Stefan mendapatkan kembali suaranya. Dia terkekeh dan berkata, “Jonas, kalimatmu ini membuat aku yang mendengarnya jadi kebingungan.”“Bagaimana mungkin Yogi jadi sainganmu? Tiga tahun yang lalu dia baru berpisah dengan kekasihnya yang sudah berpacaran selama lima tahun. Sampai saat ini dia masih lajarng.”Yogi memang mengetahui tentang Amelia, tetapi mereka tidak pernah ada interaksi. Bisa dijamin Yogi tidak akan jatuh hati pada Amelia. Otomatis lelaki itu tidak akan menjadi saingannya Jonas.“Hari ini dia baru bertemu dengan Amelia. Terlalu dini bila mengatakan dia naksir dengan Amelia. Aku hanya khawatir saja karena sikapnya Bu Yuna yang membuatku merasa berbahaya. Oleh karena itu aku mencari tahu tentang Pak Yogi.”“Jonas, kamu ngomong yang jelas sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Stefan.“Kamu mau tahu apa tentang dia?”Jonas menceritakan apa yang terjadi pada Stefan dan berkata, “Aku hanya perlu tahu kalau dia memang sepupu kamu, belum menikah dan belum memiliki kekasih saja sud
“Yogi yang antar tantemu pulang. Setelah itu Jonas melihat Amelia tengah mengantar Yogi pulang dari rumahnya. Dia ketakutan dan menganggap Yogi sebagai saingan. Makanya langsung telepon aku nanya semua informasi dasar tentang Yogi.”“Tanteku kakinya parah, nggak?” tanya Olivia.“Keseleo dan sudah dikasih salep. Nggak ada masalah apa pun. Mereka juga ada dokter keluarga sendiri. Jonas bilang dokter keluarga hanya diam saja, seharusnya nggak masalah. Kamu nggak perlu khawatir.”Olivia tetap mengirimkan pesan untuk bertanya pada Amelia. Setelah itu dia menghubungi tantenya untuk memastikan bahwa Yuna hanya keseleo biasa saja. Setelah istirahat beberapa hari makan akan kembali normal.“Jonas memang peduli sekali dengan Amelia makanya bisa bersikap seperti itu.“Sebenarnya, siapa pun itu pasti akan melakukan hal yang sama selama orang yang dia suka ada interaksi dengan lawan jenis lainnya,” ujar Stefan.Dulu Stefan juga melakukan hal yang sama ketika kejadian Albert. Buktinya lelaki itu mem
Setelah mengakhiri panggilannya dengan Stefan, Jonas kembali memperhatikan tukang yang sedang bekerja. Pada saat yang sama, dia menelepon toko bunga dan meminta orang di toko bunga untuk mengantarkan buket mawar besar nanti malam.Waktu berlalu dengan cepat. Dalam sekejap mata, matahari telah terbenam di ufuk barat. Orang toko bunga mengantarkan buket bunga mawar sesuai dengan instruksi Jonas. Setelah Jonas membayar harga bunga, dia pun berjalan menuju vila keluarga Sanjaya sambil membawa buket bunga itu.Jarak kedua rumah sangat dekat, hanya butuh waktu kurang dari dua menit untuk berjalan kaki ke sana. Sesampainya di sana, Jonas hendak menekan bel. Namun, dia melihat Aksa keluar dari rumah. Oleh karena itu, dia pun tidak jadi menekan bel dan menunggu Aksa datang.Dua menit kemudian.Aksa telah berdiri di depan Jonas. Keduanya memiliki tinggi badan yang hampir sama, juga sama-sama memiliki aura yang mengesankan. Keduanya saling menatap satu sama lain.“Bunga ini ... sangat menyilaukan
Aksa terdiam sejenak, lalu menjawab, “Nggak jauh, tapi ....”“Pak Aksa.” Jonas berkata dengan serius, “Aku menyukai Amelia. Aku mengejarnya dengan tujuan untuk menikahinya. Aku nggak akan menyerah. Aku juga tahu apa yang keluarga kalian khawatirkan, makanya aku beli vila ini. Di Ferda Group, aku bertanggung jawab atas bisnis di Kota Mambera. Aku akan tinggal lama di Kota Mambera dan jarang kembali ke Kota Aldimo. Sekalipun kelak Amelia menikah denganku, kami juga akan tinggal di Kota Mambera, di vila ini.”Jonas merasa dirinya sudah melakukan cukup banyak hal.“Nggak ada yang bisa memastikan apa yang akan terjadi di masa depan. Siapa yang bisa jamin hal itu nggak akan terjadi? Kecuali kamu mau tinggal serumah dengan keluarga kami, mamaku baru akan pertimbangkan untuk terima kamu sebagai menantunya.”“Kalau Tante minta aku tinggal serumah, aku mau saja tinggal serumah. Kalau orang tuaku, yang penting ada kakakku juga sudah cukup.”Aksa, “....”Ibunya tidak pernah mengatakan hal seperti
Setelah terdiam sejenak, Jonas berkata, “Orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk kita. Hanya saja, kita belum tentu setuju dengan tindakan mereka, justru mudah buat kita merasa kalau mereka sedang mempersulit kita.”“Benar, orang tuamu juga begitu?” tanya Amelia.“Setelah aku dewasa, papa mamaku nggak pernah ikut campur urusanku lagi. Nggak, lebih tepatnya mereka nggak pernah atur-atur aku, kakakku yang atur aku. Orang tua kami nggak ikut campur dalam urusan anak-anaknya. Kecuali seperti aku yang sudah di usia segini tapi masih belum menikah, barulah mereka desak untuk segera menikah.”Amelia tertawa pelan, “Yah, dengar-dengar keluarga kalian cukup berpikiran terbuka, sama seperti keluarga Adhitama. Pantas saja kalian bisa jadi orang terkaya. Karena keluarga kalian punya sifat yang sama, keluarga harmonis maka semua hal jadi lancar.”“Amelia, apakah Tante suruh kamu untuk nggak bergaul denganku?”Amelia pun menjawab dengan jujur, “Iya, mamaku merasa kamu terlalu jauh, dia ngg
Selepas makan, Olivia kembali ke kamarnya untuk mandi. Setelah itu, dia pergi ke kamar tamu tempat kakaknya berada. Odelina baru saja menggendong putranya keluar dari kamar mandi.“Russel sudah selesai mandi,” kata Olivia.“Tadi siang main terlalu lama, sekarang sudah mengantuk. Jadi aku cepat-cepat mandikan dia. Belum selesai mandi malah sudah ketiduran.”Odelina membaringkan putranya di tempat tidur. Russel sudah tertidur pulas. Olivia tersenyum sambil mencubit pelan wajah keponakannya itu. Russel benar-benar tertidur lelap. Meskipun tantenya mencubit wajahnya, dia tetap tidak bangun.“Hari ini dia sudah main sampai lupa waktu, Sandy juga. Tapi nggak apa-apa, di sekolah dia juga banyak tekanan. Meskipun baru kelas satu SMA, kakak-kakaknya semua pandai belajar. Kalau dia nggak berusaha, dia akan tertinggal. Kakak-kakaknya nggak akan biarkan dia tertinggal. Bermain bisa menghilangkan stres.”Olivia sangat menyayangi adik ipar bungsunya itu. Apalagi Sandy juga memiliki mulut yang manis.
“Aku mengerti,” kata Daniel dengan wajah sangat kecewa.Pria itu hanya merasa kecewa selama dua menit. Dia segera mendapatkan kembali semangat juangnya. Dia bahkan belum memulai. Kalau dia telah kehilangan semangat juangnya, lebih baik dia menyerah saja.“Sudah malam, kamu pulang saja dulu.” Sarah mengusir secara halus.Daniel tersenyum dan berkata, “Nenek sudah usir aku, padahal aku masih ingin minum dengan Stefan.”“Malam ini aku nggak minum.” Stefan menolak secara langsung.Daniel terkekeh, “Aku dengar Pak Stefan sekarang kalau ke perjamuan sudah jarang minum, katanya istrimu nggak suka kamu minum, kamu pun nggak minum. Nggak merokok, nggak minum, nggak berjudi, nggak main dengan perempuan lain. Tuan Muda Adhitama benar-benar jadi suami teladan.”Sarah dan Stefan serempak berkata pada Daniel, “Kamu juga harus belajar.”Daniel, “....”Pada akhirnya, Daniel meninggalkan Vila Permai. Setelah pria itu pergi, Stefan mengobrol lagi dengan neneknya. Hubungan keduanya sangat baik, mereka pu
Tidak sampai dua menit, Stefan mengambil kendali. Dia pun membawa istrinya kembali ke tempat tidur dan meminta lebih banyak. Sepanjang malam tidak ada lagi yang bicara.Keesokan harinya, sesuai dengan tradisi, Junia kembali ke rumah keluarganya di hari ketiga pernikahannya.Olivia dan kakaknya pergi ke rumah keluarga Santoso untuk makan bersama. Tentu saja, Stefan menemani istrinya.Setelah Junia kembali ke rumah, besoknya dia dan Reiki pergi berbulan madu. Liburan yang singkat juga telah berakhir.Yang bekerja tetap bekerja, yang bersekolah tetap bersekolah, dan yang buka toko tetap buka toko. Semua aktivitas kembali seperti biasa.Selain jaga toko, Olivia juga menyempatkan diri untuk kembali ke kampung halamannya bersama Amelia untuk mengecek perkembangan kebun sayur. Kebun sayur sudah ditanami sayur musiman sesuai dengan rencana Olivia.Sambil melihat tanaman hijau yang subur, Amelia berkata pada Olivia, “Pengurus bilang seminggu lagi, sayuran ini sudah siap dikirim.”Olivia menatap
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan
“Kami nggak pilih kasih. Russel satu-satunya cucu keluarga Pamungkas. Kami juga sangat sayang Russel. Dulu, dulu ... karena kami yang asuh Aiden, jadi lebih dekat dengan Aiden. Otomatis juga jadi pilih kasih, lebih sayang Aiden. Sekarang nggak akan seperti itu lagi,” janji Rita.Rita tahu kalau Roni kesal terhadap mereka. Dia juga menyadari kalau ini salah mereka, karena mereka selalu lebih mengutamakan Shella.Terutama karena terakhir kali, ketika Shella mengajak mertuanya makan di restoran. Shella ingin menipu Olivia dan membuatnya bayar tagihan, tapi tentu saja dia gagal. Tidak disangka, Shella malah menelepon Rita dan minta Rita yang bayar. Rita tidak tahu Shella sedang menipunya, dia pun mentransfer uang ke rekening Shella.Russel yang mengungkapkan hal itu. Saat Roni tahu, dia marah besar kepada mereka, bilang kalau mereka lebih sayang Shella. Kalau begitu, mereka pindah saja ke rumah Shella. Roni tidak akan memberikan biaya hidup kepada mereka lagi.Sekarang Roni menjadi sopir t
Seumur hidupnya, Roni hanya memiliki satu anak, yaitu Russel. Baginya, yang penting Russel masih mau mengakuinya sebagai ayah. Meskipun tidak dekat, setidaknya anaknya tidak menjauh. Itu sudah termasuk penghiburan bagi Roni.Setelah mengakhiri panggilan telepon, Russel mengembalikan ponsel ke Olivia dan berkata, “Papa mau jemput aku dan suruh aku menginap di rumahnya selama beberapa hari. Aku bilang nggak mau. Besok kita mau pergi cari Liam. Aku nggak mau ke sana dan main sama Kak Aiden. Kak Aiden selalu ganggu aku. Tapi sekarang aku sudah nggak takut dengan Kak Aiden lagi. Aku sudah belajar ilmu bela diri.”Meskipun Russel tidak memiliki banyak bakat dalam seni bela diri, setelah menjalani latihan dalam waktu lama, tubuhnya menjadi lebih kuat dan bertenaga. Pelatih bilang kalau dia terus berlatih, Russel akan memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Russel tidak serakah. Dia hanya ingin memiliki kemampuan seperti Olivia.“Iya, kalau kamu nggak mau pulang ke sana ya nggak u
“Angkat saja.”Pada akhirnya Russel mengangkat telepon dari ayahnya. Olivia menyerahkan ponselnya kepada Russel dan menyuruhnya mengangkat telepon. Selama bisa tidak bicara dengan Roni, Olivia tidak akan bicara dengan pria itu.“Papa,” panggil Russel.Roni menjawab dan bertanya sambil tertawa pelan, “Russel belum tidur?”“Ini sudah mau tidur. Tiba-tiba Papa telepon. Papa sudah pulang kerja? Ribut sekali di sana.”“Papa belum pulang kerja. Tapi kalau Papa mau pulang kerja juga nggak apa-apa. Tantemu ada di sana, nggak?” tanya Roni.“Ada. Papa cari Tante?”“Russel, kamu mau ke sini selama beberapa hari, nggak? Kamu lagi libur, kan. Bagaimana kalau kamu ke sini? Kakek dan nenekmu kangen sama kamu.”Roni menelepon untuk berdiskusi dengan Olivia. Dia ingin menjemput Russel ke rumahnya dan tinggal di sana selama beberapa hari. Toh, anak sekolah sedang libur. Apalagi orang tuanya juga rindu dengan cucu mereka.Shella mengantar Aiden ke sana. Kalau hanya ada Aiden, rasanya terlalu bosan. Jadi
Ingatan anak sebelum usia tiga tahun biasanya akan hilang seiring bertambahnya usia. Namun, kejadian itu meninggalkan luka yang terlalu dalam bagi Russel, sehingga dia tidak dapat melupakannya.Setelah kejadian itu, Russel mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama. Dia juga selalu ingat adegan di mana ibunya terluka dan berlumuran darah ketika menyelamatkannya.“Aku hanya percaya Mama, Tante, Om Stefan, Om Daniel dan yang lainnya.” Russel berkata dengan serius, “Aku nggak berani percaya papaku dan yang lainnya.”Russel mengerti segalanya. Olivia mengelus wajah mungil keponakannya dan menatapnya dengan lembut.“Kamu segalanya bagi mamamu. Apa pun yang terjadi, Tante nggak akan biarkan kalian terpisah. Russel, mamamu sudah melewati banyak masa-masa sulit. Setelah dewasa, kamu harus berbakti pada mamamu.”“Pasti, Tante. Kalau aku sudah besar, aku akan cari banyak uang untuk beli rumah besar dan mobil baru untuk Mama. Biar Mama nggak perlu capek-capek kerja lagi. Aku juga akan belikan ru
Pukul sembilan malam, Kota Mambera.Setelah melakukan panggilan video dengan kakaknya, Olivia berkata kepada Russel, “Kamu sudah selesai kemas barangmu, belum? Jangan lupa bawa hadiah untuk Liam.”“Sudah. Aku hanya bawa beberapa mainan dan hadiah untuk Liam,” jawab Russel. “Biar aku yang ketinggalan, hadiah untuk Liam juga nggak akan ketinggalan.”Olivia tertawa pelan. “Kalau kamu ketinggalan, siapa yang kasihkan hadiah untuk Liam?”Russel tersipu malu. Olivia menggendongnya, lalu mendudukkannya di tempat tidur. “Om Stefan lagi ke luar kota. Malam ini kamu tidur sama Tante. Besok pagi habis sarapan, kita langsung pergi ke rumah Om Yose. Suruh kamu pergi bareng kakek-kakek itu, kamu nggak mau. Padahal mereka suka banget sama kamu. Mereka akan jaga kamu dengan baik.”Russel baring di tempat tidur, tapi dia menyandarkan kepalanya di paha Olivia dan berkata, “Mereka sangat suka sama aku. Tapi aku nggak terlalu kenal mereka. Tante dan Mama sering bilang jangan mau pergi dengan orang lain se
Kepala pelayan hanya bisa menghela napas dalam hati. Bahkan Cakra saja tidak memiliki kebebasan seperti ini, padahal dia adalah suami dari Patricia. Namun, perempuan itu lebih memercayai Dikta. Dia adalah asisten setia yang telah menemani Patricia sepanjang hidupnya. Sementara itu, sejak skandal perselingkuhannya, Cakra sudah tidak memiliki posisi apa pun di hati Patricia. Jika bukan karena mereka memiliki anak, demi mempertimbangkan masa depan anak dan cucunya, mungkin mereka sudah lama bercerai. Setelah naik ke lantai atas, Dikta langsung menuju ruang kerja. Dia mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendapatkan izin dari Patricia, barulah lelaki itu masuk. Di dalam, Patricia sedang berlatih kaligrafi. Dikta berjalan mendekat dan mengamati tulisan yang dibuatnya. "Bagaimana menurutmu?" Patricia bertanya. "Tulisan tanganku ini." "Hati Bu Patricia sedang gelisah. Tulisan tangan pun ikut gelisah. Lebih baik berhenti saja, jangan buang-buang tinta dan kertas." Dikta adalah satu-sa