Mungkin banyak yang tidak menyukai perempuan seperti Dina, tetapi aku mengagumi ketekunannya. Dia tahu apa yang dia mau, dan melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Ekstrem, sih. XD Kita akan segera tahu mengapa dia memilih Jeff, bukan yang lain~
Wanita ini hebat juga. Aku tidak pernah tahu bahwa dia pantang menyerah. Mungkin dia belum pernah ditolak oleh siapa pun sehingga dia bersikeras begini. Aku tidak mau mempermalukan dia lebih jauh. Dia layak untuk mengangkat kepalanya ketika keluar dari rumah ini.Seharusnya dia menurut saja dan pergi dari rumah ini. Tidak ada tempat untuknya di antara kami berdua. Setelah menyakiti aku selama bertahun-tahun, dia masih berusaha untuk memprovokasi kami. Dia pikir aku tidak tahu bahwa Jeff sudah lama tidak menyentuhnya. Aku mengenal suamiku dengan baik, tetapi dia berani membuat aku meragukannya. Maka aku tidak segan lagi.“Yang kamu rasakan kepada suamiku bukan cinta. Kamu terobsesi kepadanya. Dia adalah suami sahabatmu sendiri, Dina. Apa kamu pikir aku berbohong saat mengatakan dia hanya mencintai aku?” Aku menoleh ke arah Jeff.“Aku mengizinkan dia tidur dengan perempuan pertama yang menawarkan tubuh kepadanya.” Aku membelai pipi suamiku. “Aku yang memberinya lampu hijau untuk tidur d
Apa mungkin Wahyo datang, lalu membawa mereka pergi? Dina pasti sudah mengadu kepadanya. Dia punya senjata. Dengan pistol itu, bisa saja dia mengancam Jeff dan menyuruh mereka ikut bersamanya. Oh, Tuhan. Aku tahu misi ini sangat berbahaya.Namun mengapa keluargaku yang mereka ambil? Mengapa tidak aku saja? Akulah yang masuk ke rumah mereka dan mengambil semua bukti itu, bukan suami dan anak-anakku. Sudah cukup aku yang sakit dan menderita, tidak perlu mereka juga merasakannya.“Sayang.” Terdengar suara Jeff memanggil. “Jenar!” Itu benar-benar suara Jeff. Mengapa dia bicara begitu khawatir? “Sayang, bangun! Aku di sini! Kami di sini!”Mendengar itu, aku membuka mataku. “Mama! Mama, ada apa??” seru Jax dan Remy. “Pa, ada apa dengan Mama?” Iya, ini suara suami dan anak-anakku.Jeff duduk di sisiku, sedangkan Jax dan Remy berdiri di sisi tempat tidur. Aku mengedipkan mata dan mereka bertiga masih ada di dekatku. Mimpi. Syukurlah, aku hanya bermimpi! Aku segera duduk dan memeluk suamiku. T
~Jeffrey~ Aku melihat Franky yang gelisah sendiri dengan pakaian yang dia kenakan. Kami tidak punya banyak waktu, jadi aku berjalan lebih dahulu. Pria di depanku berjalan dengan santai, lalu mengangguk ke arah petugas yang ada di balik sebuah meja. Aku melakukan hal yang sama. Pria itu berhenti di depan sebuah ruangan. Dia menoleh ke arahku, lalu menggerakkan kepalanya sebagai sinyal bahwa ini ruangan yang aku cari. Aku mengangguk dan memasuki ruangan yang pintunya dibiarkan terbuka. Aku tidak perlu memeriksa semua meja, karena aku tahu yang mana meja kerja laki-laki berengsek itu. Enak saja dia mendekati orang tuaku untuk meminta restu menikahi Jenar. Kami belum bercerai, dia sudah melangkah lebih dahulu. Apa dia dan Dina begitu terobsesi dengan kami sampai melakukan segala cara untuk memisahkan kami? Franky datang, dia langsung berjongkok di balik meja yang sama denganku. Aku memeriksa barisan laci sebelah kanan, sedangkan dia yang kiri. Aku bekerja secepat mungkin dan terhenti k
