Home / All / Permainan Kakak Kandungku Yang Janda / Desah Di Kamar Mbak Widya

Share

Desah Di Kamar Mbak Widya

Author: Kom Komala
last update Last Updated: 2022-06-16 21:44:37

Malam tadi aku melakukan rutinitas malam bersama suami. Eh, maksudnya di atas ranjang menggunakan parfum yang amat wangi yang baru dia beli dari tiktok itu. 

Entah kenapa dia ada ide pakek beli-beli segala. Sepertinya nurutin artis-artis di film. Atau para conter coretor, pwuah, maksudnya content creator di YouTube dan di tiktok sana. Sekarang kan jaman umbar-umbar tata cara bermalam. Tadi malam saja si Bang Panjul tunjukkan gaya baru. Aku baru tahu gaya bercinta seperti itu. Sebelumnya juga aku tidak pernah menonton video-video tak senonoh, kecuali kalau tak sengaja lewat di film Bollywood dan Hollywood itu pun sebatas melihat dari teman.

Dan perlu diketahui, aku ini tidak secerdas Mbak Widya. Kalau di sekolah saja kakak kandungku itu sering masuk tiga besar, paling mentok 5 besar, sedang aku paling bagus ya masuk 10 besar. Itu pun juara sepuluhnya.

Mbak Widya dengan aku wajahnya mirip-mirip tipis. Jelas saja, karena kami satu produk. Tapi yang namanya sebrojolan, pastinya punya sifat yang berbeda. Mbakku itu lebih sering berdandan hingga aku saja mengagumi ke ayuannya.

"Nur, masak, ya?"

Tiba-tiba tangan manja menggelitik di ketiak. Pasti kerjaan Bang Panjul, ya siapa lagi. Jelas karena tingkahny, aku kegelian.

"Ih, Abang, geli. Mau aku sembur nih pakek minyak panas," selorohku seperti biasa kalau di dapur. Kami memang masih menikmati hari-hari pengantin baru, namun seharusnya sampai tua pun seperti ini.

"Eh, kok aku disembur minyak. Melepuh wajahku, nanti kamu gak cinta lagi karena wajah Abang jelek." Dia bercanda juga. Lalu memukul bokongku dengan manja.

"Eh, jangan begitu, ada Mbak Widya, malu nanti!" Aku menegurnya bisik-bisik.

"Gak ada, Mbak Widya lagi keluar. Baru aja. Sepertinya mau joging." Penjelasan Bang Panjul. Padahal tadi Mbak Widya meminjam charger handphone, katanya punya dia lama ngisinya. Sudah mulai melemah daya isinya.

"Eh, heem. Si Mbak joging, ya. Kirain masih sakit hati murung di kamar," komentarku. Memang setiap hari Mbak Widya itu joging, menjaga tubuh tetap bugar dan sehat. Badannya semok, dan tubuhnya seperti biola. Lah aku, tubuh lempeng seperti triplek. Tapi tak secungkring itu sih, ya, hanya saja tidak sesemok Mbak Widya. Pantas saja dia juga dapat suami seperti Mas Aryo yang tampan menurutku. Badannya tinggi besar, hanya kulitnya agak coklat. Sama seperti Bang Panjul.

"Dek, Abang pergi dulu keluar, ya. Semalam 'kan gak dapat orang buat jadi laden. Maksudnya, cuma dapat satu orang. Abang mau coba ke kampung sebelah. Banyak teman tongkrongan Abang dulu. Sepertinya mereka mau ikut kerja, karena sudah pada menikah, tapi katanya tidak punya kerjaan."

"Oh begitu. Iya deh, Bang. Nanti sarapan bareng ya, Bang?" saranku, karena ini baru saja pukul setengah tujuh.

"Siap. Sambil nunggu Mbak Widya juga. Ya?" Dia meraih kepalaku mengusapnya lalu pergi. Aduh, Bang Panjul memang membuatku klepek-klepek. Apalagi dia juga baik dan ramah. Matanya kalau sedang jalan, tidak suka jelalatan. Semoga dia pria yang setia dan amanah. Bukan 'Setiap Tikungan Ada, Ada Emak-emak Malah Dipanah'.

Mbak Wiyda tidak begitu suka memasak. Dia kalau ada suami juga aku yang masak. Atau membeli pribadi, lalu aku juga ikut makan. Atau dia memberiku uang untuk masak sekalian. Lumayan, suka ada lebih, aku bisa masukan ke celengan ayam hadiah dari Mpok Inul warung tempat belanja. Celengan hadiah THR lebaran tiga bulan lalu.

