Odelina tertawa dengan dingin, “Bukannya dia selalu menuntut kesamaan? Aku hanya melakukan seperti yang sudah dilakukannya, kalau dia marah bisa melampiaskan sesuka hatinya kepadaku. Kalian melihat dia seperti itu, kalian merasa kasihan, lantas aku yang sudah seperti ini apa kalian nggak kasihan?”“Anak kalian dibesarkan oleh kedua orangtuanya, apa kalian pikir aku nggak punya orang tua yang membesarkan aku? Benar, orang tuaku memang sudah nggak ada, tapi bukan berarti kalian bisa menyiksaku sesuka hati kalian!”“Kalian mau satu persatu atau datang sekaligus? Kalau nggak terima, cepat tuntaskan di sini, aku bukanlah perempuan yang mudah ditindas! Kalau kalian berani memukul dan memojokkan aku lagi, sekalipun aku harus mati di sini, aku pasti akan membawa kalian mati bersama!”“Roni, aku dari dulu sudah pernah bilang, kalau kamu berani memukulku lagi, kecuali kamu memukulku sampai mati, jangan harap kamu bisa tidur dengan tenang! Aku pasti akan menguliti kamu dan memotong daging mu menj
Roni melihat keluarganya sudah mengetahui hal ini, tapi tidak ada menyalahkannya sedikit pun, pria itu pun kembali bercerita. “Semenjak Odelina melahirkan, badannya semakin lama semakin gendut, aku semakin lama semakin nggak suka dengannya. Sebaliknya Yenny sangat perhatian dan lembut, dia juga masih muda dan cantik. Aku rasa perempuan yang sebenarnya aku cintai adalah Yenny.”Ibu Roni langsung menjawab anaknya dengan ketus, “Orang melihat kamu hanya karena jabatan dan juga pendapatan kamu! Coba kalau kamu hanya seorang pegawai biasa seperti kemarin, siapa yang mau melihat kamu?”“Walaupun Odelina memang sedikit kejam dan memukul kamu hingga seperti ini, dia adalah perempuan yang sudah kamu nikahi selama bertahun-tahun, menjaga kamu dan keluarga kamu dengan sangat baik. Dia adalah perempuan yang sudah merasakan pahitnya kehidupan, sudah tahu bagaimana harus menjalani kehidupan dan menjaga rumahnya. Nggak seperti perempuan yang kamu bilang itu, Odelina jauh lebih baik daripadanya.”Wala
“Jadi menyusahkanmu.”Junia kembali tersenyum sambil berkata, “Nggak usah sungkan, kemarin-kemarin kamu yang selalu menutup toko. Aku selalu merasa nggak adil sama kamu, sekarang giliran aku menebusnya, biar hatiku merasa lebih baik.”Olivia juga tidak merasa segan terhadap teman baiknya. Perempuan itu mengambil baju yang dibelinya, lalu berkata sampai jumpa kepada temannya dan keluar dari dalam toko. Sesampainya di luar, perempuan itu membuka pintu depan dan menaruh bajunya di samping kursi pengemudi. Lalu berkata kepada Stefan, “Kamu pulang dulu saja, aku mau beli sayur dulu di pasar. Kalau kamu bisa cuci rice cooker, pulang tolong cuci, kalau nggak tunggu aku pulang saja.”Stefan melirik ke arah motor listriknya sambil bertanya, “Di mana mobil baru kamu?”“Tadi pas keluar sudah telat, jadi aku bawa motor karena takut tambah macet.”Olivia memasang helm di kepalanya, lalu berkata, “Aku jalan dulu.”Tanpa menunggu Stefan sempat menjawab apa pun, motor Olivia sudah meluncur lebih dahu
