Yang sedang di rumah saja pasti menonton siaran langsung Akad Nikah Kaesang dan Erina. XD Jadi, aku ganggu saja dengan menambah bab baru siang ini. Selamat membaca, ya. Untuk Pak Presiden Joko Widodo, selamat atas pernikahan putra bungsu Anda pada hari ini. Senang melihat kemeriahan dan kekompakan keluarga selama prosesi acara sejak hari Jumat yang lalu. Selamat berbahagia, Kaesang dan Erina. ♡♡♡
Tidak peduli dengan rasa lelah dan perih, aku pergi ke rumah sakit bersama Moira. Dia memaksa aku untuk makan. Walaupun lidahku tidak bisa merasakan, aku memaksakan diri untuk menghabiskan semua makanan juga kue yang dia siapkan untukku.Jeff berdiri mondar-mandir di lobi menuju ruang gawat darurat. Ketika pintu otomatis terbuka, dia menoleh. Begitu dia menyadari bahwa aku yang datang, dia mendekat dan memeluk aku begitu erat. Aku tidak protes merasakan aku kesulitan bernapas. Ini tidak apa-apanya dengan yang aku rasakan saat bersama Wahyo.“Apakah dia menyakiti kamu. Ada yang terluka? Kita periksakan keadaanmu, ya?” Jeff membingkai wajahku dengan kedua tangannya. Dia melihat wajahku baik-baik, lalu turun ke leher. “Apa dia yang melakukan ini?” Aku meringis merasakan sentuhannya di kulit leherku yang terluka.“Aku tidak apa-apa. Bagaimana keadaan Mo?” tanyaku ingin tahu.“Kamu lebih penting bagiku. Kamu harus diperiksa oleh dokter.” Dia merangkul bahuku dan berniat membawa aku ke ruan
~Jeffrey~Jenar menolak untuk dijemput dan mengatakan akan diantar oleh teman baiknya. Dia tidak menyebut nama orang yang dia maksud membuat aku semakin khawatir. Franky menyuruh aku untuk pergi dan menunggu istriku di lobi.Wajahnya terlihat jauh lebih tua hanya beberapa jam berada di rumah sakit. Mungkin aku juga punya ekspresi yang sama. Akhirnya aku menyadari satu hal yang tidak aku perhatian sebelumnya. Pria ini mencintai wanita yang ada di ruang ICU itu.“Sebaiknya kamu makan atau minum sesuatu. Tidak ada gunanya kamu menunggu dia di sini, lalu mati sebelum sempat melihat dia membuka mata.” Aku melirik ke arah tas bekal yang dibawakan oleh asistennya, tetapi tidak juga disentuhnya.“Apa kamu tidak bisa punya sedikit simpati saat bicara?” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya.“Aku tidak suka basa-basi.” Melihat dia berjalan mendekati tempat duduk di mana tas itu berada, barulah aku berjalan menuju elevator.Cukup lama aku menunggu sampai bisa melihat dia lagi berdiri di hadapanku.
~Jenar~Dina didatangi polisi di kantornya. Akhirnya, dia ditahan juga. Padahal Franky sudah melaporkan perbuatannya dan Wahyo sejak hari Senin lalu. Apa harus ada kejadian penembakan baru mereka menahan para penjahat itu? Aparat hukum di negara ini memang harus berbenah.Anak-anak pulang dari sekolah, kami langsung menuju apartemen. Untuk membeli bahan makanan, kami mampir ke swalayan yang ada di dalam gedung. Ada banyak petugas keamanan di gedung ini, jadi kami aman dari serangan orang jahat. Siapa tahu Wahyo nekat lagi.“Mama mau masak apa?” tanya Jax yang mengintip adonan di atas konter.“Donat dan roti goreng. Kalian mau?” Aku melihat Remy dan Ardi menyusul Jax. Mereka begitu ingin tahu camilan apa yang akan kami siapkan.“Maauu!!” jawab mereka bertiga serentak. Aku dan Bian tertawa mendengarnya.Kami menikmati kudapan itu bersama sambil menonton film kartun yang diputar salah satu saluran. Jax dan Ardi berebut menceritakan ujian yang mereka hadapi tadi. Aku senang melihat mereka