Sampai aku selesai memasak, sudah pukul delapan lebih pun, Mbak Widya dengan Bang Panjul belum juga pulang. Kalau biasanya, Mbak Widya juga hanya keliling komplek, setengah jam, sudah pulang. Sampai ke ujung rumah yang kosong di Blok C, lalu balik lagi. Karena kami ini sekarang tinggal di blok E. Jelas faham, bagaimana kondisi rumah. Tapi tak begitu buruk, cukup dan lumayan.

"Haduh, Alhamdulillah ada yang mau ikut kerja. Aku harus bawa mereka besok."

Akhirnya terdengar suara dengusan nafas Bang Panjul. Dia sepertinya langsung duduk menjatuhkan tubuhnya di kursi minimalis pemberian dia saat kami menikah. Maksudnya, bawaan seserahan. Plus dengan ranjang dan juga lemari plastik.

"Ada, Bang? Baguslah," ujarku sembari mendekat. Karena perut sudah keroncongan, bahkan sudah sampai menari jaipong, jadinya aku segera menyuruhnya untuk sarapan. Dan kebetulan, Mbak Widya pun sudah datang.

Begitu mengucur deras keringat di kening Mbak Widya, juga di kening Bang Panjul, padahal Bang Panjul pakek motor untuk ke rumah temannya. Tapi pasti karena terik matahari, jadi dia berkeringat.

"Mbak, ayok makan!" ajakku pada Mbak Widya.

"Kalian duluan saja. Mbak mau mandi dulu, bau," jawab Mbak Widya sambil melengos ke arah kamar pribadinya. Lantas, hanya aku sajalah dengan Bang Panjul yang sarapan. Ada ikan mujair, tumis tahu tauge, sambal bawang dan juga tumis Meranti atau leunca, sesuai request Bang Panjul. Katanya supaya malam bisa bertenaga. Karena dia meminta malam ini kami bertempur lagi di ranjang. Ah, aku benar-benar malu.

***

"Ah, gimana, masih mau lanjut?" Usai beradu di ranjang, Bang Panjul menawarkan lagi.

"Bang, bukannya sudah keluar, ya? Atau mau lagi?" Aku juga imut-imut menawarkan.

"Sepertinya kamu kecapean, tidur sajalah, yuk!" sarannya. Apalagi aku juga sudah menguap dan lelah. Ini juga malam sudah larut, jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dan sepertinya aku terbangun di pukul 12 malam, namun tak mendapati suami di samping. Ke mana dia? Sedang buang air besar kah?

Karena aku haus, aku pun keluar kamar. Cek ke kamar mandi, dan ternyata memang suara keran air terdengar riaknya. Pintu kamar mandi juga menutup, pasti dia sedang buang hajat seperti biasa.

Setelah meneguk segelas air, aku hendak kembali lagi ke kamar. Tapi, ada suara-suara aneh dari arah kamar Mbak Widya yang pintunya menutup ketat.

Ini bukan rumah seorang Ratu, jadi kamar kami pun petak, dan bila ada suara-suara kencang, pasti terdengar.

"Ah, kamu ini, Mas Aryo, enak sekali kalau main begini. Aku suka dengan gayamu. Ah, ah."

Deg!

Begitu kagetnya aku, jantung ini seakan loncat ke dasar lantai karena terlalu syok. Ada suara desahan Mbak Widya yang menyebut nama Mas Aryo? Halah, jadi Mas Aryo masih diam-diam datang ke rumah ini untuk bersetubuh dengan Mbak Widya? Semprul, bukan dia sudah minta talak?

Tapi baguslah, semoga mereka benar rujuk. Mumpung belum talak tiga ke pengadilan.

"Aw, aw, aw! Lebih dalam, Mas, ah, lebih dalam dong! Aku kurang merasakannya kalau cuma segitu."

Liur ini kuteguk seketika. Sembari beristighfar laku menggidigkan bahu, aku pun segera lari ke kamar. Malu mendengar mereka berdua yang sedang bertempur di ranjang. Aduh, aku benar-benar tak sengaja mendengar. Aku cuma memastikan saja, bukan pria lain yang sedang ada di dalam sana. Jelas Mbak Widya menyebut nama Mas Aryo. Oiya, karena kamar kami ada ventilasi di atasnya, memang suara-suara dari dalam kalau kencang sering terdengar. Aduh, nanti-nanti, kalau aku main dengan Bang Panjul, sepertinya harus agak bungkam. Jangan terlalu kencang, takut malu didengar Mbak Widya.

Hingga aku duduk dan berniat tidur lagi di ranjang, baru akan menutup mata, Bang Panjul akhirnya sudah kembali lagi dari kamar mandi. Aku pura-pura tidur saja, siapa tahu dia romantis kecup-kecup leher atau keningku.

"Huwh … memang mantap."

Dia nyeletuk mantap. Lah, memang buang hajat itu enak dan suka lebih plong. Seharusnya tidak perlu dia katakan, apalagi suaranya juga tipis sekali. Berkomentar setelah merasakan keenakan sembari kini jatuhkan lagi tubuhnya di kasur. Ah, dia tidak mengecupku. Kupikir akan romantis saat aku sedang tidur.

Parfum keperkasaan Bang Panjul begitu wangi sekali aromanya. Sudah bertempur, dialiri keringat saja aromanya masih wangi. Apa dia semprotkan lagi? Hadeuh, biar WC cium baunya, ya?

***

Subuh-subuh Bang Panjul sudah berangkat ke kota. Mbak Widya belum bangun, namun pintu kamarnya membuka sedikit. Apa Mas Aryo ada di kamarnya atau sudah pergi, ya? Oiya, di depan juga tidak ada motor Mas Aryo, jadi dia sepertinya sudah kembali lagi, tidak mau ketahuan olehku. Pantas pintunya kebuka sedikit, pasti bekas Mas Aryo.

"Pamit ya, Sayang," kata Bang Panjul, aku pun manggut-manggut lalu melepas kepergiannya yang katanya akan pulang dua hari lagi. Tidak nanti sore.

Baru akan masuk ke kamar lagi, tiba-tiba Mbak Widya keluar dari kamar. Aku pun terpaksa harus bertanya. "Eh, Mbak, maaf aku bertanya, semalam Mas Aryo ke sini, ya? Aku … aku lihat motornya." Aku bohong, padahal tidak melihat. Mana bisa aku bilang kalau semalam aku mendengar mereka mendesah.

Mendengar pertanyaan dariku, sontak Mbak Widya yang sedang menggaruk kepala yang rambutnya masih semrawut itu pun kaget. Aduh, sepertinya Mbak Widya malu mengakui kalau mereka rujuk.

"Oh, kamu … ka … kamu lihat motor Mas Aryo? Memang ke sini dia bawa motor?" Lah, aku sendiri yang terjebak. Jangan-jangan Mas Aryo kemari jalan kaki, motor si simpan di rumah tetangga. 

Lantas aku nyengir saja, "hihi, maaf, Mbak. Aku bohong. Semalam … hihi, semalam aku mendengar Mbak sebut nama Mas Aryo. Maaf ya, Mbak. Nur gak sengaja, Nur mau ke kamar mandi. Tapi Nur bersyukur, Mbak udah balikan sama Mas Aryo. Tapi udah pulang lagi ya, Mbak?"

Malah Mbak Widya kaget seperti melihat hantu. Dia sepertinya tak ingin aku tahu perihal ini. Tapi ada kedipan mata berekspresi lega di wajahnya. Nafasnya juga berhembus aman. "Em, iya, jangan bilang ke orang lain dulu, ya. Mbak sedang berusaha memperbaiki hubungan dengan Mas Aryo. Ya, kamu faham bagaimana caranya, kan? Ya semalam itu." 

Aduh, Mbak Widya jujur sekali, tapi malah aku yang malu. "I, iya, Mbak."

"Hem, ya sudah, jangan bilang siapa-siapa." 

"Iya, Mbak."

Kini Mbak Widya melengos, tapi aku teringat sesuatu. Casana hape, aku baru ingat, baterei hapeku habis. "Mbak, casanku di mana?" teriakku.

"Di kamar, ambil aja. Di itu, di atas meja. Ah, cari aja, Mbak mules," jawabnya berteriak. Lantas aku pun cari dan ambil saja sendiri karena sudah ijin.

Dan setelah masuk ke dalam kamar, begitu berantakan sekali sprei Mbak Widya. Aduh, sepertinya gegara bertempur malam, ampun, pasti Mbak Widya berusaha servis terbaik untuk Mas Aryo.

Deg!

"Hah, sempak ini? Kok mirip yang dipake Bang Panjul semalam? Ah iya, merek dan warnanya sama." Aku menelisik dalam hati. Sempat ada perasaan aneh, tapi semalam jelas aku dengar nama Mas Aryo.

"Nur–."

Akhirnya Mbak Widya sudah kembali. Aku dalam keadaan memegang sempak dengan dijinjing menggunakan jari telunjuk dan ibu jari karena tadi ingin memastikan.

"Hup." Aku kaget lalu menjatuhkan lagi sempak itu.

"Hah?" Mbak Widya begitu kaget. Tapi aku juga harus menanyakan, kok sempak Mas Aryo sama dengan yang dipakai Bang Panjul semalam? Bukankah aku sering lihat jemuran sempak Mas Aryo, beda merek?

