Home / All / Permainan Kakak Kandungku Yang Janda / Skandal Sempak Hilang Satu

Share

Skandal Sempak Hilang Satu

Author: Kom Komala
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Hah, sempak ini? Kok mirip yang dipakek Bang Panjul semalam? Ah iya, merek dan warnanya sama." Aku menelisik dalam hati. Sempat ada perasaan aneh, tapi semalam jelas aku dengar nama Mas Aryo di kamar inj. Bahkan sedang mendesah-desah dengan Mbak Widya, sampai lupa apa dia pakai dalaman?

"Nur–."

Akhirnya Mbak Widya sudah kembali. Aku dalam keadaan memegang sempak dengan dijinjing menggunakan jari telunjuk dan ibu jari karena tadi ingin memastikan.

"Hup." Aku kaget lalu menjatuhkan lagi sempak itu. Mbak Widya bola matanya melebar seperti ingin jatuh saja copot dari kelopaknya.

"Hah?" Mbak Widya terkaget-kaget. Tapi aku juga harus menanyakan, kok sempak Mas Aryo sama dengan yang dipakai Bang Panjul semalam? Bukankah aku sering lihat jemuran sempak Mas Aryo, beda merek?

Mbak Wiyda seperti melihat hantu. Ah, harus aku tanyakan.

"Nur, kamu kok ih, pegang-pegang sempak itu. Lancang kamu, Nur!" Mbak Widya marah dan secepat kilat menjiwir sempak yang sudah aku jatuhkan ke lantai. Ia masukkan ke keranjang cucian seperti membuang tikus burik.

"Bukan lancang, Mbak, aku masuk ke kamar ini juga atas ijin Mbak 'kan, Mbak, mau ambil casan. Nah, aku lihat sempak mirip sama sempak Bang Panjul–."

Belum selesai bicara, Mbak Widya sudah membungkam mulutku dengan kalimatnya. "Heh, sembarangan kamu ya, Nur! Enak aja, memang cuma si Panjul yang punya sempak seperti itu! Orang lain juga punya, termasuk Mas Aryo!" celetuknya menyanggah. Ya, memang benar, semua pria pasti punya sempak yang sama dengan cara kebetulan.

"Tapi aku sering lihat jemuran Mbak kalau Mas Aryo pulang, mereknya beda. Bang Panjul juga badannya tinggi besar, lingkar pinggangnya juga tak akan sekecil itu." Aku menerobos menyelidik. Jangan-jangan Mbak Widya dengan Mas Aryo mencuri sempak suamiku.

"Heh, Nur, ngomong ya dijaga. Mana ada sempak si Panjul di sini? Memangnya aku berhubungan sama dia lalu lupa sempak, ya? Astaga, nyebut, Nur, nyebut!" Mbak Widya malah memaparkan hal yang sama sekali tidak pernah aku pikirkan. Kenapa dia sampai kepikiran kalau mereka berhubungan lalu lupa sempak? Padahal aku hanya menduga, mereka mencuri sempak Bang Panjul yang 20 ribu dapat 3 biji. Sedangkan Mas Aryo, dia kan sempaknya yang lumayan mahal. Yang belinya pakai dus, harganya 60 ribu dapat 3 biji.

Aku lantas heran. "Mbak kok mikir ke sana? Nur hanya menduga Mbak nyuris sempak suami Nur loh, Mbak. Eh, jangan-jangan Mbak sama Mas Aryo nyuri dari jemuran yang masih belum kering bener ya, Mbak? Halah, Mbak ngaku saja, Mbak. Mbak kan suka beli sempak yang mahal. Itu tuh yang tadi 20 rebu dapat tiga," cerocosku.

Namun, setelah mendengar cerocosanku barusan, wajah Mbak Widya malah memerah. Ah, ketangkap basah dia, jangan-jangan dia mencuri sempak Bang Panjul. Kurang ajar mereka. Apa tidak jijik? 

"Em … ah sudahlah, waktu itu Mbak ke pasar Senen, dan beli sempak itu kepaksa. Meski murah ya gak apa, yang penting gak bolong wadahnya," kata Mbak Widya dengan rona pipi yang masih merah.

