Olivia dan Odelina sudah hidup bersama selama bertahun-tahun. Odelina sangat mengenali adiknya dan tahu bahwa adiknya masih ingin membantunya melampiaskan amarahnya. Dia sengaja menyuruh adiknya untuk makan bersama dan mengeluarkan sebotol anggur. Dia mengajak adiknya minum dan menunggu sampai larut malam, baru mengizinkan pasangan muda itu pulang. Olivia tidak begitu bisa minum alkohol. Alkohol yang dikeluarkan kakaknya malah yang alkohol berkadar tinggi. Setelah minum segelas, dia langsung sedikit mabuk. Ketika meninggalkan rumah kakaknya, kepalanya sedikit pusing. Berjalan saja sempoyongan.Odelina mengantar pasangan muda itu ke pintu.Waktu masih kerja dulu, dia sering ikut atasannya bersosialisasi dengan klien. Itu melatih kemampuan minum alkoholnya, sehingga satu gelas alkohol belum bisa membuatnya tumbang.“Stefan, Oliv mabuk. Jaga dia, ya,” pesan Odelina pada adik iparnya.Dia sengaja membuat adiknya mabuk. Dengan begitu, Olivia tidak bisa pergi mencari Roni.Odelina takut adi
Olivia bangun, duduk dan mengucek matanya dengan sikap kekanak-kanakan, lalu menatap Stefan tanpa berkedip.Tiba-tiba, dia mengulurkan tangannya ke arah pria itu. Matanya berbinar indah dan dia berkata dengan tegas, “Ganteng, gendong aku turun dari mobil, dong.”Ekspresi di wajah Stefan menjadi muram. Dia mengulurkan tangan dan mengetuk dahi wanita itu dan berkata dengan suara dingin, “Aku peringatkan, ya. Jangan memanfaatkanku saat mabuk. Kamu itu mabuk, tapi belum mabuk sampai kehilangan akal sehat. Kamu sadar dan tahu jelas apa yang sedang kamu katakan dan lakukan saat ini.”Olivia memang sadar. Namun, ketika berada di bawah pengaruh alkohol, dia menjadi sangat impulsif.Semakin Stefan memperingatkannya untuk tidak memanfaatkan pria itu, dia semakin ingin mencoba memanfaatkannya.Masa pria sebesar dia takut dimanfaatkan oleh wanita?Kalau tersebar keluar, orang-orang pasti akan menertawakannya.“Stefan ....”Olivia menyeringai dan bertanya kepada pria itu, “Apa kamu sama dengan tuan
Stefan tidak marah. Dia hanya tidak ingin Olivia melihatnya tersenyum.Dia masuk ke gedung dan menyadari bahwa istrinya tidak mengikuti. Jadi, dia pun berhenti, menoleh, dan bertanya dengan serius, “Apakah kamu akan berdiri di sana semalaman?”Olivia tersadar dari lamunannya dan berlari mendekat dengan tergesa-gesa.“Pak Stefan, kamu nggak marah lagi?”Stefan menatapnya dengan dingin, Tatapannya selalu dingin. Dia mengulurkan tangannya untuk mengetuk dahi wanita itu lagi dan berkata, “Lain kali nggak boleh begitu lagi!”Olivia buru-buru mengangkat tangannya seperti anak SD yang berbuat salah dan segera berjanji, “Aku janji nggak akan seperti itu lagi.”Stefan tidak mengatakan apa-apa, berbalik badan dan pergi. Olivia cepat-cepat mengikutinya. Olivia yang sudah tidak berada di bawah pengaruh alkohol, melihat punggung Stefan yang kekar dan menggumam dalam hati, “Nenek masih menyuruh aku untuk menggodanya lagi. Sikapnya yang dingin itu benar-benar membuatku nggak percaya diri untuk mengg
Setelah beberapa menit, Olivia bergumam, “Kamu pikir aku ingin masuk ke kamarmu? Kalau suatu hari nanti kamu memohon padaku untuk masuk ke sana, aku juga nggak akan masuk.”Namun, ketika memikirkan bahwa dia juga mengunci pintu setiap kali masuk ke kamarnya, Oliva berhenti menggerutu. Ini semua adalah dampak dari pernikahan kilat.Setelah menghabiskan sup yang dibuatkan Stefan untuknya, Olivia pun pergi ke kamarnya untuk beristirahat.Malam itu pun berlalu.Saat Olivia bangun keesokan harinya, matahari sudah tinggi di atas langit.Dia mengambil ponselnya yang ada di meja samping tempat tidur dan melihat sudah jam tujuh lewat. Dia yang biasa bangun pagi jarang sekali tidur sampai jam segini. Dia biasanya bangun sekitar jam enam pagi.Ini pasti karena alkohol yang dia minu semalam.Untungnya, kepalanya tidak sakit ketika bangun.Dia hanya merasa sangat lapar.Dia merasa sangat kasihan pada kakaknya semalam. Ketika makan di rumah kakaknya, dia tidak banyak makan. Dia jadi semakin lapar se