Tidak. Kami baru saja bersama lagi. Aku mohon. Jangan sampai terjadi lagi hal yang buruk kepadanya. Lalu lintas masih padat seusai jam makan siang, jadi aku kesulitan untuk tiba di rumah Moira lebih cepat. Melihat ada ambulans tidak jauh di depanku, aku mengikuti dari belakang.Aku tidak menduga bahwa mobil itu menuju kompleks tujuanku. Sudah ada banyak ambulans dan mobil polisi di depan rumah Moira. Jantungku yang berdebar dengan cepat, berdetak lebih kencang lagi. Begitu berisik sehingga suara dan bunyi di sekitarku hanya samar-samar aku dengar.“Kasihan wanita itu. Darahnya banyak sekali.”“Yang pria lebih kasihan. Mereka masih berusaha untuk memompa agar jantungnya berdetak lagi. Apa menurutmu dia akan selamat?”Beberapa orang mengerumuni seseorang yang berbaring di garasi luar. Langkahku terseok-seok, tidak kuat membayangkan siapa yang berbaring di sana. Yair. Pengawal Moira. Aku merasa berdosa bernapas dengan lega, tetapi aku bersyukur itu bukan Jenar.Pintu depan rumah itu tera
~Jenar~ Aku tidak bisa bicara melihat peluru itu melesat dengan cepat dan mengenai dada kanan Moira. Dia tertegun sejenak dan memeriksa tempat di mana peluru itu bersarang dengan tangannya. Tanpa hati, Wahyo melepaskan peluru kedua. Aku tidak menunggu dan meninju wajahnya dengan keras sampai terdengar bunyi pada lehernya. Suasana seketika hening hingga aku yakin bunyi jarum jatuh pasti akan terdengar. Aku melakukan hal yang perlu aku lakukan, berlari mendekati Moira. Aku baru melangkah, rambutku ditarik dengan kuat dari belakang, menghentikan langkahku. Aku berteriak kesakitan, tetapi dia menarik aku sampai punggungku bertemu dadanya, lalu melingkarkan tangannya di leherku. “Aku sudah memberi peringatan, tetapi kamu abaikan.” Dia menempelkan mulut pistol di pelipisku. “Lawan aku lagi, maka aku tidak akan segan-segan menghabisi anakmu di depanmu.” “Ti-tidak,” kataku, mulai ketakutan. “Ja-jangan sentuh anakku.” “Kalau begitu, berhenti berbuat bodoh dan ikut denganku.” Dia menarik ak
Tidak peduli dengan rasa lelah dan perih, aku pergi ke rumah sakit bersama Moira. Dia memaksa aku untuk makan. Walaupun lidahku tidak bisa merasakan, aku memaksakan diri untuk menghabiskan semua makanan juga kue yang dia siapkan untukku.Jeff berdiri mondar-mandir di lobi menuju ruang gawat darurat. Ketika pintu otomatis terbuka, dia menoleh. Begitu dia menyadari bahwa aku yang datang, dia mendekat dan memeluk aku begitu erat. Aku tidak protes merasakan aku kesulitan bernapas. Ini tidak apa-apanya dengan yang aku rasakan saat bersama Wahyo.“Apakah dia menyakiti kamu. Ada yang terluka? Kita periksakan keadaanmu, ya?” Jeff membingkai wajahku dengan kedua tangannya. Dia melihat wajahku baik-baik, lalu turun ke leher. “Apa dia yang melakukan ini?” Aku meringis merasakan sentuhannya di kulit leherku yang terluka.“Aku tidak apa-apa. Bagaimana keadaan Mo?” tanyaku ingin tahu.“Kamu lebih penting bagiku. Kamu harus diperiksa oleh dokter.” Dia merangkul bahuku dan berniat membawa aku ke ruan
~Jeffrey~Jenar menolak untuk dijemput dan mengatakan akan diantar oleh teman baiknya. Dia tidak menyebut nama orang yang dia maksud membuat aku semakin khawatir. Franky menyuruh aku untuk pergi dan menunggu istriku di lobi.Wajahnya terlihat jauh lebih tua hanya beberapa jam berada di rumah sakit. Mungkin aku juga punya ekspresi yang sama. Akhirnya aku menyadari satu hal yang tidak aku perhatian sebelumnya. Pria ini mencintai wanita yang ada di ruang ICU itu.“Sebaiknya kamu makan atau minum sesuatu. Tidak ada gunanya kamu menunggu dia di sini, lalu mati sebelum sempat melihat dia membuka mata.” Aku melirik ke arah tas bekal yang dibawakan oleh asistennya, tetapi tidak juga disentuhnya.“Apa kamu tidak bisa punya sedikit simpati saat bicara?” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya.“Aku tidak suka basa-basi.” Melihat dia berjalan mendekati tempat duduk di mana tas itu berada, barulah aku berjalan menuju elevator.Cukup lama aku menunggu sampai bisa melihat dia lagi berdiri di hadapanku.
~Jenar~Dina didatangi polisi di kantornya. Akhirnya, dia ditahan juga. Padahal Franky sudah melaporkan perbuatannya dan Wahyo sejak hari Senin lalu. Apa harus ada kejadian penembakan baru mereka menahan para penjahat itu? Aparat hukum di negara ini memang harus berbenah.Anak-anak pulang dari sekolah, kami langsung menuju apartemen. Untuk membeli bahan makanan, kami mampir ke swalayan yang ada di dalam gedung. Ada banyak petugas keamanan di gedung ini, jadi kami aman dari serangan orang jahat. Siapa tahu Wahyo nekat lagi.“Mama mau masak apa?” tanya Jax yang mengintip adonan di atas konter.“Donat dan roti goreng. Kalian mau?” Aku melihat Remy dan Ardi menyusul Jax. Mereka begitu ingin tahu camilan apa yang akan kami siapkan.“Maauu!!” jawab mereka bertiga serentak. Aku dan Bian tertawa mendengarnya.Kami menikmati kudapan itu bersama sambil menonton film kartun yang diputar salah satu saluran. Jax dan Ardi berebut menceritakan ujian yang mereka hadapi tadi. Aku senang melihat mereka
~Jeffrey~ Istriku bersaksi dengan berani dan menjawab setiap pertanyaan dengan gamblang. Apa pun kata yang digunakan kuasa hukum para terdakwa atau hakim saat bertanya, jawaban Jenar tidak berubah. Itu adalah bukti bahwa dia tidak berbohong atau mengarang jawabannya. Dia kembali duduk di sisiku setelah kesaksiannya dianggap selesai. Aku memegang tangannya dan meletakkan di atas pangkuanku. Aku bisa merasakan Dina tidak mengalihkan pandangannya dariku, tetapi aku mengabaikannya. Perbuatannya atas istriku tidak termaafkan. “Sayang sekali, sidangnya tertutup, jadi kami tidak bisa ikut menyaksikan yang terjadi selama sidang,” keluh Ibu. Ayah yang memanggil anak-anak, maka Ibu yang membukakan pintu rumah. “Pihak tergugat yang keberatan sidang itu dilaksanakan secara terbuka. Tidak apa-apa, Bu. Sidang masih berjalan dengan baik,” kataku, menjelaskan. “Papa! Mama!” seru anak-anak yang berlari mendekati kami. Aku meminta mereka untuk pamit kepada kakek dan nenek mereka, lalu kami keluar m
Jax dan Remy setengah menarik tanganku saat keluar dari taksi. Aku membawa banyak kantong plastik berisi keperluan sekolah mereka, jadi tidak bisa berjalan dengan cepat. Di mana Jeff? Apa dia tidak mendengar bunyi mesin mobil atau seruan anak-anak? Aku butuh bantuan dengan bawaanku. Lalu mengapa semua orang ini datang bersamaan ke rumah kami? Tidak ada acara khusus pada hari ini, juga tidak ada rencana akan membuat acara. Hanya ada suamiku di rumah, Lalu apa yang mereka lakukan di sini? Oh, tidak. Jangan-jangan terjadi sesuatu terhadap Jeff. “Cepat buka pintunya, Ma!” desak Jax. Tanganku gemetar saat mencari kunci di dalam tas, karena rasa khawatir. Putraku itu bergerak lebih cepat dengan menekan kenop pintu. Ternyata tidak dikunci. “Papa!” panggilnya serentak dengan adiknya. Aneh. Mengapa tirai jendela ditutup semua? Lampu juga tidak dinyalakan. Ke mana perginya mereka yang memarkirkan mobilnya di depan rumah? Anak-anak malah tertawa cekikikan di ruang depan sambil berjalan ke arah
