Kakaknya Roni menyela, “Anak kan dia yang melahirkan sendiri, dia harus bertanggung jawab. Mertuanya nggak punya kewajiban untuk menjaga cucu mereka.”“Iya, kalau memang harus bertanggung jawab atas anak yang dilahirkan sendiri. Kenapa Kakak nggak bertanggung jawab sendiri?”Kakaknya Roni membuka mulutnya dan berkata, “Orang tuaku bersedia untuk membantuku menjaga anakku. Kalau memang mau, kamu suruh kakakmu cari orang tua kalian untuk menjaga anaknya.”Olivia mengambil segelas air yang ada di depan wanita itu dan langsung melemparkannya ke wajah wanita itu.“Ah! Olivia, apa yang kamu lakukan!”“Mulutmu terlalu pedas. Aku membantumu membersihkannya.” Olivia menatap kedua wanita itu dengan dingin.Kakaknya Roni sangat marah. Dia ingin memukul Olivia, tapi ditahan oleh ibunya. Ibu Roni berkata pada putrinya, “Orang tua adik iparmu sudah meninggal belasan tahun. Omonganmu itu menyakitkan. Kamu nggak boleh menyalahkan Olivia karena marah.”“Tapi dia nggak boleh melempar air ke wajahku, don
“Tentu saja, kalau Kakak bersedia menjadi budak suami sendiri, jadilah budaknya. Aku nggak keberatan. Tapi, kakakku bukan budak. Wanita dan pria sama derajatnya. Suami dan istri sama derajatnya. Nggak ada yang lebih mulia dari yang lain.”“Kalau kamu berpikir lain, itu pilihanmu sendiri. Jangan minta kakakku untuk menerimanya.”“Perkelahian itu yang mulai Roni. Dia yang memukuli kakakku. Kakakku melawan untuk menyelamatkan nyawanya. Itu namanya membela diri! Kalian ingin kakakku minta maaf? Nggak mungkin! Kalian yang harus membujuk Roni nanti kalau pulang ke rumah. Yang benar adalah dia yang meminta maaf pada kakakku.”Ekspresi Olivia dingin. Dia sama sekali tidak takut membuat keluarga mertua kakaknya tersinggung. Dia berkata, “Kalau kalian nggak senang kakakku nggak bisa cari duit dan hanya bisa menghabiskan duit, kalian bisa mengantar kakakku pulang ke tempatku. Jangan bersikap kasar padanya. Kalian bisa kasihan pada anak kalian sendiri, aku juga bisa kasihan pada kakakku.”“Selain
“Tante rasa, kamu juga sama dengan kami, ingin mereka berbaikan. Suami istri selalu ada konflik, tapi setelah itu ya sudah, jangan terlalu diperhitungkan.”Olivia berkata dengan dingin, “Si Roni itu kakinya patah atau nggak tahu jalan pulang lagi? Kenapa harus kakakku yang menjemputnya?”Bisa-bisanya meminta kakaknya untuk menjemput pria itu pulang. Kakaknya pasti akan ditindas oleh keluarga mereka. Selain itu, itu namanya meminta kakaknya untuk mengalah duluan. Olivia tidak akan membiarkan kakaknya mengalah duluan.Pria itu kalau mau pulang ya pulang, kalau tidak mau ya hidup saja di rumah orang tuanya terus.Kakaknya jadi senang, hidupnya tenteram.“Kamu ini kok keras kepala sekali,” kata ibu Roni dengan marah.“Pokoknya, kalau Roni nggak pulang, dia nggak akan memberi uang bulanan ke kakakmu. Kalau kakakmu bisa menghidupi dirinya sendiri, dia nggak perlu menginjakkan kaki di rumah keluarga Pamungkas lagi.”Setelah mengatakan itu, ibu Roni menarik putrinya dan pergi.“Aku mau lihat s