“Aku juga bukannya nggak mau kamu membantu kakakmu melampiaskan amarahnya. Kalau hubungan kakakmu dan kakak iparmu benar-benar sudah berakhir dan nggak ada ruang untuk kembali bersama lagi, aku pasti akan mendukungmu untuk pergi ke rumah kakak iparmu itu dan memberinya pelajaran.”Olivia makan dengan cemberut dan berkata, “Apa yang kamu katakan masuk akal. Aku akan mengendalikan emosiku dan nggak akan pergi memberi pelajaran pada pria itu. Tapi, dia tetap harus diberi peringatan. Jangan sampai keluarga Pamungkas mengira kakakku nggak punya keluarga, jadi menindasnya seenaknya.”Melihat Olivia mendengarkan nasihatnya, Stefan tidak mengatakan apa-apa lagi.Setelah makan dengan kenyang, mereka duduk sebentar, kemudian keluar bersama.Stefan tahu Olivia sangat mengkhawatirkan kakaknya, jadi sebelum mengantar Olivia ke toko, dia berbelok untuk pergi ke rumah Odelina terlebih dahulu, supaya Olivia bisa melihat keadaan kakaknya.Olivia merasa tersentuh.Dia baru memperingatkan dirinya sendiri
“Pak Stefan, Bapak bisa nggak sih nggak usah pamer kemesraan di depanku? Aku nggak akan menikah sekarang.”Stefan sudah mengakhiri masa lajangnya, jadi tidak senang melihatnya masih lajang dan selalu memamerkan keuntungan memiliki seorang istri. Bosnya ini mau mengajaknya ikut mengakhiri masa lajang, ‘kan?“Eh, kenapa Bapak memakai setelan ini hari ini?”Reiki memiliki mata yang tajam, menyadari bahwa jas yang Stefan pakai bukan merek yang biasa. Dia bertanya dengan rasa ingin tahu, “Kok ganti merek?”Stefan adalah orang yang sangat keras kepala.Kalau sudah suka satu merek, dia bisa memakai merek pakaian itu selama bertahun-tahun dan tidak akan mau menggantinya sembarangan.Kalau dari selera Stefan, jas yang biasa dia pakai juga sangat mahal. Tidak seperti jas yang dia pakai saat ini, yang harganya paling mahal hanya beberapa ratus ribu.Ini tidak seperti gaya Stefan.Reiki mengikuti Stefan dan bertanya dengan peduli, “Pak, apa Adhitama Group sedang mengalami krisis keuangan? Jadi Bap
Mendengar perkataan kakaknya Roni, Olivia rasanya tidak bisa menahan amarah yang ada di hatinya lagi. Namun, dia masih bersikap anggun dan tidak memukul meja di depan wanita itu.Dia berjalan ke mesin kasir dengan santai, duduk dan menatap wanita itu, lalu bertanya, “Kak, kamu bilang kakakku memukul kak Roni? Apa kamu melihatnya? Apa kakakku yang mulai duluan? Apa Kak Roni nggak pernah membalas? Memangnya Kak Roni dipukuli sampai seperti apa? Apa dia masuk rumah sakit?”Wanita itu berkata dengan muka tebal, “Memangnya kenapa kalau Roni yang mulai duluan? Kakakmu itu memang harus diberi pelajaran. Roni memang sudah ingin memberinya pelajaran hari itu, tapi karena kamu membawa suamimu ke sana, dia masih berusaha menghormati kakakmu. Kami juga membujuknya, makanya dia nggak melakukannya.”“Semua perbuatan kakakmu itu, pria mana yang nggak akan menamparnya? Kakakmu salah dan pantas dipukuli oleh suaminya. Dia masih berani melawan? Bahkan memukuli Roni sampai babak belur. Adikku itu sudah b
Kakaknya Roni menyela, “Anak kan dia yang melahirkan sendiri, dia harus bertanggung jawab. Mertuanya nggak punya kewajiban untuk menjaga cucu mereka.”“Iya, kalau memang harus bertanggung jawab atas anak yang dilahirkan sendiri. Kenapa Kakak nggak bertanggung jawab sendiri?”Kakaknya Roni membuka mulutnya dan berkata, “Orang tuaku bersedia untuk membantuku menjaga anakku. Kalau memang mau, kamu suruh kakakmu cari orang tua kalian untuk menjaga anaknya.”Olivia mengambil segelas air yang ada di depan wanita itu dan langsung melemparkannya ke wajah wanita itu.“Ah! Olivia, apa yang kamu lakukan!”“Mulutmu terlalu pedas. Aku membantumu membersihkannya.” Olivia menatap kedua wanita itu dengan dingin.Kakaknya Roni sangat marah. Dia ingin memukul Olivia, tapi ditahan oleh ibunya. Ibu Roni berkata pada putrinya, “Orang tua adik iparmu sudah meninggal belasan tahun. Omonganmu itu menyakitkan. Kamu nggak boleh menyalahkan Olivia karena marah.”“Tapi dia nggak boleh melempar air ke wajahku, don
Namun, Samuel tidak bicara. Dia hanya menggerutu dalam hati kalau Nana tertawa seperti orang bodoh. Entah mengapa Rubah Perak mau terima murid seperti Nana. Karena menurut Samuel, Nana terlihat biasa-biasa saja, tidak ada yang menonjol kecuali wajahnya yang cantik.Samuel tidak pernah menyaksikan kehebatan Dokter Panca dan yang lainnya. Dia hanya pernah mendengar legenda mereka. Neneknya juga bilang kalau mereka sangat hebat. Murid mereka juga sangat hebat.Samuel pernah bertemu Kellin. Kellin sangat hebat. Samuel akui kalau Kellin yang menyembuhkan mata Rosalina. Lantas, apa keunggulan Nana?“Pak Samuel, antar aku sampai di luar saja sudah cukup. Aku bisa naik taksi sendiri. Aku juga nggak akan menginap di Mambera Hotel. Hotel kalian terlalu mahal. Jutaan per malam. Akhir-akhir ini aku nggak ada pekerjaan, nggak ada uang. Nggak sanggup tinggal di hotel semahal itu.”Nana bicara dengan Samuel sambil menonton video di ponselnya. Samuel tentu saja sangat senang. Namun, dia harus melakuka
Sarah melotot dan berkata, “Kenapa? Sekarang Nenek nggak boleh suruh-suruh kamu lagi?”Samuel melihat ke arah Dokter Panca dan yang lainnya. Mereka sama sekali tidak bersuara. Mereka juga tidak menyalahkan Sarah yang ikut campur dan langsung ambil keputusan sendiri.Setelah dipelototi neneknya, Samuel mau tidak mau hanya bisa duduk lagi tanpa daya dan berkata, “Boleh, boleh. Kalau begitu aku tunggu di sini, nanti aku antar dia ke hotel.”Sungguh menyebalkan. Setiap kali bertemu perempuan muda, sang nenek akan menjodohkan Samuel dengan perempuan itu. Pakaian Nana terlihat sederhana, tapi dia memiliki aura yang bagus. Keluarganya seharusnya tidak miskin, setidaknya tergolong keluarga kelas menengah.Padahal sang nenek baru pertama kali bertemu dengan Nana, bahkan belum tahu situasi keluarganya. Apakah Nenek sudah ingin menjodohkan Samuel dengan Nana? Sang nenek jelas-jelas tahu kalau Samuel suka pada Rubah. Dia bahkan tidak suka Katarina. Apa mungkin dia akan menyukai Nana?Nana dan Kata
Sarah tertawa dan berkata, “Pasti, pasti.”“Sudah, aku malas ngomong dengan Guru. Aku mau keluar dulu. Olivia, Rosalina, Amelia, mau bareng, nggak?”Nana berdiri dan bertanya kepada Olivia dan dua orang lainnya. Ketiganya ikut berdiri. Nana adalah tamu dan Amelia adalah tuan rumah. Nana ingin jalan-jalan, tentu saja Amelia harus menemaninya. Jadi, keempat anak muda itu pergi dulu.Russel ingin ikut Olivia, tapi dia teringat kalau dia harus menemani Setya. Oleh karena itu, dia hanya bisa melihat Olivia pergi. Untung saja masih ada Stefan. Selama Stefan masih di sini, Olivia akan kembali.Adik-adik Stefan duduk dan mengobrol sebentar baru pergi. Karena mereka memiliki kesibukan masing-masing. Sebenarnya alasan utama mereka pergi karena mereka masih lajang. Takutnya di tengah obrolan, lagi-lagi mereka yang dibicarakan. Aldi juga mencari alasan untuk pergi.Di antara mereka tiga bersaudara, hanya Aldi yang masih lajang. Tidak hanya orang tuanya, kakak dan adiknya juga mulai khawatir dengan