~Jeffrey~ Wahyo yang sudah menembak Moira dan para pengawalnya, lalu membawanya entah ke mana. Apa yang terjadi sampai Jenar yang dituduh menembak sahabatnya? Pistol itu milik pria berengsek itu, mengapa jadi istriku yang disalahkan? Franky bodoh itu juga tidak berguna. Dia tidak bisa membawa istriku pulang. Apa gunanya menjadi kuasa hukum Jenar? Bian sudah pulang dan anak-anak akhir tertidur. Namun aku tidak tahu harus bicara apa besok bila mereka mencari Jenar. Ardi juga ikut menangis menanyakan mamanya. Franky menyuruh aku untuk berbohong, jadi aku tidak bisa memberi tahu bahwa mamanya ada di rumah sakit. “Apa maksud Bapak?” tanya Franky yang masih bisa bicara dengan tenang, ketika aku harus mati-matian menahan amarahku. “Kita sudah bicara kemarin sore, dan Jenar akan dibebaskan hari ini.” “Ada banyak sekali saksi yang mengatakan bahwa dia masuk ke rumah mereka dan mengambil barang berharga yang ada di rumah mereka. Kami tidak bisa membebaskannya dan membiarkan dia terus melakuk
~Jenar~“Ada apa? Mengapa kau terus melihat ke arah pintu itu?” tanya Dina dengan nada mengejek. “Kau pikir kau akan dibebaskan hari ini?” Dia tertawa terbahak-bahak.“Kau akan ada di sini sampai sidang putusan. Tidak akan ada yang bisa membantu kau keluar setelah kejahatan besar yang kau lakukan,” katanya lagi.“Heh! Apa kau tidak bisa diam?? Kepalaku sakit mendengar suara cemprengmu. Kalau kau masih ribut juga, aku tarik lidahmu itu!” ancam wanita yang berada satu sel denganku.Dina menutup mulut dan tidak bicara lagi. Wanita di dekatku itu kembali berbaring dan melanjutkan tidurnya. Aku pikir hanya aku saja yang terganggu dengan ejekan Dina, ternyata ada yang berpikiran sama denganku. Suasana sekitarku tenang lagi.Franky tidak akan ingkar janji. Dia pasti mencari bukti yang bisa membebaskan aku dari semua tuduhan. Aku harus percaya kepadanya dan menunggu dia melakukan tugasnya. Jeff juga tidak akan tinggal diam melihat aku dikurung begini.Pintu itu akhinya terbuka dan seorang pri
“Franky ikut serta, jadi dia pasti akan mengusahakan agar usaha kami itu tidak diketahui oleh siapa pun. Sebaiknya kita jangan bahas ini lagi.” Dia menundukkan kepalanya. “Aku tahu ini tidak adil untukmu dan anak-anak, tetapi aku harus pergi ke luar negeri lagi hari Senin nanti,” katanya pelan.“Tidak apa-apa.” Aku memegang tangannya yang ada di atas meja. “Kamu adalah tulang punggung keluarga kita, jadi pekerjaan ini sangat penting. Aku dan anak-anak akan baik-baik saja di sini. Ada Bian dan Franky yang akan membantu kami jika ada hal buruk yang terjadi.”Jeff tidak mengatakan apa pun lagi. Dia hanya menggenggam tanganku, lalu menciumnya. Walaupun dia diam, aku tahu pikirannya sedang berkecamuk. Selama Wahyo masih bebas, kami belum bisa tenang. Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya terhadap kami.Franky dan Bian membawa anak-anak kembali. Mereka bertiga tidak berhenti bicara mengenai makanan yang mereka pilih di restoran. Setelah kedua sahabatku itu pulang, Jeff mengaj
Aku menunggu beberapa saat sebelum menjawab. Mereka mendesak aku dengan tidak sabar, jadi aku tergoda untuk membuat mereka menunggu sedikit lebih lama. Bian yang terlebih dahulu marah, maka aku tidak menggoda mereka lagi.“Dia berniat memerkosa aku. Karena aku tidak bisa menggerakkan kakiku untuk menendang itunya, jadi aku genggam saja kuat-kuat. Dia mencekik leherku erat sekali.” Aku menunjukkan luka bekas tancapan kukunya pada leherku.“Polisi gila.” Talia berada lebih dekat denganku sehingga dia bisa melihat luka itu dengan jelas. “Apa rekan-rekannya tidak tahu kalau dia tidak waras? Sudah memfitnah kamu sampai masuk penjara, eh, tidak bertobat juga. Dia menembak Moira dan kedua pengawalnya, juga masih belum ditangkap. Aku tidak mengerti,” kata Talia sambil menggeleng pelan.“Mereka menuduh akulah yang sudah menggoda Wahyo dan merebut pistol itu dari tangannya. Aku tidak habis pikir, skenario dari mana dia jadikan aku sebagai penembaknya.” Aku ikut menggeleng.“Apa maksudmu?” tanya
