“Hai, Russel!”Rita masuk ke dalam toko dengan senyum merekah. Dia mengambil sebuah mainan dari tasnya, kemudian berkata pada Russel, “Russel, lihat Nenek beliin mainan, nih.”“Nenek.”Russel tidak mengerti apa yang terjadi di antara para orang dewasa di sekitarnya. Dia tetap berinteraksi dengan normal kepada semuanya. Odelina dendam dan benci kepada keluarga Pamungkas. Namun, setelah bercerai, dia sudah lebih legawa. Selama keluarga Pamungkas tak cari masalah dengannya, Odelina sudah lebih tenang saat berhadapan dengan mereka. Odelina tidak mengatakan sesuatu yang buruk tentang keluarga mantan suaminya di depan Russel. Bagaimanapun, Roni Pamungkas adalah ayah kandung Russel. Odelina menurunkan Russel dari gendongannya. Rita mendekat kemudian berjongkok di depan Russel. Dia memberikan mainan yang dibawanya kepada Russel, sambil hendak mengambil mainan kincir angin yang diberikan Daniel tadi. Rita merasa terancam. Dia merasa Daniel sedang ingin masuk ke dalam hidup Odelina melalui R
“Resepsinya mau di Mambera Hotel. Berapa coba harganya? Biaya resepsi juga harus dari kami. Ini sih bukan mantu namanya, dirampok,” Rita mengeluh, “Masalahnya ‘kan dia nggak bisa bertelur emas,” lanjutnya. Odelina mengambil lap, kemudian mengelap meja. Odelina hanya mendengarkan begitu saja keluhan Rita, tidak menanggapi. Mantan mertuanya ini berani membicarakan Yenny di depan Odelina hanya karena Yenny meminta banyak uang ke keluarga Pamungkas. Jika saja Yenny sama bodohnya dengan Odelina dulu yang berinisiatif mengeluarkan uang untuk biaya renovasi, tidak meminta seserahan, dll, mungkin sekarang mantan mertuanya itu akan datang untuk pamer. Pamer bahwa Roni bisa mendapatkan istri yang lebih cantik dan muda setelah bercerai dengan Odelina. Mungkin mantan mertuanya itu juga akan menyindir Odelina yang gemuk dan jelek, juga tidak ada yang mau padanya setelah bercerai dengan Roni. “Odelina, kamu ngirit banget ya akhir-akhir ini? Makannya dikit? Kok Mama lihat kamu kurusan.” Rita men
“Odel, aku pulang dulu, ya. Lain waktu tengok Russel dan kamu lagi.” Setelah mengatakan kalimat itu, Rita segera pergi. Olivia menggendong Russel sambil mengikuti Rita. Setelah memastikan Rita menaiki taksi online, Olivia mencibir, “Dulu kayaknya nggak pernah tuh dia inisiatif jenguk Russel. Ngapain sekarang dia pura-pura jadi nenek yang baik?”Saat melihat mainan yang diberikan Rita pada Russel, Olivia mengambilnya kemudian bertanya, “Russel, kamu suka nggak mainan ini?”“Nggak suka.” Russel menggelengkan kepala, kemudian meneruskan, “Aku udah punya banyak banget mainan mobilan.” Semua mobil mainannya bahkan bisa jalan sendiri. Sedangkan mainan yang neneknya berikan tidak bisa. “Buang aja gimana?” tanya Olivia. Russel tampak berpikir sejenak lalu berkata, “Kasih buat Kak Aiden aja.”Russel berpikir jika Kak Aiden sudah punya mainan mobilan, dia tidak akan lagi merebut mainan Russel. “Russel, Kak Aiden sudah nggak akan rebut mainan Russel lagi, kok. Mainan mobilan ini kalau Russel n