Rubah Perak sungguh tidak bisa berbuat apa-apa terhadap muridnya yang satu itu. Jadi dia pun tidak berkata apa-apa lagi.Mereka beramai-ramai berkumpul dan makan bersama, terasa begitu meriah. Suasana menjadi sangat bagus. Semua orang pun makan dengan lahap. Setya bahkan menghabiskan setengah piring nasi, semangkuk sup dan banyak lauk lainnya. Selesai makan, dia masih bisa makan buah.Teman-temannya sampai berkata kepada Yuna, “Yuna, biasanya dia makan sedikit sekali. Setiap kali makan paling hanya sesendok nasi, sedikit sup. Buah pun tak makan lagi. Lauk yang dia makan juga sayur-sayuran saja.”Yuna melihat Setya dan berkata, “Om Setya harus makan lebih banyak. Kalau dapat cukup nutrisi, kesehatan juga akan lebih baik.”Di usianya, Setya boleh makan apa pun yang ingin dia makan. Tidak perlu pantang ini pantang itu lagi. Orang-orang datang ke dunia ini memang untuk menikmati makanan lezat di dunia. Itu kata-kata tukang makan.Setya tertawa pelan. “Aku sudah makan terlalu banyak, perut
Bagaimana mungkin Nana tidak mengerti apa yang dimaksud gurunya? Dia pun berkata dengan suara pelan, “Guru, aku bukan satu-satunya muridmu. Yang lain lebih tua dari aku. Guru desak mereka saja. Aku juga ingin punya keponakan.”“Kalau Sarah mau kenalkan pria ke kamu, kamu harus coba pergi. Dia pandai menilai orang, baik cari cucu menantu maupun pilihkan pria. Dia selalu bisa pilih yang terbaik. Keluarga Adhitama paling menjunjung tinggi kesetiaan. Seumur hidup hanya setia pada pasangannya. Jika dia mau kenalkan seseorang padamu, kemungkinan besar pria itu adalah pria yang setia,” kata Rubah Perak.“Pacaran setahun, habis itu menikah. Setelah menikah dua tahun baru punya anak. Dengan begitu kalian bisa menikmati masa-masa berdua. Setelah punya anak, aku akan bantu kamu jaga. Sekarang aku sangat iri sama Setya. Meskipun nggak ada hubungan darah, keturunan atasannya anggap dia seperti keluarga sendiri. Russel panggil dia kakek buyut. Sudah jadi kakek, jadi kakek buyut pula. Aku iri sekali
Saat perebutan rumah terjadi, orang tua angkat dari keluarga Rusdi menyatakan bahwa mereka melepaskan hak waris atas harta peninggalan putri angkat mereka, dan menyerahkan semuanya kepada kedua cucu perempuan mereka. Setelah itu, Olivia mengirimkan beberapa hadiah kepada keluarga Rusdi. Dan hubungan mereka pun hanya sebatas itu. Karena ibunya pernah beberapa kali berpindah tangan di keluarga angkat saat masih kecil, banyak ingatan yang akhirnya hilang. Itu mungkin bentuk dari lupa secara selektif. Olivia dan kakaknya sangat pengertian. Mereka pernah bertanya beberapa kali tentang masa kecil ibu mereka, tetapi karena sang ibu tidak ingin mengingatnya atau membicarakannya, mereka pun tidak pernah bertanya lagi. Namun, Olivia sangat ingin mengetahui bagaimana masa kecil ibunya sebenarnya. Sebelum berusia tiga atau empat tahun, ibunya adalah anak yang sangat bahagia. Setya tampak tenggelam dalam kenangan, lalu berkata, “Bu Reni sangat manis bicaranya dan wajahnya sangat menggemaskan.
