Kira-kira Jenar dan Bian akan tertangkap, tidak, ya? Mungkinkah ada pengkhianat lagi pada lingkar dalam tokoh utama kita? Hm .... Lanjutannya akan aku publikasikan malam ini. Jadi, tidak perlu lama-lama menunggu jawabannya. :D
Langkah kaki itu mendekat, tetapi berhenti tidak jauh dari depan pintu. Lalu terdengar langkah kaki yang lain. Oh, tidak. Apa Wahyo membawa seorang teman pulang? Aku melihat ke arah Bian yang merapatkan bibirnya. Tangannya memegang kayu meja dengan erat.Aku ingin menenangkan dia, tetapi tidak tahu harus mengatakan apa. Kami sedang dalam bahaya dan aku sendiri pun tidak tahu bagaimana bisa keluar dari rumah ini tanpa ketahuan. Langkah kaki itu berjalan menaiki tangga. Semoga saja mereka akan lama berada di atas, jadi kami sempat keluar.Bian menunjuk ke arah pintu, aku mengangguk. Dia berdiri dan berjalan lebih dahulu. Aku berjingkat, mengikutinya dari belakang. Jantungku berdetak semakin cepat, membuat dadaku sesak. Pintu itu tidak mengeluarkan bunyi saat Bian membukanya. Aku nyaris tidak bernapas saat kami melangkah mendekati pintu belakang.“Ah, itu mereka!” seru seseorang yang kami kenal. Aku menoleh ke arah tangga dan melihat Moira berdiri di bordes dengan tangan pengawalnya menu
Kami semua memakai baju terusan dengan rok sedikit di bawah lutut. Aku dan Moira memakai baju yang sedikit longgar, sedangkan Talia dan Bian yang mengikuti lekuk tubuh. Mereka terlihat cocok sekali dengan dress pilihan Moira.Rambut kami dibiarkan tergerai dan wajah dirias minimalis. Untuk melengkapi penampilan kami, Moira memberikan sepatu dan tas yang serasi dengan pakaian yang kami kenakan. Bian keluar dari mobil sambil mengomel sendiri. Tangannya tidak berhenti menarik-narik bajunya.“Ternyata kamu bisa juga tidak percaya diri, ya,” goda Moira. “Santai saja. Kamu sangat cantik. Aku tidak akan memberi pakaian yang terlihat jelek di badan sahabatku sendiri.”Seorang pria menyambut kami di lobi, lalu berjalan bersama kami menuju elevator. Wow. Petugas keamanan bahkan tidak meminta tas kami untuk diperiksa. Tiba di lantai tujuan, pria itu keluar lebih dahulu, kemudian berjalan di depan kami.“Silakan masuk.” Pria itu membukakan pintu, masuk, dan menahan pintu tetap terbuka untuk kami.
Wajah anak-anak membayang di benakku. Jika aku tertangkap, aku tidak akan bisa berada di dekat mereka lagi. Mungkin saja hukuman kali ini akan lebih lama dari yang pertama. Aku tidak mau masuk penjara dan berpisah dari Jax dan Remy satu hari pun.Sebelumnya aku tidak merasakan ini, tetapi aku baru menyadarinya. Dina bukanlah orang biasa. Dia punya uang, pengaruh, dan mungkin orang-orang yang siap membantu dia, kapan saja dia butuh. Aku adalah bukti nyata dia bisa mengatur segalanya hanya dengan uang.“Jenar. Lihat aku,” kata Bian yang kembali berdiri di depanku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. “Tarik napas dalam-dalam. Hei, lihat aku. Apa menurutmu orang akan tahu bentuk wajah di balik penutup kepala ini?”Tentu saja aku mengetahuinya, karena dia sahabatku. Tetapi orang lain tidak akan bisa melihatnya apalagi mengenalinya, maka aku menggelengkan kepalaku lagi.“Hal yang sama juga berlaku untukmu. Orang tidak akan bisa mengenali kamu hanya dari bentuk badan saja.” Dia memegang kedua