“Aku minta kamu tunjukkan SIM dan STNK, bukan banyak tanya,” katanya sambil memukul atap mobil dengan keras. Anak-anak menangis, semakin ketakutan. “Cepat!!”Bian bersikap sangat tenang. Padahal aku sudah ketakutan, khawatir mereka akan melakukan sesuatu yang jahat di depan anak-anak lagi. Mereka menyaksikan aku ditangkap saja sudah cukup membuat mereka trauma. Mengapa dia harus berteriak dan memukul?“Saya berhak untuk menanyakan kesalahan saya sebelum Bapak melihat SIM dan STNK saya. Kalau Bapak sita, saya tidak bisa ke mana-mana,” kata Bian dengan berani.“Kamu melawan petugas, apa kamu tahu bahwa hukumannya berat?” Pria itu terlihat semakin garang. “Cepat, berikan SIM dan STNK-nya!”“Selamat siang, Pak.” Seseorang mendekati kedua polisi itu. Kami serentak menoleh ke arahnya. “Apa yang Bapak lakukan kepada ibu ini? Saya tidak melihat ada pelanggaran, jadi mengapa Bapak menghentikan kendaraan mereka?”Aku tidak mengenal pria itu. Dia dan temannya bukan orang yang pernah aku lihat se
~Jeffrey~ Istriku bersaksi dengan berani dan menjawab setiap pertanyaan dengan gamblang. Apa pun kata yang digunakan kuasa hukum para terdakwa atau hakim saat bertanya, jawaban Jenar tidak berubah. Itu adalah bukti bahwa dia tidak berbohong atau mengarang jawabannya. Dia kembali duduk di sisiku setelah kesaksiannya dianggap selesai. Aku memegang tangannya dan meletakkan di atas pangkuanku. Aku bisa merasakan Dina tidak mengalihkan pandangannya dariku, tetapi aku mengabaikannya. Perbuatannya atas istriku tidak termaafkan. “Sayang sekali, sidangnya tertutup, jadi kami tidak bisa ikut menyaksikan yang terjadi selama sidang,” keluh Ibu. Ayah yang memanggil anak-anak, maka Ibu yang membukakan pintu rumah. “Pihak tergugat yang keberatan sidang itu dilaksanakan secara terbuka. Tidak apa-apa, Bu. Sidang masih berjalan dengan baik,” kataku, menjelaskan. “Papa! Mama!” seru anak-anak yang berlari mendekati kami. Aku meminta mereka untuk pamit kepada kakek dan nenek mereka, lalu kami keluar m
Jax dan Remy setengah menarik tanganku saat keluar dari taksi. Aku membawa banyak kantong plastik berisi keperluan sekolah mereka, jadi tidak bisa berjalan dengan cepat. Di mana Jeff? Apa dia tidak mendengar bunyi mesin mobil atau seruan anak-anak? Aku butuh bantuan dengan bawaanku. Lalu mengapa semua orang ini datang bersamaan ke rumah kami? Tidak ada acara khusus pada hari ini, juga tidak ada rencana akan membuat acara. Hanya ada suamiku di rumah, Lalu apa yang mereka lakukan di sini? Oh, tidak. Jangan-jangan terjadi sesuatu terhadap Jeff. “Cepat buka pintunya, Ma!” desak Jax. Tanganku gemetar saat mencari kunci di dalam tas, karena rasa khawatir. Putraku itu bergerak lebih cepat dengan menekan kenop pintu. Ternyata tidak dikunci. “Papa!” panggilnya serentak dengan adiknya. Aneh. Mengapa tirai jendela ditutup semua? Lampu juga tidak dinyalakan. Ke mana perginya mereka yang memarkirkan mobilnya di depan rumah? Anak-anak malah tertawa cekikikan di ruang depan sambil berjalan ke arah