Setelah menceritakan hal ini, Junia tiba-tiba berhenti sebentar dan menatap adik sepupunya dengan curiga, “Albert, kenapa kamu bertanya hal ini?”Albert mana mungkin mau mengakui bahwa dirinya memikirkan Olivia. Hanya menyukai perempuan itu diam-diam dan berharap suatu hari nanti Olivia akan bercerai dengan suaminya yang sekarang. Pria itu pun berbohong dan berkata kepada Kakak Sepupunya, “Aku hanya khawatir dengan Kak Oliv, nggak ada maksud yang lain. Kak Oliv sangat hebat, kalau suaminya nggak menghargainya, bukankah lebih baik bercerai secepatnya. Setelah itu mencari lagi seorang suami yang bisa mengerti dan menghargai Kak Oliv, melewati hidup yang bahagia.”“Tentu saja, Olivia adalah gadis baik-baik, aku sangat yakin Pak Stefan akan mencintai Olivia sepenuhnya. Bisa jadi, malah dia dulu yang jatuh cinta dengan Olivia.”Junia sangat berharap temannya bisa melewati hari-hari yang menyenangkan. Sebaliknya, hati Albert terasa sesak. Namun dirinya tidak bisa memberitahu Kakak Sepupuny
Stefan merasa sedikit kesal, tapi setelah dipikir-pikir, dia menjual kerajinan tangannya Olivia. Yang mendapatkan uang Olivia, dan Olivia adalah istrinya sekarang. Itu artinya uangnya juga tidak masuk ke kantong orang lain. Suasana hatinya pun jadi membaik.Selesai memasak, Olivia membawa semua sayur dan lauk keluar dan meletakkannya di atas meja.Stefan dan Olivia duduk dan makan bersama.Harus diakui, masakan Olivia sangat enak. Stefan beruntung.Setelah makan dan mencuci piring, Olivia mengambil kantong berisi baju yang ada dari sofa, mengeluarkan bajunya, lalu menyerahkannya pada Stefan dan berkata, “Pak Stefan, coba deh, kamu cocok nggak pakai dua stel baju ini?”“Kamu sudah banyak membantuku. Aku merasa nggak cukup kalau hanya mentraktir kamu makan, jadi aku membeli dua stel baju baru untukmu. Masih ada dua dasi. Warna bajunya hitam, warna yang kamu suka.”Stefan sudah menebaknya dari tadi bahwa baju itu pasti untuknya. Namun, dia memasang muka datar, mengambil baju itu dan menga
Banyak orang yang juga berjalan santai di kompleks itu. Kebanyakan adalah orang tua yang membawa anak-anak mereka. Ada juga pasangan muda yang bergandengan tangan dan sangat mesra.Stefan dan Olivia hanya melihat betapa mesranya orang-orang itu. Mereka tetap berjalan berdampingan dan tak satu pun dari mereka yang berinisiatif mengulurkan tangan mereka.Namun, banyak yang menoleh untuk mengamati mereka, karena yang prianya tampan dan wanitanya cantik.Akhirnya, Olivia mampir ke taman bermain anak-anak di kompleks tersebut dan berkata kepada pria di sampingnya, “Ayo, duduk di sini sebentar dan melihat anak-anak.”Dia sangat menyukai anak-anak.Dia sangat menyayangi keponakannya, Russel.Stefan tidak mengatakan apa-apa, tetapi diam-diam mengikutinya dan duduk di sebuah kursi yang terbuat dari batu.“Kalau Russel ada di sini, dia pasti akan bermain dengan senang.”Stefan bergumam mengiyakan.Olivia menoleh untuk menatap Stefan. Pria itu agak bingung dilihat tanpa sebab, jadi dia bertanya d
