“KTP dia nggak ada, Pak,” sahut Lea menyodorkan KTP miliknya. Ia sendiri sudah mencarinya tapi tidak menemukannya.
Laki-laki yang berwajah lebam itu meringis merasakan denyutan di kepalanya. “Saya tidak tahu kenapa saya ada di sini,” ucap laki-laki itu.
“Semalam dia dibegal, Pak. Terus pingsan di depan, saya cuma nolongin,” ujar Lea berharap mereka mau mengerti.
“Nama kamu siapa?” tanya Pak RT membaca KTP Lea lalu menoleh pada laki-laki di sampingnya.
“Saya Lea, Pak.”
“Saya Ang- nama saya Tanu.”
Meski sudah memberikan penjelasan, tatapan mereka pada Lea tak berubah. Beberapa pertanyaan diajukan oleh Pak RT pada Tanu. Akan tetapi, para warga seakan tak puas. Lebih tepatnya, tidak percaya.
“Bohong, Pak RT! Semalam saya ke warung di samping gang. Saya lihat mereka jalan sambil pelukan. Mereka mesra-mesraan. Si cowoknya ini saya lihat cium kening ceweknya,” ucap seorang pria.
“Bukan mesra-mesraan, Pak! Saya bantu dia berdiri. Jalannya aja sempoyongan habis dihajar empat orang!” bantah Lea.
“Alasan aja kamu, Dek! Bilang aja, dia habis dipukulin bapakmu. Kalian di sini kumpul kebo karena kawin lari,” tambah warga lainnya.
Lea hanya bisa melongo. Sepertinya orang tadi berbakat jadi penulis novel. “Jujur aja, nanti kami panggilkan penghulu!” tambah yang lain.
“Mereka harus dinikahkan! Kalau tidak, desa kita bisa tercemar!” desak salah seorang warga.
“Nggak!” tolak Lea.
Seorang warga maju dan hendak melempari Lea dengan batu. Sejak tadi Lea sudah membuat mereka kesal. Akan tetapi, laki-laki di depan Pak RT langsung berdiri dan memeluknya.
Bugh!
Batu bata yang sedikit berlumut itu, mendarat tepat di punggung laki-laki yang mengaku sebagai Tanu. Laki-laki itu, meski samar, ia ingat jika gadis ini tidak berbohong dan benar menolongnya semalam.
“Hentikan!” pintanya. Suaranya serak tapi tetap tenang dan tegas.
“Lihat kan, mereka saling melindungi. Sudah jelas mereka bukan orang asing satu sama lain.”
“Mereka itu sudah jelas sepasang kekasih. Lihat ini!” ucap salah seorang warga yang mengambil isi paper bag di sudut kamar. “Ini jelas baju laki-laki.”
Lea menoleh dan mendapati hoodie jumper di tangan salah seorang warga. Pakaian itu sebenarnya hadiah untuk Heru. Tapi karena mereka putus, Lea tak jadi memberikannya.
Ingin dibuang, tapi sayang. Harganya juga lumayan mahal. Setidaknya bisa Lea jual kembali meski hanya bisa ditukar dengan sepasang sepatu brand lokal.
Rasanya kepala Lea mau meledak. Dari dua orang asing yang hanya menunjukkan rasa kemanusiaannya pada korban begal. Mendadak dirinya disangka sepasang kekasih yang bermesraan. Parahnya, dituding melakukan pelanggaran moral.
Sungguh ironis, bukan? Dirinya dipaksa menikah hanya karena ketahuan berduaan di dalam kamar.
Pak RT mengambil alih situasi. Tak ada pilihan lain, mereka harus mengikuti tuntutan warga. Kecuali, mereka mau dirajam dan diarak keliling desa.
Beberapa warga berusaha ingin menarik Lea keluar. Akan tetapi, Tanu mencoba menyembunyikan Lea di balik tubuhnya yang tinggi besar. Lea sendiri hanya setinggi bahunya.
