Tringgg ....Ponsel Olivia berdering, telepon dari Amelia. Olivia berhenti mengobrol dengan Junia. Dia mengangkat telepon dari Amelia terlebih dahulu.“Olivia, kamu tinggal di mana?”“Lotus Residence.”“Oke, aku ke sana sekarang juga. Aku lagi di depan tokomu, tapi hari ini kamu nggak buka.”“Oke, aku bagikan titik lokasi rumahku. Aku dan kakakku juga sudah siap pergi.”Amelia menjawab dengan gumaman pelan. Setelah Olivia mengirimkan titik lokasinya, Amelia menggunakan ponselnya sebagai navigasi. Kemudian, dia pergi ke Lotus Residence.Amelia selalu mengemudikan mobil dengan sangat cepat. Pada saat dia berada di persimpangan dan hendak masuk ke jalan raya, dia hampir menabrak sebuah mobil Maybach. Kedua mobil mengerem tiba-tiba.Amelia menurunkan jendela mobilnya. Sopir mobil lainnya juga menurunkan jendela mobil. Kemudian, Amelia memberi isyarat agar orang itu mundur dulu. Supaya Amelia bisa belok dulu.Namun, sopir itu tidak langsung menanggapi Amelia. Sopir itu malah menoleh untuk m
Setelah lampu hijau, mobil Jonas jalan lebih dulu. Amelia sempat melihat nomor plat mobil itu. Dalam hati berpikir, mobil siapa itu? Beberapa mobil hitam di belakang itu mobil pengawal, bukan?Di Kota Mambera, selain Stefan, siapa lagi yang suka membawa rombongan saat bepergian? Amelia tidak bisa memikirkan orang lain selain Stefan. Aksa tidak suka membawa pengawal. Kadang-kadang kakaknya hanya akan membawa dua pengawal. Tidak seperti Stefan, yang pengawalnya sampai dibagi menjadi dua shift. Setiap shift ada delapan orang. Jadi setiap kali Stefan muncul, kemunculannya selalu membuat orang merasa seperti ada seorang raja akan datang.Olivia tidak tahu Amelia bertemu dengan Jonas di jalan. Setelah dia mengirimkan titik lokasi kepada Amelia, dia mengirim pesan lagi kepada Junia. Dia memberi tahu Junia kalau dia akan pergi ke rumah tantenya untuk lebih mengenal keluarga tantenya.Setelah itu, Olivia berpikir sebentar lalu mengirim pesan kepada Stefan. Stefan mungkin masih di pesawat. Karen
“Ngomong-ngomong, aku mau kasih tahu kamu. Hari Valentine bulan depan, Aku dan Roni akan daftarkan pernikahan kami.”Odelina tetap bersikap sangat tenang, “Kalau begitu, selamat, Bu Yenny.”Odelina memberi selamat kepada Yenny karena telah melompat ke dalam lubang lumpur keluarga Pamungkas.“Hari ini akhir pekan. Aku tidur sampai sekarang baru bangun. Tapi Roni sudah buatkan sarapan untukku. Aku dengar selama tiga tahun lebih kalian menikah, selalu kamu yang masak untuk Roni. Kamu mungkin belum pernah cicipi masakan Roni, kan.”Odelina tidak ingin mendengar provokasi dari Yenny. Oleh karena itu, dia langsung menutup telepon.“Dari perempuan itu, Kak?”“Iya, dia benar-benar nggak waras. Aku dan Roni sudah cerai. Aku kabulkan keinginan mereka untuk bersama. Dia masih saja telepon aku dan nggak tahu malunya dia bilang mau tambahkan nomor Whatsapp-ku. Tujuannya jelas, dia pasti akan posting kemesraannya dengan Roni setiap hari. Dia hanya ingin buat aku marah.”“Kenapa aku harus marah? Aku
Karena tadi malam Olivia mabuk, Odelina yang menyetir mobil ke sini. Saat ini, Odelina sedang mengajari Russel untuk memanggil orang.Russel tidak mau digendong Yuna. Akan tetapi, anak itu mau menyapa orang. Ibunya mengajarinya memanggil nenek, dia pun memanggil nenek.“Anak ini lucu banget.” Tiara tersenyum ketika melihat Russel, “Boleh aku gendong sebentar?”Yuna langsung berkata, “Aku yang gendong saja Russel nggak mau. Memangnya dia mau digendong kamu?”Tiara mencoba mengulurkan tangannya. Di luar dugaan, Russel melihatnya sebentar, lalu mengulurkan dua tangan kecilnya. Anak itu mau digendong Tiara.“Ternyata Russel pilih-pilih orang,” kata Yuna.“Russel biasanya nggak terlalu pilih orang. Tapi kejadian waktu itu buat dia terlalu syok. Tante, lain kali ketemu lagi, Russel pasti mau digendong Tante.”Odelina agak kaget ketika melihat Russel mau ikut dengan Tiara.“Odelina, Olivia, ini anak pertamaku, Aksa. Kakak sepupu kalian.” Yuna tidak lupa memperkenalkan kedua putranya kepada ke
“Tiara, aku tadi lihat cincin kawin yang dipakai Olivia.”Tiara menatap suaminya dengan heran, lalu berkata dengan geli, “Kamu kira kami semua nggak punya mata? Hanya kamu yang bisa lihat? Memangnya kenapa kalau kamu lihat cincin itu? Ada yang aneh dengan cincin kawin Olivia?”Aksa terdiam dan memikirkan cara untuk mengatakan hal ini pada istrinya.“Nggak ada yang nggak bisa kita berdua bicarakan. Kamu suruh aku ke atas pasti karena ingin beri tahu aku. Ada masalah apa, katakan saja padaku.”“Tiara, kamu masih ingat nggak aku pernah cerita Stefan pernah pamer cincin kawin di status Whatsapp-nya?”Tiara spontan menganggukkan kepala, “Tentu saja aku masih ingat. Hari itu, pagi-pagi sekali. Kamu suruh aku beri tahu Amelia soal itu. Kamu nggak tega, malah suruh aku yang ngomong. Aku bahkan ingin menangis ketika lihat dia yang sakit hati.”“Kamu juga bilang waktu kamu bertemu Stefan di Mambera Hotel, Stefan traktir kamu makan. Begitu pulang ke rumah, kamu bicarakan hal itu di depanku sepanj
Aksa juga pernah memikirkan hal ini. Oleh karena itu, dia sama sekali tidak memikirkan Stefan ketika Amelia mengatakan kalau suami Olivia juga bernama Stefan.Mengingat status Stefan, pria itu tidak mungkin melakukan pernikahan dadakan dengan seorang perempuan yang tidak memiliki latar belakang. Sekalipun Stefan menikah, setidaknya perempuan yang dinikahinya berasal dari keluarga yang sederajat.Meskipun tidak menutup kemungkinan Stefan lebih memilih perempuan yang tidak memiliki latar belakang, setidaknya ada proses dalam hubungan mereka, dari pacaran hingga menikah. Sedangkan Olivia melakukan pernikahan dadakan. Rasanya mustahil seorang Stefan melakukan pernikahan dadakan.“Makanya aku suruh kamu ke sini karena ingin bicarakan hal ini denganmu. Nanti kamu cari kesempatan, deh. Kamu diam-diam tanya pada Olivia nama lengkap suaminya. Jangan sampai Mama dan Amelia tahu. Kamu sendiri juga tahu Amelia belum sepenuhnya membuang perasaannya terhadap Stefan.”“Apalagi Mama baru saja menemuka
“Amelia dengan susah payah akhirnya mau melepaskan obsesinya terhadap Stefan. Kita tunggu sampai Amelia benar-benar merelakan Stefan. Dengan begitu, Amelia baru bisa menghadapi Stefan dengan tenang. Dia juga bisa menerima kenyataan kalau Stefan sudah menikah. Saat itu, kita baru beri tahu dia.”Aksa menghela napas, “Kalau Amelia tahu suami Olivia adalah pria yang dia cintai tapi nggak bisa dia miliki, jujur aku nggak berani membayangkan konsekuensinya. Olivia belum akrab dengan kita. Tapi dia sangat dekat dengan Amelia. Aku harus memikirkan yang terbaik untuk Amelia.”“Tapi, Olivia sekarang sudah jadi adik sepupumu. Suaminya adalah adik iparmu. Kalau suami Olivia benar-benar Stefan, dia pasti akan datang ke rumah kita bersama Olivia. Memangnya dia akan selalu bersembunyi dan nggak mau temui Mama?” tukas Tiara.Kalau Stefan tidak menemui mereka masih masuk akal. Namun, Yuna adalah tante Olivia. Boleh dibilang seperti pengganti ibu Olivia. Suami Olivia sudah pasti harus menemuinya.“Nant