Aku tidak tahu mengapa map ini tiba-tiba jatuh. Aku memang hanya memeriksa setiap dokumen dengan cepat. Tidak ada niat membaca isinya. Ketika membaca isi dokumen ini aku sangat terkejut. Dina menyimpan sebuah rahasia yang sangat besar.Orang tuanya pasti tahu mengenai hal ini. Lalu mengapa mereka mendukung tindakan jahatnya? Dilihat dari tanggal kelahiran, maka kejadiannya saat dia belum bergabung bersama kami di tempat kerja yang lama. Lama berteman dengannya, aku tidak pernah mendengar dia bercerita mengenai anak yang dia lahirkan.“Di mana anak perempuan ini?” tanya Jeff pelan. Aku menggeleng pelan. “Dia tidak pernah bicara tentang anak. Apa dia memberikannya kepada orang lain?”“Kemungkinan besar anak itu ada pada ayahnya. Kamu lihat namanya? Aku akan cari tahu di mana pria ini berada. Kita akan tahu segalanya setelah mendengar ceritanya,” kataku, memberi saran.“Aku ikut. Kamu keluar malam entah melakukan apa, aku tidak mau membiarkan kamu melakukan semua ini sendiri lagi. Aku ik
Mata para wanita bergantian melihat ke arah pria itu dan aku. Lalu mereka saling bicara terhadap satu sama lain. Berbeda dengan saat mereka menuduh aku, suara mereka kini sangat pelan sehingga aku tidak bisa mendengar.“Mengapa semua hanya sibuk bicara sendiri?” katanya lagi, melihat tidak ada yang menjawab pertanyaannya. “Mengapa klien saya dihalangi untuk masuk ke rumahnya?” Apa aku bilang? Dia adalah paket lengkap idaman wanita.“Maaf, Pak. Ibu ini adalah seorang pembunuh, jadi sebagai Ketua RT saya berkewajiban untuk menjaga keamanan lingkungan. Warga meminta agar ibu ini diusir dari kompleks ini,” kata pria itu tanpa wibawa. Masa hanya dengan alasan itu dia mau mengusir aku?“Ibu ini punya nama, Pak. Jenar Arunika. Nama yang indah, bukan?” Franky berdiri di sampingku. Aku melirik ke arah Moira yang menyipitkan matanya ke arah pengacaraku. “Ibu Jenar sudah menjalani hukuman penjara. Selama berada di sana, Ibu Jenar dibina secara mental dan rohani agar bisa kembali ke masyarakat. L
~Jeffrey~Tiba di rumah setelah menghadiri acara di rumah adikku, aku mengharapkan kedamaian. Aku sudah lama merindukan hidup tanpa bertengkar dan saling curiga. Sepertinya harapanku itu terlalu tinggi, karena Dina lagi-lagi merusak suasana hatiku.Namun aku tidak terpancing dengan omongannya. Bila Jenar bilang dia pergi menemui temannya, maka itu adalah temannya, bukan pria lain. Sampai kapan aku harus terus berpura-pura begini? Akting bukanlah keahlianku.“Papa, apa Mama Kedua akan selamanya tinggal bersama kita?” tanya Jax saat aku menemani mereka sampai tidur di kamar.“Mengapa kamu tanyakan itu? Kamu tidak suka dia tinggal di sini bersama kita?” Aku balik bertanya.“Tidak, Pa,” jawabnya jujur.“Aku juga tidak,” timpal Remy. “Aku mau Papa sama Mama saja. Tidak mau ada Mama Kedua.”“Kalian sabar, ya. Kita pasti akan tinggal berempat saja.” Aku mengusap kepala Jax, lalu duduk di tepi tempat tidur Remy.“Berempat itu, Papa, Mama, aku, dan Remy?” tanya Jax sambil menghitung dengan jem
Seandainya dia juga tahu bahwa aku tidak seperti yang dia pikirkan. Wanita ini sudah bersamaku selama empat tahun lebih, tetapi tidak bisa membaca pikiranku. Jangankan dia, Jenar yang sudah menikah denganku selama lima tahun pertama bersama, juga tidak bisa membaca aku. Dina membelai pipiku ketika aku hanya diam, sedangkan tangannya yang lain turun ke bawah tubuhku. Dia tersenyum penuh kemenangan melihat aku hanya diam. Namun saat tangannya memegang bagian pinggang celanaku, aku menahan tangannya itu. “Kita hanya akan melakukan ini bila aku menginginkannya.” Aku melepaskan tangannya dan sedikit mendorong tubuhnya menjauh dariku. Anak. Aku hanya mau punya dua anak saja. Apa dia pikir biaya membesarkan seorang anak itu murah? Belum lagi berbagi waktu antara pekerjaan dengan mereka tidaklah mudah. Bagaimana aku harus membanting tulang lebih keras untuk membiayai satu orang anak lagi? “Sampai kapan kau jual mahal begini?” Dia menarik piyamaku sehingga langkahku terhenti. “Kau jajan di
~Jenar~ Jeffrey tidak menjawab pertanyaanku. Dia justru mencium aku habis-habisan, lalu keluar dari kamar, karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku tersenyum melihat ke arah pintu. Tanpa membersihkan diri, aku berbaring. Aku ingin tidur dengan membayangkan dia ada di sini bersamaku. Seolah mendengarkan harapanku, saat membuka mata pada pagi harinya, aku melihat dia berbaring bersamaku. Setelah mencium keningnya, aku membersihkan diri di kamar mandi, lalu menyiapkan sarapan dan bekal untuk suami dan anak-anakku. “Wah, wah, ada yang sedang jatuh cinta,” goda Moira yang menyikut lenganku. “Berapa ronde kali ini? Apakah semalaman?” “Mo!” pekikku terkejut. Bian hanya tertawa mendengarnya. “Belum waktunya untuk bersenang-senang. Kita sedang punya masalah besar.” “Ah, santai saja,” kata Moira dengan entengnya. “Biarkan Frank yang mengurus segalanya. Kamu cukup duduk dengan tenang dan tunggu instruksi darinya.” “Tetapi,” Bian melirik ke arah para karyawannya, “menuntut seora
~Jeffrey~ Istriku bersaksi dengan berani dan menjawab setiap pertanyaan dengan gamblang. Apa pun kata yang digunakan kuasa hukum para terdakwa atau hakim saat bertanya, jawaban Jenar tidak berubah. Itu adalah bukti bahwa dia tidak berbohong atau mengarang jawabannya. Dia kembali duduk di sisiku setelah kesaksiannya dianggap selesai. Aku memegang tangannya dan meletakkan di atas pangkuanku. Aku bisa merasakan Dina tidak mengalihkan pandangannya dariku, tetapi aku mengabaikannya. Perbuatannya atas istriku tidak termaafkan. “Sayang sekali, sidangnya tertutup, jadi kami tidak bisa ikut menyaksikan yang terjadi selama sidang,” keluh Ibu. Ayah yang memanggil anak-anak, maka Ibu yang membukakan pintu rumah. “Pihak tergugat yang keberatan sidang itu dilaksanakan secara terbuka. Tidak apa-apa, Bu. Sidang masih berjalan dengan baik,” kataku, menjelaskan. “Papa! Mama!” seru anak-anak yang berlari mendekati kami. Aku meminta mereka untuk pamit kepada kakek dan nenek mereka, lalu kami keluar m
Jax dan Remy setengah menarik tanganku saat keluar dari taksi. Aku membawa banyak kantong plastik berisi keperluan sekolah mereka, jadi tidak bisa berjalan dengan cepat. Di mana Jeff? Apa dia tidak mendengar bunyi mesin mobil atau seruan anak-anak? Aku butuh bantuan dengan bawaanku. Lalu mengapa semua orang ini datang bersamaan ke rumah kami? Tidak ada acara khusus pada hari ini, juga tidak ada rencana akan membuat acara. Hanya ada suamiku di rumah, Lalu apa yang mereka lakukan di sini? Oh, tidak. Jangan-jangan terjadi sesuatu terhadap Jeff. “Cepat buka pintunya, Ma!” desak Jax. Tanganku gemetar saat mencari kunci di dalam tas, karena rasa khawatir. Putraku itu bergerak lebih cepat dengan menekan kenop pintu. Ternyata tidak dikunci. “Papa!” panggilnya serentak dengan adiknya. Aneh. Mengapa tirai jendela ditutup semua? Lampu juga tidak dinyalakan. Ke mana perginya mereka yang memarkirkan mobilnya di depan rumah? Anak-anak malah tertawa cekikikan di ruang depan sambil berjalan ke arah
Walaupun aku sudah bisa menebak siapa dan apa alasannya, aku mau mendengarnya langsung dari mulut kuasa hukumku. Polisi tadi sudah memberi petunjuk yang cukup jelas. Karena tidak mungkin hanya Wahyo yang melaporkan aku bila mereka sampai yakin bisa menjebloskan aku ke penjara lagi.Namun sebelum Franky menjawab, pintu ruangan dibuka dan seorang polisi masuk. Dia hanya mengangguk ke arah pengacaraku, lalu menutup pintu kembali. Apa maksud anggukan itu? Aku melihat ke arah Franky yang berdiri dari kursinya.“Kamu bebas. Ayo, kita pergi dan bicara di tempat lain saja.” Dia berjalan mendekati pintu.Sebuah ide bermain di kepalaku mendengar kalimat pertamanya itu. “Apa aku boleh melakukan satu hal sebelum kita pergi?”Entah apa yang Franky katakan, aku mendapat izin dari polisi. Pria itu menunggu di dekat pintu masuk, sedangkan seorang petugas menemani aku. Dia bersikap baik kepadaku dan tidak bersikap kasar seperti rekannya yang pernah membawa aku ke tahanan ini.“Akhirnya! Aku tahu kamu
Kakiku terasa lemas, tetapi aku berusaha untuk tetap berdiri dengan tegak. Kejadian beberapa minggu yang lalu kembali bermain di benakku. Mengapa mereka datang lagi? Anak-anak berada di rumah dan aku tidak mau memberi mereka trauma untuk kesekian kalinya. Aku melihat antara dua pria yang berdiri di depan pagar dan kunci pintu di hadapanku. Aku tahu bahwa aku tidak akan bisa menghalangi mereka melakukan tugas. Namun atas dasar apa mereka kini mendatangi rumah kami? Pasti ada hubungannya denganku. “Ada apa? Mengapa kamu tidak membuka pintu?” tanya Jeff yang ternyata berdiri di belakangku. Dia mengintip dari jendela, lalu mendesah pelan. “Biar aku yang bicara dengan mereka.” Aku mengangguk dan bergeser agar dia bisa membuka pintu dan keluar rumah. Aku mengintip apa yang dia lakukan di luar lewat jendela. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak bisa mendengar. Namun aku bisa menebak bahwa kedua polisi itu membawa kabar buruk, karena suamiku terlihat kesal. Apakah tujuan mereka datang
Kelima pria dan wanita itu mundur selangkah dan memasang wajah kecut melihat ke arah pria yang datang tersebut. Tentu saja mereka mengenalinya. Nyaris tidak ada yang tidak pernah mendengar namanya. Dia sudah banyak sekali memenangkan kasus sulit, tetapi kliennya menang. Mereka kini tahu siapa yang sedang mereka hadapi. Bukti palsu. Polisi mana yang mau menerima laporan didasarkan atas bukti palsu? Aku tidak akan melakukan hal yang sama yang telah mereka perbuat kepadaku. Aku akan membuktikan bahwa dengan prosedur yang benar pun, aku bisa menjebloskan orang jahat ke penjara. “Aku baru tahu di sini adalah kantor polisi,” kata Franky yang berjalan mendekat, lalu berdiri di depanku. “Pulanglah sebelum aku mengajukan laporan baru. Kalian pasti berada di sini untuk mengancam saksi. Apa kalian tidak tahu bahwa mengancam saksi ada hukumannya?” Membuktikan bahwa mereka tidak tahu, mereka terlihat panik. “Ti-tidak. Kami tidak datang untuk mengancam siapa pun,” kata salah satu dari mereka, men
Berbekal rekaman dari wanita pada malam sebelumnya, aku dan Moira berencana untuk melihat kelanjutan nasib dari polisi jahat tersebut. Aku sudah mengirim kopinya ke surelnya. Dia membalas dan meminta untuk bertemu. Itu yang aku tunggu-tunggu. Tentu saja bukan aku atau Moira yang akan menemuinya, tetapi wanita yang tidur bersamanya. Aku sudah berjanji kepada Jeff dan Franky, maka aku tidak akan mengingkarinya. Aku tidak boleh terlibat dalam urusan yang melanggar hukum lagi. Bila terpaksa, maka aku tidak boleh sampai ketahuan. “Apa kamu akan terus melakukan ini kepada orang yang menyakiti kamu, keluarga, atau sahabatmu?” tanya Moira setengah menggoda. Aku tertawa kecil. “Tidak. Ini yang terakhir. Para polisi itu tidak mengerjakan tugasnya dengan baik, jadi aku harus memberi mereka pelajaran. Bila tidak, mereka akan terus bersikap sewenang-wenang.” “Iya, kamu benar. Tetapi terus terlibat dalam hal yang berbahaya, tidak baik untukmu.” Moira melihat aku dengan serius. “Jax dan Remy memb