Mbak Wiyda seperti melihat hantu. Ah, harus aku tanyakan.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
YanieAbdullah5
Adik ipar selingkuh dengan kakak ipar , sungguh menjijikan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Skandal Sempak Hilang Satu

    "Hah, sempak ini? Kok mirip yang dipakek Bang Panjul semalam? Ah iya, merek dan warnanya sama." Aku menelisik dalam hati. Sempat ada perasaan aneh, tapi semalam jelas aku dengar nama Mas Aryo di kamar inj. Bahkan sedang mendesah-desah dengan Mbak Widya, sampai lupa apa dia pakai dalaman?"Nur–."Akhirnya Mbak Widya sudah kembali. Aku dalam keadaan memegang sempak dengan dijinjing menggunakan jari telunjuk dan ibu jari karena tadi ingin memastikan."Hup." Aku kaget lalu menjatuhkan lagi sempak itu. Mbak Widya bola matanya melebar seperti ingin jatuh saja copot dari kelopaknya."Hah?" Mbak Widya terkaget-kaget. Tapi aku juga harus menanyakan, kok sempak Mas Aryo sama dengan yang dipakai Bang Panjul semalam? Bukankah aku sering lihat jemuran sempak Mas Aryo, beda merek?Mbak Wiyda seperti melihat hantu. Ah, harus aku tanyakan."Nur, kamu kok ih, pegang-pegang sempak itu. Lancang kamu, Nur!" Mbak Widya marah dan secepat kilat menjiwir sempak yang sudah aku jatuhkan ke lantai. Ia masukkan

    Last Updated : 2022-06-16
  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Ada, Tapi Ada Yang Aneh

    Bergetar terus dada ini sejak tadi menepi kenyataan kalau sempak Bang Panjul hilang satu. Sampai-sampai berjalan pun lututku ikut lemas. Aku fasih betul, aku orangnya apik dan dalaman pribadi Bang Panjul itu tidak ada yang hilang sebelum ini. Jumlahnya aku hafal, dia bukan artis yang punya sempak banyak gonta-ganti 30 kali dalam sebulan. Huwh … kuelus dada, berharap sesuatu hal aku lihat untuk memastikan. Tidak mungkin tikus bawa kain segi tiga itu dan kebetulan yang warna itu.Aku saat ini dari arah dapur, namun agak heran melihat Mbak Widya yang baru saja seperti jalan dari arah kamarku. "Mbak?" Kutegur dia secepatnya. Wajah Mbak Widya biasa saja, sepertinya tidak ada yang aneh. "Eh, Nur, kamu di sana? Mbak cariin kamu." Dia menjawab tanpa ada mimik wajah keraguan yang kutangkap."Ngapain Mbak cari aku?" Aku masih agak kesal, "nyari aku jam segini 'kan gak mungkin di kamar," sambungku menyanggah."Jangan ketus, Nur, Mbak mau pinjam lagi casan hapemu. Oiya, kamarmu lantainya ngeres

    Last Updated : 2022-06-16
  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Bukan Kebetulan

    Liurku terteguk seketika. Jemari yang tadinya jijik, hidung yang tadinya takut kebauan, kini seperti memperlihatkan kebisaannya untuk mengendus dan menyelidik. Nur, kamu tidak pintar, tapi kamu selalu bisa menilai sesuatu dari pengalaman. Dan betapa terenyuhnya batin ini sekarang. Sempak yang dengan sadis kuendus ini ternyata baunya masih seperti baru. Ya, masih bau-bau obat celup pabrikan. Ini sama dengan sempak yang aku beli 20 ribu tiga di pasar Senen. Tapi yang dagangnya aku kenal, dia masih orang sini. Karena di jembatan tol setiap Senin ada pasar tumpah. Ah, aku sekarang malah jadi detektif celana dalam. Kampret!Heurkh! Benar-benar Mbak Widya sedang bermain-main dengan ini semua. Lantas kenapa di malam itu Mbak Widya bermain dan sebut-sebut nama Mas Aryo? Dan suamiku saat itu ada di kamar mandi. Apa mungkin Bang Panjul lempar dalamannya ke kamar Mbak Widya? Dan kalau iya, kakak kandungku itu pasti akan marah dan jijik.Berkali-kali liur ini kuteguk sembari terus memperhatika

    Last Updated : 2022-07-05
  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Semakin Meyakinkan