Lea kembali tercengang. Tanu tiba-tiba mengiyakan tuntutan warga. Pernikahan yang dipaksakan itu, diambil dalam keadaan panik dan penuh tekanan.
“Kenapa aku nggak mati aja sekalian?” batin Lea yang merasa jika kedua kakinya lemas.
Tanu menggenggam tangan Lea. Lea ingin protes, tapi satu-satunya orang yang percaya dan mau melindunginya hanya Tanu. Apes sekali nasib mereka berdua.
Tak tersisa lagi ruang untuk memberikan penjelasan. Para warga bahkan mengancam akan memviralkan mereka berdua. Sungguh, Lea rasanya ingin tenggelam ke palung samudra.
Tuntutan pernikahan paksa untuk Lea dan Tanu terus menggema. Pak RT sendiri sudah berkali-kali menarik napas. Kalimat-kalimat hujatan mereka laksana sangkar yang menjerat.
Padahal, baik Lea maupun Tanu sama-sama tidak melakukan kesalahan. Dua anak manusia itu hanya terjebak di tempat asing. Diwaktu dan keadaan yang salah.
Di antara kerumunan warga yang heboh. Ada dua orang pria yang tersenyum. Mereka sumringah karena berhasil menghasut para warga.
Setelah ijab qabul itu terlaksana. Dua pria itu bergegas pergi. Mereka tiba di depan sebuah rumah dan menceritakan apa yang telah terjadi.
Wanita itu tersenyum genit. Kemudian, ia memberikan beberapa lembar uang merah. Setelah dua orang itu pergi, wanita itu cekikikan.
“Anak itu akan diusir dan tidak akan kembali ke desa ini lagi. Rumah ini akhirnya akan menjadi milikku,” gumamnya kembali tertawa puas.
Di kelilingi banyak warga, dua anak manusia yang belum saling mengenal itu melangsungkan prosesi ijab qabul. Prosesi sakral itu berlangsung di ruang tamu pemilik kontrakan.
“Bagaimana saksi? Sah?” tanya sang penghulu pada kepala RT dan kepala desa setempat.
“Sah,” ucap dua pria yang diminta menjadi saksi nikah itu sembari mengangguk.
“SAAAHHH!!!” seru para warga.
Beberapa warga mengangkat kedua tangan. Mereka melantunkan doa yang dimpin sang penghulu. Namun, tak sedikit di antara mereka hanya diam dan mencibir puas.
“Kasihan ya, Nengnya cuma dikasih mahar serebu perak,” celutuk salah satu wanita yang mengenakan daster. Senyumnya tampak mengejek.
“Siapa suruh jadi cewek ganjen,” komentar wanita lain yang sebaya dengannya.
“Saya minta maaf atas apa yang kamu alami hari ini. Terima kasih juga sudah menolong saya. Saya pasti akan menebusnya,” ucapnya dengan serius.
***
Wanita yang tubuhnya dipenuhi lemak turut berujar, “Untung bukan pemuda desa kita yang jadi korbannya.”Korban? Hellow? Rasanya Lea ingin menyumpal mulut mereka dengan bakso mercon level 1000.Nyinyir banget tahu nggak sih!Lea berusaha menulikan telinga. Meski ia menjelaskan hingga mulutnya berbusa, mereka tidak akan memahami dirinya. Mereka hanya akan percaya pada pendapat mereka sendiri.Bagaikan kotoran yang tak diharapkan. Lea dan Tanu diusir dari desa itu. Para warga di desa itu tidak sadar jika mereka baru saja mengusir pria yang memegang kendali atas mata pencaharian mereka.Saking sentimennya, para warga minta mereka menunggu bus di perbatasan desa. Mereka takut kehadiran Lea dan Tanu memberikan anak-anak mereka pengaruh buruk.Di halte yang penuh dengan tempelan wajah bakal calon anggota dewan dan kepala daerah. Lea dan suami dadakannya duduk berdampingan dengan tatapan lurus ke depan. Mereka baru saja melalui hal yang menggemparkan hidup tenang mereka berdua.“Lea, kamu asl