~Jenar~ Berada di penjara karena membela diri dan fitnah, sudah cukup membuat kami menderita. Terpisah dari keluarga untuk sementara maupun selamanya bukanlah kehidupan yang mudah. Lalu kami juga harus diperlakukan tidak adil setelah bebas, itu tidak adil. Aku sudah merencanakan hal selain menemui para penjahat itu untuk membalas perbuatan jahat mereka. Cara itu hanya aku lakukan kepada para saksi palsu. Untuk polisi licik dan tidak tahu diri, aku sudah menyiapkan hal yang lebih baik. Hal yang akan membuat mereka berhati-hati bertindak. “Kamu yakin mau melakukan ini?” tanya Talia heran. “Harus. Aku tidak terima dia memperlakukan Bian layaknya penjahat.” Aku mengangkat penutup kepala jaketku untuk menudungi rambutku. Bian mengeluarkan sebuah kandang dari bagian belakang mobil, lalu kami menyeberangi jalan menuju rumah targetku. Setelah memanjat pagar dan mendarat sesenyap mungkin, kami menuju bagian belakang rumah. Bian melakukan keahliannya membuka kunci, dan aku tersenyum saat pi
~Jeffrey~Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Lauren, adikku sendiri, yang sudah meracuni anak-anakku. Hal yang ingin sekali aku lakukan adalah bicara dengannya dan memintanya untuk bicara jujur. Apa kesalahan Jax dan Remy sampai mereka harus menjadi korban keegoisannya?Mereka memang selamat dan ditangani dokter segera, tetapi mereka bisa saja kehilangan nyawa pada hari itu juga. Kami tidak pernah punya masalah sebelumnya, lalu apa yang mendorong dia melakukan hal sejahat itu?“Jadi, dana yang telah kita terima dari donatur, cukup untuk melaksanakan program liburan kita,” kata kepala keuangan organisasi.Orang yang aku pikir melakukannya adalah Dina. Wajar saja jika dia bisa semudah itu menyakiti anak-anak, karena mereka bukan miliknya. Tidak aku sangka, adikku sendiri pelakunya. Dia bahkan tidak ragu-ragu menjadikan kedua anaknya sebagai korbannya juga.“Bagaimana, Jeff? Apa pendapatmu? Dana yang lebih sebaiknya kita gunakan untuk apa?” tanya bosku. Dari ekspresi wajahnya,
Aku duduk di sisinya dan melihat layar tablet tersebut. Ternyata ada sebuah berita yang tidak aku duga. Bertahun-tahun berusaha untuk melupakan dan melanjutkan hidup, akhirnya aku bisa melihat orang yang menyakiti aku mendapat ganjarannya.Perjuanganku menunjukkan hasilnya juga. Bukan hanya aku yang menuntut perbuatannya di masa lalu, tetapi ada banyak wanita lain. Mereka melaporkan perbuatan pria itu di kantor polisi di mana dia bertugas. Syukurlah, aku tidak mundur ketika menemui banyak kesulitan.“Sayang, apa kamu tidak apa-apa?” Jeff menyeka pipiku. Tanpa aku sadari, aku menangis.Aku menggeleng pelan, lalu meletakkan kepalaku di bahunya. “Aku tidak apa-apa. Ini air mata haru. Aku senang dia akhirnya akan membayar semua perbuatan jahatnya. Semoga saja Franky sehebat yang Moira katakan.”“Dia lebih hebat dari yang sahabatmu katakan. Aku melihat sendiri bagaimana dia mengatasi polisi yang tidak mau membebaskan kamu dari tahanan. Jadi, jangan khawatir. Wahyo dan Dina akan mendekam di