Stefan hanya bisa menatap kedua perempuan ini dengan tatapan pasrah.“Sayang, ini supnya dimakan dulu,” ujar Stefan setelah Olivia selesai tertawa.“Untung saja, aku nggak lagi minum sup tadi. Kalau nggak, pasti aku sudah menyemburkannya,” ujar Olivia gembira. “Sudah, ayo makan dulu,” ujar Nenek sambil tersenyum.Kemudian dia mengambil beberapa hidangan dan langsung melahapnya. “Olivia, makanan ini bukan kamu yang masak, ya? Rasanya agak kurang,” ujar Nenek sambil mengerutkan keningnya. “Nggak enak ya, Nek?” tanya Stefan cemas.“Kalau memang nggak enak, aku akan telepon Ricky dan memintanya untuk membawa Nenek ke restoran sekarang juga. Mungkin Nenek nggak cocok sama makanan di sini,” ujar Stefan. “Agresif sekali cara bicaramu. Pastinya makanan ini masakanmu kan, Stefan?” tanya Nenek. Kemudian Nenek melanjutkan makannya seraya berkata, “Olivia, kemampuan masak Stefan masih belum cukup baik. Kamu harus membiarkannya latihan memasak lebih sering. Setiap akhir pekan, biarkan saja dia
Hubungan Stefan dan Olivia membaik setelah Stefan menderita asam lambung hingga tubuhnya mengurus. Oliva merasa kasihan kepada Stefan. Perselisihan mereka yang disebabkan karena Stefan pernah tidak jujur kepada Olivia pun, pelan-pelan terkikis. Olivia keluar dari kamar mengenakan jaket. Dia juga membawakan sebuah jaket untuk Stefan. “Angin di luar lagi kencang, musim hujan soalnya. Nih, pakai jaket dulu,” ujar Olivia penuh perhatian, sembari membantu Stefan mengenakan jaketnya. Senyum bahagia tak bisa dibendung di wajah Stefan. Nenek mengalihkan pandangannya. Dia tidak mau melihat sikap memalukan sang cucu. Pasangan muda itu pun keluar jalan-jalan, sembari bergandengan tangan. Di rumah kontrakan keluarga Pamungkas. Ketika terdengar suara pintu rumah terbuka, Rita seketika menghampiri. Ternyata benar, putranyalah yang datang. Rita bertanya, “Gimana? Dibukain pintu nggak? Russel dibawa ke mana sama Odelina? Apa mungkin Odelina bawa Russel sembunyi karena kita sering gangguin dia?”
Roni duduk di sofa, diam sejenak, kemudian berkata, “Si Pak Daniel itu kayaknya lagi deketin Odelina.”“Bukan kayaknya lagi. Memang lagi ngejar Odelina. Kalau bukan karena tertarik sama Odelina, ngapain Pak Daniel sering banget ke toko Odelina?”Mumpung Roni membahas hal ini, Rita menasehati, “Roni, coba deh kamu lihat Odellna sekarang buka restoran, jual sarapan. Dengan kemampuan memasaknya, bisnis Odelina pasti bagus.”“Apalagi dia orang yang rajin. Sekarang diet pula. Sudah nggak sejelek dulu. Bos besar kayak Pak Daniel pun sampai bisa tertarik sama dia. Itu berarti koneksi bisnis dia terbilang lumayan.”“Dan yang terpenting, keluarga dia keren banget. Nggak usah Olivia deh, menantu keluarga Adhitama. Bahkan tantenya saja sudah hebat banget. Mama sudah cari tahu, Nenek Yuna itu punya power banget di keluarga Sanjaya.”“Kalau kamu bisa rujuk sama Odelina, kamu bisa dapat bantuan dari keluarga Adhitama ataupun keluarga Sanjaya. Kamu bisa buat perusahaan sendiri. Jadi bos sendiri. Enak
Tak terasa Roni sudah menjadi penyokong kakaknya selama bertahun-tahun. Rita diam. Suara pintu terbuka terdengar. Roni tidak melanjutkan pembicaraan dengan ibunya. Sepertinya Yenny pulang. Ternyata benar, setelah pintu terbuka, Yenny telah membawa pulang dua bungkus makanan.“Sayang, kamu sudah pulang? Kebetulan, nih. Makan, gih. Aku bungkus dua porsi tadi.”Yenny menenteng dua bungkus makanan lalu mendekat dan duduk di samping Roni. Dia membuka bungkusan, memberikan satu porsi kepada Roni. Setelah itu, dia mengeluarkan bungkusan makanannya sendiri kemudian mulai makan. Roni melihat ke arah ibunya, kemudian melihat ke Yenny, dia bertanya, “Sayang, kamu cuma bungkus dua porsi? Papa sama Mama?”Yenny menjawab, “Aku nggak bungkusin mereka. Kalau pengin makan apa, biar bikin sendiri saja. Masih ada mie instan dua bungkus, masing-masing satu. Telur masih ada tiga, cukup buat kalian tiga orang. Seorang satu.”Tiap kali ayah mertuanya menanak nasi, porsinya selalu sedikit. Ketika ibu mer
