“Sudah jam berapa ini, Stefan masih belum bangun juga?”“Stefan sibuk kerja, Ma. Kalau malam dia selalu lembur atau ada acara dengan klien. Biarkan dia tidur lebih lama.”“Biasanya dia juga sibuk sampai tengah malam baru pulang. Besoknya dia tetap bangun pagi-pagi untuk jogging. Karena ada kamu, dia jadi malas. Olivia, kamu juga jangan terlalu manjakan Stefan. Nggak peduli pria atau perempuan, kalau sudah manja, yang sakit kita sendiri,” kata Dewi.“Ma, Mama bicara hal buruk tentang aku di belakangku, ya.”Stefan keluar dari kamar. Dia telah mengenakan kemeja dan celana panjang dengan rapi, yang membuatnya terlihat gagah dan menawan. Hanya saja, jasnya belum dipakai. Begitu juga dengan dasinya. Dia memegang kedua benda itu di tangannya.Dewi berdiri dan menghampiri Stefan, “Aku baru bilang kamu jadi malas, kamu sudah keluar. Untung saja aku nggak marahi kamu. Cuaca akhir-akhir ini sedikit lebih hangat. Tapi kalau pagi hari masih sangat dingin. Cepat pakai jasmu. Jangan sampai masuk ang
Kata-kata Stefan langsung menyulut amarah ibunya. “Siapa bilang jadi istri harus bangun pagi untuk buatkan sarapan buat kamu? Siapa bilang istri harus bersihkan rumah? Dia nggak harus lakukan semua itu. Dia nggak berutang apa pun padamu, sampai harus melayanimu setiap waktu. Stefan, kamu bilang papamu adalah panutanmu. Tapi pemikiranmu itu sangat jauh berbeda dari papamu.”“Cepat perbaiki itu. Apa yang kamu pelajari sampai jadi seperti ini? Perempuan mana yang menikah dengan keluarga kita nggak dimanjakan? Hanya kamu yang perlakukan Olivia seperti ART. Masih bilang sudah seharusnya lagi. Untung saja aku yang datang ke sini hari ini. Coba saja kalau nenekmu yang datang dan dengar kamu ngomong seperti itu. Dia pasti akan pukul kamu sampai babak belur dengan tongkat.”“Olivia, Olivia.” Usai memarahi putranya, Dewi memanggil Olivia yang sedang sibuk di dapur.Olivia segera keluar dari dapur dan bertanya, “Ada apa, Ma?”“Sini.”Dewi menyuruh menantunya untuk mendekat. Kemudian, dia melepas
Dewi yang merasa telah ditipu oleh putranya sendiri sengaja memperlakukan Olivia dengan baik saat sarapan. Hal itu membuat putranya cemburu dan berkata dengan wajah masam, “Ma, aku anak pungut, ya?”Dewi memicingkan matanya ke arah Stefan dan berkata, “Seperti inilah sikapku terhadap putri anak perempuan dan anak laki-laki.”Dewi ingin melihat apakah bocah tengik itu masih berani menipunya lagi.Stefan, “....”Selesai sarapan, Olivia mengantar Stefan ke bawah dulu.“Sebenarnya aku juga punya gaun. Nggak perlu beli yang baru.” Olivia berkata pada suaminya, “Harga gaun agak mahal. Jarang dipakai lagi. Paling setahun baru pakai sekali. Kalau beli ujung-ujungnya taruh di dalam lemari saja.”“Kalau aku jadi gemuk, nggak muat, rasanya sayang banget. Buang-buang uang saja. Aku rasa aku punya satu gaun saja sudah cukup. Nggak perlu sampai beli baru. Sebentar lagi Tahun Baru. Kita masih harus beli banyak barang. Pengeluaran semakin banyak. Kamu juga nggak bilang sama aku dulu. Sekarang Mama sud
