Setelah mendengar perkataan Cherly, Odelina sangat curiga kalau Cherly mendapat keuntungan dari Daniel ketika menandatangani kontrak dengan pria itu, sehingga Cherly datang untuk membantu Daniel sebagai pelobi.Seolah-olah bisa membaca pikiran Odelina, Cherly tiba-tiba tertawa dan berkata, “Kak Daniel nggak suruh aku datang ke sini. Aku tahu Kak Daniel sedang kejar kamu tapi bertemu hambatan di mana-mana. Jadi aku datang untuk katakan hal baik tentang Kak Daniel.”“Bu Cherly, aku hanya anggap Pak Daniel sebagai teman.”“Karena Tante Yanti nggak terima kamu?”“Nggak ada hubungannya dengan Bu Yanti. Aku benar-benar hanya anggap Pak Daniel sebagai teman, nggak ada perasaan lain.”Sebenarnya Yanti juga merupakan salah satu alasan. Hanya saja, bukan itu alasan utamanya. Odelina tidak menerima perasaan Daniel karena dia benar-benar tidak mencintai pria itu. Dia hanya menganggap Daniel sebagai teman, tidak lebih, tidak ada perasaan lain.Setelah bercerai dengan Roni, Odelina pernah mengatakan
SMP Negeri Kota Mambera.Amelia memarkir mobilnya, lalu masuk ke toko buku Olivia sambil membawa kunci mobilnya. Olivia sedang jaga toko sendirian. Kadang-kadang, dia akan membuat barang kerajinan tangan saat bosan.Olivia baru saja selesai membuat barang kerajinan tangan berupa sepeda ketika Amelia masuk ke dalam toko.“Kenapa kamu buat barang beginian lagi? Bukannya kamu sudah serahkan semuanya ke orang lain? Jangan ambil terlalu banyak pekerjaan. Kalau kamu kelelahan, Stefan marah lalu dia nggak izinkan kamu lakukan apa pun dan suruh kamu diam saja di rumah setiap hari. Kalau sampai jadi seperti itu, jangan mengeluh pada kami, ya.”Amelia meletakkan kunci mobilnya di meja kasir lalu ikut duduk di bangku. Dia mengambil sepeda yang baru saja diselesaikan Olivia dan memuji, “Oliv, nggak bisa dipungkiri tanganmu memang benar-benar hebat. Apa pun yang kamu buat terlihat sama persis dengan barang aslinya.”“Aku pernah mempelajarinya secara khusus. Kamu suka apa, kalau sempat aku buatkan u
“Beli tanah dan bangun sendiri butuh waktu lebih lama. Kita sewa kantor dulu, kalau ada lokasi bagus, kita baru beli dan bangun sendiri,” kata Olivia.“Boleh juga. Kita harus beritahu Junia tentang hal ini. Kamu atau aku yang kirim pesan ke dia?”Amelia bertanya pada Olivia. Tanpa menunggu Olivia menjawab, dia tertawa dan berkata, “Kamu saja yang kirim. Kamu dan Junia sudah berteman lebih dari sepuluh tahun. Sekalipun kamu ganggu bulan madu dia dan Reiki, Reiki nggak akan berani marah sama kamu.”Olivia juga tertawa, “Oke, nanti malam aku telepon dia.”“Lihat Junia posting story setiap hari, aku benar-benar jadi iri padanya,” kata Amelia.“Aku juga iri. Stefan bilang setelah kami adakan resepsi pernikahan kami, dia juga akan bawa aku pergi bulan madu.”“Aku sudah bosan bilang iri. Sejak bergaul dengan kalian, setiap hari aku dibuat jengkel karena hanya bisa lihat kemesraan kalian.”Olivia tertawa, “Kebahagiaanmu juga nggak jauh lagi, kok. Pak Jonas kasih kamu bunga dan surat cinta seti
Amelia tertawa dan berkata, “Hari ini dia sangat sibuk. Selain kasih aku bunga dan surat cinta seperti biasa, dia hanya kirim beberapa pesan. Kakak iparnya sebentar lagi akan melahirkan. Dia bilang dia mau urus semuanya secepat mungkin, lalu pulang ke Kota Aldimo.”Olivia bergumam, lalu berkata, “Mulan hamil anak kembar, anak kembar sering kali lahir lebih awal. Dia pernah bilang ke aku hari perkiraan lahirannya di sekitar bulan Juni. Sekarang sudah pertengahan Mei, sebentar lagi, sih.”Begitu membicarakan soal anak, Amelia ingin bertanya apakah Olivia sudah hamil. Namun, dia segera mengurungkan niatnya itu. Sekarang Olivia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, perhatiannya jadi teralihkan. Makanya Olivia tidak memikirkan soal kehamilan lagi. Kalau Amelia mengungkit hal itu, Olivia akan kembali merasa sedih.“Nanti aku mau jemput Stefan pulang kerja, nggak bisa temani kamu makan.”Amelia yang pengertian berkata, “Baiklah kalau begitu. Bagaimana kalau aku juga pergi ke perusahaan Jonas jem
Mereka tidak bisa melihat Rosalina hidup enak. Rosalina telah mengambil alih Siahaan Group. Odelina tahu karena Stefan yang memberitahunya.Rosalina juga tahu kalau siasatnya tidak bisa disembunyikan dari keluarga Adhitama. Oleh karena itu, dia tidak menyembunyikannya saat bicara dengan Olivia.“Nggak akan ada yang bisa ambil barang milik aku dan adikku,” kata Rosalina.Rosalina tidak akan mengambil semua yang ada di keluarga Siahaan. Setelah adiknya dewasa dan bisa mengurus dirinya sendiri, Rosalina akan memberikan bagian milik adiknya. Kalau soal Giselle, Rosalina sama sekali tidak pernah mempertimbangkannya.“Kalau kamu butuh bantuan, bilang saja. Kami pasti akan bantu sebisa mungkin,” kata Olivia.“Terima kasih. Untuk saat ini, aku bisa atasi sendiri. Ada Kak Doni yang bantu aku.” Selain itu, ada Calvin.Rosalina berusaha semaksimal mungkin untuk melepaskan diri dari Calvin. Dia tidak ingin berutang budi pada pria itu. Namun, dia harus mengakui kalau tanpa Calvin, akan ada lebih ba
“Rosalina.”Sorot mata Calvin yang menatap bibir merah Rosalina menjadi kian membara. Rosalina tidak bisa melihatnya, tapi dia bisa merasakan perubahan pada pria itu.Suara Calvin menjadi lebih pelan dan serak saat memanggil namanya. Pria itu ingin mengambil keuntungan darinya lagi. Begitu menyadari hal tersebut, Rosalina segera mundur.Tangannya masih memegang buket bunga uang besar yang diberikan secara paksa oleh pria berandal itu. Karena mundur dengan tergesa-gesa, Rosalina tidak sengaja menabrak sebuah pot bunga.Tepat ketika Rosalina akan jatuh, sepasang tangan yang kuat datang menyelamatkannya. Calvin cepat-cepat melingkarkan tangannya di pinggang Rosalina dan menariknya kembali lalu memeluknya dengan erat.Pelukan yang kosong kini terisi sosok perempuan yang lembut, hangat dan harum. Rasanya sangat nyaman.Begitu sadar, Rosalina segera meronta dan berkata dengan suara pelan, “Calvin, lepaskan aku.”Masih ada karyawan di toko bunga. Dua karyawan toko dan dua pengawal sedang meli
Calvin menarik Rosalina kembali ke kasir dan menyuruhnya duduk, lalu berkata, “Aku pergi masak dulu.”Rosalina tercengang, “Kamu benar-benar masak sendiri?”Rosalina sengaja berkata seperti itu barusan karena ingin Calvin mengerti. Rosalina buta, banyak hal yang menyulitkannya dalam hidup. Rosalina hanya akan menjadi beban bagi Calvin jika mereka bersama. Oleh karena itu, Rosalina ingin membuat Calvin mundur.“Biar kamu coba masakanku.”Calvin membungkuk dan berbisik di telinga Rosalina, “Orang bilang cinta itu berawal dari perut naik ke hati. Kenapa aku nggak kepikiran dengan cara ini?”“Calvin, apakah aku benar-benar pantas?”“Pantas.”Rosalina tidak mengatakan apa-apa lagi.“Kamu boleh pegang buket bunga ini dan pamer ke orang lain. Kamu mau bongkar buketnya juga boleh. Tapi jangan kembalikan uang itu padaku. Kalau nggak, aku bakal marah banget. Kamu sudah rasakan akibatnya kalau aku marah.”Rosalina lagi-lagi diam membisu. Semakin lama dia semakin tidak berdaya menghadapi berandal
Kakak sepupu tertua Rosalina memberi perintah. Adik serta saudara sepupu lainnya segera beraksi. Mereka menjatuhkan pot bunga kecil di rak Rosalina.“Apa yang kalian lakukan?” Rosalina berdiri dan bertanya dengan tegas.Baim, kakak sepupunya datang sambil marah-marah, “Apa yang kami lakukan? Orang buta, kamu jahat, jangan salahkan kami nggak berbaik hati padamu. Kalian semua terus hancurkan toko ini!”“Cih, kamu masih sibuk hitung uang. Setelah putuskan sumber penghasilan kami, kamu masih saja hitung uang,” ujar Baim sambil tertawa sinis.Pada saat dia melihat buket bunga dari uang kertas, dia langsung mengulurkan tangan dan mengambil buket itu tanpa pikir panjang.Namun hanya dalam sekejap, buket bunga uang itu dirampas kembali dari tangan Baim. Bukan Rosalina yang mengambilnya kembali, melainkan Calvin.Baik keluarga Ciugito maupun keluarga Gunawan tahu kalau Calvin naksir Rosalina dan sedang mengejar Rosalina. Jika bukan karena Calvin, gabungan keluarga Ciugito dan keluarga Gunawan
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan
“Kami nggak pilih kasih. Russel satu-satunya cucu keluarga Pamungkas. Kami juga sangat sayang Russel. Dulu, dulu ... karena kami yang asuh Aiden, jadi lebih dekat dengan Aiden. Otomatis juga jadi pilih kasih, lebih sayang Aiden. Sekarang nggak akan seperti itu lagi,” janji Rita.Rita tahu kalau Roni kesal terhadap mereka. Dia juga menyadari kalau ini salah mereka, karena mereka selalu lebih mengutamakan Shella.Terutama karena terakhir kali, ketika Shella mengajak mertuanya makan di restoran. Shella ingin menipu Olivia dan membuatnya bayar tagihan, tapi tentu saja dia gagal. Tidak disangka, Shella malah menelepon Rita dan minta Rita yang bayar. Rita tidak tahu Shella sedang menipunya, dia pun mentransfer uang ke rekening Shella.Russel yang mengungkapkan hal itu. Saat Roni tahu, dia marah besar kepada mereka, bilang kalau mereka lebih sayang Shella. Kalau begitu, mereka pindah saja ke rumah Shella. Roni tidak akan memberikan biaya hidup kepada mereka lagi.Sekarang Roni menjadi sopir t
Seumur hidupnya, Roni hanya memiliki satu anak, yaitu Russel. Baginya, yang penting Russel masih mau mengakuinya sebagai ayah. Meskipun tidak dekat, setidaknya anaknya tidak menjauh. Itu sudah termasuk penghiburan bagi Roni.Setelah mengakhiri panggilan telepon, Russel mengembalikan ponsel ke Olivia dan berkata, “Papa mau jemput aku dan suruh aku menginap di rumahnya selama beberapa hari. Aku bilang nggak mau. Besok kita mau pergi cari Liam. Aku nggak mau ke sana dan main sama Kak Aiden. Kak Aiden selalu ganggu aku. Tapi sekarang aku sudah nggak takut dengan Kak Aiden lagi. Aku sudah belajar ilmu bela diri.”Meskipun Russel tidak memiliki banyak bakat dalam seni bela diri, setelah menjalani latihan dalam waktu lama, tubuhnya menjadi lebih kuat dan bertenaga. Pelatih bilang kalau dia terus berlatih, Russel akan memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Russel tidak serakah. Dia hanya ingin memiliki kemampuan seperti Olivia.“Iya, kalau kamu nggak mau pulang ke sana ya nggak u
“Angkat saja.”Pada akhirnya Russel mengangkat telepon dari ayahnya. Olivia menyerahkan ponselnya kepada Russel dan menyuruhnya mengangkat telepon. Selama bisa tidak bicara dengan Roni, Olivia tidak akan bicara dengan pria itu.“Papa,” panggil Russel.Roni menjawab dan bertanya sambil tertawa pelan, “Russel belum tidur?”“Ini sudah mau tidur. Tiba-tiba Papa telepon. Papa sudah pulang kerja? Ribut sekali di sana.”“Papa belum pulang kerja. Tapi kalau Papa mau pulang kerja juga nggak apa-apa. Tantemu ada di sana, nggak?” tanya Roni.“Ada. Papa cari Tante?”“Russel, kamu mau ke sini selama beberapa hari, nggak? Kamu lagi libur, kan. Bagaimana kalau kamu ke sini? Kakek dan nenekmu kangen sama kamu.”Roni menelepon untuk berdiskusi dengan Olivia. Dia ingin menjemput Russel ke rumahnya dan tinggal di sana selama beberapa hari. Toh, anak sekolah sedang libur. Apalagi orang tuanya juga rindu dengan cucu mereka.Shella mengantar Aiden ke sana. Kalau hanya ada Aiden, rasanya terlalu bosan. Jadi
Ingatan anak sebelum usia tiga tahun biasanya akan hilang seiring bertambahnya usia. Namun, kejadian itu meninggalkan luka yang terlalu dalam bagi Russel, sehingga dia tidak dapat melupakannya.Setelah kejadian itu, Russel mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama. Dia juga selalu ingat adegan di mana ibunya terluka dan berlumuran darah ketika menyelamatkannya.“Aku hanya percaya Mama, Tante, Om Stefan, Om Daniel dan yang lainnya.” Russel berkata dengan serius, “Aku nggak berani percaya papaku dan yang lainnya.”Russel mengerti segalanya. Olivia mengelus wajah mungil keponakannya dan menatapnya dengan lembut.“Kamu segalanya bagi mamamu. Apa pun yang terjadi, Tante nggak akan biarkan kalian terpisah. Russel, mamamu sudah melewati banyak masa-masa sulit. Setelah dewasa, kamu harus berbakti pada mamamu.”“Pasti, Tante. Kalau aku sudah besar, aku akan cari banyak uang untuk beli rumah besar dan mobil baru untuk Mama. Biar Mama nggak perlu capek-capek kerja lagi. Aku juga akan belikan ru
Pukul sembilan malam, Kota Mambera.Setelah melakukan panggilan video dengan kakaknya, Olivia berkata kepada Russel, “Kamu sudah selesai kemas barangmu, belum? Jangan lupa bawa hadiah untuk Liam.”“Sudah. Aku hanya bawa beberapa mainan dan hadiah untuk Liam,” jawab Russel. “Biar aku yang ketinggalan, hadiah untuk Liam juga nggak akan ketinggalan.”Olivia tertawa pelan. “Kalau kamu ketinggalan, siapa yang kasihkan hadiah untuk Liam?”Russel tersipu malu. Olivia menggendongnya, lalu mendudukkannya di tempat tidur. “Om Stefan lagi ke luar kota. Malam ini kamu tidur sama Tante. Besok pagi habis sarapan, kita langsung pergi ke rumah Om Yose. Suruh kamu pergi bareng kakek-kakek itu, kamu nggak mau. Padahal mereka suka banget sama kamu. Mereka akan jaga kamu dengan baik.”Russel baring di tempat tidur, tapi dia menyandarkan kepalanya di paha Olivia dan berkata, “Mereka sangat suka sama aku. Tapi aku nggak terlalu kenal mereka. Tante dan Mama sering bilang jangan mau pergi dengan orang lain se
Kepala pelayan hanya bisa menghela napas dalam hati. Bahkan Cakra saja tidak memiliki kebebasan seperti ini, padahal dia adalah suami dari Patricia. Namun, perempuan itu lebih memercayai Dikta. Dia adalah asisten setia yang telah menemani Patricia sepanjang hidupnya. Sementara itu, sejak skandal perselingkuhannya, Cakra sudah tidak memiliki posisi apa pun di hati Patricia. Jika bukan karena mereka memiliki anak, demi mempertimbangkan masa depan anak dan cucunya, mungkin mereka sudah lama bercerai. Setelah naik ke lantai atas, Dikta langsung menuju ruang kerja. Dia mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendapatkan izin dari Patricia, barulah lelaki itu masuk. Di dalam, Patricia sedang berlatih kaligrafi. Dikta berjalan mendekat dan mengamati tulisan yang dibuatnya. "Bagaimana menurutmu?" Patricia bertanya. "Tulisan tanganku ini." "Hati Bu Patricia sedang gelisah. Tulisan tangan pun ikut gelisah. Lebih baik berhenti saja, jangan buang-buang tinta dan kertas." Dikta adalah satu-sa