Aku sama sekali tidak percaya. "Bohong kamu, Mbak. Lantas, kenapa kamu gugup begitu? Dan satu lagi ya, mana mungkin tuh sempak muat di pinggang Mas Aryo! Kasihan dia, jadi kepaksa sesak pakek sempak itu. Keterlaluan Mas Aryo. Apa dia tidak tahu kalau Bang Panjul ada sedikit koreng di dekat pantatnya. Ih." Aku sengaja menjijikan supaya dia tidak berani lagi mencuri sempak Bang Panjul.

"Ih, jijik, Nur, jijik! Lakimu korengan? Sebelah mana?"

Lah, dia malah menanggapi korengan suamiku dan bertanya di sebelah mana. Semprul si Mbak Widya, untuk apa dia tanya, apa mau lihat?

"Itu privasi, Mbak. Dan kalau Mbak tahu juga untuk apa, gak pakai Mbak ini. Yang harusnya jijik itu kan cuma aku sama Mas Aryo yang pakai sempaknya. Ntar Mas Aryo ketular, ih!" Bahuku menggidik jijik.

"Ih, pergi, pergi! Mbak mau tidur lagi. Dan jangan comot-comot barang Mbak ya lain kali. Ih!" Mbak Widya sewot sekali.

"Ya sudah, ini aku mau bawa casan aja, Mbak. Makanya terapti kalau udah bertempur." Aku memberi masukan, kenapa pula Mas Aryo sampai lupa pakek kostum mininya. Haduh, pasti dia sejak awal sudah pakai sempak itu. Makanya dia pakai malam tadi. Mungkin terburu-buru karena takut ketahuan aku.

Menjelang siang hari Mbak Widya masih ketus dan kesal, sepertinya gegara aku menuduh Mas Aryo mencuri sempak Bang Panjul. Ah, masak iya juga. Ya mungkin memang beli, tapi ukurannya kekecilan, jadi ditinggal. Ya, pasti begitu. Aku harus positif tingting, mana bisa pria semacam Mas Aryo curi daleman, harkh.

Saat ini aku sedang merapikan pakaian. Angkat jemuran, karena mentari sinarnya terik sekali, jadi jemuran sudah kering semua. Tepat di pukul dua siang, sudah kering sempurna. Apalagi yang kainnya tipis-tipis.

Aku langsung melipat pakaian itu. Ada yang Mbak Widya, aku biarkan saja melumuk tak aku lipat. Kesal aku sama dia. Kalau tidak suuzon, tapi tadi wajahnya merah sekali ketakutan. Hah, sudahlah aku maafkan saja.

Menuju lipatan baju ke yang kecil-kecil, seperti dalamanku dan juga dalaman Bang Panjul.

Deg!

Sungguh aku kaget. Otak ini yang IQ-nya dibawah standar kalau di tes di sekolah, masih mengingat sebuah sempak yang dipakai Bang Panjul semalam. Kenapa tidak ada? Dan aku baru ingat tidak begitu memperhatikan saat tadi subuh mencucinya. Ada tidak ya tadi saat dicuci? Dan semalam dia pakai warna yang sama yang aku temukan di kamar si Mbak Widya.

Jantungku malah berdegup kencang. Namun aku langsung buru-buru cari di bawah tali jemuran, takutnya terbang dan dibawa kucing tetangga ke jalan raya. Bisa malu tingkat Bu Kades aku.

Nihil, tidak ada. Di kamar pun tidak ada, di mana-mana tidak ada. Karena jelas sekali, aku sudah membersihkan kamar dari baju-baju kotor.

Lekas aku ada pikiran untuk cek ke lemari. Karena aku bukan orang kaya yang punya sempak satu lemari, jadi jumlahnya masih kuhafal dan kuingat. Aku pernah sekali membelikan sempak 20 rebu dapat tiga, dan bawa Bang Panjul ada tujuh biji. Jadi, dia hanya punya sepuluh sempak setelah pindah ke rumah ini, dan tadi dibawa empat. Pasti sisanya ada enam di lemari.

Gegas aku cek.

