Accueil / Rumah Tangga / Pernikahan Bayaran / 📌 49 : Sibuk dengan Kekasih Gelap

Share

📌 49 : Sibuk dengan Kekasih Gelap

Auteur: Rahmani Rima
last update Dernière mise à jour: 2025-01-29 09:46:41

Sudah satu bulan, sejak memutuskan hamil palsu, Natasya tak lagi bicara dengan Abian. Ia merasa terancam dengan permintaannya mengenai bertemu Alan. Kalau suami kontraknya benar bertemu Alan, ia tidak tahu apa yang akan dikatakannya. Abian adalah orang yang tak terduga. Responnya bisa saja baik atau justru lebih buruk dari apa yang dipikirkannya.

Vina memberikan papan visit, “Nat, pasien di bangsal baru aja gue ganti infus. Dia banyak ngeluh, lo sabar aja ya. Gue mau balik.”

Natasya mengangguk pelan.

“Lo—kenapa sih? Aneh tahu gak sebulan ini begini terus.”

“Gak papa kok.”

“Si—maksud gue dokter Abian—gak nyakitin elo ‘kan?”

Natasya menggeleng, “Semua aman.”

“Hm, syukurlah.”

Natasya mendorong Vina, “Ya udah sana, katanya mau pulang.”

“Kalo lo gak enak badan, gue—bisa kok lanjutin shift.”

“Ngomong apaan sih lo, Vin. Kasian anak-anak lo. Bye!” Natasya berjalan cepat meninggalkan Vina.

Natasya menandatangani absensi dan segera membuat laporan jaga. Sudah satu bulan, selama ia j
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Related chapter

  • Pernikahan Bayaran    📌 50 : Hamil Karet

    Natasya menguap lebar-lebar ketika memasuki kamar. Ia sudah bertemu mama yang sedang menyirami bunga di depan. “Nat, buruan!” Abian menariknya masuk ke dalam kamar, “Mama gak pegang perut kamu ‘kan tadi?” “Pegang.” “Yah, bahaya. Nanti kalo karetnya ditempelin mama akan sadar dong kalo gundukkannya beda?” “Gundukkan, di kira kuburan apa?” “Ya apalah itu namanya. Mana karetnya? Saya mau liat. Kita pasang sama-sama.” Dengan mata tertutup dan langkahnya yang lemah menuju ranjang, Natasya merutuk kesal, “Orang mau tidur malah disuruh pake perut karet. Nanti aja lah.” “Nat, takut mama keburu pegang perut kamu lagi.” “Habis tidur aku mau mandi. Ya percuma dong, dok, nanti dilepas lagi.” “Saya cuma mau liat pas nempel di perut kamu gimana.” Natasya tak lagi menggubris ucapan Abian. Ia sangat ngantuk dan tak bisa menahannya. “Yang jaga malam bukan cuma kamu, tapi saya juga, Nat! Lemah, baru segitu udah ngantuk.” Abian tak sabar. Ia ingin melihat perut karet itu untuk

    Dernière mise à jour : 2025-01-30
  • Pernikahan Bayaran    📌 51 : Kebahagiaan untuk Cucu

    Abian menuntun Natasya ketika menuruni tangga. Di ruang tivi sudah ada mama dan papa yang tersenyum menyambut ibu hamil muda.“Sini mama jemput.” Mama menuntun Natasya, “Kalian perlu pindah kamar, soalnya kehamilan Natasya ini masih rentan, Bi. Nanti mama minta mbok pindahin barang-barang kalian ya.”“Gak usah lah, ma, Natasya kuat kok.” Abian berusaha membela Natasya. Ia tahu jika mereka pindah kamar, akan lebih bahaya karena mama bisa masuk ke kamar untuk mengelus perutnya lebih sering.“Kamu tuh gak pengertian banget sih sama istri kamu. Yang hamil itu Natasya, bukan kamu, Bi.”Papa tertawa, “Biarkan saja besan. Abian lebih tahu kondisi Natasya. Mereka pasti sudah melaksanakan serangkaian tes di dokter kandungan.”Mama membuang nafas pelan, “Kalian bersyukur papa bela kalian. Nat, kamu udah laper? Kita makan sekarang ya? Kamu mau makan apa?”Natasya bingung setiap kali mama bertanya begitu. Ia terbiasa makan apapun yang di sediakan, apalagi sejak jadi dokter ko-ass, rasanya l

    Dernière mise à jour : 2025-01-30
  • Pernikahan Bayaran    📌 52 : Abian Bertemu Alan

    Mama datang membawa alat pendeteksi detak jantung janin. Dengan senyum sumringah, alat itu langsung mama dekatkan dengan perut Natasya.“Ma!” Abian menahan lengan mama.“Kenapa, Bi?”“Eum—aku baru inget, fetal doppler baru bisa dipake saat usia kandungan sepuluh minggu.”Mama dan papa saling tatap.“Emangnya kandungan Natasya berapa minggu, Bi?”Abian melirik Natasya, “Baru—enam minggu, ma.”“Oh. Itu perutnya udah agak keliatan. Mama pikir udah diatas delapan minggu.” Mama menaruh alat di meja dan duduk disebelah Natasya, “Ya udah kalo belum bisa. Mama elus-elus aja cucu kesayangan mama. Halo, sayang, ini—oma. Kamu—lagi apa di dalem?”Papa tertawa, “Giliranku.”“Oh iya, besan, tentu.” Mama bangkit, membiarkan papa mengelus perut Natasya.Dengan tangan bergetar, papa mengelus perut karet Natasya, “Halo, kakak. Ini—kakek. Terima kasih sudah hadir di dunia ini, di rahim—” papa mendongak, “Kamu mau dipanggil apa, Sya?”Bukannya menjawab, Natasya malah menangis.Abian tersenyum

    Dernière mise à jour : 2025-01-31
  • Pernikahan Bayaran    📌 53 : Perbincangan Malam Minggu

    Abian terus melirik Natasya yang sudah menghabiskan setengah loyang kue favoritnya.“Ini kue terenak di dunia. Aku bisa makan ini setiap hari.”“Kalo setiap hari kamu bisa kena kolesterol dan diabetes, Nat.”Natasya berhenti mengunyah, “Itu hanya ungkapan sangking enaknya. Kata lain dari ‘rasanya kayak mau meninggoy’.”“Saya gak tahu kenapa ada manusia selebay itu sampe bilang mau meninggal. Kayak mereka beneran pernah sekarat aja.”Natasya kesal bukan main pada suami kontraknya ini, “Gak ngerti ungakapan banget sih. Udah deh diem aja.”“Kamu yang diem. Berhenti makan. Ini udah jam berapa coba?”“Biarin. Ibu hamil itu harus makan banyak tahu!”Abian mencondongkan badannya ke meja makan, “Hamil palsu.”Natasya melotot, “Jangan asal ngomong, nanti mama denger!”Abian bangkit, “Saya mau cari angin dibelakang rumah. Kamu ikut.”“Dih, sana aja sendiri.”“Ini perintah konsulen.” Abian berjalan duluan.“Huu, dasar konsulen otoriter. Dia pikir ini rumah sakit apa. Lagi libur aja

    Dernière mise à jour : 2025-01-31
  • Pernikahan Bayaran    📌 54 : Perasaan yang Berbeda

    Natasya turun dari mobil Abian setelah ia mengancam akan turun paksa. Ia tidak mau diantarkan sampai ke depan rumah Alan. Bisa bahaya kalau mereka bertemu lagi. Ia sudah memesan ojek online dan langsung pergi.Ia tak bisa pura-pura lupa dengan jawaban Abian semalam, mengenai ia yang mulai mencintainya karena sering bertemu. Begitu di konfirmasi ulang pun, Abian mengiyakannya. Apa benar perasaan itu mulai tumbuh dihati lelaki sekeras Abian padanya?Ojek online sampai. Alan menyambutnya depan pagar.“Sayang?” Natasya memeluk Alan erat, “Maaf ya aku baru kesini lagi.”“Gak papa. Yuk masuk.”Natasya mendorong kursi roda Alan ke dalam rumah. Ia menaruh barang bawaannya. Ketika duduk, Alan terus memperhatikan perutnya, “Kenapa?”“Perut kamu—kok keliatan agak gemuk?”Natasya gelagapan ketika kedua matanya dengan cepat melirik perutnya sendiri, “Ah, ini. Aku—sembelit, sayang.”“Ya ampun. Udah berapa lama kamu gak BAB?”“Satu—minggu. Iya, satu minggu.”“Aku ada simpen obat sembelit,

    Dernière mise à jour : 2025-02-01
  • Pernikahan Bayaran    📌 55 : Perasaan yang Berbeda 2

    Pov AbianSenyum Abian tak terlihat selama menemani Aca memilih tas dan sepatu di toko langganan keluarganya. Jadwal rutin kekasihnya untuk belanja membuatnya sedikit jengah karena dirasa terlalu menghamburkan uang.“Sayang, yang ini bagus gak?” tanya Aca memamerkan sebuah sepatu heels berwarna silver.Abian mengangguk, “Bagus, sayang.”“Aku mau yang ini ya?”“Iya, ambil aja.”Aca menyambar sepatu lainnya, “Sayang, aku mau yang ini juga.”“Oke.”Aca memberikan empat sepatu pada pramuniaga, “Tolong dibungkus semua ya.”“Baik, mbak.”“Tapi jangan ditotalin dulu, saya mau liat tas keluaran terbaru. Tolong antar saya kesana.”“Mari, mbak.”“Sayang, aku tinggal ya?”Abian mengangguk.Abian membuka ponselnya, menatap foto Natasya yang berbalut kebaya putih pilihan mama, “Apa Natasya belum sadar juga kalo gue—mulai berubah pikiran? Dia—secinta itu sama Alan? Ngomong-ngomong Alan kerja apa ya? Penampilannya sih rapi mirip orang kantoran. Apa dia manager keuangan? Apa—seorang CEO

    Dernière mise à jour : 2025-02-01
  • Pernikahan Bayaran    📌 56 : Ketahuan Bohong

    “Saya ke kamar. Tolong nanti bawain teh hangat ya. Saya mau review beberapa thesis temen kelompok kamu.” “Siap, dok.” Abian menaiki tangga dengan cepat. Ia langsung membicarakan teknik operasi dengan dokter Farhan melalu telpon. Natasya jadi curiga ia akan ketiban sibuk itu dan akan berjaga malam ini. Natasya membuka kulkas, mencari sisa cake stroberi kesayangannya. Sebelum membuat teh pesanan Abian, ia memakan hampir seluruhnya, takut keburu tak ada waktu karena akhir pekan sudah berakhir. “Gilaaa, ini enak bangeeet.” Natasya mengambil gelas, “Seret. Minum mana minum?” Selesai minum, sebelum memakan kembali sisa kue, Natasya menggaruk perutnya yang tertempel karet hamil palsunya, “Duh, gatel lagi. Semenjak pake ini kulit perut jadi ruam. Sebenernya dokter Abian cuci karetnya gak sih? Curiga enggak deh.” Natasya melirik sana-sana melihat situasi aman. Ia akan melepas perut karet itu, karena lemnya pun sepertinya sudah tidak selengket tadi pagi. Begitu ia menarik perut karet

    Dernière mise à jour : 2025-02-02
  • Pernikahan Bayaran    📌 57 : Berdamai dengan Keadaan

    Natasya mengendap-endap mendekati pintu ruangan Abian. Ia membuka pintu perlahan dan masuk. “Oke, aman. Kayaknya dia lagi visit. Akhirnya gue bisa istirahat sejenak dan bebas dari amukkan dia. Dia pasti kesinggung gue gak mau pulang dan ketemu mama. Bodo amat lah.” Natasya mengambil posisi di sofa. Ia duduk memanjang dan memainkan ponselnya, “Udah lama gue gak nonton bioskop. Gue ajak siapa ya, kesana? Vina gak mungkin. Alan apalagi. Dokter Abian—ah, dia mana mau.” Ceklek. Pintu terbuka. Natasya melotot, “Dok?” “Kamu ngapain disini?” Natasya duduk tegap, “Aku—ikut tidur disini ya, dok? Aku berharap bakal dapet jadwal shift malem sih, tapi ternyata nggak.” “Kenapa gak pulang atau nginep di rumah papa?” Abian duduk disamping Natasya. “Papa—sama kecewanya kayak mama. Papa juga suruh aku pulang, tapi aku takut ganggu mama. Tolong izinin aku tidur disini, dok. Plisss.” Abian mengangguk, “Kalo jadi kamu juga saya—gak akan tidur di rumah.” Ia melirik Natasya sambil bangkit,

    Dernière mise à jour : 2025-02-02

Latest chapter

  • Pernikahan Bayaran    📌 141 : Kekhawatiran Lain

    Natasya sudah tertidur lelap ketika Abian pulang dari rumah sakit pukul dua belas malam. Ia ada operasi darurat, sehingga baru bisa pulang. Senyumnya merekah. Alan bersedia meninggalkan Natasya setelah mengisi cek kosong yang ia berikan. Alan meminta uang sebanyak tujuh ratus juta. Abian tak keberatan memberikannya langsung, asal Alan bisa memutuskan istrinya dan pergi sejauh-jauhnya dari kota ini.Mata Natasya mengerjap, “Mas?”“Hm?”“Abis operasi?”“Iya. Kamu udah minum antiobiotiknya?”Natasya mengangguk. Ia bangkit, “Seharian ini mama—nangis. Kamu jangan minta mama buat ninggalin papa lagi, biarin aja. Kita gak pernah tahu sedalam apa cinta mama buat papa, meski sepaket dengan rasa sakit itu.”Abian mengangguk.“Kamu mau makan? Biar aku siapin?”“Nggak usah. Aku mau langsung tidur.” Abian mengelus pipi Natasya dengan sentuhan lain.Natasya melirik Abian tak nyaman, “Malam ini—kamu tidur di sofa, ya, mas.”“Hm?”N

  • Pernikahan Bayaran    📌 141 : Tawaran untuk Alan

    POV Abian Abian tersenyum ketika papa membuka gembok pintu pagar, “Maaf ya, pa, ganggu pagi-pagi gini.”“Gak papa, nak Abian. Masuk.”Abian memasukkan mobil ke pelataran rumah papa. Ia keluar meneteng beberapa keresek berisi makanan untuk mereka sarapan.“Natasya gimana, pa?”“Sudah mendingan. Kalo sama Vina dia sembuhnya cepet.”Baru memasuki rumah, Abian mengedarkan matanya.“Sya, ada nak Abian nih.” teriak papa memberi informasi.Natasya keluar kamar dituntun Vina, “Mas?”Abian mendekati Natasya. Ia tidak tega melihat istrinya yang masih kesakitan karena perundungan preman suruhan Aca, “Aku beliin bubur. Kita sarapan dulu.”Semua sarapan bersama di ruang keluarga.Natasya melirik Vina yang bersiap pergi, “Panggilan dari rumah atau rumah sakit?”“Rumah sakit. Rumah aman kok.” Vina melirik papa, “Om, pamit ya,” ia melirik Abian, “Dok, saya permisi.”“Iya, Vin, hati-hati.”“Iya, Vin. Saya ke rumah sakit agak siang

  • Pernikahan Bayaran    📌 140 : Mencari Alan

    Pov Abian Abian membuka pintu bangsal VIP lima, tempat dimana Natasya dirawat. Tapi istrinya tak ada ditempat. “Natasya kemana?” gumam Abian. “Permisi, dok.” sapa perawat yang baru keluar dari bangsal VIP empat. “Sus?’ “Iya, dok, ada yang bisa dibantu?” “Istri saya—mana?” “Loh, bukannya dokter Natasya sudah pulang? Dokter Abian tidak tahu?” “Pulang?” dahi Abian mengernyit. “Iya, dok. Setelah infus habis, dokter Natasya bilang mau bertemu dengan dokter jaga. Setelah itu dokter jaga memperbolehkan dokter Natasya untuk pulang. Katanya dokter Natasya cukup istirahat di rumah dan minum antibiotik.” “Dia pulang sama siapa, sus? Kebetulan tadi saya—sedang ada urusan.” “Bersama dokter Vina dan dokter Irvan, dok.” “Oh begitu. Kalau begitu terima kasih.” Abian tak membuang waktu lama. Ia langsung pulang ke rumah. Setelah memarkirkan mobil se

  • Pernikahan Bayaran    📌 139 : Tamparan yang Pantas

    Pov AbianAca dan orang itu berhenti bercinta, setelah sadar ada orang lain selain mereka. Ketika pintu berbunyi, mereka masih belum sadar. Tapi setelah merasakan hawa manusia lain, mereka menoleh.“Bi?” panggil Aca dan orang itu kompak.Tubuh Abian masih terpaku ditempat. Ia masih sangat terkejut dan tengah mencerna apa yang tengah di lihatnya.Aca dan orang itu bergegas mengambil baju. Selama itu Abian menunduk memainkan sepatunya menahan marah.“Bi, kamu—kenapa gak bilang mau kesini?”Abian menatap Aca dan papa. Ia berjalan mendekati mereka.Ya, lelaki yang tadi bercinta dengan Aca adalah papanya sendiri. Kini, mereka tak punya waktu untuk menyembunyikan wajah masing-masing dari Abian setelah ketahuan bercinta.Abian melirik papa yang menunduk, “Aku tahu papa mata keranjang, dari dulu selalu main—dengan sekretaris lah, bawahan papa, kolega bisnis papa. Tapi—aku gak tahu papa—sampe sejauh ini. Papa tahu ‘kan Aca pacar aku?”Papa membera

  • Pernikahan Bayaran    📌 138 : Rahasia Besar Aca

    Aca menangis. Ia pergi begitu saja karena malu sudah jadi tontonan banyak orang. Abian mendekati Natasya yang melongo karena terkejut, “Aku minta maaf atas nama Aca. Aku jamin dia—gak akan pernah ganggu kamu lagi. Aku udah tahu Aca yang taro obat sampe kamu tidur di rooftop. Aku juga tahu dia—yang kasih kamu obat perangsang, juga—dia yang dorong kamu di tangga evakuasi. Aku mohon maafin Aca.”Natasya memainkan jari-jari tangannya. Ia tak tahu bisa memaafkan Aca atau tidak atas semua yang sudah terjadi.Irvan mengkode Vina agar mereka keluar dan memberi ruang untuk Abian dan Natasya.“Nat, gue tunggu diluar ya.” Vina bangkit, “Permisi, dok.”Setelah hanya ada mereka berdua, Abian bersimpuh disamping ranjang dengan mata merah, “Aku mohon kita—untuk bisa meneruskan pernikahan sesungguhnya, Nat. Aku udah—putusin Aca. Aku harap kamu juga—putusin Alan.”Natasya menarik nafas panjang sebelum bicara, “Kamu pikir aku akan putusin Alan, saat gak dapet jaminan ap

  • Pernikahan Bayaran    📌 137 : Kejahatan yang Terungkap Sendiri

    Vina tak beranjak sedikitpun dari sebelah Natasya. Ia sudah memberi kabar ke rumah, tidak bisa pulang karena kondisi Natasya yang tak memungkinkan ditinggal, padahal ada suaminya disini.“Vin, pulang aja sana.” pinta Natasya.“Iya, ada saya disini.” kata Irvan yang tengah membuat jurnal penelitian di sofa bangsal VIP.“Gak papa kok. Si kakak udah tidur, adek juga anteng sama neneknya.”Natasya tersenyum, “Makasih ya, Vin. Padahal kalo lo yang begini, gue pasti pulang sih.”Vina melotot, “Dasar si donat!” Mereka bertiga tertawa.Abian baru kembali. Ia harus bolak-balik ke ICU untuk melihat kondisi pasien yang baru di operasinya. Ia langsung mengecek laju infus, “Sepuluh menit lagi habis. Untuk labu kedua cukup pake vitamin aja.”“Iya, mas.”“Kalian ada kecurigaan gak sama seseorang yang mungkin jadi dalang dari kasus ini?” tanya Abian.Irvan menggeleng. Sedangkan Vina dan Natasya saling lirik. Pikiran mereka tertuju pada satu orang.

