“Ma!”“Mama sudah berbicara terus terang, ya. Kalau kamu bisa memutuskan hubungan ibu dan anak sama Mama, maka Mama nggak akan lagi peduli dengan siapa kamu jatuh cinta atau siapa orang yang kamu kejar.” Setelah Yanti mengucapkan itu, ia berbalik dan pergi dengan marah.Daniel juga merasa sangat marah pada sikap ibunya.Daniel tidak mengerti, ibunya jelas tidak membenci Odelina. Lalu mengapa ibunya itu begitu keras kepala dan tidak setuju dengan hubungannya dengan Odelina?Daniel bahkan belum berhasil menarik hati Odelina. Akan tetapi, ibunya sudah membuat keributan sebesar ini, menahan langkahnya.Odelina yang pada dasarnya tidak mencintai Daniel, akan menjadi lebih takut untuk mencintai atau menerima perasaan Daniel karena sikap ibunya.Daniel menoleh dan melihat ke belakang. Dia tidak kembali ke rumah sewaan Odelina, melainkan menuju ke mobilnya/ Setelah masuk mobil, dia menelepon Stefan dan Reiki, mengajak mereka keluar untuk minum.Tanpa peduli apakah kedua temannya itu setuju at
Stefan terdiam sejenak.Mereka memang telah mengenal Daniel selama bertahun-tahun dan sangat memahaminya.Daniel tampak kasar dan cuek, seolah-olah tidak peduli dengan apa pun.Namun, sebenarnya dia sangat gigih dalam urusan perasaan.Jika Odelina tidak menikah lagi seumur hidupnya, maka kemungkinan besar Daniel akan tetap lajang demi dia.Jika Odelina menikah dengan orang lain, maka Daniel masih akan tetap melajang.Itulah sifatnya. Jika tidak bisa menikahi wanita yang diinginkannya, Daniel akan lebih memilih untuk tetap sendiri seumur hidup."Kalau kamu memang nggak bisa, biar aku yang pergi. Aku temani dia," Stefan menawarkan diri. Dia mengerti bahwa Reiki masih dalam cuti pernikahan dan Junia sedang hamil, jadi Reiki pasti tidak memiliki waktu untuk urusan lain.Reiki berkata, "Junia di toko buku, aku sudah atur pengawal untuk melindungi dia. Aku nggak masalah, ayo kita pergi bareng."Stefan mengangguk.Setelah menutup panggilan, Stefan menoleh ke istri tercintanya yang sedang memb
Daniel selalu pergi ke "Makan Sepuasnya" untuk sarapan sebelum jam delapan pagi.Dengan mengatur waktu yang berbeda, Odelina bisa menghindari bertemu dengan Daniel.Odelina meminta bantuan Olivia..Setelah membaca pesan dari kakaknya, Olivia menghela napas dalam hati.Kakaknya terpaksa mengambil jalan menghindar.Jika tidak karena Olivia menikah dengan Stefan dan keluarga Adhitama tinggal di Mambera, dia mungkin juga tidak akan tinggal di Mambera. Mungkin kakaknya akan pergi dari Mambera dengan Russel, menjauh dari Daniel seperti yang diinginkan Yanti.Meskipun Daniel akan mencari Odelina ke penjuru dunia, tetapi itu membutuhkan waktu.Olivia membalas pesan kakaknya, menghormati keputusannya. Dia akan mendukung setiap keputusan yang diambil kakaknya.“Pesan dari kakak?" Stefan menebak itu adalah pesan dari kakak iparnya.Olivia mengangguk."Apa katanya? Wajah kamu kelihatan serius.""Kakakku pindah rumah sewa. Dia cari tempat sewa baru dengan terburu-buru, pindah ke kompleks East Hill.
Odelina mengucapkan terima kasih kepada Stefan. Stefan menjawab dengan tulus, “Kak kita ‘kan satu keluarga, nggak usah sungkan-sungkan.”Tadinya Stefan sempat khawatir Odelina tidak akan menerima bantuannya. Namun, karena Odelina memang ingin buru-buru pindah, akhirnya dia pun bersedia menerima bantuan Stefan. Dengan bantuan dari sang adik ipar, Odelina berhasil pindah rumah dengan cepat saat Stefan sedang pergi menemani Daniel minum.Di sebuah ruangan VIP di hotel, meja dipenuhi dengan makanan yang Daniel pesan, termasuk beberapa botol minuman keras. Stefan dan Reiki duduk di sampingnya, menyaksikan Daniel yang terus menerus meneguk minuman kerasnya.“Daniel, makan dulu,” kata Stefan sambil menyodorkan beberapa hidangan kepada Daniel. Stefan merasa bersalah karena memilih berpihak pada kakak iparnya. Dia ingin membantu Daniel, namun kakak iparnya tidak memiliki perasaan terhadap Daniel, dan Yanti tampak sangat menentang.“Daniel, ini supnya diminum juga lah. Kamu langsung minum
Olivia diam. Di antara orang-orang di sekitarnya, hanya Junia yang menjalani kisah cinta tanpa hambatan hingga akhirnya melangkah ke altar pernikahan. Sementara Amelia dan Odelina menghadapi banyak rintangan dalam percintaan mereka. Olivia sendiri termasuk beruntung. Meskipun sempat ada konflik, perang dingin, bahkan sempat hendak bercerai, tapi pada akhirnya mereka saling mengerti, menghormati, dan mempercayai satu sama lain. Kini Olivia dan Stefan hidup bahagia.Stefan segera memperbaiki suasana hatinya dan berkata, "Sayang, tidur, yuk. Nggak usah terlalu dipikirin, deh. Biar mengalir dulu saja semuanya." Olivia mengangguk. Mereka berdua tidur dalam dekapan hangat tanpa sepatah kata pun malam itu.Esok harinya, Daniel terbangun tengah hari. Setelah tidur yang panjang, dia bangun dengan kondisi perut lapar. Akan tetapi kepalanya tidak terlalu sakit. Setelah menyadari hari sudah siang, Daniel bergegas mandi. Dia berganti pakaian dan turun ke bawah. Dari tangga, Daniel melihat ke
Daniel kecelakaan. Bukan Yanti yang menabrak mobil lain, tapi Daniel yang menabrak truk besar di depannya. Mobil yang di belakangnya, meski sempat mengerem mendadak, tetap menabrak belakang mobil Daniel. Yanti berhasil menghindari tabrakan lanjutan.Setelah menghentikan mobilnya, Yanti langsung melepas sabuk pengaman dan bergegas keluar dari mobil. Darius yang masih terkejut dengan kejadian tersebut, sempat berusaha membujuk Yanti agar tidak mengejar Daniel. "Sayang," panggilnya. "Mobil Daniel sudah menabrak."Tanpa menoleh, Yanti meninggalkan suaminya dan berlari menuju lokasi kecelakaan. Yanti melewati mobil sedan yang juga terlibat dalam kecelakaan, rusak parah di bagian depan. Penumpangnya tampak masih terpaku di dalam, mungkin terkejut. Sedangkan mobil Daniel, kondisinya lebih mengenaskan. Hampir separuh mobilnya tertindih di bawah truk, hanya bagian belakang yang masih terlihat. Daniel tergeletak tidak sadarkan diri di dalamnya."Daniel, Daniel ...," seru Yanti. Dia kehi
Biasanya Daniel selalu mendatangi rumah sewaan Odelina setiap hari. Stefan memperkirakan setelah Daniel bangun pada siang hari dan pergi menemui kakak iparnya, dia akan segera mengetahui bahwa Odelina telah pindah rumah. Namun, yang didapat Stefan bukanlah kabar itu, melainkan berita kecelakaan Daniel."Dia kecelakaan di mana? Menabrak atau ditabrak? Kondisinya gimana sekarang?" tanya Stefan saat menerima telepon dari Reiki. Saat itu, Stefan sedang dalam perjalanan ke Sekolah Menengah Mambera, berencana makan siang bersama Olivia.Junia hari ini tidak bisa datang ke toko buku. Kemarin, dia menjaga toko sepanjang sore dan Reiki khawatir dia kelelahan. Sebenarnya Junia tidak terlalu lelah, tapi karena terlalu sayang pada Junia, Reiki memutuskan untuk tidak mengizinkan Junia keluar rumah hari ini.Junia pun hanya bisa tinggal di rumah. Dia sesekali melakukan video call dengan teman-temannya sembari mengeluhkan kekangan-kekangan yang dia dapatkan sejak hamil. Junia selalu bertanya-tan
Setelah ragu sejenak, Stefan akhirnya memberitahu istrinya tentang kejadian yang sebenarnya. “Oliv, aku nggak bisa datang. Kamu makan sendiri dulu, ya. Aku ... aku lagi di rumah sakit. Daniel kecelakaan.”Mendengar hal itu, Olivia bertanya dengan cemas, “Kok bisa kecelakaan? Kecelakaannya pas kamu lagi bareng Pak Daniel? Pak Daniel nyetir pas lagi mabuk?” Stefan buru-buru menjelaskan, "Nggak, kami nggak minum hari ini. Kemarin kami memang minum, tapi kami nggak nyetir setelah itu. Aku nggak tahu pasti gimana kejadiannya, Reiki yang ngasih kabar. Makanya aku langsung ke rumah sakit. Daniel lagi ditolong. Katanya lukanya paling parah di kakinya. Nggak tahu apa kakinya bisa diselamatkan apa nggak.” Suara Stefan terdengar sedih saat menjelaskan situasi tersebut."Aku juga sudah selesai kerja, mau tutup toko. Aku ke rumah sakit juga, deh,” jawab Olivia. Stefan tidak menghalangi, hanya mengingatkan, “Kamu bawa mobilnya pelan-pelan, ya.” "Aku minta pengawal saja yang nyetir. Kamu juga ja
"Nggak ada, sangat baik." Keluarga suaminya menunjukkan tingkat perhatian yang berlebihan terhadapnya, tetapi itu juga menandakan betapa mereka peduli padanya dan tentu saja pada bayi kecil yang ada di dalam perutnya. "Bagus kalau begitu. Mama sekarang paling takut mendengar kabar bahwa kamu mengalami sesuatu." Dewi akhirnya merasa lega, lalu berkata, "Ada seorang teman Mama, menantunya juga lagi hamil lima bulan. Tapi dua hari yang lalu, bayinya nggak berkembang lagi. Dia menangis sampai seperti kehilangan akal. Bayinya laki-laki dan sudah terbentuk, tapi entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba janinnya nggak berkembang." "Ah, Cih! Olivia sehat, dan bayi kita juga sangat sehat." Kekhawatiran Dewi terhadap Olivia memang dipicu oleh kejadian yang menimpa menantu temannya itu. "Hamil lima bulan masih bisa mengalami janin nggak berkembang?" Dewi menggandeng tangan menantunya dengan hangat. Keduanya masuk ke dalam rumah dengan akrab layaknya ibu dan anak kandung. Sedangkan Stefan? Di
Olivia berkata, "Aku hanya mau bilang, kamu sekarang sudah setegang ini, nanti saat aku melahirkan, apakah kamu akan seperti Amelia, langsung mengemudi sendiri ke rumah sakit?" Stefan menjawab dengan serius, "Jangan bandingkan aku dengan Amelia. Aku nggak akan seperti itu. Memang aku pasti akan tegang, tapi nggak sampai lupa padamu. Aku akan menemanimu masuk ke ruang bersalin." "Kamu mau masuk ke ruang bersalin bersamaku?" "Iya, aku akan menemanimu. Nggak peduli kapan dan apa yang terjadi, aku harus ada di sisimu." Olivia tersenyum, senyumnya begitu manis. "Stefan, terima kasih. Terima kasih karena sangat mencintaiku dan memperlakukanku dengan begitu baik!"Stefan kembali mengoreksinya, "Panggil aku "Sayang". Aku suka mendengar kamu memanggilku begitu. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kamu karena mau melahirkan anak untukku. Kamu adalah pahlawan besar di keluarga kita." "Kita nggak perlu saling berterima kasih terus." Olivia tertawa kecil sambil menyandarkan dirinya ke p