    "Eh, Nur?"Setibanya di toko sederhana Mbak Yuyun, aku disapanya lebih dulu. Lantas mana mungkin aku tidak menjawab sapaannya."Assalamualaikum, Mbak, saya ada yang mau dibeli," jawabku setelah mengucap salam. Mbak Yuyun melihatku lebih dulu, jadi aku salam belakangan. Dia memang orangnya santai dan ramah. Asli orang sini."Oh, iya, silahkan. Dipilih-pilih, ya!" seru Mbak Yuyun yang usianya lebih tua dari Mbak Widya beberapa tahun. Aku pun langsung menuju ke arah di mana lingerie bermacam-macam warna tergantung dengan harga yang sudah tertera di bandrol.Karena kami tidak begitu kaku, lantas mengobrol adalah hal yang tidak pernah luput. Sembari aku mencari lingerie yang pantas, Mbak Yuyun bicara. "Tadi juga Mbakmu kemari, Nur." Mendengar kalimat yang agak sedikit menohok di telinga ini pun aku sejenak menahan nafas. Kulirik Mbak Yuyun dan dia tak melirikku. Tapi masih sibuk berkutat.Teg!"Mbak siapa, Mbak?" tanyaku heran. Mungkin saja yang dimaksud bukan Mbak Widya."Ya Widya, Mbakm

    Last Updated : 2022-08-05
  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Tragedi Sejak Bertempur Malam Bag 1

    Malam ini Bang Panjul sudah pulang. Dia sedang ke kamar mandi, dan dia meminta aku untuk pakai lingerie yang ia suruh itu. Langsung saja aku pun memakainya namun yang diberi dari Mbak Widya. Yang warna gold, renda-renda menggairahkan, bahannya lumayan bagus, kalau digigit pun sepertinya agak kuat. Karena terkadang gaya Bang Panjul itu seperti anjing menerkam mangsa. Taringnya menggigit.Aku pun segera rebahan di atas kasur sengaja supaya terlihat menggoda. Tapi ingin kulihat juga ekspresi dia saat aku memakai aroma ini dan lingerie ini. Ya, siapa tahu dia yang kreditkan ini untuk Mbak Widya.Dia sudah balik dari kamar mandi. "Nur Sayang?" Suaranya manja, hueeek."Ehem, Bang?" Aku menjawab manja juga.Keningnya mengkerut heran. "Kenapa gak pakai yang warna merah menyala? Gak ada, ya? Warna gold itu kamu dapat dari mana? Kok parfum kamu juga beda? Gak seperti yang Abang kasih." Ia jalan mendekat sembari menggaruk benda pusakanya hal biasa yang pria lakukan jika sudah kembali dari kamar

    Last Updated : 2022-08-05
  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Tragedi Sejak Tempur Malam Bag 2

    "Jangan-jangan …." Dia semakin membelalakkan kelopak matanya."Apaan? Jangan mikir aneh-aneh ya." Tanggapan dia sama dengan Mbak Widya tadi. Hemh!"Jangan-jangan Abang pernah masuk ke kamar Mbak Widya lalu nyuri parfumnya, ya? Ngaku, Bang! Jangan-jangan Abang juga nyelidikin dari mana Mbak Widya beli parfum itu, ya? Sampai Abang beli dari tiktok kata Abang." Aku dengan enak bicara seakan jadi wanita yang benar-benar bodoh dan polos berkata begitu.Aku benar-benar melihat hembusan nafasnya yang seperti plong itu sembari mengusap keringat di jidat. "Huwh … kok kamu tahu, Nur? Emang sih, hihi, Abang tapi gak masuk kamar Mbakmu, Abang nanya aja, parfum apa dan dari mana. Tapi Abang belinya yang beda, masak iya sama sih, Nur. Ntar ketuker lagi pas kamu gak sengaja di kamar Mbak Widya, ada Mas Aryo dia langsung nubruk kamu." Pintar sekali bahasanya Bang Panjul ini. Karena sudah kurang bergairah, jadinya aku memancing dia untuk bergaya yang cepat keluarnya. Dan aku berhasil, hemh! Kalau lama

    Last Updated : 2022-08-05
  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Seperti Kucing

    Aku seperti kucing yang ingin buang hajat. Untung saja kursi dari kain, bukan dari kayu, jadi tubuhku bisa tersembunyikan. Kalaupun Bang Panjul balik lagi ke kamar, aku akan pura-pura dari dapur juga. Tapi, aku curiga, dia akan ke kamar Mbak Widya.Dan kini batang hidung Bang Panjul sudah terlihat. Dia kembali dari kamar mandi, tapi airnya masih terdengar berjatuhan. Dia tidak menutup kerannya, hingga aku pun benar-benar heran. Apa yang aku lihat sekarang? Dia berjinjit pelan ke arah kamar Mbak Widya. Astaghfirullahaladzim!Aku sampai sesak melihatnya. Posisiku yang jongkok takut ketahuan ini pun sekarang agak merangkak. Dia benar-benar kulihat masuk ke dalam kamar Mbak Widya. Sadis, ini adalah pemandangan yang begitu menyakitkan. Semprul kamu, Bang! Kamu semprul, Mbak.Berkali-kali aku mengelus dada beristighfar untuk menetralisir getaran tubuh yang kini sudah bisa dibilang guncangan. Lutut lemas, dada sesak, bola mata pun kini malah tanpa permisi berair. Bagaimana perasaan seorang

