“Iya,” jawabnya. “Aku lumayan dekat sama dia. Mertuaku sibuk kerja, suamiku juga sama. Cuma aku sendiri yang senggang, jadi aku yang bertugas menjemput dia. Makanya setiap hari juga aku yang antar jemput dia ke TK. Dia nggak mau kalau sopir atau pengasuh yang antar jemput.”Giselle makin hari makin percaya diri dengan kemampuannya mengarang cerita. Toh dia cuma perlu menampakkan dirinya di sini untuk bertemu dengan Olivia. Dia tidak perlu benar-benar menjemput anak kecil.“Yang namanya anak kecil memang begitu. Siapa yang sering-sering antar jemput ke sekolah pasti jadi orang yang paling dekat. Aku juga dekat banget sama keponakanku. Kebetulan kakakku lagi ada urusan si luar kota. Untung saja keponakanku nggak rewel minta mamanya yang jemput.”“Iya, sama. Keponakanku juga begitu,” ujar Giselle dengan sabar.Sebelum menikah, Olivia sudah sering kali membantu Odelina menjaga Russel. Dia sudah cukup berpengalaman dalam berhadapan dengan anak kecil. Sekarang pun Olivia sedang hamil dan itu
“Gimana kalau Tante ajak kamu pergi ke kantornya Om Daniel. Kamu temani Om Daniel kerja, Tante mau pergi ke rumah Nenek lihat bayi,” ujar Olivia meledek.“Aku mau ikut Tante lihat bayi!” kata Russel. “Tante, kapan aku bisa main bareng sama mereka. Setiap kali aku ke sana, dia kalau nggak tidur ya nangis. Kalau lagi nangis juga susah banget untuk ditenangin. Kenapa dia selalu nangis, ya?”“Yang namanya bayi memang begitu. Dia masih belum bisa ngomong, jadi kalau lapar, haus, atau mau kencing, dia pasti nangis karena masih belum bisa menyampaikan kemauannya dengan kata-kata. Begitu nangis, orang dewasa pasti langsung memperhatikan dan cari penyebab kenapa dia nangis. Waktu kamu masih kecil juga begitu. Waktu masih bayi, kamu malah lebih rewel lagi.”Olivia kemudian mencubit pipi Russel dan melanjutkan, “Kamu pikir begitu lahir kamu sudah sebesar ini? Kamu juga awalnya dari bayi terus bertumbuh besar sedikit demi sedikit.”“Waktu aku masih kecil juga begitu? Aku sudah nggak ingat. Tante,
Olivia menggendong Russel duduk di pangkuannya, lalu mengambil sehelai tisu untuk menyeka air mata yang membasahi wajah. Olivia cukup kaget melihat Russel yang biasanya ceria tiba-tiba meneteskan air mata. Bagaimanapun juga dia masih anak berusia tiga tahun yang tidak bisa berpisah dengan ibunya. Meskipun ada Olivia dan Stefan yang menjaga, serta Daniel yang sering datang menemani, Russel masih sering merindukan ibunya di kala dia senggang.“Serius? Oke, kalau begitu aku nggak nangis lagi. Mama, nanti aku sama Om Daniel nggak mengganggu pekerjaan Mama?”Russel sangat merindukan ibunya, tetapi dia tahu ibunya sangat sibuk. Dia khawatir kedatangannya malah akan mengganggu. Namun Odelina berkata, “Nggak apa-apa. Kan akhir pekan Mama juga libur. Kalaupun nggak libur juga Mama akan tetap menemani kamu.”Tidak hanya Russel saja, tetapi Odelina juga merasa rindu. Sayangnya urusan dia di Cianter masih belum selesai sehingga untuk sementara waktu belum bisa pulang ke Mambera. Bahkan tidak menut
“Tante, “Olivia datang membawakan tas Russel, tidak lupa dia juga menyapa Yuna.“Hari ini kamu yang jemput Russe?”“Iya, Kak Daniel hari ini lagi sibuk. Toh sekarang aku juga lagi santai. Mumpung ada waktu, aku saja yang jemput.” Seraya berkata, Olivia mengulurkan tangannya hendak memeluk Russel. “Russel, ayo turun. Nenek keberatan, lho, harus gendong kamu terus.”“Nggak apa-apa,” sahut Yuna. “Russel sudah makin besar, ya. Tapi dia tetap masih anak kecil. Badannya nggak terlalu berat, kok. Cuma gendong dia sebentar saja nggak masalah.”Walau begitu Russel dengan patuhnya turun dari pelukan Yuna dan berkata, “Aku nggak mau bikin Nenek capek.”Odelina dan Olivia pernah bilang Nenek Yuna sudah cukup tua, makanya Russel tidak boleh terus-terusan minta digendong.“Aduuh, Russel, mulut kamu manis banget, deh.”“Nek, selain mulutku, apa nggak ada lagi yang bisa bikin orang lain suka sama aku?”“Semuanya bisa, kok. Kamu nggak ngapain-ngapain juga orang pasti suka sama kamu,” jawab Yuna terseny
Benar saja, Tiara dan anaknya sedang tertidur pulas. Melihat itu, Olivia menarik Russel dan berkata kepada Yuna, “Tante, biar mereka tidur dulu. Aku nggak mau ganggu.”Yuna mengangguk dan menutup pintunya perlahan. Russel merasa sedikit kecewa, karena dia tadinya ingin bermain dengan si bayi untuk sebentar saja. Alhasil mereka bertiga kembali ke ruang tengah. Russel lanjut memakan camilan dan bermain dengan dirinya sendiri. Di rumah ini juga ada banyak mainan yang Amelia belikan untuk Russel, tetapi biasanya Russel hanya memainkannya di tempat dan tidak dibawa pulang. Sekarang mainannya bertambah banyak karena baru dibeli untuk anaknya Tiara nanti.“Tante Yuna, aku mau minta tolong cari tahu seseorang.”“Siapa orangnya?” tanya Yuna.“Ada satu orang cewek. Kalau aku minta tolong Stefan nggak mungkin. Dia nggak peduli sama cewek lain. Percuma aku minta dia yang cari tahu, nggak bakal mau dia.”“Benar juga. Stefan juga peduli sama kamu seorang. Melihat kamu bahagia sama dia sekarang, Tant
Yuna berpikir sejenak dan kemudian menjawabnya, “Tante sudah bertahun-tahun tinggal di Mambera dan bergabung ke lingkaran pergaulan kelas atas sejak menikah dan sudah banyak kenal sama orang-orang, tapi Tante nggak pernah dengar ada yang namanya keluarga Brata.”“Dia bilang keluarga Brata bukan orang Mambera, tapi baru menetap di sini. Bisnisnya sudah menyebar sampai ke mana-mana dan katanya juga suaminya itu lebih suka hidup sederhana, jadinya jarang datang ke acara pesta.”“Mau sesederhana apa juga dia tetap pengusaha yang perlu networking. Kalau dia bukan warga Mambera tapi sudah menetap di sini, dia pasti akan tetap berhubungan sama warga lokal.”“Atau mungkin dia belum sekaya itu sampai bisa satu lingkaran pergaulan sama kita?”“Olivia, kamu mau cari tahu tentang dia untuk apa?”Olivia pun menceritakan bagaimana dia bisa kenal dengan wanita itu, “Dia bilang namanya Lisa. Setiap kali aku ketemu dia, aku merasa familier. Mukanya mirip banget sama Giselle. Rosalina juga bilang dia mi
“Eh, ada deh. Tapi dia anak kecil, namanya Liam. Dia anak angkatnya Mulan. Waktu itu Mulan datang bawa Liam untuk main. Reiki pernah bilang ke Stefan, dia ketemu sama seorang bos besar yang kaya raya, tapi orang itu langsung pergi. Reiki nggak sempat cari tahu dari mana datangnya atau siapa namanya. Menurut Tante, apa mungkin dia datang ke Mambera cuma untuk mencari orang untuk dijadikan pionnya. Tapi aneh juga, kalau dia merencanakan sesuatu, seharusnya bukan di Mambera, tapi di Aldimo.”Jika memang dia mengincar Liam, seharusnya dia tidak beraksi di Mambera, dan andaikan orang itu mengincar Liam, seharusnya sudah dari dulu dia beraksi. Yuna tidak tahu seperti apa latar belakang Liam. Dia tidak ingin mencari tahu dan juga tidak peduli. Dia hanya berkata, “Kalau nggak tahu ya sudah, nggak usah terlalu dipikirkan. Mungkin juga ketemu cuma kebetulan. Kalau nanti masih ada kesempatan bertemu, langsung saja minta nomornya. Tetap jaga hubungan dan coba cari tahu perlahan. Entah dia ada hubu
“Iya, mulutnya memang bisa dipercaya,” tambah Yuna.Selagi mengobrol, Yuna mendengar suara Amelia yang sedang berbicara dengan Jonas.“Amelia sudah pulang,” kata Olivia.Mendengar Amelia sudah kembali, Russel segera membawa mainan yang sedang dia mainkan dan berlari keluar. Khawatir dia akan tersandung, Olivia juga segera mengikutinya. Yuna masih tetap duduk di sofa tersenyum melihat Olivia berlari-lari mengikuti Russel. Namun seketika, senyumannya itu menghilang karena tiba-tiba teringat dengan adiknya yang sudah meninggal. Betapa indahnya apabila adiknya itu masih hidup. Begitu juga dengan orang tuanya, andaikan mereka masih hidup, Yuna dan Reni tidak akan terpisahkan. Yuna jadi penasaran juga dengan asisten ibunya kala itu apakah dia masih hidup atau tidak. Asistennya itu adalah orang yang sangat penting. Mereka sudah mengerahkan seluruh koneksi untuk mencarinya, tetapi tidak pernah ada kabar tentangnya.Tidak banyak orang yang ingat dengan asisten tua itu. Yuna sendiri hanya mengin
Mereka sangat menyayangi Fani, dan itu tulus. Setelah pewaris yang sebenarnya kembali, mereka tetap tidak bisa menerimanya, selalu merasa Felicia adalah penyusup yang merebut semua yang seharusnya milik Fani. Di hati mereka, ada rasa benci terhadap Felicia. Karena sejak kecil dia hidup di lingkungan yang keras tanpa kasih sayang, Felicia tidak pernah berharap bahwa orang tua kandung atau saudara laki-lakinya akan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana dia sendiri juga tidak memiliki banyak rasa terhadap mereka. Hubungan kasih sayang antara orang tua dan anak, saudara laki-laki dan perempuan, memang perlu dipupuk. Karena dia tidak tumbuh besar di sisi orang tua kandung atau saudara laki-lakinya, tidak ada hubungan emosional yang terbentuk. Meskipun sudah kembali ke sisi orang tua kandung selama dua tahun, tetapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan Fani yang tumbuh besar bersama keluarga Gatara sejak kecil. Sekarang, setelah Fani tiada, ayah dan tiga saudara laki-lakinya hanya
“Felicia, sekarang kamu ada waktu?” tanya Odelina.Felicia menjawab, “Selama kamu membutuhkan bantuan, aku selalu punya waktu.” “Kalau begitu, mari kita tentukan tempat untuk bertemu.” “Kamu yang pilih tempatnya.” Felicia mengangguk, lalu bertanya lagi, “Ada apa?” “Aku baru saja keluar dari Blanche Hotel, dan hampir saja tertabrak dua mobil di depan hotel. Pengemudinya bilang mereka gugup karena melihat banyak orang, lalu salah injak gas. Tapi ada kejanggalan, dan aku rasa ini bukan kecelakaan.” Felicia segera paham. Dia berkata, “Kamu curiga ini ulah mamaku yang menyuruh orang untuk menabrakmu? Mamaku sedang bepergian jauh, seharusnya bukan dia, 'kan?” Meski tahu ibunya bukan orang baik, Felicia tetap berharap ibunya tidak melakukan hal seperti itu. Odelina berkata, “Aku rasa ini bukan mamamu. Mamamu itu licik, kalau dia memang ingin aku mati, dia nggak akan menggunakan trik sepele seperti ini yang mudah ketahuan.” Sebelumnya, Waktu Ricky, dan Rika pergi ke pesta keluarga Gata
“Itu yang buat orang curiga.” Dimas berkata, “Mereka kemungkinan besar memang menargetkanmu.” “Aku sedang berpikir, apakah ini perbuatan tanteku atau putranya?” Odelina menganalisis, “Aku rasa bibi nenekku nggak akan buat kesalahan sepele seperti ini. Kalau dia yang mengatur, mereka pasti akan mempercepat mobil saat benar-benar mendekatiku, sehingga aku hampir nggak punya kesempatan untuk menghindar.”“Felicia juga nggak mungkin. Kami cukup dekat.” Meski dalam bisnis mereka adalah saingan, terkadang Odelina merebut pelanggan Felicia, kadang sebaliknya. Di luar itu, mereka bisa berbincang dengan dengan baik. Jika Felicia bukan pewaris utama keluarga Gatara, mungkin mereka bisa menjadi teman baik. Odelina sangat menyukai sifat perempuan itu."Ketiga putra keluarga Gatara mungkin memang ingin membunuhku, terutama Ivan. Aku pernah kirim foto dia dan Fani ke istrinya. Dia pasti bisa menebak itu aku.” “Sekarang Fani sudah meninggal. Mungkin dia ingin membalas dendam untuk Fani.“Bibi ne
“Maaf, saya melihat ada banyak orang berdiri di depan hotel, saya langsung panik dan, meskipun berniat menginjak rem, saya malah menginjak gas.” Setelah memarkir mobilnya, pengemudi mobil kedua turun dari mobil sambil terus-menerus meminta maaf. Dia adalah seorang gadis muda, dan tampaknya dia benar-benar panik.Tatapannya melewati kerumunan orang dan jatuh pada Odelina, yang sedang dibantu berdiri. Dengan nada penuh perhatian dan penyesalan, dia bertanya,"Kamu nggak apa-apa? Maaf, benar-benar maaf, aku baru dapat SIM setengah bulan yang lalu, ini pertama kali aku mengemudi keluar rumah. Kalau lihat banyak orang, aku masih nggak bisa menahan diri untuk merasa gugup." Pengemudi mobil pertama sudah membawa mobilnya masuk ke tempat parkir bawah tanah dan menghilang. Odelina melihat gadis muda itu yang terlihat sangat gugup. Wajar gugup kalau dia baru mendapatkan SIM-nya. Karena Odelina tidak mengalami apa-apa, dia berkata,"Aku nggak apa-apa, tapi kamu harus lebih hati-hati. Sebaiknya
Mobil berhenti di depan Blanche Hotel.Dia mengambil dua tisu untuk mengusap hidungnya yang baru saja bersin, lalu membuang tisu itu ke tempat sampah di pintu hotel. Setelah itu, dia turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam hotel bersama sekretaris dan beberapa anggota tim manajer untuk bertemu dengan klien."Bu Odelina."Para staf Blanche Hotel menyapa Odelina dengan hormat saat melihatnya.Meskipun perempuan itu belum sepenuhnya masuk dalam dunia bisnis di Cianter, tetapi karena dia adalah kakak dari Olivia maka para staf hotel memperlakukannya dengan sangat hormat. Bahkan Ricky yang ada di sini juga bersikap hormat pada perempuan itu.Odelina membalas dengan senyuman tanpa menghentikan langkah kakina. Perempuan itu langsung menuju ruang rapat bersama timnya. Dia sudah mengatur pertemuan dengan klien, tetapi klien belum tiba.Klien tersebut sudah menelepon sebelumnya dan mengatakan bahwa mereka akan tiba dalam beberapa belas menit. Karena Odelina yang ingin bekerja sama dengan or
Daniel terdiam sejenak. Setelah membuka pembicaraan, Erik melanjutkan, “Selain itu, kita semua tahu alasan sebenarnya Odelina pergi ke Cianter. Sekarang sudah pasti bahwa mereka adalah keturunan keluarga Gatara. Kalau benar dia mengikuti rencana bibinya untuk menjatuhkan kepala keluarga saat ini dan menggantikannya, maka dia akan menjadi kepala keluarga Gatara.” “Kalau begitu, kamu harus bersiap masuk ke keluarga Gatara. Hal ini juga perlu kamu pertimbangkan. Kakak tahu kamu rela melakukannya demi Odelina, tapi Papa dan Mama mungkin nggak akan mudah menerima hal ini.” Daniel menjawab, “Kak, aku sudah memikirkannya. Aku nggak peduli selama aku bisa bersama Odelina. Bagaimanapun keadaannya, aku terima. Mengenai Papa dan mama, mungkin awalnya mereka akan menolak, tapi aku akan perlahan-lahan membujuk mereka sampai mereka bisa memahami dan menerima.” Erik terdiam sejenak sebelum berkata, “Kalau kamu sudah memikirkan semuanya, Kakak nggak ada lagi yang perlu dikatakan.” “Meski begitu,
Daniel membayangkan pernikahannya dengan Odelina membuat matanya bersinar penuh harapan. Erik tersenyum dan berkata, “Tentu saja, pernikahan kamu nggak boleh kalah dengan dua sahabatmu itu.” “Nggak perlu tunggu sampai pulang ke rumah malam ini untuk bilang sama Papa dan Mama. Bilang sama mereka saja di grup keluarga.” “Oke,” jawab Daniel. “Odelina di Cianter baik-baik saja, 'kan? Kalau dia butuh bantuan, suruh dia jangan ragu untuk mengatakannya. Meskipun kita berjauhan, kita tetap bisa membantunya kalau dia butuh.” Sejak Daniel mengalami kecelakaan dan Odelina datang merawatnya, keluarga Lumanto mulai menganggap Odelina sebagai menantu mereka. Jika Odelina membutuhkan bantuan di sana, keluarga Lumanto tidak akan tinggal diam. “Untuk saat ini, dia belum butuh bantuan. Bahkan kalau ada masalah, dia pasti akan cari cara untuk selesaikan sendiri,” kata Daniel sambil bersandar di kursi.“Melihat dia perlahan-lahan jadi lebih kuat dan terus berkembang, rasanya sangat berbeda. Setelah
"Apa yang barusan membuatmu tertawa?" tanya Erik lagi.Daniel dengan jujur menjawab, "Baru saja telepon Odelina. Aku memikirkan bahwa kami akan segera menikah, jadi aku nggak bisa menahan senyum." "Kamu sudah melamarnya?" tanya Erik."Sudah, tapi dulu saat aku melamar, dia nggak menerimanya. Kak, aku nggak tidak akan membiarkannya merasa direndahkan.""Aku akan melamarnya lagi nanti saat dia kembali ke Mambera. Aku akan mengatur semuanya di luar, mendekorasi tempat lamaran dengan baik, dan aku mau melamarnya di depan umum. Aku ingin menunjukkan ke Roni dan keluarganya bahwa melepaskan Odelina adalah kerugian terbesar mereka." "Roni memang nggak pantas untuk Odelina." Daniel memendam tekad untuk membuat keluarganya Roni menyesal. Erik tertawa dan berkata, "Mereka sudah lama menyesal, tapi penyesalan itu nggak ada gunanya sekarang." "Benar, setelah mengalami satu pernikahan yang gagal, dia pasti ada trauma. Kalau bukan karena ketulusanmu, keteguhan hatimu, dan fakta bahwa dia melihat
Mereka akan terlebih dahulu mendaftarkan pernikahan mereka, tetapi tidak akan segera mengadakan upacara pernikahan. Setelah dia bisa berjalan seperti orang normal, barulah mereka akan mengadakan resepsi pernikahan. “Kalau begitu, sampai jumpa akhir pekan.” “Iya, sampai jumpa akhir pekan.” Dengan penuh rasa enggan, Daniel berkata, “Kamu lanjut bekerja dulu, aku juga akan bekerja. Aku nggak akan menyita waktumu, tapi ingatlah untuk menjaga kesehatan. Kesehatan adalah yang terpenting.” “Uang nggak akan pernah habis untuk dicari, dan kestabilan perusahaan juga bukan sesuatu yang bisa dicapai dalam satu hari. Itu memerlukan waktu dan usaha.” Daniel khawatir Odelina akan terlalu terburu-buru sehingga melelahkan dirinya sendiri. Perempuan itu mengangguk dan menjawab, “Aku tahu, aku akan menjaga kesehatanku. Kamu juga, ya. Kalau begitu, kita lanjut bicara nanti malam.” Setelah menutup telepon, Daniel masih enggan meletakkan ponselnya. Dia memandangi ponselnya sambil tersenyum, membayangk