Stevan diam saja.Dia benar-benar tidak tahu harus membicarakan apa dengan Olivia.Pasangan muda di sekitar mereka sangat mesra dan manis satu sama lain, berjalan jalan sambil bergandengan tangan. Sementara pasangan yang memiliki anak, topik pembicaraan mereka lebih banyak tentang anak, sehingga banyak hal yang bisa dibicarakan.Berbeda dengan mereka, yang tidak saling mencintai dan tidak punya anak. Sangat sulit untuk mengobrol.Melihat Stefan diam saja, Olivia tersenyum. Dia bangkit dan segera menarik Stefan, “Ayo, kita pulang. Jangan sampai kamu merasa nggak nyaman, seolah aku akan menggodamu.”“Olivia, kamu itu perempuan!”“Memangnya kenapa kalau perempuan? Aku kan hanya bilang, nggak akan rugi juga.”Olivia menarik Stefan pergi, tetapi hanya di ujung bajunya, tanpa menyentuh tangan pria itu. Dia takut pria itu akan mencuci tangannya ratusan kali ketika sampai di rumah nanti.“Kamu nggak lihat trending topic dua hari lalu? Tentang tuan muda keluarga Adhitama dan putri dari pemilik
Olivia berkata, “Padahal kamu juga termasuk pimpinan di perusahaan, tapi kesempatanmu untuk bertemu bosmu juga sangat kecil. Bosmu itu benar-benar ... susah digapai dan sangat misterius.”Di internet sama sekali tidak ada foto tuan muda keluarga Adhitama.Pria itu selalu diikuti oleh pengawal ke mana pun dia pergi. Sebelumnya waktu di pesta, juga ada banyak pengawal yang mengikutinya. Pengawalnya semua berbadan tinggi dan kekar lagi. Dia dan temannya sampai berjinjit, tapi juga tidak bisa melihat seperti apa rupa pria itu.Stefan yang bekerja di Adhitama Group dan merupakan seorang pimpinan di sana saja juga jarang bisa bertemu dengan pria itu. Dia jadi merasa lebih baik sekarang.Stefan tidak menjawab.Dia tidak peduli apa yang orang lain katakan tentang dia. Dia melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya sendiri.Sambil membicarakan tuan muda keluarga Adhitama, mereka berdua berjalan kembali ke Gedung B tempat mereka tinggal.Pengawal-pengawal Stefan ada di sekitar. Meskipun
Olivia menjawab, "Baik, nanti biar Papa dan Mama yang menjaga Russel. Kami akan kembali lebih awal untuk urus pekerjaan. Menjelang Tahun Baru, kami akan kembali menjemput kalian."Para orang tua dari kedua keluarga sudah pensiun dan tidak banyak kesibukan. Jika mereka berkumpul, bahkan hanya untuk bermain kartu, pasti akan terasa ramai. Yose juga pasti akan menyetujuinya.Dewi tertawa senang, lalu pergi ke dapur untuk meminta koki menyiapkan beberapa hidangan favorit Olivia, sambil tetap memperhatikan selera makan putranya juga.Ketika keluar dari dapur, Nenek sudah kembali. Mendengar bahwa cucu pertama dan istrinya datang berkunjung mencarinya, Nenek pun meninggalkan sekumpulan teman lamanya dan kembali ke vila.“Nenek.”Olivia menyapa dengan manis.Senyum Nenek sangat ramah dan penuh kasih sayang. Setelah saling menyapa dengan hangat, Nenek menarik Olivia untuk duduk bersamanya di sofa.Dewi secara pribadi mempersiapkan buah-buahan, camilan, dan berbagai makanan ringan untuk menantu
Meskipun di rumah ada asisten rumah tangga, seorang ibu tetap harus berbagi perhatian untuk merawat anaknya. Mengurus anak sering kali membuat istri kurang memperhatikan suaminya. Jika ingin menikmati waktu berdua seperti sekarang, kesempatan itu tidak akan banyak lagi. Dewi, sebagai seorang yang berpengalaman, sangat memahami hal ini.“Baik, kalau libur musim dingin, aku bawa Russel untuk tinggal dua hari di sini.” Olivia tidak tega mengecewakan kebahagiaan ibu mertuanya, sehingga dia memutuskan untuk mengantar Russel ke sini selama dua hari. Setelah itu, mereka akan membawa bocah itu ke Kota Aldimo untuk bermain selama seminggu, sebelum pulang mempersiapkan Tahun Baru. “Hanya tinggal dua hari? Apa Russel akan pergi ke Cianter?” Dewi bertanya dengan penuh perhatian, “Cianter itu sangat dingin, sering turun salju. Apa Russel bisa tahan di sana? Kalau hanya tinggal satu atau dua hari, dia mungkin akan merasa senang. Tapi kalau setiap hari di sana, dia bisa masuk angin. Kita ini ngga