Keesokan harinya, saat matahari baru mulai menampakkan diri, Daniel segera bangun dan mengganti pakaian. Dia keluar segera setelah membersihkan diri. Tak sempat sarapan. Daniel takut setelah ibunya bangun nanti, sang ibu akan menyuruh Cherly datang kepadanya, dan menyuruh Daniel menemani Cherly berjalan-jalan. Menghadapi ibu yang menyuruhnya cepat menikah, cara yang paling ampuh adalah, cepat-cepat pergi. Daniel sebenarnya dapat memahami ibunya. Daniel sudah berusia 36 tahun, bukan lagi pria berumur 26 tahun. Keponakannya saja sudah hampir menikah, sedangkan Daniel sebagai paman bahkan pacar pun tak punya. Bagaimana mungkin ibunya tidak khawatir dan buru-buru ingin menjodohkannya?Pagi-pagi sekali Daniel pergi ke Lotus Residence. Di depan gerbang, dia menelpon Stefan. Stefan yang pagi-pagi masih memeluk istrinya di ranjang mengangkat telepon dari sahabat karibnya, tanpa basa-basi berteriak, “Pergi!”Daniel menjawab, “Buset, pagi-pagi sudah emosi saja, Bro! Kita ‘kan sudah kenal lama
“Pak Daniel sudah datang, loh. Ayo cepat bangun. Keluar, persilahkan Pak Daniel masuk.”Olivia berkata sambil sekali lagi berbalik badan, hendak turun dari ranjang. Stefan hendak menariknya kembali, tapi Olivia berhasil mengelak. Stefan melihat Olivia mengambil baju di walking closet, sambil menggerutu, “Bukan aku juga yang manggil dia ke sini. Dia sendiri yang mau datang, biarin saja lah nunggu. Nanti kalau Ricky sudah datang, surah Dimas keluar jemput mereka berdua. Biar nggak bolak-balik.”Olivia mengambil baju yang hendak ia kenakan. Olivia juga mengambilkan setelan jas untuk Stefan. “Lagi liburan, nggak mau pakai jas, ah.”Olivia mengembalikan jas itu, kemudian mengambilkan setelan baju yang lain untuk Stefan. Olivia masuk ke kamar mandi untuk ganti baju. Stefan memeluknya dari belakang, berkata, “Istriku, kita ‘kan sudah suami istri lama. Nggak usah malu ganti baju sama-sama.”Olivia malas untuk menanggapi Stefan. Mulut Stefan semakin lama semakin pandai merayu. Ada beberapa
Stefan menjawab datar, “Bukannya Nenek bilang masakanku nggak enak?”“Iya sih, tapi gimanapun juga ‘kan Nenek kamu. Se-nggak enak apa pun masakanmu, Nenek juga pasti bilang enak. Biar kamu pede.”Stefan diam. Sesaat kemudian, ponselnya berdering. Stefan segera mengangkat telepon untuk kabur dari Nenek. Dari dulu Stefan tidak pernah bisa menang “melawan” Nenek. “Kak, aku sudah di gerbang kompleks, nih, Kamu nggak kasih aku akses. Aku nggak bisa masuk. Oh iya, ini juga ada Daniel di sini. Dia bilang juga sudah nunggu di sini lama banget.”Itu telepon dari Ricky. Semalam Nenek memberi pengumuman di grup keluarga. Siapa pun yang ada di Mambera, hari ini harus kembali ke vila. Keluarga Olivia pertama kali datang. Keluarga Adhitama tentu harus menyambut. Dengan begitu, Olivia akan merasa dihargai. Bagaimanapun juga, Olivia kelak akan menjadi wanita nomor satu di keluarga Adhitama. Dia harus mendapatkan penghormatan yang cukup. “Cepat banget kamu datang,” Stefan berkata datar, “aku suruh
Olivia menyapa ramah.Setelah Daniel masuk, barulah Olivia menutup pintu. Nenek juga sudah memanggil mereka untuk sarapan bersama. Stefan sangat memanjakan istrinya, dia tahu apa saja makanan favorit sang istri. Sarapan yang pagi ini dibawa oleh Ricky, semuanya adalah makanan kesukaan Olivia. Makanannya sangat beraneka ragam. Meski kedatangan Daniel si tamu tak diundang, makanan pagi itu juga masih sangat cukup untuk mereka makan bersama. Setelah kenyang, Nenek menyuruh Daniel, “Daniel, kamu tolong ke tempat Odelina, ya. Jemput Odelina dan anaknya. Terus ke rumah bareng-bareng.”Daniel menunjukkan ekspresi tak mengerti, seakan berkata,”Kok aku?” Dia bertanya pada Nenek, “Nek Sarah, memangnya kalian ngundang berapa orang barbeque-an?”“Nggak tahu tuh berapa orang yang bisa pulang. Pokoknya Nenek sudah umumin di grup keluarga. Pokoknya yang lagi ada di Mambera, hari ini harus balik ke vila.”Daniel diam. Dia merasa keluarga Adhitama akan mengadakan pertemuan keluarga. Padahal niatnya