Lea pun tak berharap lebih. Karena pernikahan itu mendadak dan dibawah paksaan, mereka sepakat untuk membuat kontrak pernikahan. Angga berjanji, enam bulan kemudian ia akan kembali ke desa untuk menceraikan Lea dan memberikannya kompensasi.“Mas, aku lupa nama kamu siapa?” tanya Lea kikuk.“Tanu.”“Mas Tanu kerjaannya apa, sih? Kok sampai dibegal?”“Saya petani.”Lea melongo. “Jadi suamiku seorang petani?” batinnya. Kini ia bisa mengerti dari mana otot-otot itu berasal. Mungkin karena kesehariannya Tanu membajak ladang.Tak ingin Lea menaruh curiga, Tanu berujar, “Mungkin mereka tahu kalau saya baru saja jual hasil panen.”Lea terkesiap lalu bertanya, “Jadi hasil panennya Mas Tanu raib dibawa begal semua? Kalau kayak gitu, harus lapor polisi dong, Mas.”“Nggak semua hal harus dilaporkan sama polisi. Kamu jangan naif jadi orang. Kadang biaya pengurusan sebuah kasus, lebih besar dari nominal materi yang dicuri orang. Mending fokus melanjutkan apa yang bisa dikerjakan daripada berharap s
Beberapa jam yang lalu.“Pak, kita mampir dulu di barber shop,” pinta Angga pada supir keluarganya.“Iya, Aden. Mau di anterin ke barber shop mana, Den?” tanya pria paruh baya yang datang menjemputnya.“Yang mana aja yang kita lewati nanti,” sahut Angga.Seno tersentak dan menatap heran sahabatnya. “Lo yakin mau potong rambut?”“Hem!” sahut Angga malas.Melihat penampilan sahabatnya, Seno juga merasa jika Angga perlu potong rambut. Nyonya Hartanuwiguna bisa syok kena serangan jantung saat melihat putra bungsunya seperti brandalan.“Bapak yang sabar ya, kita lagi satu mobil sama harimau kutub. Dia semalam udah bermanuver di depan bidadari. Tapi bidadarinya pergi gitu aja. Bahkan, nggak niat kenalan dan minta kartu namanya. Makanya dia sensi,” ujar Seno pada supir keluarga Hartanuwiguna.Pria paruh baya itu hanya mengangguk sembari mengulum senyum. Kalau tertawa, bisa saja ia membuat seekor macan mengamuk. Jangan sampai pula ia kehilangan pekerjaan.Laki-laki bermata sipit itu melirik k
“Lea, ayo!” ajaknya sembari meraih koper istrinya.“Ke mana?” tanya Lea bingung.“Kita makan siang dulu. Setelah itu, kita ke terminal. Tadi kamu bilang mau ke Surabaya, ‘kan?” putus Tanu tanpa meminta pendapat Lea.Lea hanya mengangguk dan ikut naik ke mobil. Lumayan, bisa irit ongkos.Mata Lea bergerak mengedarkan pandangan. Dari dalam dashboard, Tanu mengambil sebuah buku. Kemudian membukanya seolah mencari sesuatu yang terselip di sana.“Ini kartu nama saya,” ucapnya sembari menyodorkan kartu kecil yang tampak mahal. “Simpan di dompet! Tulis juga nomor ponsel kamu di sini!”Tanu merobek kertas yang baru saja ditulisi Lea dan mengantonginya, lalu berkata, “Pak, kita makan siang di warung dekat terminal saja.”“Baiklah,” sahut pria yang sedang mengemudi.Tak butuh waktu lama, mereka tiba di sebuah rumah makan yang cukup ramai. Sembari menunggu pesanan makanan, pria pemilik mobil itu pamit sejenak. Meninggalkan Tanu dan Lea yang kembali canggung.“Mas beneran kenal bapak tadi?” tanya
Hasil kerjanya mendapatkan apresiasi yang cukup besar dari sang atasan. Hanya saja, Heru tak bisa benar-benar bahagia dengan hasil kerjanya selama menjalankan proyek terakhir. Bonus yang diharapkannya pun tak ia dapatkan.“Sayang!” seru Tari sembari berjalan menghampiri Heru.Kekasihnya itu tampak lesu. Sore ini mereka memang janjian untuk bertemu. Di sudut kafe tak jauh dari kantor, pasangan itu duduk bersama dengan sang wanita memberikan kecupan di pipi Heru.“Kamu kok gitu? Tumben kamu bete’ gini?” tanya Tari heran.Pasalnya, sejak mereka menjalin hubungan. Tak pernah sekalipun Heru mengabaikannya. Bahkan, kerap kali pacarnya ini yang nyosor duluan.“Proyek yang aku kerjain kemarin, diterima baik sama bos,” kata Heru.“Jadi Pak Seno senang dengan kinerja kamu? Bagus, dong! Itu artinya kamu bisa dapat bonus, ‘kan?” ucap Tari sumringah. Ini juga berarti, ia bisa kecipratan bonus itu.Heru lagi-lagi mengangguk lesu. “Iya, bonusnya dapet, tapi nggak sekarang.”“Maksudnya?” Tari tersent
“Tawaran itu kamu terima aja tanpa mikirin apapun lagi. Kamu itu pria hebat, Heru. Aku yakin kamu bisa makin bersinar di Tanufood. Aku bahkan nolak pria lain, karena aku yakin kamu yang layak. Aku yang akan berusaha keras buat dapat promosi juga, biar ditransfer ke sana. Okey?” bujuk Tari.“Tapi kalau begini, kita bakalan jarang ketemu, Sayang,” keluh Heru.Tari mengurai pelukan lalu tersenyum manis. Kemudian ia berbisik, “ Bagaimana kalau ... aku pindah ke apartemen kamu?”Walau terkejut, senyum Heru langsung merekah. Ia semakin yakin jika Tari mencintainya. Mereka juga bisa bersenang-senang sepuasnya.Tanpa Heru sadari jika, kekasihnya itu ingin menumpang hidup tanpa perlu mengeluarkan biaya sewa dan menghemat ongkos. Setiap berangkat dan pulang kerja, ia bisa minta Heru menjemputnya seperti biasa.“Sayang, pulang, yuk!” ajak Heru sambil mengusap lutut kekasihnya. Tatapannya yang tadi kosong berubah mendamba.“Pulang ke mana?” tanya Tari yang meraih minuman Heru.Tari belum sempat m
Heru dan wanita itu terkejut bukan main. Mereka berdua gelagapan karena mengira sedang kepergok anak kecil. Mereka sampai memperhatikan sosok itu punya bayangan atau tidak.“Hei, Anak Kecil! Jangan urusi urusan orang lain! Sana masuk saja dan ganggu kami!” usir Tari.“Dek, mending sana kamu pergi. Pacarku ini galak loh?” ujar Heru.Disaat yang sama, Tari kembali memeluk Heru dengan tatapan sengit. “Sayang, aku belum puas dipeluk kamu,” ucapnya bermanja.Lea mendadak mual. Bukannya pergi, kedua manusia tak tahu diri itu malah kembali bermesraan.Seakan tak peduli dengan kehadiran seseorang di dekat mereka. Heru justru mencumbu Tari. Suara tawa dan rengekan manja Tari, membuat Lea rasanya ingin memasukkan mereka berdua ke dalam tong sampah.Lea dengan sigap merogoh ponselnya. Ia tak ingin kehilangan kesempatan untuk memotret perselingkuhan Tari dan Heru. Merasa cukup, Lea kemudian bertepuk tangan.“Aish ... anak ini mengganggu saja!” geram Heru.“Makanya tadi aku bilang, mending kita mai