Walaupun aku sudah bisa menebak siapa dan apa alasannya, aku mau mendengarnya langsung dari mulut kuasa hukumku. Polisi tadi sudah memberi petunjuk yang cukup jelas. Karena tidak mungkin hanya Wahyo yang melaporkan aku bila mereka sampai yakin bisa menjebloskan aku ke penjara lagi.Namun sebelum Franky menjawab, pintu ruangan dibuka dan seorang polisi masuk. Dia hanya mengangguk ke arah pengacaraku, lalu menutup pintu kembali. Apa maksud anggukan itu? Aku melihat ke arah Franky yang berdiri dari kursinya.“Kamu bebas. Ayo, kita pergi dan bicara di tempat lain saja.” Dia berjalan mendekati pintu.Sebuah ide bermain di kepalaku mendengar kalimat pertamanya itu. “Apa aku boleh melakukan satu hal sebelum kita pergi?”Entah apa yang Franky katakan, aku mendapat izin dari polisi. Pria itu menunggu di dekat pintu masuk, sedangkan seorang petugas menemani aku. Dia bersikap baik kepadaku dan tidak bersikap kasar seperti rekannya yang pernah membawa aku ke tahanan ini.“Akhirnya! Aku tahu kamu
Kakiku terasa lemas, tetapi aku berusaha untuk tetap berdiri dengan tegak. Kejadian beberapa minggu yang lalu kembali bermain di benakku. Mengapa mereka datang lagi? Anak-anak berada di rumah dan aku tidak mau memberi mereka trauma untuk kesekian kalinya. Aku melihat antara dua pria yang berdiri di depan pagar dan kunci pintu di hadapanku. Aku tahu bahwa aku tidak akan bisa menghalangi mereka melakukan tugas. Namun atas dasar apa mereka kini mendatangi rumah kami? Pasti ada hubungannya denganku. “Ada apa? Mengapa kamu tidak membuka pintu?” tanya Jeff yang ternyata berdiri di belakangku. Dia mengintip dari jendela, lalu mendesah pelan. “Biar aku yang bicara dengan mereka.” Aku mengangguk dan bergeser agar dia bisa membuka pintu dan keluar rumah. Aku mengintip apa yang dia lakukan di luar lewat jendela. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak bisa mendengar. Namun aku bisa menebak bahwa kedua polisi itu membawa kabar buruk, karena suamiku terlihat kesal. Apakah tujuan mereka datang
Kelima pria dan wanita itu mundur selangkah dan memasang wajah kecut melihat ke arah pria yang datang tersebut. Tentu saja mereka mengenalinya. Nyaris tidak ada yang tidak pernah mendengar namanya. Dia sudah banyak sekali memenangkan kasus sulit, tetapi kliennya menang. Mereka kini tahu siapa yang sedang mereka hadapi. Bukti palsu. Polisi mana yang mau menerima laporan didasarkan atas bukti palsu? Aku tidak akan melakukan hal yang sama yang telah mereka perbuat kepadaku. Aku akan membuktikan bahwa dengan prosedur yang benar pun, aku bisa menjebloskan orang jahat ke penjara. “Aku baru tahu di sini adalah kantor polisi,” kata Franky yang berjalan mendekat, lalu berdiri di depanku. “Pulanglah sebelum aku mengajukan laporan baru. Kalian pasti berada di sini untuk mengancam saksi. Apa kalian tidak tahu bahwa mengancam saksi ada hukumannya?” Membuktikan bahwa mereka tidak tahu, mereka terlihat panik. “Ti-tidak. Kami tidak datang untuk mengancam siapa pun,” kata salah satu dari mereka, men
Berbekal rekaman dari wanita pada malam sebelumnya, aku dan Moira berencana untuk melihat kelanjutan nasib dari polisi jahat tersebut. Aku sudah mengirim kopinya ke surelnya. Dia membalas dan meminta untuk bertemu. Itu yang aku tunggu-tunggu. Tentu saja bukan aku atau Moira yang akan menemuinya, tetapi wanita yang tidur bersamanya. Aku sudah berjanji kepada Jeff dan Franky, maka aku tidak akan mengingkarinya. Aku tidak boleh terlibat dalam urusan yang melanggar hukum lagi. Bila terpaksa, maka aku tidak boleh sampai ketahuan. “Apa kamu akan terus melakukan ini kepada orang yang menyakiti kamu, keluarga, atau sahabatmu?” tanya Moira setengah menggoda. Aku tertawa kecil. “Tidak. Ini yang terakhir. Para polisi itu tidak mengerjakan tugasnya dengan baik, jadi aku harus memberi mereka pelajaran. Bila tidak, mereka akan terus bersikap sewenang-wenang.” “Iya, kamu benar. Tetapi terus terlibat dalam hal yang berbahaya, tidak baik untukmu.” Moira melihat aku dengan serius. “Jax dan Remy memb