Mereka telah memberikan terlalu banyak luka bagi kedua saudari itu. Sebelum Setya datang menemui Yuna, ia sudah mengetahui penderitaan yang dialami oleh kedua Nona dari keluarganya. Ia merasa iba pada Reni dan sangat membenci keluarga Hermanus. Maka dari itu, dia mendukung penuh keputusan Olivia dan kakaknya untuk merebut kembali rumah yang ditinggalkan oleh orang tua mereka. Rumah itu adalah milik mereka, tempat yang dibangun oleh kedua orang tua mereka, penuh dengan kenangan masa kecil yang bahagia. Setiap kali kembali ke rumah itu, mereka selalu bisa mengingat momen-momen bersama orang tua mereka. Itu adalah kenangan yang ingin mereka pertahankan sekuat tenaga. Mereka tidak bisa membiarkan rumah itu dirampas begitu saja. Keluarga Hermanus telah berbuat banyak kesalahan terhadap mereka. Mereka mengambil uang santunan kematian orang tua Olivia dan menggunakan uang itu untuk memperkaya diri, tetapi justru mengusir kedua anak perempuan itu dari rumah, merebut hak warisan mereka. Ba
Sarah tertawa dan berkata, "Russel itu anak yang pengertian dan baik, tapi kalau sudah usil, benar-benar usil." "Asal dia diam saja, pasti sedang berbuat onar," lanjutnya. Olivia menyambung, "Pernah suatu kali, dia bermain sendiri dengan tenang. Aku penasaran ingin melihat apa yang dia lakukan. Ternyata dia bermain dengan produk perawatan kulit dan kosmetikku. Lipstik milikku diolesi ke seluruh meja dan lantai." "Dia juga mengolesi wajah dan mulutnya sendiri sampai penuh. Aku sampai nggak tahu harus menangis atau tertawa." Membayangkan kejadian itu, semua orang tertawa. Russel merasa malu karena ditertawakan, lalu menyembunyikan wajahnya di pelukan Paman Setya sambil berkata dengan suara lembut, "Kakek Buyut, Tante menertawakanku." Paman Setya langsung luluh mendengar panggilan "Kakek Buyut" dari bibir bocah itu. Dia segera membelanya dan berkata kepada Olivia, "Olivia, jangan menertawakan Russel. Anak kecil memang seperti itu. Waktu mamamu kecil dulu, dia juga sangat nakal." "Di
“Nenek bilang begitu, lalu bagaimana dengan kami? Kalau Stefan dan yang lainnya hanya dianggap biasa saja, berarti kami ini benar-benar nggak ada apa-apanya.” Aksa tertawa sambil menggoda Nenek Sarah. Jonas juga mengangguk setuju. Nenek tertawa makin bahagia. Hal yang paling dia banggakan dalam hidupnya adalah kesembilan cucunya.Tatapan Setya kembali tertuju pada Russel. Bocah itu bersembunyi di pelukan bibinya, menatap semua orang dengan rasa ingin tahu. Dia hanya bisa mendengarkan para kakek berbicara, tetapi tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. "Mirip, benar-benar mirip," gumam Setya. "Dia sangat mirip dengan Bu Reni saat kecil. Kalau dia diikat dua kuncir dan mengenakan gaun, dia akan persis seperti Bu Reni." Setya menatap Russel seakan tenggelam dalam kenangan. Dulu, anak itu selalu bersuara manja ketika bertemu dengannya dan berkata, "Kakek Setya, gendong aku, aku mau digendong." Dia tidak pernah bisa menolak permintaan si gadis kecil. Setiap kali, dia pasti akan menga