Dewi ingin membuat menantunya menjadi perempuan paling mempesona dalam pesta tahunan perusahaan. Gaun yang dia pilih untuk Olivia adalah gaun paling indah. Untung saja Olivia memiliki aura yang bagus. Setiap kali dia mencoba gaun, kelebihan gaun itu bisa terlihat jelas.Dewi melihat Olivia yang sudah mengenakan gaun dan terlihat seperti orang yang berbeda. Dia pun berkata, “Oliv, auramu cukup bagus. Tapi kalau kamu mau belajar etiket, kamu pasti bisa jadi seperti perempuan kalangan atas.”“Ma, targetku hanya cari uang banyak-banyak dan beli rumah. Aku nggak tertarik jadi perempuan kalangan atas. Aku juga nggak bisa jadi seperti itu. Perempuan kalangan atas pasti memiliki latar belakang keluarga yang kuat. Sedangkan aku hanya seorang penjual buku yang mengandalkan kerja sama dengan sekolah untuk cari uang. Aku mana berani memikirkan hal-hal yang nggak mungkin jadi kenyataan.”“Stefan punya dua rumah ....”Dewi ingin bilang kalau Stefan punya banyak uang dan rumah.“Aku ingin beli rumah
Olivia dan Dewi masuk ke mobil dengan banyak kantong belanjaan besar dan kecil. Setelah itu, Olivia mengantar ibu mertuanya pulang dengan mobilnya.Olivia tidak menyadari ada sebuah mobil mewah berhenti tidak jauh darinya. Orang di dalam mobil menurunkan jendela mobil untuk melihat mobil Olivia yang sudah melaju pergi. Orang itu bertanya kepada menantunya yang duduk di sampingnya, “Tiara, salah satu dari dua perempuan tadi itu Oliv, kan?”Tiara mengangguk tegas, “Iya, itu Oliv.”“Perempuan yang bersama Oliv itu Dewi menantu keluarga Adhitama, kan? Ibunya Stefan.”Penglihatan Yuna masih sangat baik. Keluarga Adhitama dan keluarga Sanjaya tidak rukun. Dia dan Dewi juga akan saling berhadapan setiap kali bertemu. Jadi dia sangat familiar dengan Dewi.Tadi Dewi melihat keponakannya dan Dewi masuk ke mobil yang sama dari kejauhan. Oleh karena itu, dia segera meminta Tiara untuk berhenti dan melihat dengan jelas. Ternyata itu benar-benar Dewi. Mengapa Olivia bisa bersama Dewi?“Ma, orang itu
Dewi sangat jarang keluar untuk berbelanja. Kalau dia butuh sesuatu, dia tinggal telepon dan pihak toko akan mengantar barang sampai ke rumahnya. Hari ini dia baru pertama kali keluar dengan Olivia, tapi langsung dilihat oleh Yuna.Stefan bisa menipu Olivia, tapi tidak dengan Yuna. Olivia benar-benar tidak mengetahui hal ini. Setelah mendengar ucapan tantenya, dia pun berkata sambil tersenyum, “Tante, boleh tunggu sebentar, nggak? Sekarang aku lagi sama mama mertuaku. Aku mau antar mama mertuaku pulang ke rumah dulu.”“Ajak saja mama mertuamu. Lagi pula kami belum pernah bertemu, kan. Kebetulan bisa ajak mama mertuamu juga. Ayo sekalian, nanti kita makan bareng juga.”“Sebentar, Tante. Aku coba tanya dulu.”Olivia juga merasa sudah waktunya tantenya bertemu dengan ibu mertuanya. Karena sekarang tantenya menjadi pengganti kedua orang tuanya yang telah tiada.Dewi memperhatikan percakapan antara Yuna dan Olivia. Tanpa menunggu Olivia bertanya padanya, dia sudah berkata lebih dulu, “Oliv,
Yuna sama sekali tidak bicara di sepanjang perjalanan. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Tiara merasa sedikit khawatir ibu mertuanya akan melakukan sesuatu pada Olivia demi Amelia.Bagaimanapun, Olivia hanya keponakan Yuna. Hubungan mereka tidak begitu mendalam. Sudah jelas Yuna akan lebih memihak pada Amelia, putri kandungnya sendiri.Sesampainya di Sanjaya Group, Yuna langsung masuk ke gedung perkantoran. Tiara sengaja berjalan lebih lambat, lalu menelepon Aksa.“Aksa, Mama datang ke kantor. Sebentar lagi sampai di kantormu.”Aksa terdiam sejenak, lalu berkata, “Oke, aku tahu. Kamu nggak perlu khawatir. Mama marah pasti marah, tapi dia nggak akan melakukan apa pun.”Yuna mungkin akan merasa kalau Stefan tidak punya mata. Di nilai dari segala hal, Amelia sangat pantas untuk Stefan. Namun, Stefan tidak mencintainya, malah jatuh cinta dengan Olivia. Terlebih lagi Olivia sekarang adalah adik sepupu mereka. Kalau tidak ada hubungan ini ....Aksa juga tidak tahu apa yang akan mereka laku
“Belum. Kacang panjangnya harus dijemur dulu baru diasinkan.”Olivia tidak berani terlalu dekat. Terlalu pedas baginya. Dia memperhatikan sekeliling ruangan, tapi tidak menemukan Bi Lesti dan Russel. Dia pun bertanya, “Bi Lesti bawa Russel keluar, Kak?”“Iya. Russel nggak suka aroma pedas. Aku suruh Bi Lesti bawa dia jalan-jalan di luar. Nanti baru pulang untuk makan. Oliv, kamu datang di saat seperti ini, memangnya kamu nggak usah masak untuk Stefan? Kamu bilang kamu pergi cari gaun. Sudah beli gaunnya?”Olivia masuk ke dapur kecil di rumah kakaknya. Setelah melihat bahan-bahan, dia bertanya pada kakaknya dulu. Setelah itu, dia membantu mencuci sayuran dan memasak sambil berkata, “Sudah beli beberapa stel. Mama mertuaku bantu aku pilih. Seleranya bagus banget. Semua gaun yang dia pilih bagus-bagus.”Hanya saja harganya terlalu mahal. Olivia diam-diam bertanya pada karyawan toko harga beberapa gaun yang dibelikan ibu mertuanya itu. Kalau pakai uang tabungan Olivia, paling banyak hanya
Meski perjamuan malam ini menyimpan bahaya yang tersembunyi, Cakra tetap akan menemani Patricia terjun ke dalam jurang.“Tapi acara malam ini pasti bakal jadi pertumpahan darah. Kalian harus ikuti terus Felicia, biar aku yang jagain kalian,” kata Cakra. “Mama kalian nggak bakal membiarkan anak putri satu-satunya celaka. Makanya dia pasti sudah menyiapkan jalan keluar untuk Felicia. Kalian awasi terus Felicia, dijamin kalian pasti selamat.”“Pa, itu kan cuma dugaan saja. Kita ini juga anak kandung Mama. Kalau ada bahaya, masa iya Mama bakal sengaja minta kita datang ke sini? Papa mikirnya jangan terlalu mengada-ada.Mendengar itu, Cakra langsung memelototi anak sulungnya. “Kamu ini selalu saja membantah. Kalau saja kalain menurut apa kataku, malam ini kita semua sudah ada di kampung halamanku. Aku juga nggak perlu khawatir. Sekarang dinasihati baik-baik malah melawan. Mama kamu itu benci aku dan nggak pernah mau lihat wajahku, tapi tiba-tiba aku dipanggil untuk menginap di sini. Kamu pi
“Pa, kenapa?” Ivan menyuarakan pertanyaan yang ada di dalam benaknya.Dengan suara lirih Cakra menjawab, “Mama kamu mau mengundang yang dari Mambera untuk makan-makan di rumah ini. Kamu pikir itu hal yang baik? Kalaupun mama kalian mengadakan acara makan-makan itu dengan niat yang baik, mereka nggak akan berubah pikiran. Mereka datang murni dengan tujuan untuk balas dendam.”“Mereka juga cuma mencurigai Mama yang membunuh kepala keluarga Gatara sebelumnya, tapi mereka nggak punya buktinya,” kata Julio.Erwin mengangguk setuju. “Mereka semua orang-oran yang punya jabatan tinggi. Mereka nggak mungkin menuduh Mama tanpa bukti yang kuat, kecuali kalau mereka mau masuk penjara. Yang rugi juga mereka sendiri.”Ivan berkata, “Dengar-dengar, asistennya kepala keluarga sebelum Mama juga datang. Pak tua itu kuat juga bisa hidup sampai hampir seratus tahun. Dia termasuk satu-satunya orang yang masih hidup yang tahu tentang kejadian itu,” ujar Ivan.”Aku takutnya yang kita hadapi nggak semudah itu.
Patricia memang pilih kasih. Dia lebih menyayangi anak perempuan daripada anak laki-laki. Namun apa boleh buat, siapa suruh Ivan dan adik-adiknya terlahir di keluarga Gatara. Bahkan anak-anak perempuan mereka juga tidak pernah teralu dianggap. Yang Patricia anggap layak sebagai penerus keluarga Gatara di masa depan hanyalah anak perempuan yang lahir dari rahimnya Felicia.Andaikan Ivan tidak terlahir di keluarga Gatara dan harus mengandalkan Gatara Group untuk bertahan hidup, dia ingin menghancurkan perusahaan itu dan merombak tradisi keluarga yang tidak masuk akal.Keluarga lain di mana-mana menjadikan laki-laki sebagai kepala keluarga, tetapi di keluarga Gatara terbalik. Justru wanitalah yang menjadi kepala keluarga.“Pa, kira-kira Mama dan Felicia pergi ke mana pagi-pagi begini? Kalau cuma jalan-jalan rasanya terlalu pagi. Di luar kan dingin, apa mereka nggak takut?”Udara di luar tidak seperti di dalam ruangan yang nyaman karena terdapat penghangat ruangan. Meski di luar tidak trun
Meski disindir oleh ibunya, Felicia tetap tak goyah. Dia berkata, “Tentu saja aku perhatian sama mamaku sendiri. Mau sejahat apa pun, aku tetap bakal peduli.”“Memangnya aku apain kamu? Apa aku ada jahat sama kamu selama ini. Kalau kamu bukan anak kandungku, dari apa yang sudah kamu lakukan selama ini, punya sembilan nyawa pun nggak cukup.”“Iya, iya. Aku seharusnya berterima kasih karena karena aku masih dikasih hidup.”Mendengar itu, Patricia refleks mengangkat tangannya untuk memukul Felicia.“Waduh.”Felicia sengaja menjerit kesakitan, lalu menutup bagian bagian yang terpukul dan berjongkok di lantai. Patricia kaget melihatnya dan memelototinya. “Aku cuma mukul kamu pelan memangnya bikin tangan kamu patah? Dasar cengeng, begitu saja sampai teriak.”“Aduh … sakit! Sakit banget!” Alih-alih menanggapi ibunya, Felicia terus menjerit kesakitan sambil memegangi bagian tubuhnya yang tadi dipukul.Seketika Patricia terdiam untuk beberapa saat. Lalu dia berjongkok untuk memeriksa tangan Fel
“Vandi, menurut kamu, besok mamaku bakal apain aku? Apa dia bakal membiusku lagi? Atau bikin aku pingsan?”Vandi terdiam. Dia dapat memikirkan berbagai macam cara untuk membuat Felicia tak berdaya, tetapi dia tidak tahu cara mana yang akan Patricia gunakan. Felicia pun tidak menanya lebih jauh. Dia tahu ibunya suka berubah-ubah dan tidak mudah ditebak. Lagi pula Vandi bukan asistennya Patricia. Tidak mungkin dia langsung tahu apa saja yang Patricia rencanakan.“Sudah malam, kamu istirahatlah dulu. Aku juga sudah mau tidur.”Felicia mengirimkan pesan kepada Vandi untuk segera beristirahat. Dia meletakkan ponselnya di atas meja kecil samping kasur dan mematikan lampu kecil. Hanya saja, terlalu banyak hal yang mengusik hati Felicia, membuat dia kesulitan untuk tidur meski sudah berguling ke sana kemari cukup lama.Entah sudah berapa menit berlalu Felicia pun masih tidak bisa tidur, akhirnya dia pun duduk dan menyalakan lampu kecil, mengambil ponselnya dan melihat jam yang ternyata sudah m
Vandi menjawab, “Kalau diselidiki sekarang pun nggak akan dapat apa-apa, waktunya terlalu mepet. Bu Patricia sudah menyuruh pelayan rumah pergi ke rumah keluarga Arahan untuk mengantar undangannya supaya besok malam Bu Yuna dan yang lain datang. Dia juga mengundang beberapa anggota keluarga Gatara yang lain. Kurasa kalau Bu Patricia mau beraksi, pasti akan dia lakukan besok di pesta.”Undangan perjamuan yang Patricia adakan kali ini berbeda dengan yang pertama kali. Pertama kali dia mengundang Odelina, lalu Ricky dan Rika juga datang. Meski Patricia mau menghabisi Odelina dalam perjalanan sesuai dengan rencananya, sayang upaya itu gagal.Setelah itu, Patricia dan Odelina sempat beberapa kali bertemu, tetapi Patricia sudah tidak lagi mengundang Odelina ke rumah. Dalam perjuaman kali ini ada banyak yang datang dari Mambera. Yang datang semuanya adalah orang-orang kaya dan penting. Tanpa perlu ditanya pun sudah tahu kalau mereka datang bertujuan untuk memberi dukungan kepada Odelina.Alas