"Satu, dua, tiga, empat …." Dalam hati aku berhitung. Ternyata di lemari hanya ada empat, satu lagi baru diangkat dari jemuran karena yang kemarin, dan baru sadar, memang sempak Bang Panjul yang warna merah marun, namun masih bagus karena masih baru, itu tidak ada. Hanya ada yang warna coklat dan hitam, karena waktu itu aku beli 20 ribu, tiga warna.

Entah kenapa hatiku malah menyelisik. Ini benar-benar aneh, kenapa sempak yang dipakai saat kami bertempur malam itu tidak ada di jemuran. Dan malah tadi subuh aku menemukan sempak yang sama di kamar Mbak Widya. Kalau Mas Aryo beli, harusnya punya Bang Panjul ada. Tapi, kalau dia mencuri, mana bisa dipakai dalam waktu bersamaan. Sedangkan aku melihat semalam Bang panjul pakai sempak itu, dan tadi subuh Mbak Widya bilang kalau itu milik Mas Aryo.

Dadaku kini benar-benar sesak. Lalu teringat dengan omongan Mbak Widya saat nyerocos tadi, soal memang Mbak tidur dengan lakimu. Itu, aku padahal tidak berpikir ke sana.

Ada sresetan di seluruh tubuhku ini. Agak bergejolak di perut dan seperti mual. Bola mataku saja kini berair. Aku memang begini kalau panik. Melipat pakaian pun terabaikan karena memikirkan skandal dalaman. 

Astaga, aku memang wanita yang tidak begitu cerdik. Tapi aku harus meneliti apa yang sebenarnya terjadi. Mas Aryo, aku harus mencari tahu dari dia. Bagaimanapun caranya.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
diyah dhee
Yawlaaa thor, perkara sempak aja bisa bikin perut kram ......... Antara polos sma ogeb emang beda tipisss yak ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Ada, Tapi Ada Yang Aneh

    Bergetar terus dada ini sejak tadi menepi kenyataan kalau sempak Bang Panjul hilang satu. Sampai-sampai berjalan pun lututku ikut lemas. Aku fasih betul, aku orangnya apik dan dalaman pribadi Bang Panjul itu tidak ada yang hilang sebelum ini. Jumlahnya aku hafal, dia bukan artis yang punya sempak banyak gonta-ganti 30 kali dalam sebulan. Huwh … kuelus dada, berharap sesuatu hal aku lihat untuk memastikan. Tidak mungkin tikus bawa kain segi tiga itu dan kebetulan yang warna itu.Aku saat ini dari arah dapur, namun agak heran melihat Mbak Widya yang baru saja seperti jalan dari arah kamarku. "Mbak?" Kutegur dia secepatnya. Wajah Mbak Widya biasa saja, sepertinya tidak ada yang aneh. "Eh, Nur, kamu di sana? Mbak cariin kamu." Dia menjawab tanpa ada mimik wajah keraguan yang kutangkap."Ngapain Mbak cari aku?" Aku masih agak kesal, "nyari aku jam segini 'kan gak mungkin di kamar," sambungku menyanggah."Jangan ketus, Nur, Mbak mau pinjam lagi casan hapemu. Oiya, kamarmu lantainya ngeres

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Bukan Kebetulan

    Liurku terteguk seketika. Jemari yang tadinya jijik, hidung yang tadinya takut kebauan, kini seperti memperlihatkan kebisaannya untuk mengendus dan menyelidik. Nur, kamu tidak pintar, tapi kamu selalu bisa menilai sesuatu dari pengalaman. Dan betapa terenyuhnya batin ini sekarang. Sempak yang dengan sadis kuendus ini ternyata baunya masih seperti baru. Ya, masih bau-bau obat celup pabrikan. Ini sama dengan sempak yang aku beli 20 ribu tiga di pasar Senen. Tapi yang dagangnya aku kenal, dia masih orang sini. Karena di jembatan tol setiap Senin ada pasar tumpah. Ah, aku sekarang malah jadi detektif celana dalam. Kampret!Heurkh! Benar-benar Mbak Widya sedang bermain-main dengan ini semua. Lantas kenapa di malam itu Mbak Widya bermain dan sebut-sebut nama Mas Aryo? Dan suamiku saat itu ada di kamar mandi. Apa mungkin Bang Panjul lempar dalamannya ke kamar Mbak Widya? Dan kalau iya, kakak kandungku itu pasti akan marah dan jijik.Berkali-kali liur ini kuteguk sembari terus memperhatika

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Semakin Meyakinkan

    "Eh, Nur?"Setibanya di toko sederhana Mbak Yuyun, aku disapanya lebih dulu. Lantas mana mungkin aku tidak menjawab sapaannya."Assalamualaikum, Mbak, saya ada yang mau dibeli," jawabku setelah mengucap salam. Mbak Yuyun melihatku lebih dulu, jadi aku salam belakangan. Dia memang orangnya santai dan ramah. Asli orang sini."Oh, iya, silahkan. Dipilih-pilih, ya!" seru Mbak Yuyun yang usianya lebih tua dari Mbak Widya beberapa tahun. Aku pun langsung menuju ke arah di mana lingerie bermacam-macam warna tergantung dengan harga yang sudah tertera di bandrol.Karena kami tidak begitu kaku, lantas mengobrol adalah hal yang tidak pernah luput. Sembari aku mencari lingerie yang pantas, Mbak Yuyun bicara. "Tadi juga Mbakmu kemari, Nur." Mendengar kalimat yang agak sedikit menohok di telinga ini pun aku sejenak menahan nafas. Kulirik Mbak Yuyun dan dia tak melirikku. Tapi masih sibuk berkutat.Teg!"Mbak siapa, Mbak?" tanyaku heran. Mungkin saja yang dimaksud bukan Mbak Widya."Ya Widya, Mbakm

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Tragedi Sejak Bertempur Malam Bag 1

    Malam ini Bang Panjul sudah pulang. Dia sedang ke kamar mandi, dan dia meminta aku untuk pakai lingerie yang ia suruh itu. Langsung saja aku pun memakainya namun yang diberi dari Mbak Widya. Yang warna gold, renda-renda menggairahkan, bahannya lumayan bagus, kalau digigit pun sepertinya agak kuat. Karena terkadang gaya Bang Panjul itu seperti anjing menerkam mangsa. Taringnya menggigit.Aku pun segera rebahan di atas kasur sengaja supaya terlihat menggoda. Tapi ingin kulihat juga ekspresi dia saat aku memakai aroma ini dan lingerie ini. Ya, siapa tahu dia yang kreditkan ini untuk Mbak Widya.Dia sudah balik dari kamar mandi. "Nur Sayang?" Suaranya manja, hueeek."Ehem, Bang?" Aku menjawab manja juga.Keningnya mengkerut heran. "Kenapa gak pakai yang warna merah menyala? Gak ada, ya? Warna gold itu kamu dapat dari mana? Kok parfum kamu juga beda? Gak seperti yang Abang kasih." Ia jalan mendekat sembari menggaruk benda pusakanya hal biasa yang pria lakukan jika sudah kembali dari kamar

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Tragedi Sejak Tempur Malam Bag 2

    "Jangan-jangan …." Dia semakin membelalakkan kelopak matanya."Apaan? Jangan mikir aneh-aneh ya." Tanggapan dia sama dengan Mbak Widya tadi. Hemh!"Jangan-jangan Abang pernah masuk ke kamar Mbak Widya lalu nyuri parfumnya, ya? Ngaku, Bang! Jangan-jangan Abang juga nyelidikin dari mana Mbak Widya beli parfum itu, ya? Sampai Abang beli dari tiktok kata Abang." Aku dengan enak bicara seakan jadi wanita yang benar-benar bodoh dan polos berkata begitu.Aku benar-benar melihat hembusan nafasnya yang seperti plong itu sembari mengusap keringat di jidat. "Huwh … kok kamu tahu, Nur? Emang sih, hihi, Abang tapi gak masuk kamar Mbakmu, Abang nanya aja, parfum apa dan dari mana. Tapi Abang belinya yang beda, masak iya sama sih, Nur. Ntar ketuker lagi pas kamu gak sengaja di kamar Mbak Widya, ada Mas Aryo dia langsung nubruk kamu." Pintar sekali bahasanya Bang Panjul ini. Karena sudah kurang bergairah, jadinya aku memancing dia untuk bergaya yang cepat keluarnya. Dan aku berhasil, hemh! Kalau lama

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Seperti Kucing

    Aku seperti kucing yang ingin buang hajat. Untung saja kursi dari kain, bukan dari kayu, jadi tubuhku bisa tersembunyikan. Kalaupun Bang Panjul balik lagi ke kamar, aku akan pura-pura dari dapur juga. Tapi, aku curiga, dia akan ke kamar Mbak Widya.Dan kini batang hidung Bang Panjul sudah terlihat. Dia kembali dari kamar mandi, tapi airnya masih terdengar berjatuhan. Dia tidak menutup kerannya, hingga aku pun benar-benar heran. Apa yang aku lihat sekarang? Dia berjinjit pelan ke arah kamar Mbak Widya. Astaghfirullahaladzim!Aku sampai sesak melihatnya. Posisiku yang jongkok takut ketahuan ini pun sekarang agak merangkak. Dia benar-benar kulihat masuk ke dalam kamar Mbak Widya. Sadis, ini adalah pemandangan yang begitu menyakitkan. Semprul kamu, Bang! Kamu semprul, Mbak.Berkali-kali aku mengelus dada beristighfar untuk menetralisir getaran tubuh yang kini sudah bisa dibilang guncangan. Lutut lemas, dada sesak, bola mata pun kini malah tanpa permisi berair. Bagaimana perasaan seorang

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Geram

    Geram aku dibuatnya. Saat ini lantas aku masih menggedor-gedor pintu kamar mandi. "Bang … Bang …." Suaraku sepertinya akan terdengar ke kamar Mbak Widya. Lihat saja, akan dari mana si Panjul muncul! Kakiku masih sakit, untung tidak sampai keseleo parah. Ini gegara emosi sampai kaki gremet lalu terkulai. Jatuhlah. Untung aku punya jurus lari marathon. Heurkh! Kalau digrebek sendiri, mereka pasti bisa melawanku. Harusnya nanti panggil RT saja. Setelah aku dapatkan di mana surat-surat warisan itu. Asetnya di mana pun aku tidak tahu. Astaga, Mbak Widya jahat sekali. "Bang … Abang di dalam, gak? Nur mau pipis!" Lagi aku berteriak. Belum ada jawaban sedikit pun. Mereka berdua pasti panik dan memyudahi aktivitas yang belum terjadi. "Bang, Nur buka, ya? Ini pengen pipis banget!" Mulut ini tak henti berteriak ngoceh. Lumayan panas di dadaku tersalurkan dengan teriakan ini. Namun, baru saja kuancam akan membukanya, tiba-tiba Bang Panjul muncul dari arah lain. Dia begitu kaget melihat ini.

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Menemukan Sesuatu

    Tiba-tiba Mbak Widya muncul. Dia sudah ganti kostum pakai piyama lengan pendek, juga rambutnya sudah agak semrawut. Ah, bisa sekali dia akting. Tadi pakai lingerie orange menyala, sekarang cling langsung seperti Jini Oh Jini ganti baju."Eh, Mbak, maaf ya, Mbak. Tadi aku mau ke kamar mandi, lama sekali Bang Panjul. Eh, malah nongol dari arah sana." Aku menunjuk ke arah pintu. Benar-benar ingin sekali kumakan mereka berdua mentah-mentah, tapi balik lagi, aku ini normal, hanya makan daging hewan saja. "Hadeuh, kamu ini, Nur! Berisik!" Mbak Widya marah."Maaf, Mbak. Maaf aku ganggu aktivitas tidur Mbak, ya. Namanya serumah ya gini, Mbak. Andai aku punya uang banyak, pasti akan aku belikan rumah besar, biar dari kamar ke kamar itu bisa pakek motor, Mbak, saking jauhnya. Ah, duit dari mana tapi." Sengaja aku ngoceh halu seperti burung beo. Aku selalu begitu terlihat udik sekali pasti di pandangan Bang Panjul. Bodo amat, tapi dengan begini, mereka pasti akan terus berpikir aku ini bodoh se

