Setelah Tiara membawa Olivia mengelilingi rumahnya, dia mencari alasan dan ingin masuk ke rumah untuk istirahat.“Kakak kembali saja duluan, aku duduk di sini untuk menikmati pemandangan sebentar.”Olivia belum ingin masuk ke dalam rumah karena dia lebih suka melihat pemandangan di balkon dibandingkan kemewahan di dalam sana. Dia bahkan melihat sebuah kebun sayur kecil yang sepertinya milik tantenya.Memang benar Yuna merupakan istri dari orang kaya, tetapi dia dulu besar di panti asuhan. Yuna pernah melewati kehidupan sulit di masa kecilnya. Setelah sekarang pensiun dan tidak mengurus pekerjaan kantor, Yuna akan mengisi waktunya dengan berkebun.“Kamu dingin nggak? Kalau dingin aku akan minta orang bawain kamu baju luaran.”Olivia dan Odelina datang tanpa membawa pakaian apa pun. Mereka pikir hanya datang untuk makan dan ngobrol saja. Setelah itu keduanya akan kembali lagi ke rumah. Ternyata Yuna justru meminta mereka untuk menginap selama beberapa hari. Nanti dia harus kembali untuk
Komunikasi menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam sebuah pernikahan.“Iya.” Akhirnya Stefan sudah sedikit tenang.“Kamu lagi pilek, harus banyak minum air hangat. Setelah pulang kerja periksa ke dokter, atau kalau nggak pergi sekarang saja. Jangan tunggu sampai parah. Demam nggak?”“Nggak demam, suhunya normal. Kamu nggak perlu khawatir karena aku baik-baik saja. Nanti aku beli obat pilek dan setelah minum pasti langsung sembuh. Bagaimana di rumah tantemu? Om sama sepupu kamu baik?”“Stefan, kenapa muka kamu dan bibir kamu merah? Kamu yakin kamu nggak demam?” Olivia menatapnya dengan dalam.“Om sama kakak sepupuku baik. Kalau Amelia nggak perlu ditanya. Stefan, ternyata hubungan darah itu sangat ajaib. Aku dan Amelia belum pernah bertemu sebelumnya, bahkan nggak tahu kalau dia itu sepupuku. Pertama kali ketemu kita langsung cocok.”Stefan tertawa dan berkata, “Sampaikan salamku ke mereka. Untuk sementara aku nggak bisa ke sana. Waktu libur tahun baru nanti, kalau aku ada wakt
“Ok, aku juga sudah libur karena murid-murid lagi liburan sekolah. Kalau kamu bandel, aku yang bakalan urus kamu di sana. Biar kamu malu di depan rekan kerjamu dan dianggap suami takut istri!”Senyuman di bibir lelaki itu semakin lebar.“Aku jadi semakin sengaja nggak mau periksa ke dokter dan tunggu kamu nyusul aku ke sini.”“Stefan! Memangnya kamu berani?!”Stefan sengaja bercicit dan berkata, “Aku takut, nggak berani.”“Sudah, kamu buruan ke rumah sakit. Sudah besar tapi masih nggak bisa jaga diri sendiri!” Setelah itu Olivia memutuskan sambungan telepon dan tidak mengganggu waktu istirahat Stefan lagi.“Olivia.”“Kak,” balas Olivia ketika melihat kakaknya mendekat.“Russel sudah tidur?” tanya Olivia.“Iya, mumpung dia tidur jadi aku bisa keluar jalan-jalan. Anggap saja olahraga. Sekarang aku bakalan lari sebanyak tiga kali dalam sehari. Jaga makan dan kurangi semua manis-manis. Aku benar-benar berusaha keras untuk diet.”“Pernikahan tiga tahun ini memberi tahu aku kalau sebagai per