Stefan tetap rutin berolahraga setiap hari, menjaga pola makan seperti sebelum menikah. Berat badannya pun hampir tidak pernah berubah, selalu stabil di angka yang sama. "Vitamin milik menantumu memang ada aku makan sedikit, tapi itu karena Olivia nggak bisa menghabiskannya, jadi dia memintaku membantunya makan. Baru setelah itu aku makan." Stefan ingin menegaskan bahwa dia tidak akan pernah memakan suplemen milik istrinya. Namun,mengingat dia hampir setiap hari membantu istrinya menghabiskan makanan tersebut, dia tidak bisa berkata tidak. Yang lebih dia khawatirkan adalah bentuk tubuhnya. Dengan cemas dia bertanya kepada istrinya, "Olivia, lihat aku, apa aku gemuk? Apa aku punya perut buncit?" Dia bahkan mencubit perutnya sendiri untuk memastikan. Melihat reaksi suaminya, Olivia tertawa hingga memegang perutnya. Suaminya benar-benar lucu, ternyata dia sangat peduli dengan penampilannya yang tampan. "Sayang, kamu nggak gemuk dan nggak buncit. Bentuk tubuhmu masih sangat bagus, te
Dewi melanjutkan, "Keluarga ini memang selalu didominasi laki-laki, sudah beberapa generasi nggak ada anak perempuan. Kalau bisa punya seorang anak perempuan, tentu saja semua orang akan memanjakannya.""Aku hanya ingin dia bisa hidup tanpa beban, melakukan apa pun yang dia inginkan dan nggak perlu memikul tanggung jawab besar keluarga." "Masih banyak saudara laki-laki yang bisa membantunya memikul tanggung jawab dan melindunginya, memastikan badai sehebat apa pun nggak akan mengenainya," tambahnya. Olivia berpikir sejenak, lalu tersenyum dan berkata, "Mama benar juga, tugas berat seperti menjadi penerus keluarga memang lebih baik diberikan kepada anak laki-laki." Mengetahui pandangan keluarga suaminya sudah cukup bagi Olivia. Dia pun tidak ingin jika suatu saat anak perempuannya harus memikul tanggung jawab besar keluarga. Namun, dia berpikir sambil tertawa kecil, "Kalau pun aku benar-benar bisa melahirkan anak perempuan, aku rasa itu mungkin terjadi di kehamilan kedua atau bahkan
"Nggak ada, sangat baik." Keluarga suaminya menunjukkan tingkat perhatian yang berlebihan terhadapnya, tetapi itu juga menandakan betapa mereka peduli padanya dan tentu saja pada bayi kecil yang ada di dalam perutnya. "Bagus kalau begitu. Mama sekarang paling takut mendengar kabar bahwa kamu mengalami sesuatu." Dewi akhirnya merasa lega, lalu berkata, "Ada seorang teman Mama, menantunya juga lagi hamil lima bulan. Tapi dua hari yang lalu, bayinya nggak berkembang lagi. Dia menangis sampai seperti kehilangan akal. Bayinya laki-laki dan sudah terbentuk, tapi entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba janinnya nggak berkembang." "Ah, Cih! Olivia sehat, dan bayi kita juga sangat sehat." Kekhawatiran Dewi terhadap Olivia memang dipicu oleh kejadian yang menimpa menantu temannya itu. "Hamil lima bulan masih bisa mengalami janin nggak berkembang?" Dewi menggandeng tangan menantunya dengan hangat. Keduanya masuk ke dalam rumah dengan akrab layaknya ibu dan anak kandung. Sedangkan Stefan? Di