Walaupun aku sudah bisa menebak siapa dan apa alasannya, aku mau mendengarnya langsung dari mulut kuasa hukumku. Polisi tadi sudah memberi petunjuk yang cukup jelas. Karena tidak mungkin hanya Wahyo yang melaporkan aku bila mereka sampai yakin bisa menjebloskan aku ke penjara lagi.Namun sebelum Franky menjawab, pintu ruangan dibuka dan seorang polisi masuk. Dia hanya mengangguk ke arah pengacaraku, lalu menutup pintu kembali. Apa maksud anggukan itu? Aku melihat ke arah Franky yang berdiri dari kursinya.“Kamu bebas. Ayo, kita pergi dan bicara di tempat lain saja.” Dia berjalan mendekati pintu.Sebuah ide bermain di kepalaku mendengar kalimat pertamanya itu. “Apa aku boleh melakukan satu hal sebelum kita pergi?”Entah apa yang Franky katakan, aku mendapat izin dari polisi. Pria itu menunggu di dekat pintu masuk, sedangkan seorang petugas menemani aku. Dia bersikap baik kepadaku dan tidak bersikap kasar seperti rekannya yang pernah membawa aku ke tahanan ini.“Akhirnya! Aku tahu kamu
Kakiku terasa lemas, tetapi aku berusaha untuk tetap berdiri dengan tegak. Kejadian beberapa minggu yang lalu kembali bermain di benakku. Mengapa mereka datang lagi? Anak-anak berada di rumah dan aku tidak mau memberi mereka trauma untuk kesekian kalinya. Aku melihat antara dua pria yang berdiri di depan pagar dan kunci pintu di hadapanku. Aku tahu bahwa aku tidak akan bisa menghalangi mereka melakukan tugas. Namun atas dasar apa mereka kini mendatangi rumah kami? Pasti ada hubungannya denganku. “Ada apa? Mengapa kamu tidak membuka pintu?” tanya Jeff yang ternyata berdiri di belakangku. Dia mengintip dari jendela, lalu mendesah pelan. “Biar aku yang bicara dengan mereka.” Aku mengangguk dan bergeser agar dia bisa membuka pintu dan keluar rumah. Aku mengintip apa yang dia lakukan di luar lewat jendela. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak bisa mendengar. Namun aku bisa menebak bahwa kedua polisi itu membawa kabar buruk, karena suamiku terlihat kesal. Apakah tujuan mereka datang
Kelima pria dan wanita itu mundur selangkah dan memasang wajah kecut melihat ke arah pria yang datang tersebut. Tentu saja mereka mengenalinya. Nyaris tidak ada yang tidak pernah mendengar namanya. Dia sudah banyak sekali memenangkan kasus sulit, tetapi kliennya menang. Mereka kini tahu siapa yang sedang mereka hadapi. Bukti palsu. Polisi mana yang mau menerima laporan didasarkan atas bukti palsu? Aku tidak akan melakukan hal yang sama yang telah mereka perbuat kepadaku. Aku akan membuktikan bahwa dengan prosedur yang benar pun, aku bisa menjebloskan orang jahat ke penjara. “Aku baru tahu di sini adalah kantor polisi,” kata Franky yang berjalan mendekat, lalu berdiri di depanku. “Pulanglah sebelum aku mengajukan laporan baru. Kalian pasti berada di sini untuk mengancam saksi. Apa kalian tidak tahu bahwa mengancam saksi ada hukumannya?” Membuktikan bahwa mereka tidak tahu, mereka terlihat panik. “Ti-tidak. Kami tidak datang untuk mengancam siapa pun,” kata salah satu dari mereka, men
Berbekal rekaman dari wanita pada malam sebelumnya, aku dan Moira berencana untuk melihat kelanjutan nasib dari polisi jahat tersebut. Aku sudah mengirim kopinya ke surelnya. Dia membalas dan meminta untuk bertemu. Itu yang aku tunggu-tunggu. Tentu saja bukan aku atau Moira yang akan menemuinya, tetapi wanita yang tidur bersamanya. Aku sudah berjanji kepada Jeff dan Franky, maka aku tidak akan mengingkarinya. Aku tidak boleh terlibat dalam urusan yang melanggar hukum lagi. Bila terpaksa, maka aku tidak boleh sampai ketahuan. “Apa kamu akan terus melakukan ini kepada orang yang menyakiti kamu, keluarga, atau sahabatmu?” tanya Moira setengah menggoda. Aku tertawa kecil. “Tidak. Ini yang terakhir. Para polisi itu tidak mengerjakan tugasnya dengan baik, jadi aku harus memberi mereka pelajaran. Bila tidak, mereka akan terus bersikap sewenang-wenang.” “Iya, kamu benar. Tetapi terus terlibat dalam hal yang berbahaya, tidak baik untukmu.” Moira melihat aku dengan serius. “Jax dan Remy memb
~Jenar~ Berada di penjara karena membela diri dan fitnah, sudah cukup membuat kami menderita. Terpisah dari keluarga untuk sementara maupun selamanya bukanlah kehidupan yang mudah. Lalu kami juga harus diperlakukan tidak adil setelah bebas, itu tidak adil. Aku sudah merencanakan hal selain menemui para penjahat itu untuk membalas perbuatan jahat mereka. Cara itu hanya aku lakukan kepada para saksi palsu. Untuk polisi licik dan tidak tahu diri, aku sudah menyiapkan hal yang lebih baik. Hal yang akan membuat mereka berhati-hati bertindak. “Kamu yakin mau melakukan ini?” tanya Talia heran. “Harus. Aku tidak terima dia memperlakukan Bian layaknya penjahat.” Aku mengangkat penutup kepala jaketku untuk menudungi rambutku. Bian mengeluarkan sebuah kandang dari bagian belakang mobil, lalu kami menyeberangi jalan menuju rumah targetku. Setelah memanjat pagar dan mendarat sesenyap mungkin, kami menuju bagian belakang rumah. Bian melakukan keahliannya membuka kunci, dan aku tersenyum saat pi
~Jeffrey~Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Lauren, adikku sendiri, yang sudah meracuni anak-anakku. Hal yang ingin sekali aku lakukan adalah bicara dengannya dan memintanya untuk bicara jujur. Apa kesalahan Jax dan Remy sampai mereka harus menjadi korban keegoisannya?Mereka memang selamat dan ditangani dokter segera, tetapi mereka bisa saja kehilangan nyawa pada hari itu juga. Kami tidak pernah punya masalah sebelumnya, lalu apa yang mendorong dia melakukan hal sejahat itu?“Jadi, dana yang telah kita terima dari donatur, cukup untuk melaksanakan program liburan kita,” kata kepala keuangan organisasi.Orang yang aku pikir melakukannya adalah Dina. Wajar saja jika dia bisa semudah itu menyakiti anak-anak, karena mereka bukan miliknya. Tidak aku sangka, adikku sendiri pelakunya. Dia bahkan tidak ragu-ragu menjadikan kedua anaknya sebagai korbannya juga.“Bagaimana, Jeff? Apa pendapatmu? Dana yang lebih sebaiknya kita gunakan untuk apa?” tanya bosku. Dari ekspresi wajahnya,
Aku duduk di sisinya dan melihat layar tablet tersebut. Ternyata ada sebuah berita yang tidak aku duga. Bertahun-tahun berusaha untuk melupakan dan melanjutkan hidup, akhirnya aku bisa melihat orang yang menyakiti aku mendapat ganjarannya.Perjuanganku menunjukkan hasilnya juga. Bukan hanya aku yang menuntut perbuatannya di masa lalu, tetapi ada banyak wanita lain. Mereka melaporkan perbuatan pria itu di kantor polisi di mana dia bertugas. Syukurlah, aku tidak mundur ketika menemui banyak kesulitan.“Sayang, apa kamu tidak apa-apa?” Jeff menyeka pipiku. Tanpa aku sadari, aku menangis.Aku menggeleng pelan, lalu meletakkan kepalaku di bahunya. “Aku tidak apa-apa. Ini air mata haru. Aku senang dia akhirnya akan membayar semua perbuatan jahatnya. Semoga saja Franky sehebat yang Moira katakan.”“Dia lebih hebat dari yang sahabatmu katakan. Aku melihat sendiri bagaimana dia mengatasi polisi yang tidak mau membebaskan kamu dari tahanan. Jadi, jangan khawatir. Wahyo dan Dina akan mendekam di