Latest chapter

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   End

    Saat ini ada kesempatan Bang Panjul untuk mengurung Mbak Widya di kamar. Dia langsung menguncinya hingga kini suara godor-gedor pintu pun terdengar dari balik kamar pribadi mereka."Bang! Bang! Buka! Buka, eh, buka! Itu di sana ada Mas Aryo yang mau datang untuk mengajak aku jalan-jalan. Kamu jangan terlalu cemburu Bang Panjul, biarkan aku jalan sama dia sekarang. Buka pintu ini! Cepetan muka!"Dari balik kamar sana Mbak Widya masih terus berteriak dan menggedor-gedor pintu. Aku dan Mas Aryo benar-benar jadi bingung untuk membawa Mbak Widya ke psikiater. Kalau dibiarkan pasti gangguan emosinya pasti lebih parah.Kini si Bang Panjul duduk di kursi dengan tatapan lesu dan lunglai. Dia juga mengacak rambut seolah-olah pusing dengan keadaan yang saat ini ia hadapi."Kenapa si Widya jadi begitu? Kenapa dia malah parah seperti ini ya?" Dia bicara sendiri di depan kami berdua."Istri kamu memang gila, Panjul! Pokoknya kamu harus ganti semua barang ibu yang pecah ini. Pokoknya Ibu juga nggak

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Gagal bawa ke psikiater

    PoV Nur***"Mau ngapain? Pokoknya aku gak mau, ya? Awas kalau kalian berani bawa aku ke mana-mana. Mati kalian!" Akan dibawa ke psikiater, Mbak Widya malah ngamuk-ngamuk di depan aku dan Mas Aryo, di depan Bang Panjul dan juga ibunya. Dia benar-benar brutal. Baru kali ini aku melihat Mbak Widya sengamuk ini. Betul-betul, otaknya sudah berat sebelah."Ya udah, kalau gak mau ya udah. Jangan kamu rusak semua barang saya, Widya!" Mantan mertua ngomel. Lihat saja apa yang terjadi, Mbak Widya acak-acak isi rumah. Sampai panci, wajan, centongan, semuanya berhamburan keluar. Seperti ada pertempuran antara istri dan selingkuhan suaminya.Brang! BRENG!Pluk!"Sinting kamu, Widya! Apa yang kamu lakukan? Rusak saja barang lain, jangan barang milik saya! Heurkh!"Bu Nengsih murka habis-habisan. Apalagi karena kekacauan ini malah berhasil mengundang perhatian para tetangga. Beberapa warga berhamburan menjadikan rumah Bu Nengsih ini sebagai pusat perhatian.Aku dan Mas Aryo pun bingung harus bag

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Stres Betulan?

    Semakin aneh lagi Mbak Widya. Jangan-jangan …"Sebenarnya ada apa, Bang?" Aku sangat penasaran dan langsung menanyakan pada si Bang Panjul."Sejak minum baygon sama so Klin lantai, otaknya jadi gesrek, Nur! Abang 'kan pernah cerita sama kamu waktu itu." Bang Panjul menjelaskan dengan fasih."Hah, jadi itu beneran?" Aku kaget, Mas Aryo pun masih ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi."Beneran, Nur. Sepertinya kalau tidak keburu dicegah, dia bisa mati. Eh, malah stres!" kesal si Bang Panjul."Astaghfirullahaladzim!""Heh, jangan bilang aku stres ya, Bang? Kurang ajar! Kamu yang stres, kamu gak bisa kasih aku uang banyak! Kamu yang stres!" Mbak Widya nyolot.Aku tak habis pikir dengan tingkah Mbak Widya saat ini. Dia seperti lain, ini bukan dia. Kalau pembahasannya sih masih sama, tapi cara dia tampil dan dia ngelantur, ini beda."Lihat 'kan, Nur? Dia tidak gila semacam amesia, dia masih sadar, hanya kadang ngelantur dan kayak orang gila. Lihat aja, baju dia pakai dobel-dobel kayak gitu

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Calon Anggota Keluarga Baru

    PoV Nur***"Sebenarnya istri saya kenapa, Dok? Kok bisa sampai muntah-muntah begini, ya? Apa asam lambung?" Dokter malah senyam-senyum. "Selamat, Bu Nur sedang mengandung. Sepertinya sudah mau jalan 4 Minggu."Deg!Aku dan Mas Aryo yang duduk di depan dokter, di ruang pemeriksaan ini pun terkaget-kaget sekaligus bahagia. "Yang bener, Dok? Jadi istri saya hamil?"Aku hanya mampu berkali-kali meneguk liur saking terharunya. Kalau ini benar, alhamdulillah, kami memang benar-benar menanti. Itu alasan kenapa aku tidak ikut KB."Betul sekali. Apalagi istri Bapak telat datang bulan, ya?" ucap dokter lagi.Mas Aryo melirikku. "Kamu telat datang bulan?" tanyanya padaku.Aku pun manggut-manggut dengan senyum yang ragu. Memang tadi dokter bertanya mengenai hal itu."Alhamdulillah, jadi beneran hamil, ya?" Mas Aryo memastikan lagi pada dokter perempuan yang tengah memeriksaku.Begitu bahagianya kami. Ini adalah rezeki terindah sepanjang sejarah. Ah, aku hamil? Jadi pusing-pusing belakangan ini

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Tarian Bollywood

    "Ya pakek nomor suamimu lah! Pakek nomor siapa lagi? Lagian, pasti pesannya udah dihapus. Tadi, barusan aja suamimu hubungi aku. Eh, kamu keburu datang aja, Nur. Hemh." Seharusnya ini bisa membangkitkan emosi anak kurang ajar ini. Tapi, bukannya dia marah, wajahnya malah lesu dan malas."Pakai nomor yang mana, Mbak? Pakai nomor yang ini?" Ia merogoh hp dari tas kecilnya, "ini hp Mas Aryo kebawa sama aku waktu tadi Mas Aryo peluk aku dan genggam-genggam tangan aku, kayaknya dia simpan hp di keranjang belanjaan tanpa sadar. Kayaknya gak ada kiriman pesan atau pesan masuk dari kamu deh, Mbak. Atau Mas Aryo pakai nomor mana ya?" Dengan penuh keyakinan dia membuat emosiku berapi-api. Hah? Bagaimana bisa hp Mas Aryo tertinggal di keranjang si Nur? Ah, lalu tertinggal saat si Mas Aryo meluk dia?"Eh, kamu lancang ya bawa-bawa hp suami!" tegurku kesal. Entah kenapa kesempatan membuat mereka adu mulut jalannya sesulit ini. Kenapa kebetulan? Lalu alasan apalagi?"Sudahlah, Wid, kamu pulang sa

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Datang Mertua

    PoV Widya***"Eh, eh, eh, apaan ini?"Seorang wanita paruh baya yang kehadirannya membuatku terkejut itu sudah berkacak pinggang. Ia menatapku dengan sengit. Ibu, kenapa mertuaku ada di sini?"Ibu?""Dasar istri kurang ajar! Bilang mau nyari kerja, kenapa kamu di sini? Mau ngapain di sini? Jangan-jangan kalian berdua main di belakang lagi ya?" cerocosnya. Mas Aryo pun bukannya kaget tapi dia malah geleng-geleng kepala. "Jangan asal tuduh, Bu. Lihat menantu Ibu yang menyodorkan dirinya pada saya. Sudah saya suruh pergi malah makin nyosor." Mas Aryo tega seserius itu membicarakan aku.Aku di sini panik."Eh, eh, eh, si Widya ini bikin malu. Sudah lagi perut bunting, sekarang malah begini. Gak waras kamu, ya?" celetuk mertua."Bu, diam dulu. Aku ke mari … aku ke mari karena ada urusan. Iya 'kan, Mas?" Aku melirik Mas Aryo berharap dia mau kongkalingkong. Kukedip-kedipkan mata memberikan kode."Urusan apa, Wid? Kamu mau ganggu aku lagi ya? Aku malu sih pernah jadi suami kamu. Lebih baik

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Rayuan Maut

    PoV Widya***Tok tok tok!Ehm!Aku pun berdehem untuk menetralisir kegugupan. Mungkin sudah jodohnya, pintu pun langsung dibukanya dan kini Mas Aryo pun telah menatap wajahku yang cantik ini."Eh, Wid? Ngapain?" Sepertinya urat malu ku bermunculan. Betapa tampannya dia, masih sama seperti dulu. Bahkan, jam tangan di pergelangan tangannya menambah kesan elegan dan sangat rupawan."Mas Aryo, boleh masuk aku, Mas?" ujarku malu-malu."Ada apa? Duduk saja di sana, ayok!" sarannya. Huwh, sebenarnya aku kesal, dia tak membawa aku masuk ke dalam rumahnya. Padahal, sat-set, sat-set, di kamar 5 menit juga beres. Dia pasti klepek-klepek.Mas Aryo duluan duduk, aku pun mengekor dan duduk di kursi kayu yang ada di teras ini. Wangi parfumnya meski masih berkeringat tetap melekat. Apalagi sekarang dia sudah kaya, pasti parfum ini juga mahal harganya."Ada apa, Wid? Nur sedang ke warung. Lebih baik kalau ada perlu, nanti saja ke sini lagi. Aku mau mandi ini."Mendengar kalimat 'mau mandi' entah ken

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Benar-benar Iri

    PoV Widya***Seharusnya aku tak melepaskan Mas Aryo kalau pada akhirnya dia akan jadi kaya seperti ini. Setelah aku telusuri lebih jauh sampai ke kota tempat ia tinggal, ternyata Mas Aryo dapat warisan dari kakeknya yang baru saja meninggal. Aku tidak ke sana, hanya menghubungi, cari informasi dari tetangganya yang kontaknya masih tersimpan.Huwh … kenapa si kakek tidak meninggal sejak dulu? Kenapa harus setelah aku cerai. Lagipula, yang aku tahu Mas Aryo ini hanya orang-orang biasa. Bukan keturunansultan.Pantas dia beli tanah dan bangun rumah sebesar ini. Di sini harga tanah masih relatif murah. Mendengar warisan yang disebutkan dari tetangga si Mas Aryo.Kuelus perut yang sudah semakin buncit ini. Darah daging siapa? Hurkh … si miskin! Si penipu!Aku sekarang dari kejauhan sedang menatapi rumah si Nur yang dibangunnya menggunakan jasa suamiku, mantan suaminya. Apa keduanya termasuk si Bang Panjul tidak sadar dengan posisi masing-masing sejak awal? Lihatlah, si Bang Panjul sampai

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Salah Obat

    PoV Panjul***"Huwh … huwh …." Hanya mampu mengatur pernapasan tanpa bicara. Ibu juga pasti mendengar gunjingan barusan."Oh, begitu? Mujur ya nasib perempuan itu. Sudah punya kedai makanan, punya kontrakan, katering, sekarang punya suami kaya. Ck, ck, ck."Aku malah semakin sesak napas dan gemetar mendengar kehidupan keduanya. Kenapa harus kebetulan ada tetangga rempong di sini. Meski aku pernah melihat dua orang ibu-ibu ini namun tak begitu akrab, bicaranya tak bisa membuat telingaku seketika mati pendengaran."Sialan! Mereka ngoceh apaan? Aku yakin, si Mas Aryo hanya nipu kayak laki-laki di sampingku ini. Aku juga yakin, beberapa bulan akan terbongkar apa sebenarnya maksud dari si Mas Aryo. Tidak mungkin dia baru menikah langsung membuatkan rumah mewah itu untuk si Nur. Apa berharganya anak itu." Dengarlah ocehan pedas Widya. Tapi sebenarnya bisa jadi. Oh tidak, aku kebas dan kesemutan."Aneh, dari jalan keluar rumah sampai Ibu ke pasar, sampai ibu ke warung balik lagi ke rumah sa

DMCA.com Protection Status