~Jenar~ Berada di penjara karena membela diri dan fitnah, sudah cukup membuat kami menderita. Terpisah dari keluarga untuk sementara maupun selamanya bukanlah kehidupan yang mudah. Lalu kami juga harus diperlakukan tidak adil setelah bebas, itu tidak adil. Aku sudah merencanakan hal selain menemui para penjahat itu untuk membalas perbuatan jahat mereka. Cara itu hanya aku lakukan kepada para saksi palsu. Untuk polisi licik dan tidak tahu diri, aku sudah menyiapkan hal yang lebih baik. Hal yang akan membuat mereka berhati-hati bertindak. “Kamu yakin mau melakukan ini?” tanya Talia heran. “Harus. Aku tidak terima dia memperlakukan Bian layaknya penjahat.” Aku mengangkat penutup kepala jaketku untuk menudungi rambutku. Bian mengeluarkan sebuah kandang dari bagian belakang mobil, lalu kami menyeberangi jalan menuju rumah targetku. Setelah memanjat pagar dan mendarat sesenyap mungkin, kami menuju bagian belakang rumah. Bian melakukan keahliannya membuka kunci, dan aku tersenyum saat pi
~Jeffrey~Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Lauren, adikku sendiri, yang sudah meracuni anak-anakku. Hal yang ingin sekali aku lakukan adalah bicara dengannya dan memintanya untuk bicara jujur. Apa kesalahan Jax dan Remy sampai mereka harus menjadi korban keegoisannya?Mereka memang selamat dan ditangani dokter segera, tetapi mereka bisa saja kehilangan nyawa pada hari itu juga. Kami tidak pernah punya masalah sebelumnya, lalu apa yang mendorong dia melakukan hal sejahat itu?“Jadi, dana yang telah kita terima dari donatur, cukup untuk melaksanakan program liburan kita,” kata kepala keuangan organisasi.Orang yang aku pikir melakukannya adalah Dina. Wajar saja jika dia bisa semudah itu menyakiti anak-anak, karena mereka bukan miliknya. Tidak aku sangka, adikku sendiri pelakunya. Dia bahkan tidak ragu-ragu menjadikan kedua anaknya sebagai korbannya juga.“Bagaimana, Jeff? Apa pendapatmu? Dana yang lebih sebaiknya kita gunakan untuk apa?” tanya bosku. Dari ekspresi wajahnya,
Aku duduk di sisinya dan melihat layar tablet tersebut. Ternyata ada sebuah berita yang tidak aku duga. Bertahun-tahun berusaha untuk melupakan dan melanjutkan hidup, akhirnya aku bisa melihat orang yang menyakiti aku mendapat ganjarannya.Perjuanganku menunjukkan hasilnya juga. Bukan hanya aku yang menuntut perbuatannya di masa lalu, tetapi ada banyak wanita lain. Mereka melaporkan perbuatan pria itu di kantor polisi di mana dia bertugas. Syukurlah, aku tidak mundur ketika menemui banyak kesulitan.“Sayang, apa kamu tidak apa-apa?” Jeff menyeka pipiku. Tanpa aku sadari, aku menangis.Aku menggeleng pelan, lalu meletakkan kepalaku di bahunya. “Aku tidak apa-apa. Ini air mata haru. Aku senang dia akhirnya akan membayar semua perbuatan jahatnya. Semoga saja Franky sehebat yang Moira katakan.”“Dia lebih hebat dari yang sahabatmu katakan. Aku melihat sendiri bagaimana dia mengatasi polisi yang tidak mau membebaskan kamu dari tahanan. Jadi, jangan khawatir. Wahyo dan Dina akan mendekam di