“Kalau ada waktu, Stefan juga suka baca-baca buku mengasuh anak supaya ada pengetahuan dasar untuk jadi papa.”Mulan tertawa, “Sama kayak Yose dulu.”Tak heran meski Stefan dan Yose jarang berhubungan, mereka saling percaya satu sama lain. Bisnis yang mereka jalani juga makin lama makin makmur. Mereka berdua adalah tipe orang yang serupa.Sekali lagi Olivia dan Mulan saling bertatapan dan bertukar senyum. Kebahagiaan mereka terpancar dengan sangat jelas melalui sorot mata. Baik itu Stefan atau Yose, mereka berdua adalah pria yang luar biasa, dan sama-sama bertanggung jawab sebagai kepala keluarga.Mereka begitu sibuk, tetapi tetap tidak melupakan keluarga dan anak istri. Mereka tetap bekerja keras menunaikan tanggung jawab sebagai ayah dan suami yang baik. Sebagai istri mereka berdua, Olivia dan Mulan merasa sangat bahagia. Pantas saja begitu banyak wanita lain di luar sana yang menambakan mereka.“Kamu juga cepat tidur, deh. Good night.”“Good night.”Setelah mengucapkan selamat malam
Dokter Panca mau Liam untuk menyalin tidak masalah, asal jangan terlalu banyak sehingga mengganggu waktu istirahat dan bermainnya. Sekarang sudah masuk musim liburan dan anak-anak seharusnya bisa bermain dengan gembira. Seiring dengan berjalannya usia, waktu untuk bersenang-senang akan makin berkurang. Studi dan karir menjadi prioritas, yang mana otomatis akan memotong waktu bermain.Dengan khawatir Liam bertanya, “Mama, apa Kakek Guru bakal dengar permintaan Mama? Dokter Kellin lagi nggak di rumah. Kalau Dokter Kellin yang ngomong pasti Kakek Guru mau dengar.”“Tenang saja, Dokter Panca pasti mau dengar,” kata Mulan dengan hangat. “Apa pun yang terjadi, kamu tetap anak Mama. Sekeras apa pun Dokter Panca, dia tetap harus mendengar pendapat dari orang tua murid. Sudah, tidur, gih. Besok pagi jangan lupa latihan. Habis sarapan, baru kamu lanjutkan tugas menyalinmu. Habis itu baru boleh main sama Russel. Sorenya juga sama, habis tidur siang, kerjain dulu tugasmu selama satu jam, baru sisa
Orang lain tidak pernah ada yang mengatakannya terang-terangan, dan Olivia juga anggap saja tida tahu apa-apa. Toh makin bahagia hidupnya, orang lain yang makin iri padanya.“... Sayang, sudah malam, nih. Kamu cepat tidur, deh. Kamu mungkin belum mau tidur, tapi anak kita sudah mau,” kata Stefan. Dia buru-buru mengganti topik obrolan dan membujuk istrinya untuk segera tidur. Namun di satu sisi, dia belum ingin menyudahi percakapannya dengan istri tercinta. Namun akhirnya Olivia-lah yang mengakhiri pembicaraan mereka.Setelah meletakkan ponselnya, Olivia mengelus perutnya sambil berkata kepada anak yang masih di dalam perutnya itu, “Sayang, Papa nggak mau jujur sama Mama. Walaupun maksudnya baik, dia tetap saja berbohong.”Setelah keheningan sesaat, Olivia berkata lagi, “Tapi kita nggak boleh nyalahin Papa. Dia berbohong demi kebaikan kita. Sekarang Mama nggak boleh gegabah karena harus menjaga kamu. Semua orang yang sayang sama kamu nggak mau Mama kenapa-napa. Sayang, menurut kamu, Pap