedatangan tamu. Tamu yang tak pernah ia duga akan datang saat suaminya tidak ada. Melihat keduanya dari layar monitor, Lea lekas membukakan pintu dan mempersilakan mereka masuk. “Apa kabar, Leana?” sapa Gani sembari tersenyum pada menantunya.“Kabar saya baik, Pak,” sahut Lea tersenyum dan mengangguk sopan. “Mari, sialakan masuk!”Gani dan Ivanka melangkah masuk ke dalam penthouse putranya. Ada beberapa perubahan posisi furnitur sejak terakhir kali mereka datang tahun lalu. Ruang tengah tampak dibiarkan lebih luas dan terdapat spot khusus area bermain Keysa.Tampak Keysa duduk di baby wakler. Suara ribut gemerincing terdengar dari mainan hiasan tempat duduk bayi itu. Namun, saat bayi itu melihat kedatangan nenek dan kakeknya, ia justru terdiam.Sepasang mata bulat dan jernih itu sedang memperhatikan dua sosok yang terasa asing di matanya. Begitu Lea membuka pagar pembatas area bermain Keysa, ia pun memanggil agar Keysa mendekat.“Mamm
"Saya tidak tahu detail apa masalah yang sudah kamu lakukan, Heru. Padahal, selama ini saya cukup mengapresiasi pekerjaan kamu. Saya sudah coba melobi Pak Seno untuk mempertimbangkan kembali keputusan pemecatan kamu. Tapi, Pak Seno bilang, kesalahan kamu cukup fatal sampai Pak Anggara sendiri selaku owner yang minta pemutusan hubungan kerja," jelas sang manajer.Heru mengangguk lesu. Sejak semalam, ia sudah bisa memprediksi hal ini. Namun, ia tidak menyangka akan terjadi secepat ini.Belum cukup 24 jam sejak bertemu Lea dan Pak Angga semalam di mall. Kini pria itu sudah memecatnya. Heru yakin jika Lea pasti sudah mengadukan dirinya pada pria itu."Sialan kamu Lea!" batin Heru."Satu hal lagi, Tari juga dipecat kemarin. Rekan-rekan di Adecoagro turut membuktikan kesalahannya dengan mengungkapkan kegiatan nepotisme yang dia lakukan," papar sang manajer.Pria itu tahu kalau Heru dan Tari menjalin hubungan. Dirinya ditolak oleh Tari karena Tari lebih menyukai Heru.Ucapan sang manajer mem