Aku akan membicarakannya dengan kakakku. Memang nggak boleh begini terus. Nggak boleh ditindas terus.”Selama kakaknya masih tidak punya penghasilan, dia akan menjadi pihak yang dirugikan.“Gimana kalau kamu bilang pada kakakmu untuk bekerja di toko kita? Aku bisa memberi gaji untuknya. Dengan begitu, dia juga bisa sambil menjaga Russel. Sekali menyelam minum air.” Junia sangat ingin membantu Odelina.Olivia menghela nafas, “Kakakku nggak akan mau. Dia mengira toko kita juga nggak terlalu banyak pendapatannya dan aku masih harus buka toko online untuk cari uang.”Sebenarnya, keuntungan toko mereka masih cukup besar.Hanya saja, kakaknya bersikeras tidak ingin mendapatkan uang darinya. Dia juga tidak bisa meyakinkan kakaknya itu.“Dulu Kak Odelina kan berkecimpung di finance. Aku coba tanya ke Albert, deh, apa Pratama Group butuh orang. Kalau butuh, dia bisa mengatur agar Kak Odelina bekerja di sana. Perusahaan keluarga pamanku memang nggak sebesar Adhitama Group dan Sanjaya Group, tapi
Stefan diam dulu sejenak di seberang telepon seperti biasa, lalu membuka suara dan bertanya pada Olivia, “Apa keluarga Pamungkas sudah pergi? Apa mereka melakukan sesuatu yang keterlaluan?”“Nggak melakukan sesuatu yang keterlaluan, tapi mengatakan banyak hal yang keterlaluan. Aku kesal banget rasanya ingin menghajar mereka. Mereka itu kurang lebih sama dengan keluargaku yang dari kampung itu. Sama kejamnya. Selalu menyalahkan kakakku dan bilang kakakku yang salah. Mereka masih ingin menyuruh kakakku untuk pergi ke rumah mereka dan meminta maaf pada Roni. Cih!”Begitu mengungkit dua wanita tadi, Olivia langsung kesal bukan main. Dia mengatakan ‘Cih!’ di telepon, tetapi setelah itu dia langsung merasa tidak enak dan berkata pada Stefan, “Pak Stefan, aku terlalu kesal tadi. Jangan marah ya kalau aku berkata-kata kotor di telepon.”Stefan berkata dengan lembut, “Kamu nggak memaki mereka habis-habisan? Seharusnya kamu mengambil sapu dan mengusir mereka keluar. Anak mereka sudah melakukan k
Stefan mengatakan sesuatu yang menenangkan untuk menghibur Olivia, .Meskipun posisinya tinggi di atas, dia tahu persyaratan untuk mencari kerja sekarang semakin tinggi. Kakak iparnya sudah meninggalkan dunia karir selama lebih dari tiga tahun. Kalaupun wanita itu memiliki pengalaman di masa lalu, dia sudah tidak familier lagi dengan keadaan sekarang sekarang. Takutnya susah dapat pekerjaan.“Kamu lagi kerja, ya? Kamu kerja saja dulu. Aku matikan dulu teleponnya.”Stefan menggumam mengiyakan dan menunggu Olivia menutup telepon.Setelah mengakhiri panggilan, Olivia menelepon Odelina dan merencanakan masa depan dengan kakaknya itu. Mereka mengobrol sampai kakaknya bilang kakaknya mau masak, setelah itu Olivia mengakhiri panggilannya. Baterai ponselnya hampir habis. Dia pun mengeluarkan charger dan mengisi baterai ponselnya.Menjelang tengah hari, Stefan menelepon manajer Mambera Hotel dan meminta manajer itu untuk menyiapkan dua porsi makan siang untuknya. Dia juga memesan beberapa lauk
Mungkin setelah beberapa waktu, Olivia dan Stefan akan menjadi pasangan suami istri yang sebenarnya, hidup bahagia dengan penuh kasih dan cinta.Olivia tersadar dari keterkejutannya. Dia segera mengucapkan terima kasih pada manajer itu, mengantar pria itu ke pintu, melihat pria itu naik ke mobil dan menyetir pergi. Setelah manajer itu pergi, dia berbalik badan dan kembali masuk ke toko.Ada dua porsi. Tak perlu ditanyakan, satunya lagi pasti untuk Junia.Ketika Olivia kembali ke toko, Junia sudah mencuci tangannya dan duduk di meja kasir. Melihat temannya masuk, wanita itu memanggil sambil tersenyum, “Ayo makan. Mambera Hotel itu disebut-sebut hotel bintang tujuh, loh. Sebelumnya kita ke sana untuk menghadiri pesta dan mencicipi makanan yang ada di pesta itu. Sepulang dari pesta itu, aku masih terus memikirkan rasa-rasa makanannya.” “Aku ikut beruntung bisa memakan ini karenamu.” Junia menyodorkan sepasang sumpit ke tangan Olivia, lalu memuji Stefan sambil tersenyum, “Aku nggak menyan
Mendengar perkataan Reiki, para klien itu sangat terkejut dan buru-buru bertanya kepada Reiki, “Pak Reiki, jadi ada wanita yang disukai Pak Stefan? Boleh tahu nggak anak dari keluarga mana?”Mereka benar-benar tidak menyangka pria dingin seperti Stefan bisa menyukai orang.“Hush, itu rahasia. Kalau nggak, Pak Stefan akan menyalahkanku karena mulutku bocor, seperti tukang gossip. Pak Stefan bukan lagi pacaran, tapi agak sedikit tertarik pada wanita itu. Kalau dia sudah jatuh cinta, dengan kepribadiannya yang seperti itu, dia pasti akan mengumumkannya.”Kalau Stefan mengumumkannya, pengagumnya seperti Amelia tidak akan mengganggunya lagi.Para klien itu mengangguk-angguk.Yang penting mereka tahu kalau Stefan ternyata juga bisa suka wanita. Itu sudah cukup. Ada salah satu klien yang memiliki putri yang sudah cukup umur untuk menikah. Dia jadi lebih bersemangat mendengarnya.Dia pikir, kalau Stefan memang suka wanita, maka ke depannya dia akan membawa putrinya setiap kali mereka harus mau
Dania tidak menjawab melainkan melayangkan satu tamparan kuat. Jejak tangan perempuan itu langsung tercetak di wajah Fani. Bahkan sudut bibirnya tampak berdarah.Dania masih belum puas melampiaskan kemarahannya. Dia mengayunkan tasnya dan terus memukuli Fani sambil memaki, "Rendahan! Perempuan murahan! Nggak tahu malu!" Fani sendiri tidak tinggal diam. Kakak ipar dan adik ipar itu pun bergumul, saling menyerang tanpa henti. Keributan mereka begitu besar, dan karena malam itu adalah Minggu malam, hampir semua tetangga sedang berada di rumah. Para tetangga keluar untuk melihat apa yang terjadi. Namun, melihat dua wanita sedang berkelahi sengit, mereka ragu untuk melerai karena tidak tahu duduk perkaranya. Ketika Dania memukuli Fani, dia juga menarik dan merobek pakaian tidur seksi yang dikenakan perempuan itu, sambil memaki, "Perempuan murahan! Menggoda suamiku! Akan kuhancurkan kamu, perempuan nggak tahu malu!" Barulah para tetangga menyadari apa yang sedang terjadi. Rupanya, ini ad
“Buat perhitungan dengan kakakmu. Sifatnya nggak akan bisa berubah.”Dania berjalan sambil menjawab Felicia. Dia berjalan dengan penuh emosi, langkahnya sangat cepat. Dalam sekejap, dia sudah melewati ruang tamu dan keluar dari rumah utama. Tidak lama kemudian, Felicia mendengar suara mobil yang menyala dari luar. Kakak iparnya benar-benar pergi. Setelah mengantarkan makanan ke lantai atas untuk ibunya, perempuan itu mencari alasan untuk pergi dan buru-buru keluar rumah untuk mengejar kakak iparnya. Dia bukan khawatir kakak iparnya akan melakukan sesuatu dalam keadaan marah, tetapi takut kakaknya dan Fani akan bekerja sama dan membuat kakak iparnya dirugikan. Di tengah jalan, Felicia menerima telepon dari Vandi.“Bu, kamu ke mana?” tanya lelaki itu yang tahu jika Felicia keluar dan menanyakan tujuannya.“Kakak iparku pergi menangkap basah suaminya selingkuh. Aku takut dia akan disakiti, jadi aku mengikutinya untuk membantu.” Vandi terkekeh dan berkata, “Bukannya Bu Felicia mau meno
Semua ini bisa terjadi karena Patricia yang sangat menyayangi Fani. Bahkan Patricia memperlakukan Fani jauh lebih baik daripada Felicia pada awalnya. Mereka tahu kalau mereka harus menghormati dan membuat senang ibu mertua mereka ketika mereka menikah dengan putra Patricia. Ibu mertuanya sangat baik kepada Fani, jadi dia juga harus bersikap baik kepada gadis itu, sekalipun dia tidak menyukainya. “Cukup,” ujar Patricia menyela perkataan menantunya. “Aku nggak akan menyalahkanmu dalam masalah ini. Semua ini terjadi karena Mama sangat menyayangi Fani sebelumnya.”Di rumah ini, semua orang bertindak atas dasar kepala keluarga Gatara. Jadi, Patricia akan menjadi orang yang bersalah dalam setiap masalah yang terjadi di rumah ini. Kemudian Dania berbisik, “Mama sangat menyayangi Patricia sampai tidak sadar kalau perempuan itu adalah palsu. Aku juga punya seorang anak perempuan, jadi aku paham perasaan Mama.”“Apa kamu sudah mengantar semua anakmu kembali ke sekolah?” tanya Patricia. Patri
Felicia terlihat sangat penasaran. Hal ini membuat Dania juga semakin penasaran. Foto siapa itu?“Kakak, cepat masuk. Jangan sampai Mama menunggu terlalu lama,” desak Felicia sambil berbisik lalu bergegas pergi. Dania menarik napas dalam-dalam. Entah berkah atau hukuman yang akan didapatkannya kali ini, tapi sekarang dia tidak lagi bisa lari ke mana pun. Lagi pula, ibu mertuanya tidak akan mungkin menggigitnya. Dania berjalan masuk ke dalam ruangan dan menemukan ada banyak foto yang berserakan di atas lantai ruang kerja. Ibu mertuanya sedang duduk di kursi yang berada di balik meja sambil memakan permen manisan buah yang sepertinya dibelikan oleh Felicia. Patricia terus memakan permen itu tanpa memedulikan ekspresi menantunya. Kemudian dia berkata kepada Dania setelah selesai menyantap permennya, “Ambil semua foto yang ada di atas lantai.”“Baik, Ma,” ujar Dania langsung mematuhi perintah ibu mertuanya.Dia meletakkan tas tangannya di atas kursi lalu berlutut untuk mengambil foto-f
Wajah Patricia seakan berubah 10 tahun lebih tua dari usianya setelah peristiwa Fani dan Cakra Vikar. Sebelumnya, Patricia adalah perempuan tua yang sangat terawat, sampai dia terlihat seperti perempuan berusia 50 tahunan di usianya yang sudah 70 tahun. Namun sekarang, wajahnya berubah seakan dia sudah berusia 80 tahun. Felicia tidak lagi membalas perkataan Patricia. Dia tidak bisa mengatakan apa pun mengenai pernikahan orang tuanya. “Papamu selalu bilang kalau ada orang lain di hatiku, tapi selama ini aku nggak pernah berselingkuh darinya. Lagi pula, semua itu hanyalah masa lalu. Memangnya siapa di dunia ini yang nggak punya masa lalu? Papamu juga belum putus dari kekasihnya sebelum dia masuk ke dalam keluarga Gatara. Bukankah perempuan itu adalah masa lalunya?”“Aku juga nggak pernah lagi membahas tentang masa lalunya setelah kami menikah. Tapi, dia dengan seenaknya justru mengatakan kalau ada laki-laki lain di hatiku.”Mata Felicia langsung berbinar lalu berkata, “Orang yang ada d
Felicia ingin melihat kembali foto-foto itu, tapi Patricia segera mencegahnya dengan berkata, “Jangan lihat foto-foto itu. Kamu belum menikah, jadi jangan kotori matamu.”“Aku hampir 30 tahun, jadi aku bisa melindungi diriku sendiri. Tapi, tunggu sampai aku menghabiskan permen kapas ini agar aku nggak muntah nanti.”“Ma, aku sempat melihat foto-foto itu sekilas dan gambarnya sangat jelas. Apa mungkin Fani sengaja membuka tirai kamarnya agar orang lain bisa mengambil foto mereka? Apa mungkin Fani sudah tahu kalau Mama sedang menyelidikinya, makanya dia sengaja membuat orang lain bisa memotretnya dengan jelas?”“Dia pasti akan menutupi aibnya dengan rapat kalau memang benar-benar berniat selingkuh. Menurutku, Fani sengaja melakukannya karena ingin membalas dendam. Mama pasti nggak akan tahu tentang perselingkuhan mereka kalau saja dia menutupnya rapat-rapat.”Kemudian Patricia berkata dengan dingin, “Aku nggak peduli, dia sengaja atau nggak. Pokoknya, Mama nggak akan melepaskannya begitu
“Adikku tidak tahan dengan cobaan itu. Akhirnya, dia melarikan diri dan mengalami kecelakaan. Setelah itu, semua urusan keluarga Gatara jatuh ke pundak ibu seorang.”Felicia jarang mendengar ibunya menyebutkan tentang kedua saudaranya. Sebenarnya, dia ingin menanyakan, apakah benar ibunya adalah dalang di balik kematian kedua saudarinya? Namun, Felicia kembali menelan pertanyaan itu dan tidak berani menanyakannya. Lagi pula, Felicia yakin kalau ibunya tidak akan menjawab pertanyaannya. Bahkan mungkin ibunya akan menuduh Felicia tidak mempercayainya sebagai putri kandungnya. “Ma, apa Mama punya foto mereka?”Felicia kembali menggigit permen manisan buahnya seraya bertanya dengan pura-pura penasaran, “Mama bilang kalau Odelina dan tanteku agak mirip, tapi aku nggak pernah melihat wajah Tante. Aku penasaran, seberapa mirip Odelina dan tanteku itu?”Patricia sempat terdiam cukup lama lalu berkata, “Dulu, Mama punya foto-foto mereka. Tapi foto-foto itu rusak dan sudah tidak jelas lagi, ma
Kemungkinan Felicia sengaja tidak menutup tirai apartemennya agar orang-orang bisa menyaksikan aksinya. Itu adalah bentuk balas dendam yang dilakukannya secara terang-terangan. “Pengurus rumah bilang kalau Mama nggak mau makan. Apa yang terjadi, Ma?”“Aku bisa menemani Mama makan malam karena aku juga belum makan.”Felicia sempat duduk di kursi yang berada di depan ibunya, tapi dia kembali berdiri untuk memberikan permen manisan buah untuk Patricia seraya berkata, “Ma, aku beli permen manisan buah tadi. Ini untuk Mama.”“Aku juga beli permen kapas, tapi aku sudah memakannya. Jadi, aku nggak bisa kasih Mama.”Patricia menatap permen manisan buah yang dipegang putrinya lalu melihat permen kapas berwarna pink yang biasanya disukai oleh anak kecil. Putrinya hampir berusia 30 tahun, tapi dia masih saja membeli permen seperti itu. Patricia tidak peduli jika orang dewasa lain memakan permen kapas seperti itu. Namun, putrinya adalah calon pewaris keluarga Gatara, jadi ….“Kenapa kamu membeli
“Kenapa Bu Felicia memakan makanan seperti ini?”“Memangnya kenapa kalau aku memakannya?” “Anak kecil yang biasa memakannya.”“Aku sedang menjadi anak kecil sekarang,” jawab Patricia yang langsung membuat si pengurus rumah terdiam. “Apa ada masalah?”Kemudian pengurus rumah berkata, “Bu Felicia, Bu Patricia makan sedikit sekali tadi siang. Malam ini dia juga tidak ingin makan apa pun. Apa Bu Felicia bisa ke atas dan berusaha membujuknya agar mau makan?”“Mamaku sedang tidak berselera makan, ya?”“Ya, beliau mengatakan seperti itu.”“Apa tadi ada yang datang?” tanya Patricia lagi. “Asisten kepala keluarga tadi datang. Bu Patricia mengatakan dia tidak ingin makan setelah asistennya pergi.”“Mungkin ada masalah yang mempengaruhi mood mamaku sampai dia tidak mau makan. Oke, aku akan ke atas dan menemuinya. Mamaku ada di ruang kerja, ya?”“Bu Patricia ada di ruang kerja. Tadi, beliau juga meminta Bu Dania untuk menemuinya di sana kalau Bu Dania sudah pulang. Apa Bu Felicia mau membawa ma