    Last Updated : 2022-08-05
  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Geram

    Geram aku dibuatnya. Saat ini lantas aku masih menggedor-gedor pintu kamar mandi. "Bang … Bang …." Suaraku sepertinya akan terdengar ke kamar Mbak Widya. Lihat saja, akan dari mana si Panjul muncul! Kakiku masih sakit, untung tidak sampai keseleo parah. Ini gegara emosi sampai kaki gremet lalu terkulai. Jatuhlah. Untung aku punya jurus lari marathon. Heurkh! Kalau digrebek sendiri, mereka pasti bisa melawanku. Harusnya nanti panggil RT saja. Setelah aku dapatkan di mana surat-surat warisan itu. Asetnya di mana pun aku tidak tahu. Astaga, Mbak Widya jahat sekali. "Bang … Abang di dalam, gak? Nur mau pipis!" Lagi aku berteriak. Belum ada jawaban sedikit pun. Mereka berdua pasti panik dan memyudahi aktivitas yang belum terjadi. "Bang, Nur buka, ya? Ini pengen pipis banget!" Mulut ini tak henti berteriak ngoceh. Lumayan panas di dadaku tersalurkan dengan teriakan ini. Namun, baru saja kuancam akan membukanya, tiba-tiba Bang Panjul muncul dari arah lain. Dia begitu kaget melihat ini.

    Last Updated : 2022-08-06

Latest chapter

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   End

    Saat ini ada kesempatan Bang Panjul untuk mengurung Mbak Widya di kamar. Dia langsung menguncinya hingga kini suara godor-gedor pintu pun terdengar dari balik kamar pribadi mereka."Bang! Bang! Buka! Buka, eh, buka! Itu di sana ada Mas Aryo yang mau datang untuk mengajak aku jalan-jalan. Kamu jangan terlalu cemburu Bang Panjul, biarkan aku jalan sama dia sekarang. Buka pintu ini! Cepetan muka!"Dari balik kamar sana Mbak Widya masih terus berteriak dan menggedor-gedor pintu. Aku dan Mas Aryo benar-benar jadi bingung untuk membawa Mbak Widya ke psikiater. Kalau dibiarkan pasti gangguan emosinya pasti lebih parah.Kini si Bang Panjul duduk di kursi dengan tatapan lesu dan lunglai. Dia juga mengacak rambut seolah-olah pusing dengan keadaan yang saat ini ia hadapi."Kenapa si Widya jadi begitu? Kenapa dia malah parah seperti ini ya?" Dia bicara sendiri di depan kami berdua."Istri kamu memang gila, Panjul! Pokoknya kamu harus ganti semua barang ibu yang pecah ini. Pokoknya Ibu juga nggak

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Gagal bawa ke psikiater

    PoV Nur***"Mau ngapain? Pokoknya aku gak mau, ya? Awas kalau kalian berani bawa aku ke mana-mana. Mati kalian!" Akan dibawa ke psikiater, Mbak Widya malah ngamuk-ngamuk di depan aku dan Mas Aryo, di depan Bang Panjul dan juga ibunya. Dia benar-benar brutal. Baru kali ini aku melihat Mbak Widya sengamuk ini. Betul-betul, otaknya sudah berat sebelah."Ya udah, kalau gak mau ya udah. Jangan kamu rusak semua barang saya, Widya!" Mantan mertua ngomel. Lihat saja apa yang terjadi, Mbak Widya acak-acak isi rumah. Sampai panci, wajan, centongan, semuanya berhamburan keluar. Seperti ada pertempuran antara istri dan selingkuhan suaminya.Brang! BRENG!Pluk!"Sinting kamu, Widya! Apa yang kamu lakukan? Rusak saja barang lain, jangan barang milik saya! Heurkh!"Bu Nengsih murka habis-habisan. Apalagi karena kekacauan ini malah berhasil mengundang perhatian para tetangga. Beberapa warga berhamburan menjadikan rumah Bu Nengsih ini sebagai pusat perhatian.Aku dan Mas Aryo pun bingung harus bag

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Stres Betulan?

    Semakin aneh lagi Mbak Widya. Jangan-jangan …"Sebenarnya ada apa, Bang?" Aku sangat penasaran dan langsung menanyakan pada si Bang Panjul."Sejak minum baygon sama so Klin lantai, otaknya jadi gesrek, Nur! Abang 'kan pernah cerita sama kamu waktu itu." Bang Panjul menjelaskan dengan fasih."Hah, jadi itu beneran?" Aku kaget, Mas Aryo pun masih ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi."Beneran, Nur. Sepertinya kalau tidak keburu dicegah, dia bisa mati. Eh, malah stres!" kesal si Bang Panjul."Astaghfirullahaladzim!""Heh, jangan bilang aku stres ya, Bang? Kurang ajar! Kamu yang stres, kamu gak bisa kasih aku uang banyak! Kamu yang stres!" Mbak Widya nyolot.Aku tak habis pikir dengan tingkah Mbak Widya saat ini. Dia seperti lain, ini bukan dia. Kalau pembahasannya sih masih sama, tapi cara dia tampil dan dia ngelantur, ini beda."Lihat 'kan, Nur? Dia tidak gila semacam amesia, dia masih sadar, hanya kadang ngelantur dan kayak orang gila. Lihat aja, baju dia pakai dobel-dobel kayak gitu

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Calon Anggota Keluarga Baru

    PoV Nur***"Sebenarnya istri saya kenapa, Dok? Kok bisa sampai muntah-muntah begini, ya? Apa asam lambung?" Dokter malah senyam-senyum. "Selamat, Bu Nur sedang mengandung. Sepertinya sudah mau jalan 4 Minggu."Deg!Aku dan Mas Aryo yang duduk di depan dokter, di ruang pemeriksaan ini pun terkaget-kaget sekaligus bahagia. "Yang bener, Dok? Jadi istri saya hamil?"Aku hanya mampu berkali-kali meneguk liur saking terharunya. Kalau ini benar, alhamdulillah, kami memang benar-benar menanti. Itu alasan kenapa aku tidak ikut KB."Betul sekali. Apalagi istri Bapak telat datang bulan, ya?" ucap dokter lagi.Mas Aryo melirikku. "Kamu telat datang bulan?" tanyanya padaku.Aku pun manggut-manggut dengan senyum yang ragu. Memang tadi dokter bertanya mengenai hal itu."Alhamdulillah, jadi beneran hamil, ya?" Mas Aryo memastikan lagi pada dokter perempuan yang tengah memeriksaku.Begitu bahagianya kami. Ini adalah rezeki terindah sepanjang sejarah. Ah, aku hamil? Jadi pusing-pusing belakangan ini

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Tarian Bollywood

    "Ya pakek nomor suamimu lah! Pakek nomor siapa lagi? Lagian, pasti pesannya udah dihapus. Tadi, barusan aja suamimu hubungi aku. Eh, kamu keburu datang aja, Nur. Hemh." Seharusnya ini bisa membangkitkan emosi anak kurang ajar ini. Tapi, bukannya dia marah, wajahnya malah lesu dan malas."Pakai nomor yang mana, Mbak? Pakai nomor yang ini?" Ia merogoh hp dari tas kecilnya, "ini hp Mas Aryo kebawa sama aku waktu tadi Mas Aryo peluk aku dan genggam-genggam tangan aku, kayaknya dia simpan hp di keranjang belanjaan tanpa sadar. Kayaknya gak ada kiriman pesan atau pesan masuk dari kamu deh, Mbak. Atau Mas Aryo pakai nomor mana ya?" Dengan penuh keyakinan dia membuat emosiku berapi-api. Hah? Bagaimana bisa hp Mas Aryo tertinggal di keranjang si Nur? Ah, lalu tertinggal saat si Mas Aryo meluk dia?"Eh, kamu lancang ya bawa-bawa hp suami!" tegurku kesal. Entah kenapa kesempatan membuat mereka adu mulut jalannya sesulit ini. Kenapa kebetulan? Lalu alasan apalagi?"Sudahlah, Wid, kamu pulang sa

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Datang Mertua

    PoV Widya***"Eh, eh, eh, apaan ini?"Seorang wanita paruh baya yang kehadirannya membuatku terkejut itu sudah berkacak pinggang. Ia menatapku dengan sengit. Ibu, kenapa mertuaku ada di sini?"Ibu?""Dasar istri kurang ajar! Bilang mau nyari kerja, kenapa kamu di sini? Mau ngapain di sini? Jangan-jangan kalian berdua main di belakang lagi ya?" cerocosnya. Mas Aryo pun bukannya kaget tapi dia malah geleng-geleng kepala. "Jangan asal tuduh, Bu. Lihat menantu Ibu yang menyodorkan dirinya pada saya. Sudah saya suruh pergi malah makin nyosor." Mas Aryo tega seserius itu membicarakan aku.Aku di sini panik."Eh, eh, eh, si Widya ini bikin malu. Sudah lagi perut bunting, sekarang malah begini. Gak waras kamu, ya?" celetuk mertua."Bu, diam dulu. Aku ke mari … aku ke mari karena ada urusan. Iya 'kan, Mas?" Aku melirik Mas Aryo berharap dia mau kongkalingkong. Kukedip-kedipkan mata memberikan kode."Urusan apa, Wid? Kamu mau ganggu aku lagi ya? Aku malu sih pernah jadi suami kamu. Lebih baik

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Rayuan Maut

    PoV Widya***Tok tok tok!Ehm!Aku pun berdehem untuk menetralisir kegugupan. Mungkin sudah jodohnya, pintu pun langsung dibukanya dan kini Mas Aryo pun telah menatap wajahku yang cantik ini."Eh, Wid? Ngapain?" Sepertinya urat malu ku bermunculan. Betapa tampannya dia, masih sama seperti dulu. Bahkan, jam tangan di pergelangan tangannya menambah kesan elegan dan sangat rupawan."Mas Aryo, boleh masuk aku, Mas?" ujarku malu-malu."Ada apa? Duduk saja di sana, ayok!" sarannya. Huwh, sebenarnya aku kesal, dia tak membawa aku masuk ke dalam rumahnya. Padahal, sat-set, sat-set, di kamar 5 menit juga beres. Dia pasti klepek-klepek.Mas Aryo duluan duduk, aku pun mengekor dan duduk di kursi kayu yang ada di teras ini. Wangi parfumnya meski masih berkeringat tetap melekat. Apalagi sekarang dia sudah kaya, pasti parfum ini juga mahal harganya."Ada apa, Wid? Nur sedang ke warung. Lebih baik kalau ada perlu, nanti saja ke sini lagi. Aku mau mandi ini."Mendengar kalimat 'mau mandi' entah ken

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Benar-benar Iri

    PoV Widya***Seharusnya aku tak melepaskan Mas Aryo kalau pada akhirnya dia akan jadi kaya seperti ini. Setelah aku telusuri lebih jauh sampai ke kota tempat ia tinggal, ternyata Mas Aryo dapat warisan dari kakeknya yang baru saja meninggal. Aku tidak ke sana, hanya menghubungi, cari informasi dari tetangganya yang kontaknya masih tersimpan.Huwh … kenapa si kakek tidak meninggal sejak dulu? Kenapa harus setelah aku cerai. Lagipula, yang aku tahu Mas Aryo ini hanya orang-orang biasa. Bukan keturunansultan.Pantas dia beli tanah dan bangun rumah sebesar ini. Di sini harga tanah masih relatif murah. Mendengar warisan yang disebutkan dari tetangga si Mas Aryo.Kuelus perut yang sudah semakin buncit ini. Darah daging siapa? Hurkh … si miskin! Si penipu!Aku sekarang dari kejauhan sedang menatapi rumah si Nur yang dibangunnya menggunakan jasa suamiku, mantan suaminya. Apa keduanya termasuk si Bang Panjul tidak sadar dengan posisi masing-masing sejak awal? Lihatlah, si Bang Panjul sampai

  • Permainan Kakak Kandungku Yang Janda   Salah Obat

    PoV Panjul***"Huwh … huwh …." Hanya mampu mengatur pernapasan tanpa bicara. Ibu juga pasti mendengar gunjingan barusan."Oh, begitu? Mujur ya nasib perempuan itu. Sudah punya kedai makanan, punya kontrakan, katering, sekarang punya suami kaya. Ck, ck, ck."Aku malah semakin sesak napas dan gemetar mendengar kehidupan keduanya. Kenapa harus kebetulan ada tetangga rempong di sini. Meski aku pernah melihat dua orang ibu-ibu ini namun tak begitu akrab, bicaranya tak bisa membuat telingaku seketika mati pendengaran."Sialan! Mereka ngoceh apaan? Aku yakin, si Mas Aryo hanya nipu kayak laki-laki di sampingku ini. Aku juga yakin, beberapa bulan akan terbongkar apa sebenarnya maksud dari si Mas Aryo. Tidak mungkin dia baru menikah langsung membuatkan rumah mewah itu untuk si Nur. Apa berharganya anak itu." Dengarlah ocehan pedas Widya. Tapi sebenarnya bisa jadi. Oh tidak, aku kebas dan kesemutan."Aneh, dari jalan keluar rumah sampai Ibu ke pasar, sampai ibu ke warung balik lagi ke rumah sa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status