Heru mengusak rambutnya frustasi. Pasalnya, sebagian uang itu sudah habis ia gunakan bersenang-senang dengan Tari. Bahkan, beberapa saat lalu, ia baru saja membelikan Tari tas seharga 5 juta rupiah.“Lea, bisa 10 juta aja dulu? Nanti habis gajian aku transfer sisanya,” bujuk Heru.“Memangnya, duitku ke mana? Ah, habis lo pakai foya-foya sama dia? Kalian berdua mau gue laporin ke kantor polisi?!” ancam Lea lagi.Heru membuka mobilnya dan mengambil tas branded di dalam sana. Tari tampak tidak rela melepaskan tas impiannya. Lea benar-benar menahan murka dan ingin rasanya mencabik-cabik mereka berdua. Dugaannya ternyata benar.“Aku nggak mau tas modelan gitu! Kak Tari juga transfer sekarang juga! Paling nggak, tansfer senilai tas itu! Kalau tidak, aku lemparin mobil itu sampai hancur!” geram Lea.Heru membelalak dan tidak terima. Mobil barunya adalah kebanggannya. Membeli tas lagi bisa kapan-kapan saja.“Sayang, tf aja. Nanti akau ganti,” bujuk Heru pada Tari.Tari memberengut kesal bukan
“Jadi Lea hamil? Hamil anak kami?” batin Angga yang matanya berkaca-kaca. Baru saja ia kehilangan calon anaknya.“Innalillahi ...,” lirih Angga yang merasakan dinding lorong itu perlahan menyempit. Menghimpit tubuhnya yang kini terasa remuk.Tatapan mereka kini beralih pada Angga. Pria itu tampak lebih syok sampai nyaris tidak bisa berdiri dengan tegak. “Kamu kenapa tidak bilang kalau Lea hamil?” tanya Ivanka.Angga menggeleng pelan sembari berkata, “Aku tidak tahu.”Sang dokter mengangguk lalu berkata, “Kemungkinan besar, Ibu Lea juga belum menyadari kehamilannya. Usia kandungannya memang masih muda, baru memasuki minggu keempat atau usia satu bulan. Umumnya wanita hamil belum merasakan gejalanya. Pendarahan yang dialaminya tadi, membuat janinnya kekurangan oksigen. Ditambah dengan efek racun yang menyebar di area lukanya.”Sejam kemudian, Lea sudah dipindahkan ke ICU. Di sampingnya, Angga duduk meggenggam tangan istrinya.Hal yang tengah dirasakan pria itu sekarang adalah terguncang
Tangis Keysa tak juga berhenti. Bayi itu melihat Lea dibawa pergi oleh Angga meninggalkan dirinya. Panggilan mama yang mereka dengar dari Keysa bagaikan goresan sembilu. Bayi cantik itu seakan tahu bahwa mama angkatnya tidak sedang baik-baik saja.Sejak tadi Angga mondar-mandir di depan pintu ruang operasi. Kembali mendengar tangisan Keysa yang terbangun membuatnya lekas menghampiri Ivanka. Mereka baru saja tiba setelah proses pemeriksaaan awal.“Sini, sama papa, Sayang,” kata Angga mengambil alih Keysa.Belum ada satupun dari keluarga Angga yang beranjak. Seno, Putra dan asisten Gani yang saat inI bergerak untuk masalah penyerangan teradap Lea.Masih terngiang jelas teriakan Angga. Begitu menghampiri Lea yang tergeletak tak berdaya, Angga berteriak kencang. Ia tidak membolehkan siapapun keluar dari ballroom dan gedung kantor Tanufood sebelum diperiksa oleh staf keamanan dan pihak kepolisian.“Pappapa ...,” lirih Keysa.
