Om Choki memang sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Namun, Tante Ati masih mengendalikan keuangan di keluarganya dan Om Choki tidak keberatan sama sekali. Junia tersenyum lalu berkata, “Aku sekarang sudah jarang mendengar Tante Ati memarahi Om.”Om Choki langsung memberi isyarat agar Junia diam lalu berkata, “Junia, kamu jangan bicarakan hal seperti itu keras-keras. Telinga istriku sangat tajam. Nanti, kamu akan dengar dia marah-marah lagi kalau dengar omonganmu itu.”Junia dan Olivia langsung menutup mulut mereka sambil tertawa. “Aku balik kerja dulu, ya,” ujar Om Choki ceria. Olivia memperhatikan Om Choki pergi lalu berkata, “Aku iri sama Om Choki yang selalu saja terlihat ceria..”“Om Choki dan istrinya memiliki sebuah keluarga yang kehidupannya sangat harmonis. Walaupun mereka hanya memiliki bisnis kecil-kecilan, tapi mereka menjalani kehidupan yang cukup baik.”Junia meletakkan tasnya di tempat kasir lalu duduk. Kemudian dia melihat ada sekantong kue wijen yang cukup besar de
Olivia tersenyum lalu berkata, “Hal yang wajar kalau kamu bisa merasakan gerakan janin. Aku kadang juga bisa merasakannya, sekalipun nggak terlalu jelas.”Kemudian Olivia meminta izin kepada Junia untuk menyentuh perut Junia ketika hanya ada mereka berdua di dalam toko. Junia duduk di kursi kasir dan membiarkan Olivia menyentuh perutnya. Namun sayangnya, bayi di dalam perut Junia tidak merespons sentuhan Olivia.“Mungkin bayi ini sedang tidur. Aku bisa merasakannya setelah bangun tidur pagi ini. Bahkan Reiki juga bisa merasakannya yang langsung membuatnya terkejut. Mungkin bayi ini lelah karena tadi pagi sudah cukup lama berinteraksi dengan Reiki.”Olivia langsung tersenyum dan melepaskan tangannya dari perut Junia. Lagi pula, Olivia juga akan bisa merasakannya tidak lama lagi, jadi dia tidak perlu merasa iri dengan Junia.Suara langkah sepatu hak tinggi tiba-tiba saja terdengar dari luar toko diikuti dengan seorang perempuan yang berjalan masuk ke dalam toko. Perempuan itu adalah pere
Junia mengangguk lalu berkata, “Enak sejak gigitan pertama.” “Kita bagi 2 saja ya kue ini,” ujar Olivia lalu berjalan menuju dapur. Dia mengambil kantung penyimpanan makanan lalu membagi kue wijen dari Om Choki untuknya dan Junia. Junia menerima bagiannya tanpa sungkan sama sekali. Giselle yang memperhatikan mereka diam-diam dari balik rak buku cukup dibuat terkejut. Apa kedua orang itu tidak pernah merasakan kue lezat? Kue wijen apa itu sampai membuat mereka berbagi? Giselle cukup penasaran ingin mencicipi kue wijen yang disantap oleh Olivia dan Junia. Namun, dia sekarang sedang menyamar dan berpura-pura tidak mengenal Olivia, jadi dia tidak bisa meminta kue itu begitu saja dari Olivia. “Olivia, Junia, apa kalian ada?” Sebuah suara terdengar dari luar toko. Raut wajah Giselle seketika berubah gugup karena suara itu adalah milik Rosalina. Rosalina datang sambil membawa payung di tangannya. Selain itu, ada juga dua orang pengawal yang ditugaskan oleh Calvin untuk melindungi Rosali
“Tokoku sedang nggak sibuk, makanya aku sendiri yang mengantar tanaman ini sekaligus mau mengobrol denganmu,” ujar Rosalina. Olivia mengarahkan kedua pengawal Rosalina untuk mengganti pot tanamannya yang lama ke pot tanaman yang baru. Di saat yang bersamaan, Junia menuangkan air hangat untuk Rosalina.Kemudian dia memberikannya kepada Rosalina seraya berkata, “Minumlah air hangat ini. Cuaca hari ini cukup dingin.”Junia juga menyuruh kedua pengawal Rosalina untuk mengambil minum mereka sendiri. Para pengawal sudah cukup mengenal toko ini karena Olivia dan Junia yang cukup ramah kepada mereka. Rosalina meminum air hangat dan sama sekali tidak melirik kue wijen yang ada di atas meja. Namun, Olivia tetap menawarinya kue itu dan Rosalina juga mengambil satu potong kue dengan sopan. Giselle hanya bisa terdiam sambil memikirkan betapa lezatnya kue itu. Namun, Rosalina tidak mengatakan apa pun tentang kue itu dan terus saja mengobrol dengan Olivia dan Junia. Akhirnya, obrolan mereka sampa
