“Aneh rasanya kalau sampai dia nggak mengeluh soal kamu yang memintanya menjemputmu sama Mama. Selain itu, Mama pastinya sedang sangat bangga padanya karena dia berhasil memberikan keuntungan besar bagi perusahaan,” ujar Dania yang berhasil membuat Fani menggertakkan giginya dengan kesal. “Perempuan itu punya nasib yang sangat baik,” lanjut Dania terus berusaha memanas-manasi Fani. “Nggak!” seru Fani cemburu. Suami Dania akan dilupakan begitu saja kalau sampai Felicia bisa berdiri di kakinya sendiri dan menjadi kepala keluarga Gatara selanjutnya. Bagaimanapun juga, suaminya sudah bekerja sangat keras tanpa kenal lelah untuk Gatara Group, tapi pada akhirnya semua usahanya itu hanya untuk diberikan kepada seorang Felicia. Tentu saja, Dania maupun suaminya tidak bersedia hal ini terjadi pada mereka. Perang di antara putri palsu dan putri asli keluarga Gatara sedang memanas, sedangkan Olivia di Mambera sedang menjalankan hari-harinya sebagai orang paling berharga di dalam keluarganya.
“Benar, itu! Tidak peduli anak ini laki-laki atau perempuan selama anak ini lahir dengan sehat. Lagi pula, selama ini keluarga Adhitama selalu melahirkan keturunan laki-laki. Jenis kelamin seorang anak dalam kandungan ibu berasal dari pihak laki-laki,” ujar Amelia.“Olivia,” panggil sebuah suara yang terasa sangat familier di telinga Olivia. Suara itu adalah suara Nenek Sarah. Amelia dan Olivia langsung menoleh ke arah pintu kantor dan menemukan nenek serta Bi Lesti sedang melangkah masuk ke dalam kantor bersama. Bi Lesti terlihat membawa 4 kotak makan di tangannya. “Nenek kok ke sini?”“Nenek Sarah.”Kedua perempuan itu langsung berdiri untuk menyambut kedatangan nenek. Dia langsung mengerti maksud dan tujuan nenek datang ke sini setelah melihat kotak makan yang dibawa oleh Bi Lesti adalah untuk mengantarkan makan siang. Nenek langsung tersenyum seraya berkata, “Sekarang sudah hampir jam makan siang. Cuaca di luar sangat cerah dan panas. Nenek nggak mau kamu berjalan-jalan di luar
Bi Lesti meletakkan buah plum kering itu di meja lalu berkata, “Non Olivia jangan bilang ke Pak Stefan, ya. Nanti, gaji saya bisa dipotong kalau Bapak tahu.”“Saya juga sudah menyiapkan sepotong kecil kue manis untuk Non Olivia makan setelah selesai makan besar. Saya siapkan kuenya sedikit saja biar Non Olivia senang.”Olivia memperhatikan Bi Lesti yang mengeluarkan berbagai makanan lezat dan bergizi dari kotak makan lalu meletakkannya di atas meja. Kemudian dia juga melihat sepotong kecil kue yang bisa dihabiskannya dalam satu gigitan. “Bi, kok buah plumnya cuma satu dan kuenya juga cuma sepotong kecil? Ini sih terlalu sedikit dan cuma mengotori mulutku saja,” ujar Olivia memprotes kue dan buah plum yang dibawa Bi Lesti untuknya. Nenek dengan cepat mengambil alih pembicaraan ini dengan berkata, “Stefan kasihan padamu karena kamu muntah terus. Makanya, dia bilang sama Bi Lesti untuk nggak memberikan makanan manis dan asam buatmu agar kamu nggak muntah. Pagi ini, kamu muntah sampai ke
Olivia mengambil makanan yang dimasak oleh kakaknya. Matanya tampak langsung berbinar ketika memakannya. Hal yang sama juga terjadi pada nenek. Nenek dengan cepat bertanya pada Odelina, “Odelina, kapan restoran barumu itu akan buka? Aku mau mendaftar untuk jadi member di restoran barumu. Aku pasti setiap hari akan datang ke sana untuk menikmati masakanmu sekaligus mendukungmu. Keterampilan memasakmu benar-benar meningkat dari hari ke hari.”Olivia mendengar perkataan nenek sambil ikut mengangguk. Dia juga sangat menikmati makanan yang dimasak kakaknya ini. “Olivia, makannya jangan buru-buru. Nanti, kamu tersedak, loh,” ujar Odelina berusaha mengingatkan adiknya. Kemudian dia tersenyum seraya berkata, “Aku sudah mendaftar kelas memasak. Aku berlatih sendiri setelah selesai kelas. Pak Daniel yang membantuku mencicipi masakanku. Dia bilang kalau masakanku ini enak, makanya aku bawa ini biar kamu bisa mencobanya. Aku juga langsung merasa lega setelah Nenek bilang masakanku ini enak.”“K