Olivia berkata, “Wajar sih Kak kalau sekarang nggak kepikiran. Maksudku suatu saat nanti. Kakak ‘kan masih muda. Nggak mungkin gini terus selamanya, ‘kan?”“Memangnya kenapa? Kakak merasa sekarang enak, kok. Nggak perlu ngurusin laki-laki, nggak perlu musingin hubungan sama mertua. Mau ngapain, tinggal kerjain. Mau pakai uang gimana pun, bebas.” Setelah mendapatkan kembali kebebasannya, barulah Odelina mengerti mengapa belakangan semakin banyak wanita yang tidak ingin menikah.Olivia diam.“Oliv, nggak perlu khawatirkan Kakak. Kakak begini sekarang baik-baik aja, kok. Memangnya kamu nggak merasa Kakak jadi lebih bahagia setelah cerai?”Olivia mengangguk. “Kamu juga pasti berharap Kakak terus bahagia kayak sekarang, ‘kan?”“Tentu dong, Kak.” Olivia buru-buru menanggapi.“Kalau begitu jangan bahas tentang menikah-menikah lagi sama Kakak, ya. Aku baru saja bebas dari lautan pahit pernikahan, lho. Tapi Oliv, kamu juga nggak perlu takut sama pernikahan. Pernikahanmu dan pernikahan Kakak n
“Stefan juga punya vila atas namanya. Lokasinya ada di kawasan vila mewah. Vilanya gede banget. Halaman depan dan belakangnya luas. Pemandangan di sana juga bagus. Aku sudah cari tahu, harga vila di daerah itu paling nggak sampai puluhan miliar, lho.”Odelina masih diam. “Stefan bilang pendapatan tahunannya miliaran, biasanya juga nggak begitu ada pengeluaran, jadi dia punya banyak simpanan uang terus beli vila itu. Tapi masih kredit.”“Berapa cicilannya?” Odelina bertanya.“Aku nggak tanya, sih. Itu kan propertinya. Berapa pun cicilannya, itu urusan dia. Besok-besok kalau misalnya hubungan kami nggak bisa diteruskan, ya aku nggak akan minta vila itu.”“Ih, cepet telan ludah, bicara yang baik sekali lagi. Apanya yang nggak bisa diteruskan. Kamu dan Stefan baru saja mulai. Kalian harus baik-baik. Jangan kayak Kakak.” Odelina tidak ingin mendengar Olivia mengatakan hal buruk seperti itu. Pernikahannya sendiri memang gagal. Namun, Odelina sangat berharap adiknya dan Stefan
“Stefan sudah kembali dari perjalanan bisnis. Kalau kamu sempat, bawa dia datang ke sini kenalin ke Tante.”Odelina mengubah topik pembicaraan. Dia tidak tahu apakah Stefan memiliki hubungan dengan keluarga Adhitama. Namun, Yuna adalah nyonya keluarga Sanjaya. Yuna pasti pernah bertemu dengan tuan muda keluarga Adhitama. Asalkan Olivia membawa Stefan menemui Yuna, maka mereka semua akan tahu apakah Stefan telah menipu Olivia tentang identitasnya. Bi Lesti sedang mendengarkan dengan serius. Dalam hati dia berpikir dia harus mengingatkan Stefan ketika dia pulang ke rumah nanti malam. Lebih baik Stefan mengaku pada Olivia secepat mungkin.“Stefan bilang lewat Tahun Baru dia baru sempat. Dia akhir-akhir ini sibuk banget. Sebentar lagi dia juga akan mengadakan pesta tahunan perusahaan.”“Di perusahaan mereka boleh bawa keluarga ke pesta tahunan perusahaan, nggak? Stefan ajak kamu, nggak?”Olivia tidak pernah bekerja di perusahaan, jadi dia tidak tahu apa-apa. Namun, Odelina tahu jelas. Dia
Olivia mengerti Amelia sulit untuk membuang perasaannya pada Tuan Muda Adhitama sekaligus dalam sekejap. Amelia sendiri sudah lama tidak mengganggu pria itu. Sekarang dia datang ke sini mungkin karena dia ingin melihat pria itu secara diam-diam.Mencintai seseorang yang tidak bisa dicintai dan dimiliki adalah sesuatu yang sangat menyakitkan.“Dulu aku pernah minum teh susu di sini beberapa kali. Aku rasa teh susu dan dessert di toko ini enak. Jadi aku datang ke sini lagi. Tapi sekarang rasanya biasa saja.”Amelia berbicara dengan sangat santai. Seolah-olah dia benar-benar datang untuk minum teh susu. Dia memang pernah minum teh susu di toko itu sebelumnya. Dulu, dia merasa minuman dan makanan di sana enak. Mungkin karena dia sedang menunggu seseorang.Sekarang Amelia merasa minuman di sana rasanya biasa saja. Karena dia tidak punya siapa-siapa lagi untuk ditunggu.“Kamu datang ke sini untuk jemput suamimu pulang kerja? Dia sudah kembali dari perjalanan bisnis. Kapan kamu bawa dia ke ru