Banyak yang mempertanyakan asal-usul dan latar belakang Lea. Mereka penasaran, Lea sebenarnya berasal dari keluarga mana? Namun, masalah itu seakan ditepis dengan prestasi risetnya.Sikapnya yang sopan dan berkelas. Kelembutannya pada cucu sang presdir. Ditambah lagi tatapan penuh cinta dan kekaguman dari Angga. Mereka mewajarkan jika seorang Gani Hartanuwiguna dan Ivanka menerima gadis itu sebagai menantunya.Setelah Lea naik ke panggung dan menerima trofi penghargaannya. Ia mengundang suaminya untuk menemani di panggung. Dengan polosnya Lea mengungkapkan jika kakinya lemas karena banyak pasang mata yang tertuju padanya.Setelah Lea, kini satu persatu karyawan berprestasi lainnya naik ke panggung. Mereka mendapatkan reward sesuai prestasi dan kinerja mereka. Termasuk Seno yang mewakili kerja sama antara Adecoagro dan Tanufood.“Congratulations!” ucap seseorang yang menghampiri Seno dengan membawa sebuah buket.Kehadiran model cantik itu nyatanya turut mencuri panggung. Apalagi meliha
Melihat penampilan Lea malam ini membuat Angga terpukau. Istri lugunya tidak tampak seperti gadis belia. Gaun dan riasannya menegaskan jika Lea adalah wanita dewasa.“Aku kelihatan aneh ya, Mas?” tanya Lea sambil memutar tubuhnya di depan Angga.“Apa Melati yang merekomendasikan penampilanmu malam ini?” tanya Angga.Lea mengangguk mantap sambil tersipu kala melihat senyum suaminya. “Sahabatmu layak dapat bonus.”“Bonus? Bonus apa?” tanya Lea penasaran.“Beasiswa pendidikan spesialis sepertinya bonus yang tidak akan dia tolak,” jawab Angga.Mata Lea kembali berbinar. Ia tahu bagaimana jatuh bangunnya Melati menanbung untuk bisa kuliah spesialis. “Beneran, Mas? Melati kalau denger langsung pasti bakalan joget-joget kayak member blackpink.”Angga mengangguk dan mengajak Lea keluar. Di ruang tamu sudah ada Seno dengan penampilannya yang paripurna. Tuxedo mewah menambah kadar ketampanannya. Begitu juga dengan Keysa yang tampak cantik di gendongannya.“Ayo, Papa, Mama, kita berangkat!” ucap
Sejak Melati menegaskan padanya untuk berhenti menyukainya, Juna pun mulai menjaga jarak. Bukan untuk menyerah, melainkan mencoba memberi Melati ruang. Tepatnya ruang rindu yang diharapkan Juna.Melati menikmati hidupnya seperti biasa. Namun, harus ia akui jika setiap kali tiba di rumah sakit, ada sesuatu yang hilang. Namun, ia justru mengira sesuau yang hilang itu adalah karena rasa kesepian setelah Lea memutuskan tinggal bersama suaminya.Mendapatkan undangan langsung dari CEO Tanufood untuk menghadiri acara penting perusahaan itu, tak Melati lewatkan. Pasalnya, Angga membocorkan sebuah rahasia penting tentang prestasi Lea. Karena itulah, sore ini Melati menyempatkan diri mampir ke pusat perbelanjaan untuk membelikan Lea hadiah.Saat mendapat pesan dari ayahnya, Melati setuju untuk duduk bersama. Ayahnya juga diundang dalam acara itu. Kali ini ia tidak ingin melewatkan kesempatan sejak ayahnya meminta maaf.Ayahnya memang sudah berjanji akan memberikannya keadilan. Keadilan yang bah