Terutama sejak Olivia hamil, Stefan berharap bisa menemani istrinya selama 24 jam sehari. Namun, Olivia tidak mengizinkannya untuk terus menempel padanya. “Aku masih harus kerja,” katanya sambil tersenyum. Melihat istrinya yang sedang hamil tetap bekerja, Stefan merasa tidak enak jika dirinya sendiri bermalas-malasan. “Harus kerja juga, cari uang buat beli susu bayi,” katanya sambil bercanda. Russel bilang, bayinya nanti laki-laki. Kalau benar anak laki-laki, Stefan mulai berpikir tentang masa depannya. “Harus cari uang buat beli rumah, mobil, dan biaya menikah. Itu semua butuh banyak uang.” Namun, kemudian dia tersenyum lega. Sebagai pewaris keluarga Adhitama, dia memiliki kekayaan melimpah. “Bisa dibilang, aku kekurangan segalanya kecuali uang. Uangku cukup untuk anakku hidup nyaman seumur hidup. Kelak ada cucu dan cicit, harus tetap menjaga keluarga Adhitama sebagai keluarga terkaya di Mambera, dari generasi ke generasi.” “Nicho mulai kerja tahun depan, ya?” Olivia merasa s
"Olivia, mari kita kembali ke rumah lama sebentar dan beri tahu Nenek. Dia pasti ingin bertemu dengan para tetua itu," kata Stefan. Mereka adalah orang-orang dari masa yang sama. Di zamannya, Nenek adalah sosok yang cukup terkenal di Mambera. Kemungkinan besar, para tetua itu juga mengenal neneknya. Namun, memikirkan bahwa Olivia sudah bangun pagi-pagi, Stefan mengubah keputusannya. Dia berkata, "Kamu pulang saja untuk istirahat. Aku sendiri yang akan pergi ke rumah lama. Kalau Nenek ingin datang, aku akan mengantarnya ke sini." Olivia menjawab, "Aku nggak lelah. Aku akan menemanimu pergi." "Sudah lama kita nggak pulang ke sana. Akhir pekan ini, kita bawa Russel untuk menginap dua hari. Sekalian beri tahu keluarga, setelah libur musim dingin minggu depan, aku mau bawa Russel ke Kota Aldimo untuk bermain beberapa hari." Stefan dengan perhatian bertanya, "Apa kamu nggak akan merasa terlalu capek? Kalau lelah, sebaiknya istirahat saja, jangan memaksakan diri." Olivia menepuk ringan
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia
Wajah Yuna berubah drastis. “Dokter Panca, apakah nggak ada cara agar Om Setya bisa hidup beberapa tahun lagi?” Dokter Panca berkata, “Saya dan murid-murid saya sudah pakai semua obat terbaik yang kami tanam untuknya. Kami sudah melakukan yang terbaik. Dia bisa bertahan sampai sejauh ini, pertama karena kami membantu memulihkan tubuhnya, dan kedua karena obsesi yang ada di hatinya.” “Meski dendam besar mamamu belum terbalaskan, melihat kalian hidup dengan baik, memiliki kekuatan dan dukungan, Om Setya merasa lebih tenang. Dia percaya bahwa balas dendam untuk ibumu bisa diserahkan sama kalian, jadi dia bisa pergi menemui majikannya dengan hati lega.” “Begitu obsesi itu hilang, seperti yang saya katakan sebelumnya, semangatnya akan turun. Ketika itu terjadi, dia nggak akan bertahan lama lagi. Apalagi, usianya sudah hampir seratus tahun. Bahkan kalua hari itu tiba, kalian harus menerimanya dengan tenang.” Hidup hingga seratus tahun, meski sering diucapkan, berapa banyak orang yang be
Sama seperti para lelaki di keluarga menantunya. Tidak heran kedua keluarga itu bisa memiliki hubungan yang erat. Mereka adalah orang-orang yang sejenis. “Dokter Panca,” sapa Stefan dengan hormat. Lelaki tua itu mengangguk lagi. Kemudian, dia memperkenalkan beberapa teman lamanya kepada pasangan itu. Terakhir, dia menunjuk Setya dan berkata kepada Olivia, “Bu Olivia, kakakku ini adalah orang yang selama ini kalian cari. Tantemu memanggilnya Om Setya.” “Dokter Panca, panggil aku Olivia saja,” kata Olivia dengan sopan. Dia menoleh ke Setya dan menyapanya, “Kakek Setya.” Sebagai generasi muda, Olivia belum pernah bertemu dengan asisten tua itu, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu, baik Olivia maupun Setya, tidak memiliki perasaan emosional yang sama seperti Yuna. Setya tersenyum dan mengangguk, lalu berkata, “Kamu pasti Olivia, 'kan?” Bu Yuna benar, Olivia tidak begitu mirip dengan Reni. Sekilas terlihat sedikit mirip, tapi kalau diperhatikan lebih saksama, ternyata nggak. Keli
“Om Setya, putri sulung Reni sudah pergi ke Cianter untuk berkarier. Anda untuk sementara nggak bisa bertemu dengannya,” kata Yuna dengan suara lembut.Dia tahu alasan Setya sering memandang Amelia. Mungkin lelaki itu khawatir bahwa keluarga ibunya tidak ada yang mampu mengambil alih keluarga Gatara. Setya sangat setia, dan menganggap keluarga Gatara itu adalah milik keturunan majikannya.Meskipun Patricia telah duduk di posisi kepala keluarga selama lebih dari 40 tahun, Setya tetap tidak mengakui kedudukan Patricia yang sah. Perempuan itu tidak ingin Setya hidup, karena selama dia masih hidup, Patricia selalu merasa posisinya tidak kokoh. Tanpa Setya, dengan semua saudaranya ang telah tiada, mengambil alih keluarga Gatara menjadi hal yang wajar baginya, sehingga dia akan merasa lebih percaya diri. “Olivia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi Anda bisa bertemu dengannya,” “Olivia lebih mirip ayahnya, sedangkan Odelina lebih mirip Reni. Anak laki-laki Odelina, Russel, sangat mirip
Yuna menangis sejadi-jadinya di depan nisan adiknya. Namun, tidak peduli seberapa keras tangisnya, dia tidak dapat menghidupkan kembali adiknya. Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi sosok ibu bagi kedua keponakannya dan memberikan mereka lebih banyak kasih sayang.Yuna dan adiknya mengalami masa kecil yang tragis. Kemudian, keduanya dipisahkan oleh dua alam yang berbeda. Setelah mengetahui penyebab kematian orang tuanya, Yuna sangat membenci Patricia.“Kalau nggak ingin orang tahu apa yang kamu lakukan, lebih baik nggak usah lakukan. Dia akan membayar harga atas semua perbuatannya,” ujar Setya dengan penuh kebencian.“Benar, Om. Dia akan bayar harga atas semua yang telah dia lakukan.”“Aku yang nggak berguna. Aku nggak punya banyak bukti. Hanya ada sedikit. Karena orang-orang yang tahu masalah ini sudah mati semua, jadi sulit untuk memberatkannya dengan bukti yang sedikit ini.” Usai berkata, Setya kembali menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.“Aku nggak peduli ada bukti