Amelia mengemudikan mobilnya dengan sangat cepat. Dia awalnya berada di belakang Jonas. Begitu menginjak habis pedal gasnya, mobilnya segera melewati rombongan Jonas. Namun tidak disangka, belum dua menit, mobilnya tiba-tiba berhenti.Ternyata bannya bocor. Mau tidak mau Amelia harus segera menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Kemudian, dia turun dari mobil untuk memeriksa bannya.Kenapa bisa tiba-tiba bocor? Pada saat Amelia turun dari mobil, Jonas yang ketinggalan di belakang langsung mengenali sosok Amelia. Sopir Jonas juga mengenali Amelia. Amelia pun meninggalkan kesan mendalam di hati sopir itu.“Berhenti.” Jonas meminta sopir untuk berhenti. Sopir pun cepat-cepat menepi dan berhenti, tepat di sebelah mobil Amelia.“Coba tanyakan pada Bu Amelia ada apa,” perintah Jonas kepada sopirnya.Amelia bisa muncul di sini kemungkinan besar demi Stefan. Jonas sudah lama tinggal di Kota Mambera. Oleh karena itu, dia tahu kalau Amelia pernah mengejar Stefan. Sekarang Stefan telah mengumumk
Ternyata Yohanna mau keluar kota. Ronny pun menjawab dengan hormat, “Baik, Bu.”Saat ini, Jaka tiba-tiba bertanya, “Bu Yohanna mau keluar kota, nggak bawa Ronny?”Yohanna begitu pilih-pilih makanan. Saat berada di luar kota, sulit baginya untuk menemukan makanan yang bisa dia makan. Lebih baik kalau dia membawa koki pribadinya. Dulu, Yohanna jarang dinas ke luar kota.Yohanna terdiam. Sementara itu, Ronny membersihkan meja tanpa bersuara. Dalam hati justru berkata, “Dia begitu pemilih. Kalau bepergian jauh, dia pasti kelaparan terus.”Setelah berpikir selama beberapa menit dan mempertimbangkan perutnya, Yohanna baru berkata dengan suara pelan, “Kalau begitu, Ronny, kamu pulang dan siap-siap. Jam lima sore kamu datang ke sini lagi. Ikut aku ke luar kota. Pak Jaka, jangan beritahu siapa pun selain keluargaku soal Ronny ikut aku keluar kota.”Yohanna takut kalau orang lain tahu dia ke luar kota dengan membawa koki pribadi muda, mereka akan bicara ini-itu dan membuat segala macam rumor. Se
Dulu Fendi sering menindas Dira, sehingga Dira sering berkelahi dengannya. Setelah dewasa, meskipun tidak berkelahi lagi, Dira sebisa mungkin menghindar jika seseorang membahas Fendi.Dira benar-benar membenci mata Fendi. Pria itu selalu menatap Dira sambil tersenyum. Bagi yang tidak tahu akan mengira Fendi menyukainya.“Baiklah,” kata Dira dengan enggan.“Balik ke kantormu sana. Istirahat dulu, nanti sore ada rapat.”Yohanna mengambil kotak dessert dan menjejalkannya ke tangan Dira, lalu berkata, “Kalau Fendi berani ganggu kamu, tunggu aku pulang, aku akan bantu kamu balas dia.”“Sekarang dia nggak akan kelahi denganku. Sekalipun dia main tangan, aku juga nggak takut. Aku nggak pernah kalah saat kelahi dengannya.”Begitu teringat Dira yang dulu suka menggila, Yohanna sengaja memasang raut wajah cemas. “Kamu tangguh begitu, gimana mau nikah? Bikin orang cemas saja.”Dira spontan memasang wajah cemberut. “Aku hanya tangguh di depan Fendi. Di depan orang lain, aku tetap perempuan yang ba
Apalagi Ronny sudah bilang kalau dia memiliki bisnisnya sendiri. Ronny punya beberapa perusahaan. Ditambah lagi auranya, penampilannya, tutur katanya membuat orang langsung tahu kalau Ronny bukan dari keluarga biasa. Wajar saja kalau orang tua Yohanna berpikir macam-macam.Orang tua Yohanna tidak ingin Yohanna menikah dengan pria dari kota lain dan pindah ke tempat yang jauh dari rumah. Yohanna sendiri juga tidak mau. Namun dalam kondisi terdesak, bisa saja orang tua Yohanna akan meminta Ronny untuk pindah ke Kota Aldimo.“Nggak. Mana mungkin Om dan Tante suruh aku ngomong begini? Ronny baru kerja dua hari. Semua orang belum terlalu kenal dia,” jawab Dira sambil tertawa pelan. “Malam hari kalau lagi nggak bisa tidur, biasanya aku baca novel. Makanya aku jadi lebih sensitif. Aku sering bayangkan diri sendiri masuk ke dalam alur novel.”“Kamu nggak bisa tidur? Itu artinya kamu kurang sibuk. Kamu follow up proyek dengan Banjaya saja,” kata Yohanna.“Kak, aku nggak mau proyek itu. Penanggu
“Kak Yohanna bahkan nggak perlu olahraga. Bentuk badanmu tetap standar model, karena kurang makan.”Kalau Yohanna merasa makanan itu tidak enak, dia lebih memilih kelaparan. Dia sering tidak makan, tekanan pekerjaan juga besar. Tidak heran kalau dia tidak bisa gemuk.“Ronny buat Kakak makan dengan nyaman. Bukankah itu perhatian? Aku nggak bisa bilang dessert yang dia siapkan adalah dessert kesukaan Kakak. Itu karena Kakak nggak ada dessert favorit. Tapi yang dia siapkan adalah makanan yang bisa Kakak makan.”“Aku sudah bandingkan. Dessert untuk aku ini kesannya lebih asal-asalan. Tentu saja, makanan yang dia buat sangat cantik dan rasanya juga enak. Tapi tetap saja bisa dilihat mana yang benar-benar dia siapkan dengan sepenuh hati. Selama dua hari ini, kita jadi punya lebih banyak waktu untuk istirahat. Sore Kakak jadi nggak perlu minum terlalu banyak kopi.”“Dira, aku benar-benar curiga kamu sudah disuap Ronny. Apa motifnya dengan suruh kamu ngomong hal-hal baik tentangnya di depanku?
“Bu Dira.”Ronny dan Jaka berdiri di depan pintu kantor. Begitu pintu terbuka, kedua orang itu menyapa Dira dengan hormat. Saat ini, baru waktunya pulang kerja. Sekretaris juga siap-siap turun untuk makan malam.Ronni meminjam dapur perusahaan untuk menyiapkan makan siang untuk Yohanna. Ronny juga mengontrol waktunya dengan baik. Beberapa menit sebelum jam pulang kerja, dia sudah mengantar makanan buatannya ke lantai atas. Dengan begitu, dia bisa menghindari karyawan lainnya dengan sempurna. Selain itu, dia juga tidak akan menyita waktu kerja Yohanna.Butuh beberapa menit bagi Ronny dan Jaka untuk pergi dari kantin perusahaan ke gedung kantor, lalu naik lift menuju lantai paling atas.“Pak Jaka, Ronny, kalian sudah datang.”Dira minggir ke samping agar kedua pria itu bisa masuk. “Kami baru saja pulang kerja,” kata Dira.Jaka dan Ronny masuk ke kantor. “Bu Yohanna.”Keduanya menyapa Yohanna dengan sopan, lalu berjalan ke sofa dan meletakkan kotak bekal di atas meja. Kemudian, mereka mem
Melihat sang kakak tersenyum seperti itu, Dira pun tahu kalau Yohanna salah paham padanya lagi. Dira bahkan sudah malas mau menjelaskan. Dira sudah bilang kalau dia hanya menyukai makanan yang dibuat Ronny, baik itu makanan berat maupun makanan ringan seperti dessert. Semuanya sangat sesuai dengan selera Dira.Tidak hanya Dira yang merasa enak. Yohanna juga tidak pernah mengomentari makanan buatan Ronny. Pokoknya selama dua hari sejak Ronny yang memasak, Yohanna tidak menemukan kekurangan apa pun pada masakan Ronny.“Masakan yang dibuat Ronny nggak berubah, tapi rasa masakannya begitu sempurna, buat orang nggak bisa cari kekurangannya. Dia seumuran aku, tapi dia punya pencapaian luar biasa dalam memasak. Harus kuakui, dia memang berbakat. Selain itu, dia juga sangat niat mempelajari resep.”Yohanna yang jarang memberikan pujian kini memuji Ronny dan mengakui keterampilan memasak pria itu.“Pak Jaka bilang koper yang dibawa Ronny hanya isi sedikit pakaian. Sisanya buku resep berbagai ma