Ketidakhadiran Lea di kantor selama sebulan terakhir menghadirkan banyak tanya. Banyak rekan kerjanya di Tanufood yang penasaran ke mana Lea. Pasalnya, karyawan di tim Adecoagro juga mencarinya.“Aku heran loh, ke mana Lea sebenarnya? Masa anak Adecoagro malah nanya ke aku?” ungkap salah satu karyawan bagian quality control.“Apa jangan-jangan ... Lea dipecat? Anak Adecoagro bilang, Lea nggak ada di kantor pusat Adecoagro,” tambah rekan yang lain.Tatapan mereka beralih pada sang ketua tim. Bukankah pria itu harusnya tahu ke mana perginya sang bawahan?“Kayaknya Lea cuti panjang. Mungkin dia hamil. Soalnya saya tidak sengaja lihat dia di rumah sakit, keluar dari ruangan dokter spesialis kandungan,” jawab pria itu.“Hamil?” gumam mereka kompak mengernyit.“Kalian lupa? Lea kan pernah bilang kalau dia sudah menikah sama petani?”“Kasihan juga ya, jadi Lea. Padaha
Dari cerita Lea semalam, Angga tidak bisa menerka tujuan kedatangan kedua orang tuanya. Benarkaah hanya sekedar kangen Keysa? Akal sehat Angga mencoba menerima walau itu sulit.Namun, menyadari mereka datang ke rumahnya saat ia tidak berada di rumah. Bahkan tidak mengabarinya, membuat Angga menaruh curiga. Rasanya ada udang di balik batu.Sebelum ke kantor, Angga sengaja mampir ke rumah orang tuanya. Lebih baik bertanya langsung tujuan mereka datang ke rumahnya. Ia tidak yakin jika Lea berkata jujur sepenuhnya. Mungkin saja Lea sengaja menyembunyikan hal buruk dan hanya bercerita yang baik-baik saja.Mungkin saja Lea sengaja menyembunyikan sikap kasar orang tuanya. Ia cukup mengenal watak ayah dan bundanya. Keegoisan mereka bukanlah hal yang baru dalam hidupnya.“Tumben kamu pagi-pagi datang ke rumah?” tanya Ivanka terkejut bukan main.Ada apa dengan putra bungsunya ini? Gani sendiri sampai terheran-heran karena Angga datang tanpa kabar
Pagi ini, setelah Angga berangkat ke kantor, Lea kedatangan tamu. Tamu yang tak pernah ia duga akan datang saat suaminya tidak ada. Melihat keduanya dari layar monitor, Lea lekas membukakan pintu dan mempersilakan mereka masuk. “Apa kabar, Leana?” sapa Gani sembari tersenyum pada menantunya.“Kabar saya baik, Pak,” sahut Lea tersenyum dan mengangguk sopan. “Mari, sialakan masuk!”Gani dan Ivanka melangkah masuk ke dalam penthouse putranya. Ada beberapa perubahan posisi furnitur sejak terakhir kali mereka datang tahun lalu. Ruang tengah tampak dibiarkan lebih luas dan terdapat spot khusus area bermain Keysa.Tampak Keysa duduk di baby wakler. Suara ribut gemerincing terdengar dari mainan hiasan tempat duduk bayi itu. Namun, saat bayi itu melihat kedatangan nenek dan kakeknya, ia justru terdiam.Sepasang mata bulat dan jernih itu sedang memperhatikan dua sosok yang terasa asing di matanya. Begitu Lea membuka pagar pembatas area bermain Keysa, ia pun memanggil agar Keysa mendekat.“Mamm
"Saya tidak tahu detail apa masalah yang sudah kamu lakukan, Heru. Padahal, selama ini saya cukup mengapresiasi pekerjaan kamu. Saya sudah coba melobi Pak Seno untuk mempertimbangkan kembali keputusan pemecatan kamu. Tapi, Pak Seno bilang, kesalahan kamu cukup fatal sampai Pak Anggara sendiri selaku owner yang minta pemutusan hubungan kerja," jelas sang manajer.Heru mengangguk lesu. Sejak semalam, ia sudah bisa memprediksi hal ini. Namun, ia tidak menyangka akan terjadi secepat ini.Belum cukup 24 jam sejak bertemu Lea dan Pak Angga semalam di mall. Kini pria itu sudah memecatnya. Heru yakin jika Lea pasti sudah mengadukan dirinya pada pria itu."Sialan kamu Lea!" batin Heru."Satu hal lagi, Tari juga dipecat kemarin. Rekan-rekan di Adecoagro turut membuktikan kesalahannya dengan mengungkapkan kegiatan nepotisme yang dia lakukan," papar sang manajer.Pria itu tahu kalau Heru dan Tari menjalin hubungan. Dirinya ditolak oleh Tari karena Tari lebih menyukai Heru.Ucapan sang manajer mem