  • Pernikahan Bayaran    📌 136 : Natasya Celaka 2

    Natasya terus berjalan mundur untuk menghindari ancaman dari preman yang entah datangnya dari mana. Seumur-umur ia tidak pernah dihadang preman dengan ancaman segala.Saat ada kesempatan untuk menghindar, Natasya berlari kencang menghindari preman, tapi badannya yang tak begitu sehat, langsung tertangkap oleh preman dua yang membawanya semakin jauh dari rumah sakit.“Turunin aku!”“Diem!”“Tolooong! Bu, pak, tolongin aku!” teriak Natasya pada pengguna jalan dan pedagang dekat gedung rumah sakit, tapi tak ada yang bergerak membantunya.Di deket rumah sakit, ada sebuah kebun terbengkalai yang gelap. Natasya dilepaskan dengan kasar oleh preman dua yang menyeretnya dari tadi.“Minum sebelum gue berbuat lebih jauh sama lo.”Natasya menggeleng, “Gak mau!”“Jangan cari mati, lo! Buruan minum!”Preman dua membuka tutup botol dan memberikannya secara paksa pada mulut Natasya, “Minum!”Natasya menendang preman dua. Ia juga berusaha kabur.

  • Pernikahan Bayaran    📌 135 : Natasya Celaka

    Setiap kali Natasya melewati gerombolan perawat, anak ko-ass, dokter residen, dan konsulen, mereka selalu tersenyum.“Selamat ya, dok.”Natasya hanya mengangguk sopan meski tidak tahu kenapa ia diberi ucapan selamat. Apakah mereka baru tahu jika Abian tidak jadi di rotasi dan sudah mau kembali mengoperasi?“Dokter Natasya, kenapa?” tanya suster Anna. Mereka bertemu di meja jaga bangsal.“Gak papa. Emang kenapa?” “Dokter Natasya pucet.”“Kayaknya aku masuk angin deh, sus.”“Mau saya kerokkin gak?”Mata Natasya menatap suster Anna terharu, “Mauuuu, sus. Ayo.”Di ruang istirahat staf operasi, Natasya tidur telungkup membiarkan suster Anna mengerok punggungnya.“Merah, sus?”“Merah, dok. Habis dari mana ini kok sampe masuk angin?”“Gak tahu nih, sus, anginnya lagi gak enak banget.”“Ah, masa. Perasaan lagi gerah deh, gak ada angin. Ini pasti karena mandi terlalu pagi ya sama dokter Abian?” Pipi Natasya merona digod

  • Pernikahan Bayaran    📌 134 : Berita Kehamilan

    Natasya keluar dari ruang praktek Abian begitu saja ketika pasien sudah habis. Ia tak berbasa-basi dengan suster Anna apalagi suami kontraknya. Vina yang baru keluar dari ruang praktek dokter Farhan, menyajarkan langkahnya dengan sang sahabat, “Nat, gue ada di kirimin makanan dari mertua. Makan bareng yuk.”Natasya mengangguk.Vina menggandeng lengan Natasya, “Kemooon.”Di ruang piket, Natasya hanya diam saja. Ia duduk memperhatikan Vina yang gesit mempersiapkan alat makan mereka.“Kenapa diem terus? Asam lambung lo kambuh?”Natasya menggeleng.“Obatnya ada ‘kan?”Natasya mengangguk.“Berasa ngobrol sama boneka mampang gue.” Vina duduk disamping Natasya dan menatap keseluruhan wajahnya, “Lo—pucet banget.”“Hah? Masa?” Natasya memegangi kedua pipinya.Vina mengelus perut rata Natasya, “Lo udah haid belum bulan ini?”Natasya menggeleng, “Ini—tanggal berapa?”“Tanggal satu.”Natasya diam, mengingat periodenya yang b

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status