Benar saja, bakat dan hobi itu sangat penting. Ronny terjun ke industri kuliner, penjualannya pasti sangat bagus. Untungnya, bisnis Ronny berada di Kota Mambera, sangat jauh dari mereka sehingga tidak memengaruhi bisnis keluarga mereka.Jika tidak, dengan pesaing kuat seperti Ronny, keluarga Pangestu yang juga berkecimpung di industri kuliner pasti akan gagal. “Mau turunkan badan susah, kalau mau gemuk sangat gampang.”Yohanna melihat jam. Memang sudah waktunya pulang kerja. Dia pun mematikan komputer dan berkata kepada Dira, “Semakin lama kamu semakin jadi seperti tukang makan.”“Yang penting bisa makan makanan terenak di dunia setiap hari. Mau sebut aku tukang makan juga nggak apa-apa. Setiap orang perlu makan. Manusia mana yang nggak makan? Orang yang nggak makan dan nggak minum baru bukan tukang makan.”Dira bicara sambil melihat jam. “Pak Jaka dan Ronny sebentar lagi sampai.”Yohanna tidak pulang saat makan siang, karena waktu terlalu mepet. Kadang-kadang dia pergi hotel keluarga
“Kamu nggak beritahu aku kalau kamu pulang lebih awal. Kalau aku nggak datang ke sin, aku bahkan nggak tahu kamu sudah pergi,” ujar Olivia.Katarina tertawa pelan. “Aku yang salah. Aku pikir kamu pasti sangat sibuk. Hari ini suhu Kota Mambera turun drastis. Ditambah hujan pula. Aku nggak mau buat kamu bolak-balik ke sana-sini.”Katarina melihat perut Olivia. Olivia memakai mantel tebal, tidak terlihat perutnya yang sudah membuncit.“Apalagi kamu lagi hamil.”“Tunggu aku sudah melahirkan, aku akan pergi ke Kota Harsa cari kamu.”“Oke, nanti aku akan traktir kamu semua makanan khas Kota Harsa. Nggak kalah dari makanan khas Kota Mambera, loh.”“Janji, ya. Kamu lagi buru-buru? Aku bawa sedikit barang untuk kamu. Sebenarnya bukan dari aku. Samuel yang minta aku antar ke sini. Dia siapkan banyak barang khas Kota Mambera untuk kamu. Katanya sebagai permintaan maaf padamu,” kata Olivia.Katarina terdiam sejenak. “Barangnya banyak?”“Lumayan banyak. Kamu mungkin nggak sanggup bawa sendiri. Kala
Olivia makan seadanya. Setelah itu dia pergi dengan mobil menuju ke perusahaan. Sampai di perusahaan dan masuk ke kantornya, Olivia pun melihat banyak hadiah.“Pak Samuel bilang dia belikan semuanya untuk Bu Katarina dan minta Bu Olivia bantu serahkan ke Bu Katarina. Anggap saja ini permintaan maaf darinya kepada Bu Katarina,” kata Devina.Devina sangat penasaran, ingin tahu gosip tentang Samuel. Namun, kalau Olivia tidak beritahu, dia juga tidak akan bertanya.“Kenapa dia nggak kasih sendiri?”Olivia melihat sekilas tumpukan hadiah di depannya. Banyak di antaranya merupakan produk khas Kota mambera. Semua barang yang ingin Olivia belikan untuk Katarina sudah dibelikan Samuel. Dengan begitu, Olivia pun tidak perlu repot-repot lagi.“Pak Samuel nggak bilang.”“Oke, aku mengerti. Kamu lanjut kerja saja.”Olivia berjalan ke mejanya, lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya untuk menelepon Samuel. Samuel mengangkat telepon dengan cepat. Di telepon, pria itu kembali meminta tolong pada kakak ip