Di luar itu, Russel memiliki keunggulannya sendiri. Dia lebih baik dari Liam dalam hal membaca dan menulis. Meskipun Liam sudah bisa membaca banyak tulisan, dia masih lemah dalam hal menulis, sedangkan Russel sangat pandai dalam hal itu. Di antara anak-anak sebayanya, tulisan Russel sudah termasuk yang sangat bagus. Itu yang Stefan katakan kepada Russel sebagai pujian, dan Stefan tentu tidak berbohong. Dia adalah bos besar, dan ucapan bos besar tidak pernah dibuat-buat.“Yuk, kita makan. Aku sudah lapar,” kata Russel.“Aku juga lapar.” ***Di kediaman keluarga Siahaan, Giselle berdiri jauh di depan pintu masuk vila dan tak henti dia menghubungi adiknya. Setelah beberapa saat, baru akhirnya Jordan keluar juga. Melihat sang adik baru muncul, Giselle langsung menampar wajahnya.Jordan sungguh tidak mengira datang-datang kakak keduanya ini langsung menamparnya. Dia pikir Giselle datang untuk menemui karena tahu sebentar lagi dia akan kembali ke kampus.“Kak Giselle kenapa nampar aku?”“Ja
“Jordan! Kurang ajar kamu! Sudah gede malah bersekongkol sama Rosalina untuk menindasku! Sudah kuduga kamu menjenguk ke penjara memang punya niat buruk. Aku pikir kamu ke sana karena kangen sama Papa Mama, tapi ternyata untuk mengincar harta. Aku juga berhak dapat harta mereka. Kamu jangan harap bisa mengambil semuanya sendirian! Yang paling disayang itu aku, mereka nggak akan kasih semua hartanya atas nama kamu.”Giselle tahu Jordan sempat menjenguk ke penjara untuk meminta orang tuanya mewariskan sisa harta yang masih belum disita atas namanya seorang, bukan untuk Giselle ataupun Rosalina. Rosalina terlahir dari ayah yang berbeda, jadi wajar jika dia tidak mendapat bagian, tetapi Giselle adalah anak kandungnya yang begitu disayang, bagaimana mungkin dia tidak mendapat bagian?Giselle sudah berkonsultasi dengan pengacara dan siap untuk membawa perkara ini ke pengadilan. Namun dia tidak menyangka ternyata adiknya sendiri yang malah ingin memonopoli. Memang manusia itu tidak bisa dinila
Mereka keras terhadap Jordan sejak kecil karena bertujuan untuk mendidik Jordan menjadi penerus mereka sedari awal. Hanya saja Jordan masih muda, maka itu mereka tidak mengatakannya langsung. Namun kini Jordan sudah cukup dewasa.Jordan berjanji akan memberikan kehidupan yang layak bagi Giselle, dan ketika Giselle sudah cukup mapan, Jordan tidak akan membiayainya lagi. Namun jika kelak Giselle akan menikah, Jordan akan membantu memberikan mas kawin yang melimpah.Itu berarti Rosalina sedikit pun tidak menginginkan harta mereka. Yang Rosalina inginkan hanyalah keadilan baginya.“Papa Mama nggak bakal setuju. Kamu jangan gila!” kata Giselle. Dia tahu orang tuanya sudah sepakat dengan Jordan, tetapi dia masih saja membohongi diri sendiri. Dia tidak mau percaya bahwa pada akhirnya, kedua orangnya lebih memilih Jordan daripada dia. Apakah itu karena Jordan anak laki-laki? Ternyata kasih sayang kedua orang tuanya semu. Mereka tidak pernah berpikir untuk mewariskan hartanya kepada Giselle!Gi
“Kak, aku nggak bisa,” ucap Jordan. “Aku juga nggak bisa mengubah apa yang Kak Rosalina lakukan. Uang yang aku pakai sekarang juga pemberian dia. Aku saja masih dihidupi sama dia, mana mungkin aku bisa mengubah keputusan yang dia buat?”Kalaupun Jordan sanggup membujuk Rosalina untuk itu, dia tetap tidak akan mau melakukannya. Tujuan dia dan Rosalina membekukan kartu Giselle adalah supaya Giselle tidak foya-foya. Jordan berharap di tengah keterpaksaan ini, Giselle mau berjuang dan menjadi sukses karena usahanya sendiri. Jika tidak, selamanya Giselle akan berada di bawah bayang-bayang Rosalina.“Jordan, kamu cuma mau memonopoli warisan, ‘kan? Kamu ngomong manis begitu, memangnya aku gimana bisa menghabiskan warisan kita? Kita punya begitu banyak usaha, asal aku bisa dapat semuanya, uang bakal mengalir deras dan bisa untuk kita pakai tiga turunan.”“Kak Giselle … uang kita nggak sebanyak itu. Ada beberapa aset yang milik Kak Rosalina, dan bisnis Papa Mama juga melanggar hukum. Sudah dar
“Jordan, kasih aku sedikit lagi. Cuma sepuluh juta doang mana cukup. Atau nggak, gimana kalau kamu ke rumahnya Rosalina dan ambil surat rumah sama kunci serepnya.”Giselle ingat ibunya pernah membelikan dia beberapa unit rumah. Giselle tidak tinggal di asrama sewaktu dia berkuliah dulu. Dia tinggalnya di rumah yang ibunya belikan, yang lokasinya kebetulan masih cukup dekat. Lalu ketika Giselle tidak kuliah, rumah itu disewakan dan menghasilkan passive income setiap bulannya, tetapi ibunya tidak memberi tahu Giselle tentang itu. Yang Giselle tahu rumah itu memang dibelikan untuknya.Asalkan Giselle bisa mendapatkan surat dan kunci rumah itu, dia bisa menjualnya dan mendapatkan uang dari sana. Rumah itu berada di sekitar kawasan kampus, yang mana kalau dijual pasti bisa mencapai miliaran.“Atas dasar apa Rosalina sampai memegang surat rumahku? Itu harta milikku, kenapa dia yang ambil?!”Surat rumah itu disimpan di dalam kotak brankas yang ada di kamar orang tuanya. Waktu itu Rosalina men
Rosalina menatap wajah lelaki itu yang bengkak dan bertanya, “Dia memukulmu?”Jordan mengusap wajah yang dipukul Giselle hingga membengkak dan berkata, “Dia menamparku, lalu ketika mau pukul lagi, aku nggak membiarkannya. Dia juga pergi menjenguk Papa dan Mama. Setelah tahu aku meminta Papa dan Mama memindahkan aset mereka ke namaku, dia datang memberiku pelajaran.”“Kak, nggak perlu memedulikan Kak Giselle. Dia begini karena dimanja oleh Papa dan Mama. Biarkan saja dia merasakan kerasnya hidup agar bisa lebih dewasa.”Rosalina merasa iba sambil menyentuh wajah lelaki itu yang membengkak sambil berkata, “Dia memang orang gila. Mama yang membuatnya seperti itu. Nggak sanggup melindungi anaknya seumur hidup, tetapi mendidiknya menjadi orang yang nggak berguna. Sama saja dia merusak hidup anak itu.”Giselle memang dihancurkan oleh orang tuanya sendiri. Semua yang terjadi pada perempuan itu karena ulah orang tuanya.“Kompreslah dengan es batu.”“Iya.”Mereka masuk ke rumah. Sedangkan Gisel
Lelaki paruh baya itu tersenyum dan berkata, “Namaku Lota, sekarang bukannya kita sudah kenal?”Tatapannya terlihat kurang ajar. Dia menatap Giselle dengan terang-terangan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Setelah itu dia tersenyum puas setelah melihat penampilan Giselle.“Bu Giselle, duduklah. Kita bicara dulu.”“Pak Lota, ini rumahku. Jangan bersikap seolah-olah ini rumahmu. Kalian sudah masuk secara ilegal, mengerti? Aku bisa melaporkan kalian ke polisi kapan pun.”Lota tertawa sambil menatap Giselle dengan kurang ajar hingga membuat perempuan itu tidak nyaman.“Baik, ini kesalahan kami. Aku minta maaf pada Bu Giselle.”Setelah itu, dia menepuk tangannya diikuti dengan seorang anak buah yang maju. Dia memberikan sebuah tas baru pada Lota. Kemudian lelaki itu mengulurkannya pada Giselle sambil tersenyum dan berkata, “Bu Giselle, ini adalah tanda permintaan maafku. Kamu harus menerimanya, kalau nggak berarti kamu nggak memaafkanku.”“Aku nggak butuh tas,” ujar Giselle dengan sombon
Giselle bertanya dengan raut tidak mengerti, “Kenapa harus mengubah penampilan? Aku cukup puas dengan kondisiku sekarang dan nggak mau ganti penampilanku.”Lota tertawa dan berkata, “Bu Giselle, penampilanmu memang bagus. Kalau nggak mau operasi plastik, pakailah topeng ini. topeng yang aku siapkan ini sangat terlihat asli.”“Selain itu, aku juga akan memberikan Bu Giselle sebuah identitas yang baru. Sebelum kerja sama kita berakhir, kamu nggak boleh kembali menjadi identitas aslimu. Aku jamin, setelah urusanku selesai, aku bisa memberikan harta keluarga Siahaan yang kamu inginkan.”“Nggak sulit bagiku untuk membunuh kakakmu yang buta itu. Nggak ada yang perlu kamu takuti. Tapi, aku butuh kerja sama Bu Giselle. Setelah semuanya selesai, aku akan bantu kamu dapatkan semua yang kamu inginkan.”Lota berbicara dengan sangat sombong seolah dia memiliki kemampuan yang luar biasa.“Pak Lota sehebat itu? Kakakku yang buta sudah bisa melihat, dia juga menjadi Nyonya Kedua keluarga Adhitama. Seh