Aksa memaki Stefan di dalam hati. Ketika dia mengetahui nama suami Olivia, Aksa masih belum yakin bahwa suami Olivia apakah Stefan atau bukan. Akan tetapi sekarang ketika mendengar Stefan dinas, Aksa yakin kalau Stefan adalah suami Olivia.“Kapan kembali?”“Kenapa Pak Aksa begitu nggak sabar mengajakku ketemu?”“Stefan, jangan pura-pura. Aku sudah tahu semuanya. Olivia mengenakan cincin nikah yang sepasang dengan milikmu. Foto tangan istrimu itu adalah milik Olivia, benar?”Stefan diam dan tidak bersuara. Dia tidak menepis ucapan Aksa, tetapi dia juga tidak mengakuinya. Diamnya lelaki itu dianggap Aksa sebagai sebuah kebenaran.“Kalian berdua kapan menikah? Sebelum Olivia masuk berita? Kamu sudah jadi suami orang lain tapi masih nggak bersuara? Kamu membuat Amelia gila! Dia sampai menyatakan perasaannya di depan kantormu! Kamu membuatnya malu!”“Kamu membuat Amelia menjadi perhatian seluruh orang di kota ini! Kamu tetap diam dan membiarkan dia ditertawakan semua orang. Mereka menertawa
Stefan langsung memutuskan sambungan telepon. Akan tetapi hal itu tidak membuat Aksa marah melainkan tertawa dingin sambil bergumam, “Stefan, beraninya kamu nggak mau memanggilku ‘Kakak’, aku nggak percaya kalau aku nggak bisa memberikanmu pelajaran!”Tiara kembali dengan membawa satu gelas air. Dia sempat mendengar kalimat terakhir Aksa dan berkata, “Sudah jadi keluarga sendiri saja masih mau kasih pelajaran. Apa pun alasan Stefan menutupi identitasnya, dia itu tetap suaminya Olivia.”“Aku sudah bersaing sama dia sekian tahun dan sulit sekali menentukan siapa yang kalah dan menang. Mumpung ada kesempatan bisa menginjak-injak dia, nggak mungkin aku menyia-nyiakan kesempatan ini.”Aksa menerima gelas yang berisi air itu dan meneguknya kemudian berkata, “Sekarang aku sedang kesal dengan Stefan. Setelah dia kembali dari dinas nanti, aku akan meminta dia membayarnya! Waktu dia ajak aku makan, aku mau kasih tahu Olivia. Kita lihat saja dia mau memanggilku ‘Kakak’ atau nggak di hadapannya Ol
Pintu ruang baca diketuk dan dengan cepat Reiki meluruskan duduknya.“Masuk.”Pintu ruang baca dibuka dan seorang anak buah masuk dengan membawakan satu lembar undangan. Reiki pikir ada yang mengundang Bram untuk menghadiri acara, tetapi ternyata anak buah itu justru berhenti di hadapannya dan memberikan undangan tersebut pada dirinya.“Den Reiki, ini adalah undangan dari keluarga Sanjaya. Besok mereka ada acara dan Pak Aksa mengundang Den Reiki untuk ikut hadir.”“Saya?”Reiki menerima undangan tersebut dengan sorot heran dan berkata, “Acara keluarga Sanjaya dan Aksa meminta orang untuk mengantarnya ke sini? Acaranya besok malam, kenapa buru-buru sekali?”Orang lain yang mengadakan acara pasti akan memberi tahunya lebih awal. Setidaknya mereka akan memberi tahu para tamu sepuluh hari sebelumnya agar mereka ada persiapan.Apakah acara ini dibuat dadakan oleh keluarga Sanjaya? Teringat bahwa Yuna yang baru saja menemukan dua orang keponakannya membuat Reiki mengerti dengan tujuan acara
Odelina bertemu dengan mantan suami dan juga selingkuhannya ketika dia tengah berkeliling membeli baju. Responsnya cukup tenang, tetapi Yenny yang tampak panik ketika melihat Odelina dan Olivia di toko baju. Dia menggenggam lengan Roni dengan erat seperti takut orang-orang tidak tahu bahwa mereka sepasang kekasih.“Papa,” seru Russel yang ada di gendongan Odelina ketika dia melihat sosok Roni.Orang-orang yang ada di dalam toko itu langsung menoleh ke arah Roni dan menemukan di samping lelaki itu ada seorang perempuan muda yang cantik. Setelah itu mereka menoleh ke arah Russel yang tengah digendong oleh ibunya. Mendadak sorot mata semua orang yang melihat hal itu berubah iba ketika menatap Odelina.“Russel.”Di bawah tatapan semua karyawan toko, Roni berjalan ke hadapan Odelina dengan Yenny yang mengikuti di belakang.“Russel, sini Papa gendong.”Roni mengulurkan tangan untuk menggendong putranya. Odelina tidak langsung menyerahkan anaknya pada lelaki itu, melainkan dia meletakkan Russ
Ketika Odelina masih menjadi istrinya Roni, kehidupan lelaki itu dipersiapkan semuanya oleh sang istri. Sekarang justru kehidupan yang dijalani Roni dulu terjadi pada diri Yenny. Lelaki itu memang mencintai perempuan yang sudah merusak pernikahannya.Setelah mengalahkan Odelina dengan sukses dan mendapatkan kasih sayang Roni, Yenny tidak sabar ingin menunjukkan kemesraannya dengan lelaki itu di hadapan Odelina. Dia ingin membuat Odelina marah dan benci padanya.Akan tetapi sayangnya Odelina justru mengabaikan mereka berdua dan sibuk memilih pakaian dengan santai. Melihat hal itu membuat Yenny ingin maju untuk merebut pakaian yang diambil oleh Odelina.Olivia bergegas menahan lengan perempuan itu dan berkata, “Hei, jangan pikir kakakku mudah kamu hadapi! Kakakku malas ribut sama kamu, aku juga nggak membiarkanmu mengganggu dia!”Olivia menepis tangan perempuan itu dengan kuat hingga membuat Yenny mundur beberapa langkah.“Roni, urus pacar kamu dengan benar! Jangan buat aku marah dan m
Ternyata Yohanna mau keluar kota. Ronny pun menjawab dengan hormat, “Baik, Bu.”Saat ini, Jaka tiba-tiba bertanya, “Bu Yohanna mau keluar kota, nggak bawa Ronny?”Yohanna begitu pilih-pilih makanan. Saat berada di luar kota, sulit baginya untuk menemukan makanan yang bisa dia makan. Lebih baik kalau dia membawa koki pribadinya. Dulu, Yohanna jarang dinas ke luar kota.Yohanna terdiam. Sementara itu, Ronny membersihkan meja tanpa bersuara. Dalam hati justru berkata, “Dia begitu pemilih. Kalau bepergian jauh, dia pasti kelaparan terus.”Setelah berpikir selama beberapa menit dan mempertimbangkan perutnya, Yohanna baru berkata dengan suara pelan, “Kalau begitu, Ronny, kamu pulang dan siap-siap. Jam lima sore kamu datang ke sini lagi. Ikut aku ke luar kota. Pak Jaka, jangan beritahu siapa pun selain keluargaku soal Ronny ikut aku keluar kota.”Yohanna takut kalau orang lain tahu dia ke luar kota dengan membawa koki pribadi muda, mereka akan bicara ini-itu dan membuat segala macam rumor. Se
Dulu Fendi sering menindas Dira, sehingga Dira sering berkelahi dengannya. Setelah dewasa, meskipun tidak berkelahi lagi, Dira sebisa mungkin menghindar jika seseorang membahas Fendi.Dira benar-benar membenci mata Fendi. Pria itu selalu menatap Dira sambil tersenyum. Bagi yang tidak tahu akan mengira Fendi menyukainya.“Baiklah,” kata Dira dengan enggan.“Balik ke kantormu sana. Istirahat dulu, nanti sore ada rapat.”Yohanna mengambil kotak dessert dan menjejalkannya ke tangan Dira, lalu berkata, “Kalau Fendi berani ganggu kamu, tunggu aku pulang, aku akan bantu kamu balas dia.”“Sekarang dia nggak akan kelahi denganku. Sekalipun dia main tangan, aku juga nggak takut. Aku nggak pernah kalah saat kelahi dengannya.”Begitu teringat Dira yang dulu suka menggila, Yohanna sengaja memasang raut wajah cemas. “Kamu tangguh begitu, gimana mau nikah? Bikin orang cemas saja.”Dira spontan memasang wajah cemberut. “Aku hanya tangguh di depan Fendi. Di depan orang lain, aku tetap perempuan yang ba
Apalagi Ronny sudah bilang kalau dia memiliki bisnisnya sendiri. Ronny punya beberapa perusahaan. Ditambah lagi auranya, penampilannya, tutur katanya membuat orang langsung tahu kalau Ronny bukan dari keluarga biasa. Wajar saja kalau orang tua Yohanna berpikir macam-macam.Orang tua Yohanna tidak ingin Yohanna menikah dengan pria dari kota lain dan pindah ke tempat yang jauh dari rumah. Yohanna sendiri juga tidak mau. Namun dalam kondisi terdesak, bisa saja orang tua Yohanna akan meminta Ronny untuk pindah ke Kota Aldimo.“Nggak. Mana mungkin Om dan Tante suruh aku ngomong begini? Ronny baru kerja dua hari. Semua orang belum terlalu kenal dia,” jawab Dira sambil tertawa pelan. “Malam hari kalau lagi nggak bisa tidur, biasanya aku baca novel. Makanya aku jadi lebih sensitif. Aku sering bayangkan diri sendiri masuk ke dalam alur novel.”“Kamu nggak bisa tidur? Itu artinya kamu kurang sibuk. Kamu follow up proyek dengan Banjaya saja,” kata Yohanna.“Kak, aku nggak mau proyek itu. Penanggu
“Kak Yohanna bahkan nggak perlu olahraga. Bentuk badanmu tetap standar model, karena kurang makan.”Kalau Yohanna merasa makanan itu tidak enak, dia lebih memilih kelaparan. Dia sering tidak makan, tekanan pekerjaan juga besar. Tidak heran kalau dia tidak bisa gemuk.“Ronny buat Kakak makan dengan nyaman. Bukankah itu perhatian? Aku nggak bisa bilang dessert yang dia siapkan adalah dessert kesukaan Kakak. Itu karena Kakak nggak ada dessert favorit. Tapi yang dia siapkan adalah makanan yang bisa Kakak makan.”“Aku sudah bandingkan. Dessert untuk aku ini kesannya lebih asal-asalan. Tentu saja, makanan yang dia buat sangat cantik dan rasanya juga enak. Tapi tetap saja bisa dilihat mana yang benar-benar dia siapkan dengan sepenuh hati. Selama dua hari ini, kita jadi punya lebih banyak waktu untuk istirahat. Sore Kakak jadi nggak perlu minum terlalu banyak kopi.”“Dira, aku benar-benar curiga kamu sudah disuap Ronny. Apa motifnya dengan suruh kamu ngomong hal-hal baik tentangnya di depanku?
“Bu Dira.”Ronny dan Jaka berdiri di depan pintu kantor. Begitu pintu terbuka, kedua orang itu menyapa Dira dengan hormat. Saat ini, baru waktunya pulang kerja. Sekretaris juga siap-siap turun untuk makan malam.Ronni meminjam dapur perusahaan untuk menyiapkan makan siang untuk Yohanna. Ronny juga mengontrol waktunya dengan baik. Beberapa menit sebelum jam pulang kerja, dia sudah mengantar makanan buatannya ke lantai atas. Dengan begitu, dia bisa menghindari karyawan lainnya dengan sempurna. Selain itu, dia juga tidak akan menyita waktu kerja Yohanna.Butuh beberapa menit bagi Ronny dan Jaka untuk pergi dari kantin perusahaan ke gedung kantor, lalu naik lift menuju lantai paling atas.“Pak Jaka, Ronny, kalian sudah datang.”Dira minggir ke samping agar kedua pria itu bisa masuk. “Kami baru saja pulang kerja,” kata Dira.Jaka dan Ronny masuk ke kantor. “Bu Yohanna.”Keduanya menyapa Yohanna dengan sopan, lalu berjalan ke sofa dan meletakkan kotak bekal di atas meja. Kemudian, mereka mem
Melihat sang kakak tersenyum seperti itu, Dira pun tahu kalau Yohanna salah paham padanya lagi. Dira bahkan sudah malas mau menjelaskan. Dira sudah bilang kalau dia hanya menyukai makanan yang dibuat Ronny, baik itu makanan berat maupun makanan ringan seperti dessert. Semuanya sangat sesuai dengan selera Dira.Tidak hanya Dira yang merasa enak. Yohanna juga tidak pernah mengomentari makanan buatan Ronny. Pokoknya selama dua hari sejak Ronny yang memasak, Yohanna tidak menemukan kekurangan apa pun pada masakan Ronny.“Masakan yang dibuat Ronny nggak berubah, tapi rasa masakannya begitu sempurna, buat orang nggak bisa cari kekurangannya. Dia seumuran aku, tapi dia punya pencapaian luar biasa dalam memasak. Harus kuakui, dia memang berbakat. Selain itu, dia juga sangat niat mempelajari resep.”Yohanna yang jarang memberikan pujian kini memuji Ronny dan mengakui keterampilan memasak pria itu.“Pak Jaka bilang koper yang dibawa Ronny hanya isi sedikit pakaian. Sisanya buku resep berbagai ma
Benar saja, bakat dan hobi itu sangat penting. Ronny terjun ke industri kuliner, penjualannya pasti sangat bagus. Untungnya, bisnis Ronny berada di Kota Mambera, sangat jauh dari mereka sehingga tidak memengaruhi bisnis keluarga mereka.Jika tidak, dengan pesaing kuat seperti Ronny, keluarga Pangestu yang juga berkecimpung di industri kuliner pasti akan gagal. “Mau turunkan badan susah, kalau mau gemuk sangat gampang.”Yohanna melihat jam. Memang sudah waktunya pulang kerja. Dia pun mematikan komputer dan berkata kepada Dira, “Semakin lama kamu semakin jadi seperti tukang makan.”“Yang penting bisa makan makanan terenak di dunia setiap hari. Mau sebut aku tukang makan juga nggak apa-apa. Setiap orang perlu makan. Manusia mana yang nggak makan? Orang yang nggak makan dan nggak minum baru bukan tukang makan.”Dira bicara sambil melihat jam. “Pak Jaka dan Ronny sebentar lagi sampai.”Yohanna tidak pulang saat makan siang, karena waktu terlalu mepet. Kadang-kadang dia pergi hotel keluarga
“Kamu nggak beritahu aku kalau kamu pulang lebih awal. Kalau aku nggak datang ke sin, aku bahkan nggak tahu kamu sudah pergi,” ujar Olivia.Katarina tertawa pelan. “Aku yang salah. Aku pikir kamu pasti sangat sibuk. Hari ini suhu Kota Mambera turun drastis. Ditambah hujan pula. Aku nggak mau buat kamu bolak-balik ke sana-sini.”Katarina melihat perut Olivia. Olivia memakai mantel tebal, tidak terlihat perutnya yang sudah membuncit.“Apalagi kamu lagi hamil.”“Tunggu aku sudah melahirkan, aku akan pergi ke Kota Harsa cari kamu.”“Oke, nanti aku akan traktir kamu semua makanan khas Kota Harsa. Nggak kalah dari makanan khas Kota Mambera, loh.”“Janji, ya. Kamu lagi buru-buru? Aku bawa sedikit barang untuk kamu. Sebenarnya bukan dari aku. Samuel yang minta aku antar ke sini. Dia siapkan banyak barang khas Kota Mambera untuk kamu. Katanya sebagai permintaan maaf padamu,” kata Olivia.Katarina terdiam sejenak. “Barangnya banyak?”“Lumayan banyak. Kamu mungkin nggak sanggup bawa sendiri. Kala
Olivia makan seadanya. Setelah itu dia pergi dengan mobil menuju ke perusahaan. Sampai di perusahaan dan masuk ke kantornya, Olivia pun melihat banyak hadiah.“Pak Samuel bilang dia belikan semuanya untuk Bu Katarina dan minta Bu Olivia bantu serahkan ke Bu Katarina. Anggap saja ini permintaan maaf darinya kepada Bu Katarina,” kata Devina.Devina sangat penasaran, ingin tahu gosip tentang Samuel. Namun, kalau Olivia tidak beritahu, dia juga tidak akan bertanya.“Kenapa dia nggak kasih sendiri?”Olivia melihat sekilas tumpukan hadiah di depannya. Banyak di antaranya merupakan produk khas Kota mambera. Semua barang yang ingin Olivia belikan untuk Katarina sudah dibelikan Samuel. Dengan begitu, Olivia pun tidak perlu repot-repot lagi.“Pak Samuel nggak bilang.”“Oke, aku mengerti. Kamu lanjut kerja saja.”Olivia berjalan ke mejanya, lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya untuk menelepon Samuel. Samuel mengangkat telepon dengan cepat. Di telepon, pria itu kembali meminta tolong pada kakak ip