Daniel sempat mengira kalau Odelina pergi mengunjungi mantan suaminya. Entah mengapa, Daniel selalu merasa ada yang mengganjal setiap kali Odelina pergi mengunjungi mantan suaminya. “Oh, begitu! Lalu bagaimana keadaan Olivia sekarang?” tanya Daniel mengganti topik pembicaraan. “Dia baik-baik saja, kok. Stefan bilang kalau Olivia nggak boleh makan makanan manis dan asam karena akan membuat muntahnya semakin parah,” jawab Odelina. Daniel langsung tersenyum lalu berkata, “Stefan pastinya nggak akan mengizinkan Olivia makan makanan manis dan asam sama sekali. Jika tidak, dia pasti akan merasa tertekan sampai nggak bisa bekerja sekalipun dia sedang berada di perusahaan kalau Olivia muntah-muntah terus.”Stefan sama seperti Daniel karena pikirannya akan terus tertuju kepada Odelina sekalipun dia sedang berada di perusahaan. Oleh karena itu, Daniel tidak terlalu sering datang ke perusahaan. Dia hanya datang untuk mengurus beberapa urusan ke perusahaan di pagi hari. Lalu dia akan bergegas p
“Untuk apa lagi bicara tentang itu!” seru Roni kepada kakaknya. Shella hanya mendengus.Andi pun terpaksa mengingatkan putrinya, “Shella, jangan sampai kamu bikin ulah lagi, ya. Kalau kamu nekat bikin rusuh, Papa nggak akan membiarkanmu!”Roni khawatir putrinya akan membuat keonaran lagi. Dia khawatir rasa terima kasihnya kepada Olivia yang telah menyelamatkan anaknya di kebun binatang dulu sudah hilang, sehingga Shella kembali pada sifat aslinya.Shella buru-buru membantah, “Pa, mana mungkin aku bikin ulah. Aku nggak mau cari masalah. Sekarang Odelina punya status dan kedudukan, kalau aku bikin rusuh, usaha kami juga bakal kena dampaknya. Aku nggak seiseng itu, kok.”“Aku cuma iri saja dikit. Suksesnya Odelina hari ini ‘kan juga ada sedikit jasa kita. Kalau bukan karena kita, dia nggak akan termotivasi untuk berhasil seperti sekarang.” Sifat tak tahu diri Shella bertambah parah dengan perkataannya itu. “Roni, sebaiknya kamu cepat cerai dari perempuan itu, terus sama Odelina ..,” ujar
"Dokter Dharma, silakan diminum."Kellin mengambil gelas air hangat itu, "Terima kasih, Bu Fenny." Kellin meneguk setengah gelas air. Dia memang sudah mulai merasa haus."Saya yang seharusnya berterima kasih, Dok. Dokter Dharma baru saja selesai masa nifas, tapi sudah diundang sama Calvin. Saya sampai merasa bersalah, sempat marah sama Calvin karena itu.""Nggak apa-apa, Bu. Saya di rumah terus-terusan itu rasanya sudah mau berjamur, sudah ingin keluar rumah dari dulu. Cuma suami saya yang nggak mengizinkan, dia terus memaksa saya untuk istirahat di rumah, memulihkan kondisi. Padahal saya ini dokter, saya tahu gimana caranya membantu diri sendiri pulih setelah melahirkan, lebih tahu dari dia.""Den Calvin sangat perhatian sama tunangannya, sayang dan penuh perhatian. Demi mengobati mata tunangannya, dia rela menghadapi ketidaksetujuan dari keluarga saya dan terus meminta saya untuk membantu. Saya terharu dengan kecintaannya yang dalam, dan saya senang bisa membantu Non Rosa. Saya berha
"Nenek Sarah semangat dan sehat sekali, ya," puji Kellin kepada Sarah. Saat mereka di Villa Verda, Kellin sempat mengecek kesehatan Nenek Sarah dan menemukan bahwa wanita tua itu sangat sehat, bahkan mungkin bisa hidup sepuluh tahun lebih lama lagi.Sama seperti guru Kellin yang telah menggunakan banyak bahan obat herbal untuk menjaga kesehatannya. Kondisi fisik Nenek Sarah sangat baik. Dokter Panca bahkan pernah berkata bahwa dia masih ingin mencapai banyak hal, termasuk hidup hingga 120 tahun untuk melihat Tiano menikah dan memiliki anak. Padahal Tiano sendiri masih sangat kecil.Nenek Sarah tersenyum sambil menggenggam tangan Kellin. "Kellin, ada nggak obat dari gurumu yang bisa membuat umur jadi lebih panjang? Beri sedikit buat Nenek, dong. Biar Nenek bisa lebih bersemangat dan hidup lebih lama lagi, sampai 120 tahun. Sekarang hidup sampai 100 tahun ‘kan sudah biasa," kata Nenek Sarah. “Nenek belum tahu kapan bisa menggendong cicit perempuan, nih. Nenek harus bisa menggendongnya s