Olivia berkata, "Aku hanya mau bilang, kamu sekarang sudah setegang ini, nanti saat aku melahirkan, apakah kamu akan seperti Amelia, langsung mengemudi sendiri ke rumah sakit?" Stefan menjawab dengan serius, "Jangan bandingkan aku dengan Amelia. Aku nggak akan seperti itu. Memang aku pasti akan tegang, tapi nggak sampai lupa padamu. Aku akan menemanimu masuk ke ruang bersalin." "Kamu mau masuk ke ruang bersalin bersamaku?" "Iya, aku akan menemanimu. Nggak peduli kapan dan apa yang terjadi, aku harus ada di sisimu." Olivia tersenyum, senyumnya begitu manis. "Stefan, terima kasih. Terima kasih karena sangat mencintaiku dan memperlakukanku dengan begitu baik!"Stefan kembali mengoreksinya, "Panggil aku "Sayang". Aku suka mendengar kamu memanggilku begitu. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kamu karena mau melahirkan anak untukku. Kamu adalah pahlawan besar di keluarga kita." "Kita nggak perlu saling berterima kasih terus." Olivia tertawa kecil sambil menyandarkan dirinya ke p
Terutama sejak Olivia hamil, Stefan berharap bisa menemani istrinya selama 24 jam sehari. Namun, Olivia tidak mengizinkannya untuk terus menempel padanya. “Aku masih harus kerja,” katanya sambil tersenyum. Melihat istrinya yang sedang hamil tetap bekerja, Stefan merasa tidak enak jika dirinya sendiri bermalas-malasan. “Harus kerja juga, cari uang buat beli susu bayi,” katanya sambil bercanda. Russel bilang, bayinya nanti laki-laki. Kalau benar anak laki-laki, Stefan mulai berpikir tentang masa depannya. “Harus cari uang buat beli rumah, mobil, dan biaya menikah. Itu semua butuh banyak uang.” Namun, kemudian dia tersenyum lega. Sebagai pewaris keluarga Adhitama, dia memiliki kekayaan melimpah. “Bisa dibilang, aku kekurangan segalanya kecuali uang. Uangku cukup untuk anakku hidup nyaman seumur hidup. Kelak ada cucu dan cicit, harus tetap menjaga keluarga Adhitama sebagai keluarga terkaya di Mambera, dari generasi ke generasi.” “Nicho mulai kerja tahun depan, ya?” Olivia merasa s
"Olivia, mari kita kembali ke rumah lama sebentar dan beri tahu Nenek. Dia pasti ingin bertemu dengan para tetua itu," kata Stefan. Mereka adalah orang-orang dari masa yang sama. Di zamannya, Nenek adalah sosok yang cukup terkenal di Mambera. Kemungkinan besar, para tetua itu juga mengenal neneknya. Namun, memikirkan bahwa Olivia sudah bangun pagi-pagi, Stefan mengubah keputusannya. Dia berkata, "Kamu pulang saja untuk istirahat. Aku sendiri yang akan pergi ke rumah lama. Kalau Nenek ingin datang, aku akan mengantarnya ke sini." Olivia menjawab, "Aku nggak lelah. Aku akan menemanimu pergi." "Sudah lama kita nggak pulang ke sana. Akhir pekan ini, kita bawa Russel untuk menginap dua hari. Sekalian beri tahu keluarga, setelah libur musim dingin minggu depan, aku mau bawa Russel ke Kota Aldimo untuk bermain beberapa hari." Stefan dengan perhatian bertanya, "Apa kamu nggak akan merasa terlalu capek? Kalau lelah, sebaiknya istirahat saja, jangan memaksakan diri." Olivia menepuk ringan
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia