~Jenar~Dina didatangi polisi di kantornya. Akhirnya, dia ditahan juga. Padahal Franky sudah melaporkan perbuatannya dan Wahyo sejak hari Senin lalu. Apa harus ada kejadian penembakan baru mereka menahan para penjahat itu? Aparat hukum di negara ini memang harus berbenah.Anak-anak pulang dari sekolah, kami langsung menuju apartemen. Untuk membeli bahan makanan, kami mampir ke swalayan yang ada di dalam gedung. Ada banyak petugas keamanan di gedung ini, jadi kami aman dari serangan orang jahat. Siapa tahu Wahyo nekat lagi.“Mama mau masak apa?” tanya Jax yang mengintip adonan di atas konter.“Donat dan roti goreng. Kalian mau?” Aku melihat Remy dan Ardi menyusul Jax. Mereka begitu ingin tahu camilan apa yang akan kami siapkan.“Maauu!!” jawab mereka bertiga serentak. Aku dan Bian tertawa mendengarnya.Kami menikmati kudapan itu bersama sambil menonton film kartun yang diputar salah satu saluran. Jax dan Ardi berebut menceritakan ujian yang mereka hadapi tadi. Aku senang melihat mereka
~Jeffrey~ Wahyo yang sudah menembak Moira dan para pengawalnya, lalu membawanya entah ke mana. Apa yang terjadi sampai Jenar yang dituduh menembak sahabatnya? Pistol itu milik pria berengsek itu, mengapa jadi istriku yang disalahkan? Franky bodoh itu juga tidak berguna. Dia tidak bisa membawa istriku pulang. Apa gunanya menjadi kuasa hukum Jenar? Bian sudah pulang dan anak-anak akhir tertidur. Namun aku tidak tahu harus bicara apa besok bila mereka mencari Jenar. Ardi juga ikut menangis menanyakan mamanya. Franky menyuruh aku untuk berbohong, jadi aku tidak bisa memberi tahu bahwa mamanya ada di rumah sakit. “Apa maksud Bapak?” tanya Franky yang masih bisa bicara dengan tenang, ketika aku harus mati-matian menahan amarahku. “Kita sudah bicara kemarin sore, dan Jenar akan dibebaskan hari ini.” “Ada banyak sekali saksi yang mengatakan bahwa dia masuk ke rumah mereka dan mengambil barang berharga yang ada di rumah mereka. Kami tidak bisa membebaskannya dan membiarkan dia terus melakuk
~Jenar~“Ada apa? Mengapa kau terus melihat ke arah pintu itu?” tanya Dina dengan nada mengejek. “Kau pikir kau akan dibebaskan hari ini?” Dia tertawa terbahak-bahak.“Kau akan ada di sini sampai sidang putusan. Tidak akan ada yang bisa membantu kau keluar setelah kejahatan besar yang kau lakukan,” katanya lagi.“Heh! Apa kau tidak bisa diam?? Kepalaku sakit mendengar suara cemprengmu. Kalau kau masih ribut juga, aku tarik lidahmu itu!” ancam wanita yang berada satu sel denganku.Dina menutup mulut dan tidak bicara lagi. Wanita di dekatku itu kembali berbaring dan melanjutkan tidurnya. Aku pikir hanya aku saja yang terganggu dengan ejekan Dina, ternyata ada yang berpikiran sama denganku. Suasana sekitarku tenang lagi.Franky tidak akan ingkar janji. Dia pasti mencari bukti yang bisa membebaskan aku dari semua tuduhan. Aku harus percaya kepadanya dan menunggu dia melakukan tugasnya. Jeff juga tidak akan tinggal diam melihat aku dikurung begini.Pintu itu akhinya terbuka dan seorang pri
“Franky ikut serta, jadi dia pasti akan mengusahakan agar usaha kami itu tidak diketahui oleh siapa pun. Sebaiknya kita jangan bahas ini lagi.” Dia menundukkan kepalanya. “Aku tahu ini tidak adil untukmu dan anak-anak, tetapi aku harus pergi ke luar negeri lagi hari Senin nanti,” katanya pelan.“Tidak apa-apa.” Aku memegang tangannya yang ada di atas meja. “Kamu adalah tulang punggung keluarga kita, jadi pekerjaan ini sangat penting. Aku dan anak-anak akan baik-baik saja di sini. Ada Bian dan Franky yang akan membantu kami jika ada hal buruk yang terjadi.”Jeff tidak mengatakan apa pun lagi. Dia hanya menggenggam tanganku, lalu menciumnya. Walaupun dia diam, aku tahu pikirannya sedang berkecamuk. Selama Wahyo masih bebas, kami belum bisa tenang. Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya terhadap kami.Franky dan Bian membawa anak-anak kembali. Mereka bertiga tidak berhenti bicara mengenai makanan yang mereka pilih di restoran. Setelah kedua sahabatku itu pulang, Jeff mengaj
Aku menunggu beberapa saat sebelum menjawab. Mereka mendesak aku dengan tidak sabar, jadi aku tergoda untuk membuat mereka menunggu sedikit lebih lama. Bian yang terlebih dahulu marah, maka aku tidak menggoda mereka lagi.“Dia berniat memerkosa aku. Karena aku tidak bisa menggerakkan kakiku untuk menendang itunya, jadi aku genggam saja kuat-kuat. Dia mencekik leherku erat sekali.” Aku menunjukkan luka bekas tancapan kukunya pada leherku.“Polisi gila.” Talia berada lebih dekat denganku sehingga dia bisa melihat luka itu dengan jelas. “Apa rekan-rekannya tidak tahu kalau dia tidak waras? Sudah memfitnah kamu sampai masuk penjara, eh, tidak bertobat juga. Dia menembak Moira dan kedua pengawalnya, juga masih belum ditangkap. Aku tidak mengerti,” kata Talia sambil menggeleng pelan.“Mereka menuduh akulah yang sudah menggoda Wahyo dan merebut pistol itu dari tangannya. Aku tidak habis pikir, skenario dari mana dia jadikan aku sebagai penembaknya.” Aku ikut menggeleng.“Apa maksudmu?” tanya
“Aku minta kamu tunjukkan SIM dan STNK, bukan banyak tanya,” katanya sambil memukul atap mobil dengan keras. Anak-anak menangis, semakin ketakutan. “Cepat!!”Bian bersikap sangat tenang. Padahal aku sudah ketakutan, khawatir mereka akan melakukan sesuatu yang jahat di depan anak-anak lagi. Mereka menyaksikan aku ditangkap saja sudah cukup membuat mereka trauma. Mengapa dia harus berteriak dan memukul?“Saya berhak untuk menanyakan kesalahan saya sebelum Bapak melihat SIM dan STNK saya. Kalau Bapak sita, saya tidak bisa ke mana-mana,” kata Bian dengan berani.“Kamu melawan petugas, apa kamu tahu bahwa hukumannya berat?” Pria itu terlihat semakin garang. “Cepat, berikan SIM dan STNK-nya!”“Selamat siang, Pak.” Seseorang mendekati kedua polisi itu. Kami serentak menoleh ke arahnya. “Apa yang Bapak lakukan kepada ibu ini? Saya tidak melihat ada pelanggaran, jadi mengapa Bapak menghentikan kendaraan mereka?”Aku tidak mengenal pria itu. Dia dan temannya bukan orang yang pernah aku lihat se
Bian memutar dan memarkirkan mobil di dekat unit gawat darurat. Kami tidak mau melewati pintu masuk utama, jadi jalur ini lebih aman. Tiba di lantai tujuan, kami langsung ke kamar Dina. Dia duduk di ranjangnya dan menatap layar tabletnya dengan serius.“Mama!!” panggil Ardi yang berlari mendekati tempat tidur. Aku menutup pintu, maka Bian yang membantu mengangkat anak itu ke sisi mamanya.Aku mengganti siaran televisi yang menayangkan berita penangkapan Wahyo ke saluran yang memutar siaran untuk anak-anak. Moira memeluk putranya sambil menatap aku dengan wajah bahagia. Dia pasti tersenyum karena pria jahat itu sudah ditangkap.“Sepertinya para wartawan mengejar berita tentang kamu,” kataku pelan, setelah Ardi bergabung dengan kedua temannya. “Mereka bergerombol di dekat pintu masuk.”“Oh, ya? Apa ada yang melihat kamu datang?” tanyanya khawatir. Benar-benar teman yang baik, di saat sedang sakit seperti ini pun dia masih memikirkan aku.“Tidak. Bian langsung berpikir dengan cepat. Kami
~Jeffrey~ Mendengar Moira akan berlibur dengan putranya, aku segera mencari ketersediaan hotel dan tiket pesawat ke daerah itu. Melihat masih ada tiket untuk penerbangan pada jam yang sama, aku tidak pikir panjang dan membelinya. Begitu juga kamar di hotel yang sama dengan mereka. Sudah banyak yang terjadi beberapa minggu terakhir, aku mau keluargaku menjauh sejenak dari kota ini. Jenar tidak bercerita mengenai pengalamannya dihentikan oleh polisi di pinggir jalan. Aku tahu dari Franky. Mungkin dia tidak mau aku mengkhawatirkan mereka saat berada di luar negeri. “Franky? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Jenar heran melihat pengacaranya ada di bandara. Aku juga tidak tahu dia akan ikut berlibur, tetapi aku tidak terkejut melihatnya di sini. Pria ini perlu belajar menyatakan cinta dan tidak memendam perasaannya terus. “Apa aku tidak boleh berlibur?” Dia memakai kacamata hitamnya, lalu membalikkan badan dan berjalan lebih dahulu menuju ruang tunggu. “Dia hanya merusak suasana sa