Mulut Tiara lebih cepat, dia tiba-tiba bertanya, “Ma, keluarga Adhitama kenal dengan kita. Mau undang mereka?”Usai bertanya, Tiara baru sadar. Dia segera melirik Amelia. Kemudian, dia menepuk mulutnya sendiri dan bergumam, “Mulut ini hanya bisa ngomong sembarangan saja.”Tiara juga diam-diam melirik Olivia. Setelah Tiara mengungkit soal keluarga Adhitama, Olivia tidak memberikan reaksi apa pun. Tiara spontan bertanya dalam hati, “Apakah keluarga mertua Olivia benar-benar keluarga Adhitama?”Yuna tidak merasa kesal dengan menantunya. Dia hanya berkata, “Sekalipun kita kasih mereka undangan, mereka juga nggak akan datang. Jadi nggak usah repot-repot undang mereka.”Keluarga Adhitama tidak menyukai Amelia. Padahal Amelia telah menyukai Stefan selama bertahun-tahun. Amelia bahkan pernah mengejarnya secara terang-terangan. Namun, keluarga Adhitama sama sekali tidak buka suara. Maka itu berarti keluarga Adhitama tidak ingin mempererat hubungan dan menjadi besan keluarga Sanjaya.Yuna merasa
"Biarkan saja mereka, hari ini adalah hari terakhir mereka bisa bersenang-senang seperti ini." Besok, para tetua itu akan meninggalkan Mambera. Dokter Panca akan terbang ke Vila Ferda milik keluarga Junaidi untuk merayakan Tahun Baru di rumah muridnya. Setya akan tinggal di rumah keluarga Sanjaya untuk menikmati masa tuanya. Sementara Rubah Perak dan yang lainnya akan kembali ke tempat mereka masing-masing. Setelah beberapa hari berada di luar, mereka merasa bahwa tidak peduli seberapa bagus dunia luar, rumah mereka tetap yang terbaik. Mereka memilih untuk pulang. Tahun Baru makin dekat, dan murid-murid mereka juga akan kembali dari berbagai daerah. Meskipun mereka tidak seberuntung nenek tua itu yang memiliki anak dan cucu yang banyak, mereka punya banyak murid dan murid-murid itu juga akan kembali. Suasananya pasti akan sangat ramai, bahkan lebih meriah daripada di Vila Permai. Dewi bangkit dan berjalan keluar rumah. Karena Yuna telah datang, dia harus menyambutnya. Begitu sampa
Ronny juga tidak bodoh. Dia bisa langsung bisa menebak dan berkata, "Kakak pasti membantuku menutupinya sedikit, jadi ketika Yohanna menyelidiki dua kali, dia tetap nggak bisa menemukan semuanya dengan jelas." Dewi terdiam sejenak sebelum berkata, "Jadi saat nanti kami ke sana untuk menjengukmu, apakah perlu kami ikut menyembunyikannya?" Tanpa berpikir panjang, Ronny langsung menolak. Dia menjawab, "Nggak perlu disembunyikan, tapi juga nggak perlu sengaja diekspos. Kalau dia tahu, ya sudah, kalau belum tahu juga nggak masalah. Cepat atau lambat, dia pasti akan tahu." "Baiklah kalau begitu." "Oh iya, Mama bilang ada tamu penting yang datang ke rumah kita?" Dewi mengangguk dan menceritakan tentang kedatangan Dokter Panca dan yang lainnya kepada putra bungsunya. Ronny mendengarkan dengan penuh penyesalan, "Sayang sekali, aku sedang bepergian dengan Yohanna untuk urusan bisnis, jadi nggak bisa pulang. Mama, tolong bantu aku bicara yang baik-baik di depan para tetua itu, biar mereka m
Ronny terdiam sejenak, lalu berkata, "Ma, kalau dia terlahir di keluarga kita, bagaimana mungkin Mama bisa mendapatkan menantu perempuan seperti dia? Kalau Mama merasa kasihan padanya, nanti setelah dia menikah dengan aku, Mama bisa memperlakukannya dengan baik, anggap saja dia seperti putri kandung Mama sendiri." "Sama seperti bagaimana Mama memperlakukan Kak Olivia." Dalam pandangan Ronny, orang tuanya memperlakukan kakak iparnya seperti putri sendiri. Meskipun mereka tidak sering berinteraksi dan tidak tinggal bersama, setiap kali kakak dan kakak iparnya pulang ke rumah saat perayaan besar, hubungan mereka tetap harmonis tanpa ada konflik antara ibu mertua dan menantu.Ronny merasa bahwa orang tuanya adalah mertua yang sangat baik. Mereka tidak pernah ikut campur dalam kehidupan rumah tangga anak-anak mereka, tidak pernah membicarakan keburukan menantu perempuan di depan anak laki-laki mereka, dan selalu menjaga jarak yang cukup, karena jarak bisa menciptakan keindahan dalam hub
"Rasa kagum adalah awal dari perasaan suka." Dewi memberi semangat kepada putra bungsunya sembari berkata, "Perlakukan dia dengan baik, buatkan makanan enak untuknya. Setelah perutnya terbiasa dengan masakanmu, perlahan-lahan dia nggak akan bisa lepas darimu. Bukankah itu berarti kamu sudah berhasil mengejar istrimu?" "Entah bagaimana, nenekmu bisa memilihkan seorang gadis yang begitu pemilih dalam hal makanan untukmu." "Rasanya nenekmu memang memilih calon istri untuk kalian yang semuanya pecinta kuliner. Mungkin karena beliau sendiri adalah seorang pecinta makanan, sangat pemilih soal makanan, jadi menantu-menantunya juga harus seperti itu." Dewi berkata dengan nada sedikit tidak berdaya. Olivia, Rosalina, dan Rika semuanya sangat suka makan. Jika sembilan bersaudara ini menikah dengan istri yang semuanya pecinta kuliner, setiap kali berkumpul saat perayaan tahun baru, pasti akan berubah menjadi surga makanan. Dewi hanya membayangkan suasana itu dan sudah tidak bisa menahan taw
Makin muda maka makin sedikit orang yang mengenalnya. Misalnya, adik bungsunya, Sandy, bahkan di sekolahnya sendiri, hampir tidak ada yang tahu bahwa dia adalah anak bungsu dari keluarga Adhitama. Bahkan di kalangan kelas atas, hanya segelintir orang yang pernah bertemu dengannya. Nenek mereka sangat melindungi cucu-cucunya. Sebelum mereka memasuki dunia kerja, beliau tidak akan membiarkan kekuatan eksternal mana pun mengganggu kehidupan mereka. Ketika mereka sudah tidak ingin melanjutkan pendidikan dan mulai mencari pekerjaan, barulah nenek akan membawa mereka ke berbagai acara sosial, memperkenalkan mereka ke publik, agar orang-orang tahu bahwa mereka adalah salah satu anak dari keluarga Adhitama. Namun, apakah orang-orang akan mengingat mereka atau tidak, itu tergantung pada seberapa besar kemampuan mereka dan seberapa besar pengaruh mereka di Mambera. Jika mereka memilih untuk memulai karier dari bawah, nenek juga tidak akan membawa mereka ke acara sosial. Mereka akan dibiarka
Ronny berkata, "Meskipun adik laki-laki Ibu sudah dewasa, belum tentu dia memiliki kemampuan untuk mengambil alih bisnis keluarga. Ibu memang seorang perempuan, tapi tetap bagian dari keluarga Pangestu. Kalau Ibu memiliki kemampuan untuk memimpin, kenapa harus terjebak dalam perdebatan tentang siapa yang harus menjadi penerus?" Di keluarga Adhitama, tidak ada pola pikir seperti itu. Menurut neneknya, jika semua saudara memiliki kemampuan, maka yang tertua akan mewarisi bisnis. Namun, jika yang tertua tidak mampu, maka yang paling berbakatlah yang akan mengambil alih, tidak harus anak pertama atau cucu tertua. Yang paling penting adalah kemampuan. Jika keluarga mereka memiliki anak perempuan yang bisa mengambil alih bisnis dan bersedia melakukannya, tentu saja diperbolehkan. Namun, jika tidak ingin mengambil alih, juga tidak akan dipaksakan. Melihat betapa besar keinginan para orang tua untuk memiliki anak perempuan, Ronny merasa bahwa jika suatu hari nanti dia memiliki keponakan per
Ronny menjawab dengan suara lembut, "Baik, selama Bu Yohanna nggak keberatan dengan cara makanku, maka aku akan dengan senang hati menerimanya." "Kamu ini, dari luar terlihat sangat berpendidikan dan beretika tinggi. Orangnya juga lembut dan sopan. Walaupun aku belum pernah makan satu meja denganmu, aku bisa menebak kalau cara makanmu pasti nggak buruk." Ronny tersenyum. Dalam hati, dia memuji, "Istriku memang luar biasa! Pandai menilai orang!""Oh iya, ada satu hal yang ingin kutanyakan sebelumnya." Ronny menatapnya dengan lembut, menunggu pertanyaannya. "Saat Tahun Baru nanti, apakah kamu akan pulang? Dari tempat kami ke Mambera sangat jauh, 'kan? Kudengar di sana musim dinginnya nggak terlalu dingin." Ronny menjawab, "Aku akan pulang saat Tahun Baru. Apakah makan siang dan makan malam Bu Yohanna sudah ada yang mengurusinya? Kalau sudah, aku ingin pulang sebentar. Nenekku sudah tua, beliau selalu berharap kami para cucunya bisa berkumpul saat hari raya." "Biasanya, karena pekerj
Yohanna tersenyum dan berkata, "Kamu juga beli oleh-oleh, ya? Aku sesekali keluar untuk jalan-jalan, tapi nggak pernah terpikir untuk membeli oleh-oleh." "Mungkin karena aku terlalu pemilih dalam soal makanan. Kalau menurutku nggak enak, aku nggak tertarik untuk membelinya," lanjutnya. Makanan khas dari berbagai daerah memang tidak banyak yang cocok di lidah Yohanna. "Setiap kali pergi ke suatu tempat, aku selalu membeli sedikit oleh-oleh khas daerah itu untuk dibawa pulang, agar keluarga bisa mencicipinya. Kadang kalau beli terlalu banyak, aku juga membagikannya ke kerabat dan teman-teman," ujar Ronny dengan senyum di wajahnya. Saat dia menatap seseorang sambil tersenyum, mudah sekali menimbulkan kesalahpahaman. Seakan-akan dia memiliki ketertarikan khusus pada orang tersebut. Bahkan seseorang yang tenang seperti Yohanna pun merasa hatinya lebih ringan saat berhadapan dengan Ronny yang lembut dan penuh perhatian. Tidak heran adiknya langsung memiliki kesan baik terhadap lelaki i
Yohanna menanggapi sambil berjalan ke sofa dan duduk. Ronny mendorong pintu dan masuk, membawa makan siangnya. "Bu, sudah waktunya makan siang," katanya sambil menyusun hidangan satu per satu di meja. Karena hanya Yohanna yang makan, dia hanya menyiapkan tiga lauk dan satu sop, dengan porsi yang cukup untuk satu orang saja. Yohanna cukup pemilih dalam hal makanan. Tidak banyak yang benar-benar bisa membuatnya menikmati hidangan dengan senang hati, sehingga porsi makannya tidak terlalu besar. Saat melihat menu hari ini, dia menyadari bahwa hidangannya telah berganti dari kemarin. Namun, tetap saja terlihat menggugah selera dengan warna, aroma, dan rasa yang menarik. Ronny dengan perhatian mengambil semangkuk sop setengah penuh dan menyodorkannya kepadanya. "Makan sop dulu, biar tubuh Ibu lebih hangat," katanya lembut. Padahal, di dalam ruangan sudah ada pemanas, jadi Yohanna sama sekali tidak merasa kedinginan. Pakaian yang dia kenakan hanyalah seragam kerja sehari-hari, tanpa jak