Ternyata, keponakannya jauh lebih beruntung dari dugaannya. Karena Junia tanpa sengaja melakukan kontak mata dengan Reiki. Keluarga Ardaba adalah sebuah keluarga yang jauh lebih baik daripada keluarga Pratama. Mertua Junia sangatlah baik padanya. Junia juga tidak mendapatkan siksaan apa pun dari ibu mertuanya, tidak seperti Desy yang sangat menderita dan dipandang rendah oleh ibu mertuanya ketika dia menikah dengan anggota keluarga Pratama. Dia baru bisa hidup dengan lebih tenang setelah ibu mertuanya meninggal. Rosalina langsung tertawa lalu berkata, “Aku nggak perlu takut lagi setelah mendengar cerita kalian.”“Memangnya kamu takut apa, sih? Padahal dulu, hidupmu sangat menderita, tapi kamu nggak takut terluka. Jadi, sekarang seharusnya kamu nggak perlu takut dengan apa pun lagi. Karena hidupmu sudah jauh lebih baik dan kamu juga punya tempat bersandar. Rosalina, kamu harus ingat kalau kamu punya keluarga Adhitama yang disegani di belakangmu,” ujar Olivia berusaha meningkatkan kepe
Giselle menutup panggilan telepon dari Pak Lota tanpa banyak basa-basi. Pak Lota meneleponnya hanya untuk menanyakan di mana Giselle berada sekarang dan kapan dia akan kembali. Giselle tidak ingin tinggal lebih lama lagi di toko buku setelah menutup telepon. Dia menoleh ke arah 3 perempuan yang sedang duduk di dalam toko serta beberapa pengawal yang berada di depan toko. Seketika, api cemburu memenuhi hatinya. Toko buku ini hanya sebuah toko kecil, tapi ada 6 orang pengawal yang mengawal Olivia dan teman-temannya. Giselle sekarang pun ditemani oleh dua orang pengawal. Namun, kedua pengawalnya bersikap hormat di depannya dan dingin di belakangnya. Dia dikendalikan oleh dua pengawalnya. Setiap gerak-geriknya tidak lepas dari pengawasan kedua pengawalnya yang sama sekali berbeda dengan pengawal Olivia dan yang lainnya. Giselle memutuskan untuk kembali ke dalam toko. Karena dia merasa Olivia tidak mengenali wajahnya setelah dia menyamar dan mengubah wajahnya. Selain itu, Rosalina sudah
Satu-satunya orang di antara mereka bertiga yang tidak familier dengan sosok itu hanyalah Junia. Karena Junia tidak pernah memiliki kontak apa pun dengan Giselle sebelumnya.“Masuk ke toko lagi saja, yuk. Di luar dingin. Hujannya memang nggak lebat, tapi suhunya cukup dingin,” ujar Olivia meraih lengan Rosalina dan menggandeng Junia masuk ke dalam toko lalu kembali duduk di bagian kasir. “Aku ambil air dulu ya untuk kita bertiga. Aku jadi haus setelah makan kue wijen itu. Kue khas dari kampungnya Om Choki ini memang sangat lezat. Aku sampai nggak mau berhenti makan setelah mencobanya,” ujar Junia hendak mengambil air. “Olivia, aku sudah bisa melihat,” ujar Rosalina berusaha mengingatkan ketika Olivia ingin membantunya duduk. Rosalina memang tidak bisa melihat sebelumnya, tapi dia bisa bergerak bebas di tempat yang dia rasa cukup familier. Oleh karena itu, Calvin selalu menelepon Spring Blossom hampir setiap hari dan meminta Rosalina untuk mengirimkan bunga ke kantornya sebelum merek
Rosalina berkata dengan gamblang, “Perawakan tubuh dan suaranya mirip dengan Giselle, tapi wajahnya berbeda.”Rosalina sempat terdiam sejenak lalu kembali berkata, “Sepertinya, perempuan itu bukan Giselle. Lagi pula, Giselle sempat pergi ke rumah mertuaku untuk meminta uang dan menjelek-jelekkanku. Dia bilang kalau aku sangat kejam dan rela membuatnya mati kelaparan. Dia membuat keributan cukup lama di sana.”“Sampai akhirnya, mertuaku mengambil sekantung uang dan menyuruhku memberikannya kepada Giselle. Giselle mengira kalau isi uang itu adalah uang pecahan seratus ribu, tapi nyatanya uang itu hanya pecahan kecil.”Kemudian Olivia kembali berkata setelah mendengar kecurigaan Rosalina, “Benar, perempuan itu mirip Giselle. Aku baru ingat setelah kamu bilang padaku. Aku langsung merasa familier ketika melihat perawakannya kemarin saat dia datang ke tokoku ini.”“Rosalina, menurutmu mungkin nggak sih kalau perempuan itu adalah Giselle? Apa mungkin Giselle menyamar menjadi perempuan lain?”
Terlalu banyak cucu juga bukan hal yang baik.“Nggak, kok. Nenek nggak bilang apa-apa tentang kamu. Jangan selalu berpikiran buruk tentang Nenek, ya,” ujar Rosalina dengan maksud bercanda.Mendengar itu, Nene Sarah dengan sengaja meninggikan suaranya, “Rosalina, aku kasih tahu, nih. Calvin waktu kecil suka ngompol. Waktu umur dia lima tahun saja kadang-kadang masih suka ngompol. Dia selalu ngaku cari kamar mandi di mimpinya. Pas lagi nyari, begitu ketemu langsung pipis.”“Nenek!” sahut Calvin di telepon.Ya, baiklah. Di antara kakak beradik itu, memang Calvin yang paling sering mengompol. Yang lain pada umumnya sudah tidak mengompol lagi di usia mereka sudah bisa berbicara. Begitu mereka ke kamar mandi sebelum tidur, mereka akan tertidur lelap sampai hari mulai terang. Berbeda dengan Calvin,dia justru banyak minum menjelang tidur dan tidak ke kamar mandi. Makanya, dia sering terbangun di tengah malam untuk pipis. Namun bagaimanapun juga, Calvin baru berusia 5-6 tahun dan masih dianggap
Nenek Sarah tersenyum, lalu dia berkata, “Aku nggak peduli apa kata mereka. Toh cucuku ya milikku. Aku yang membesarkan mereka dari kecil, aku dan suamiku yang bersusah payah mendidik mereka dengan sepenuh hati. Aku yang paling tahu seperti apa sifat mereka, dan wanita seperti apa yang cocok dengan mereka. Aku cuma mau cucuku bahagia dan memberikan mereka istri yang pantas. Apa itu salah? Orang-orang bilang Olivia nggak pantas untuk Stefan. Mereka sering kali bertanya memangnya sudah berapa lama Olivia masuk ke keluarga Adhitama? Atau bertanya dengan kemampuan yang Olivia miliki, apa dia pantas untuk Stefan?”Sarah dari dulu memang lebih menyayangi Olivia. Dia melanjutkan, “Aku justru sangat berterima kasih sama Olivia karena dia mau menikah sama Stefan. Dengan sifat Stefan yang temperamental itu, bisa jadi dia nggak akan dapat pasangan seumur hidup. Bahkan para ahli juga pada bilang kalau Stefan dan Olivia itu memang ditakdirkan untuk jadi suami istri seumur hidup. Mereka mendapatkan
Tante Rida pernah berpesan kepada Rosalina. Andaikan Rosalina sungguh mencintai Calvin, maka terimalah cintanya. Jangan sampai Rosalina melewatkan kesempatan ini atau dialah yang akan menyesal nantinya.Setiap anak lelaki yang terlahir di keluarga Adhitama, entah di urutan yang keberapa pun, mereka sama-sama mendapatkan pendidikan yang setara. Cara mereka menyikapi hubungan asmara juga sama, yaitu fokus dengan pasangan masing-masing bahkan sampai ke tahap buta asmara. Mereka tidak akan jatuh cinta dengan mudah, tetapi sekali jatuh cinta, maka itu akan menjadi komitmen seumur hidup.“Aku bisa mengerti. Memang ini sudah risiko menjadi bagian dari keluarga yang dikenal banyak orang,” ujar Sarah, seraya menepuk punggung tangan Rosalina dengan kasih sayang.Rosalina tersenyum dan berkata, “Nek, yang aku bilang itu dulu. Sekarang aku sudah nggak merasa tertekan atau merasa minder lagi. Dulu aku merasa beruntung karena Calvin sudah memilih aku. Sekarang aku merasa aku pasti punya suatu kelebi
“Duduk dulu di sana, kita bicarakan pelan-pelan,” kata Nenek Sarah seraya menunjuk ke sebuah gazebo yang terletak tidak jauh dari mereka.”Rosalina dengan lembut menanggapi ajakan itu dan menuntun Sarah menuju ke gazebo yang dimaksud. Setelah mereka sampai di sana dan duduk, Sarah memegang tangan Rosalina dan berkata kepadanya, “Rosalina, tekanan menjadi menantu di keluarga Adhitama pasti berat, ya. Nggak peduli apa pun yang kalian lakukan, pasti akan selalu ada mata yang terus mengawasi setiap pergerakan kalian kalaupun kalian melakukannya dengan baik, nggak banyak orang yang kasih pujian ke kalian, dan kalau mereka merasa kalian kurang baik, pasti banyak yang menghujat. Kalau privasi kalian nggak terjaga dengan baik, pasti akan dengan mudah tersebar ke luar dan menimbulkan rumor yang jadi hiburan untuk orang lain. Ini akan bikin kalian sangat frustrasi dan kerepotan.”Namun ketika mendengar itu, Rosalina hanya mengatupkan bibirnya dan menjawab, “Nek, aku baik-baik saja, kok. Awalnya
Sarah hanya ingin mencari topik pembicaraan dengan cucu menantunya itu, makanya dia pura-pura tertarik.“Aku rasa mereka orang yang sama. Mereka sampai cari satu pengganti untuk menyamar jadi Giselle. Habis itu, Lisa juga muncul di depanku. Dia ingin buat aku nggak curiga. Target mereka sepertinya Olivia. Tapi karena aku paling kenal Giselle, jadi mereka mau nggak mau harus libatkan aku juga.”Hanya dengan membuat Rosalina tidak curiga, Olivia baru akan berhenti curiga. Karena Rosalina kakaknya Giselle.“Aku hanya ingin beritahu Olivia, biar bisa analisis bersama. Rasanya mereka sedang main catur besar di belakang. Nggak perlu terburu-buru. Mereka nggak buru-buru, kita juga nggak buru-buru. Makanya aku pagi ini baru datang ke sini, tapi ternyata Olivia sudah pergi.”Rosalina merasa iri pada Olivia. “Aku juga ingin libur, bawa anak-anak pergi main. Tapi sayangnya aku nggak punya keponakan.”Rosalina memiliki adik perempuan, tapi Giselle juga belum menikah. Jadi dia belum memiliki kepona
“Iya, Mama sudah tua, nggak usah keliaran ke mana-mana dan buat anak-anak khawatir,” kata Dewi.Sarah sengaja melotot ke arah menantunya. “Kenapa kamu ikut-ikutan juga? Aku nggak keliaran. Sekarang aku diam saja di rumah, kan? Aku nggak ikut Oliv pergi gendong Audrey.”Dewi langsung mengungkap kebohongan ibu mertuanya. “Bukannya karena Mama selalu mau culik anak orang setiap kali pergi ke sana jadi sekarang mereka nggak mau terima kunjungan Mama?”Wajah Sarah memerah. Rosalina spontan tertawa cekikikan.“Rosalina, temani Nenek jalan-jalan. Suasana hati Nenek jadi nggak bagus karena tantemu. Dia nggak kasih aku cucu perempuan. Aku suka cucu orang lain, dia malah salahkan aku.”“Mama juga nggak punya anak perempuan, masih saja mau salahkan aku. Memangnya kami yang nggak mau punya anak perempuan? Ada masalah dengan feng shui keluarga Adhitama. Aku curiga rumah dan makam leluhur kita ada di tanah milik seorang biksu,” kata Dewi sambil menutup mulut untuk menahan tawa.Keluarga Adhitama han
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan