Sesaat, Olivia tak bisa menanggapi. Dulu Olivia merasa tak cocok dengan Stefan karena masalah latar belakang keluarga. Sedangkan Rosalina, adalah masalah kesehatan. Setelah diam beberapa saat, Olivia menghibur, “Rosa, mata kamu pasti sembuh, kok. Calvin pasti akan bantu kamu cari dokter terhebat yang bisa nyembuhin mata kamu.”Sekarang Calvin sedang pergi ke kota Aldimo. Entah bagaimana keadaannya sekarang. Rosalina segera mengenyahkan kegelisahannya. dia tersenyum kepada Olivia, "Olivia, nggak usah bahas ini lagi, deh. Bagus kalau Calvin ada di luar kota lebih lama. Anggap saja kami pisah sejenak, kasih waktu untuk saling merenung. Siapa tahu dia akan menyerah." Meskipun Rosa menyukai Calvin, tapi Rosa tetap memiliki keraguan untuk menerimanya. Rosalina selalu merasa sebagai orang buta, dirinya tidak layak untuk Calvin. Seorang pemuda hebat dari keluarga Adhitama. Menurutnya, Calvin seharusnya menikahi wanita yang lebih baik.Olivia berkata, "Kecuali jika Calvin nggak benar-bena
Daniel membawa Russel ke dalam rumah sambil menutup pintu di belakangnya. Dia tersenyum menjawab pertanyaan si kecil, "Om Daniel ini bos, jadi kalau nggak mau kerja ya nggak usah kerja, nggak ada yang bisa ngatur Om Daniel. Om Daniel juga nggak perlu khawatir gajinya dikurangi." Russel dengan polosnya bertanya lagi, "Tapi ‘kan Om Stefan juga bos, kenapa dia harus kerja tiap hari?" Daniel menjawab, "Perusahaan pamanmu itu lebih besar sedikit dari punya Om Daniel, jadi urusannya juga lebih banyak. Makanya dia harus kerja tiap hari." Russel tampak puas dengan jawabannya.Setelah menurunkan Russel, Daniel memanggil Odelina sambil membawa seikat bunga. Dia menatap Odelina dengan penuh kasih saat menyerahkan bunga itu. Odelina, dengan nada pasrah, berkata, "Pak Daniel, saya nggak suka bunga. Tolong lain kali jangan bawa lagi, ya?" Odelina sudah berkali-kali menolak, tapi Daniel tetap saja mengirim bunga. Karena Odelina tidak mau menerima bunga, Daniel mengambil vas dan meletakkan bung
Odelina dan Yanti memang sempat berbicara, tapi Odelina tidak memberitahu Daniel sedikit pun. Daniel tetap mengetahui semuanya dari ibunya. Dia marah ketika mengetahui ibunya meminta Odelina untuk menghentikan sewa dan pindah dari Mambera, bahkan ingin Odelina membawa Russel pergi. Daniel sangat marah dan bertengkar hebat dengan ibunya.Yanti marah, begitu juga Daniel. Singkatnya, ibu dan anak ini sama-sama keras kepala, tidak ada yang mau mengalah. Odelina hanya melirik Daniel dan kembali sibuk dengan pekerjaannya sendiri, lalu berkata, "Ini bukan masalah saya. Saya nggak mau berkorban begitu banyak." Daniel tersenyum, Odelina yang seperti inilah yang Daniel sukaii.Russel, yang membawa ponsel ke dalam kamarnya, menelpon Olivia. Dia tahu nomor pertama di buku telepon ibunya adalah nomor Tante Oliv-nya. Olivia segera menjawab telepon. "Kak, ada apa?" Olivia mengira itu kakaknya yang menelpon. "Tante Oliv, ini aku, Russel." Mendengar suara kekanak-kanakan Russel, Olivia terse
"Baik, baik banget," ucap Russel dengan tulus. Anak-anak memiliki hati yang murni. Meskipun usia mereka masih belia, mereka bisa merasakan siapa yang benar-benar tulus kepada dirinya. Terkadang, hanya karena keterbatasan usia, mereka kesulitan mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata.Daniel dari awal memang menyukai Russel. Dari dulu dia selalu ingin menggendong Russel. Ketika itu, Russel yang masih kecil. Dia takut pada bekas luka di wajah Daniel dan selalu menolak untuk digendong. Namun, setelah mereka menjadi lebih dekat, Daniel akhirnya bisa menggendong Russel dengan leluasa. Karena kecintaannya pada Russel, Daniel mulai memperhatikan ibunya. Secara bertahap, Daniel pun jatuh cinta pada Odelina, ibu dari Russel."Om Daniel baik banget sama Russel. Suka banget sama Russel. Mana mungkin dia mau merebut Mama dari Russel?" ujar Olivia. "Jadi, percaya saja sama Om Daniel. Dia hanya mau sama mama kamu untuk menyayangi Russel. Bukan buat merebut mamamu." Russel merasa lega menden
Russel melihat Daniel sebagai pelindungnya, dan tindakannya yang penuh kepercayaan ini membuat Daniel tertawa lebar, suatu pemandangan yang membuat Odelina tak tahu harus berkata apa."Om Daniel, Mama melotot sama aku," adu Russel sambil melirik ke Odelina.Daniel masih tertawa. Dia menggendong Russel dan bertanya padanya, "Coba cari tahu kenapa Mama melotot. Om Daniel yang besar ini ada di sini, tapi Mamamu malah marahnya sama kamu yang kecil, kenapa, ya?"Odelina mendekat.Russel dengan polos menjawab, "Setelah aku telepon Tante Oliv, aku main ponsel, terus Mama ambil ponsel Russel.""Itu bukan ponselmu, itu ponsel Mama," sahut Odelina.Russel tidak berani membantah karena memang ponsel itu milik ibunya. "Aku bilang, ‘Kok Mama boleh main ponsel, kenapa Russel nggak boleh?’ Terus Mama marah," ujar Russel dengan suara yang semakin pelan, menunjukkan ia juga menyadari bahwa bermain ponsel itu sebenarnya tidak baik.Daniel dengan lembut berkata, "Russel masih kecil, kalau terlalu sering
Yanti menanyakan kepada Daniel dengan nada tegas dan khawatir, "Kamu pergi ke mana? Mama ada di kantormu, di ruang kerjamu, dan kamu nggak ada di sini selama jam kerja. Jangan bilang kamu keluar untuk urusan bisnis, ya! Sekretarismu saja masih di sini." Yanti curiga, "Kamu pasti lagi ke Odelina,’kan? Sudah berapa kali Mama bilang, Odelina nggak cocok buat kamu. Dia sudah bercerai dan punya anak laki-laki usia tiga tahun. Kamu mau bantu membesarkan anak orang lain, tapi Mama nggak mau jadi nenek dari anak yang bukan darah dagingku! Kamu yang nantinya harus membesarkan anaknya, bahkan sampai membelikan rumah dan mobil. Sementara ayah kandungnya nggak perlu modal apa-apa. Di Mambera ada banyak banget perempuan muda dan cantik, kenapa nggak pilih salah satu dari mereka saja sih daripada Odelina?" Yanti benar-benar kesal dengan sikap anaknya.Daniel, dengan nada serius, menjawab, "Hidupku, aku yang atur, Mama nggak perlu khawatir. Aku bukan saudara-saudaraku." Setelah berkata demikian, Da
Russel bertanya dengan polos, "Mama, memangnya kenapa kita harus pindah ke tempat lain?" Russel sudah terbiasa tinggal di sana selama hampir setengah tahun.Odelina menjawab dengan sedikit berbohong, "Russel mulai sekolah TK bulan September nanti, kan. Tempat kita sekarang agak jauh dari TK itu. Jadi, kita pindah ke tempat yang lebih dekat, supaya lebih mudah buat Mama antar kamu ke sekolah." Seorang anak berusia tiga tahun tentu tidak punya banyak pendapat tentang hal seperti itu. Russel mengangguk setuju setelah mendengar penjelasan ibunya.Kemudian, Odelina menelepon agen properti dan menjelaskan kebutuhannya untuk mencari tempat sewaan baru. Membeli rumah belum menjadi prioritas Odelina saat ini, karena yang terpenting adalah pendidikan anaknya. Russel akan bersekolah di TK terbaik di Mambera yang biaya tahunannya cukup mahal. Dari perceraiannya dengan Roni, Odelina mendapat sejumlah uang. Dia telah menginvestasikan sebagian di restoran ‘Makan Sepuasnya', yang meskipun bisnis
“Ma!”“Mama sudah berbicara terus terang, ya. Kalau kamu bisa memutuskan hubungan ibu dan anak sama Mama, maka Mama nggak akan lagi peduli dengan siapa kamu jatuh cinta atau siapa orang yang kamu kejar.” Setelah Yanti mengucapkan itu, ia berbalik dan pergi dengan marah.Daniel juga merasa sangat marah pada sikap ibunya.Daniel tidak mengerti, ibunya jelas tidak membenci Odelina. Lalu mengapa ibunya itu begitu keras kepala dan tidak setuju dengan hubungannya dengan Odelina?Daniel bahkan belum berhasil menarik hati Odelina. Akan tetapi, ibunya sudah membuat keributan sebesar ini, menahan langkahnya.Odelina yang pada dasarnya tidak mencintai Daniel, akan menjadi lebih takut untuk mencintai atau menerima perasaan Daniel karena sikap ibunya.Daniel menoleh dan melihat ke belakang. Dia tidak kembali ke rumah sewaan Odelina, melainkan menuju ke mobilnya/ Setelah masuk mobil, dia menelepon Stefan dan Reiki, mengajak mereka keluar untuk minum.Tanpa peduli apakah kedua temannya itu setuju at
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia
Wajah Yuna berubah drastis. “Dokter Panca, apakah nggak ada cara agar Om Setya bisa hidup beberapa tahun lagi?” Dokter Panca berkata, “Saya dan murid-murid saya sudah pakai semua obat terbaik yang kami tanam untuknya. Kami sudah melakukan yang terbaik. Dia bisa bertahan sampai sejauh ini, pertama karena kami membantu memulihkan tubuhnya, dan kedua karena obsesi yang ada di hatinya.” “Meski dendam besar mamamu belum terbalaskan, melihat kalian hidup dengan baik, memiliki kekuatan dan dukungan, Om Setya merasa lebih tenang. Dia percaya bahwa balas dendam untuk ibumu bisa diserahkan sama kalian, jadi dia bisa pergi menemui majikannya dengan hati lega.” “Begitu obsesi itu hilang, seperti yang saya katakan sebelumnya, semangatnya akan turun. Ketika itu terjadi, dia nggak akan bertahan lama lagi. Apalagi, usianya sudah hampir seratus tahun. Bahkan kalua hari itu tiba, kalian harus menerimanya dengan tenang.” Hidup hingga seratus tahun, meski sering diucapkan, berapa banyak orang yang be
Sama seperti para lelaki di keluarga menantunya. Tidak heran kedua keluarga itu bisa memiliki hubungan yang erat. Mereka adalah orang-orang yang sejenis. “Dokter Panca,” sapa Stefan dengan hormat. Lelaki tua itu mengangguk lagi. Kemudian, dia memperkenalkan beberapa teman lamanya kepada pasangan itu. Terakhir, dia menunjuk Setya dan berkata kepada Olivia, “Bu Olivia, kakakku ini adalah orang yang selama ini kalian cari. Tantemu memanggilnya Om Setya.” “Dokter Panca, panggil aku Olivia saja,” kata Olivia dengan sopan. Dia menoleh ke Setya dan menyapanya, “Kakek Setya.” Sebagai generasi muda, Olivia belum pernah bertemu dengan asisten tua itu, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu, baik Olivia maupun Setya, tidak memiliki perasaan emosional yang sama seperti Yuna. Setya tersenyum dan mengangguk, lalu berkata, “Kamu pasti Olivia, 'kan?” Bu Yuna benar, Olivia tidak begitu mirip dengan Reni. Sekilas terlihat sedikit mirip, tapi kalau diperhatikan lebih saksama, ternyata nggak. Keli
“Om Setya, putri sulung Reni sudah pergi ke Cianter untuk berkarier. Anda untuk sementara nggak bisa bertemu dengannya,” kata Yuna dengan suara lembut.Dia tahu alasan Setya sering memandang Amelia. Mungkin lelaki itu khawatir bahwa keluarga ibunya tidak ada yang mampu mengambil alih keluarga Gatara. Setya sangat setia, dan menganggap keluarga Gatara itu adalah milik keturunan majikannya.Meskipun Patricia telah duduk di posisi kepala keluarga selama lebih dari 40 tahun, Setya tetap tidak mengakui kedudukan Patricia yang sah. Perempuan itu tidak ingin Setya hidup, karena selama dia masih hidup, Patricia selalu merasa posisinya tidak kokoh. Tanpa Setya, dengan semua saudaranya ang telah tiada, mengambil alih keluarga Gatara menjadi hal yang wajar baginya, sehingga dia akan merasa lebih percaya diri. “Olivia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi Anda bisa bertemu dengannya,” “Olivia lebih mirip ayahnya, sedangkan Odelina lebih mirip Reni. Anak laki-laki Odelina, Russel, sangat mirip
Yuna menangis sejadi-jadinya di depan nisan adiknya. Namun, tidak peduli seberapa keras tangisnya, dia tidak dapat menghidupkan kembali adiknya. Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi sosok ibu bagi kedua keponakannya dan memberikan mereka lebih banyak kasih sayang.Yuna dan adiknya mengalami masa kecil yang tragis. Kemudian, keduanya dipisahkan oleh dua alam yang berbeda. Setelah mengetahui penyebab kematian orang tuanya, Yuna sangat membenci Patricia.“Kalau nggak ingin orang tahu apa yang kamu lakukan, lebih baik nggak usah lakukan. Dia akan membayar harga atas semua perbuatannya,” ujar Setya dengan penuh kebencian.“Benar, Om. Dia akan bayar harga atas semua yang telah dia lakukan.”“Aku yang nggak berguna. Aku nggak punya banyak bukti. Hanya ada sedikit. Karena orang-orang yang tahu masalah ini sudah mati semua, jadi sulit untuk memberatkannya dengan bukti yang sedikit ini.” Usai berkata, Setya kembali menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.“Aku nggak peduli ada bukti
Tahun lalu, Setya baru saja kembali dari gerbang kematian. Setelah mendengar perkataan Panca, Setya pun berusaha menenangkan dirinya. Dia menganggukkan kepala kepada teman-temannya, lalu berkata kepada yuna, “Non Yuna, aku akan berusaha tetap hidup. Sampai kalian membalaskan dendam orang tuamu, agar Bu Patricia terima hukuman atas perbuatannya. Kalau nggak, aku nggak bisa mati dengan tenang.”“Ini juga salahku. Selama bertahun-tahun, aku nggak bisa membalaskan dendam orang tuamu. Aku juga nggak bisa temukan keberadaan kamu dan adikmu.”Kalau saja Setya menemukan Yuna dan Reni lebih awal, Reni tidak akan meninggal secepat ini. Setya gagal melindungi kepala keluarga Gatara sebelumnya, juga gagal melindungi kedua putri kepala keluarga Gatara sebelumnya. Setya merasa sangat bersalah.Setya yang telah menjalani pelatihan khusus menjadi asisten terpercaya kepala keluarga Gatara. Dia telah melakukan banyak hal untuk kepala keluarga Gatara. Namun pada akhirnya, dia gagal melaksanakan dua hal t
Yuna memanggil pria itu Setya, adik Yuna juga ikut memanggilnya dengan nama itu. Setiap kali Yuna dan adiknya memanggil Setya, pria itu selalu menjawab sambil tersenyum.Dalam ingatan Yuna yang samar-samar, orang tuanya dan Setya sangat sibuk. Namun, kesehatan ibunya kurang baik, jadi ibunya sering meminta bibinya yang tidak lain adalah Patricia untuk melakukan sesuatu.Sekarang kalau dipikir-pikir, justru karena ibunya Yuna sakit. Jadi ibunya Yuna mau tidak mau sering minta Patricia mengurus perusahaan dan urusan keluarga, sehingga timbul keinginan di dalam hati Patricia untuk merebut kekuasaan.Patricia pasti merasa dia telah berbuat banyak, tapi semua orang tetap berpihak pada ibu Yuna. Oleh karena itu, Patricia ingin mengambil alih. Karena dia mengira hanya dengan menjadi kepala keluarga, semua orang akan sepenuhnya berpihak padanya.“Huh ....”Syuna memanggil Sety, Setya menghela napas sambil menahan air matanya. Keduanya sama-sama tidak memiliki kesan mendalam terhadap satu sama
Stefan tertawa pelan. “Oke, asal kamu nggak berebut dengan tantemu untuk dapat perhatian, sebenarnya kamu akan merasa sangat bahagia. Ada begitu banyak orang yang sayang sama kamu. Cepat gosok gigi dan cuci muka. Habis itu ambil tasmu dan turun untuk sarapan dulu. Nanti om sopir yang antar kamu ke sekolah. Om dan tantemu ada urusan, nggak bisa antar kamu.”Russel memanyunkan bibir lagi. Namun pada akhirnya, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia pun pergi mencuci muka dan menggosok gigi dengan tenang. Sedangkan Stefan kembali ke kamarnya untuk membangunkan Olivia. Dia memberitahu Olivia kalau Dokter Panca membawa asisten nenek Olivia ke rumah keluarga Sanjaya.Olivia langsung bangun dan mandi secepatnya. Selesai ganti baju, dia bergegas turun bersama suaminya. Di sisi lain, Aksa juga telah membangunkan orang tuanya. Begitu mengetahui kedatangan para pria tua dan salah satu di antaranya adalah guru Kellin, Yuna langsung keluar dari kamar. Namun, suaminya segera menghentikannya.“Yuna, k
Mereka berdua sedang bertelepon, tapi Stefan malah bilang kalau dia tidak bicara dengan Aksa. Karena Aksa tahu Stefan pasti sedang mengurus Russel, Aksa pun tidak marah.“Oke, kamu bisa bicara sekarang.” Stefan akhirnya bicara dengan Aksa.Kalau bukan karena tahu Olivia masih tidur saat ini, Aksa sungguh tidak ingin menelepon Stefan. Dengar saja nada bicara Stefan, sangat menjengkelkan, bukan? Seolah-olah Aksa akan melapor ke Stefan saja.Aksa pun berkata sambil menahan amarahnya, “Dokter Panca bawa asisten nenekku datang ke sini. Selain mereka berdua, ada beberapa pak tua lainnya. Mereka mungkin para master yang menguasai dunia beberapa puluh tahun yang lalu. Kamu bilang sama Olivia. Kalau kamu bisa datang, kamu temani Olivia datang ke sini sebentar.”“Dokter Panca?” Stefan spontan mengerutkan kening. “Kamu yakin orang itu Dokter Panca?”“Aku nggak yakin. Makanya aku suruh Jonas datang. Jonas pernah bertemu dengannya. Tapi aku rasa mereka nggak akan berbohong. Nggak akan ada yang bera