Pagi hari ini, manor milik putra sulung keluarga Dendanious dipenuhi aura yang gelap. Rera dan Sonia bahkan tidak sanggup bertemu dengan tuan mereka yang tampaknya serang murung. Jangankan Rera dan Sonia, Son sendiri yang awalnya hendak meminta izin menjadi tidak berani masuk ke dalam. Son melangkah keluar dari Manor, menyenggol sosok Lee yang sedang mencuci mobil dengan siku. "Madam ... kapan beliau kembali?" Lee menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu, beliau akan datang jika siap." Baru saja Lee mengucapkan kalimatnya, mereka melihat pintu gerbang utama terbuka. Mobil Audi berwarna merah masuk ke dalam pekarangan, dia adalah Eden, pengacara yang bekerja dibawah Mino. Eden, yang baru saja berangkat dari rumahnya, dengan tergepoh membawa banyak sekali dokumen. Pria itu tampak tidak peduli dengan suasana muram sang sahabat. Justru, dia masuk ke dalam ruang kerja Mino, meletakan seluruh dokumen yang dibawannya ke atas meja. "Here, you can take a looㅡwhat the hell?! Mino, are you okay
Mino benar-benar menepati ucapannya, pria itu, sambil akan menjelaskan kesalahpahaman di antara mereka berdua, dia bahkan mengusir seluruh pelayan dan bodyguard dengan alasan diberikan kebebasan selama dua hari. Sementara security yang menjaga tidak mendapatkan sama sekali. Son dan Lee memanfaatkan situasi ini demi menjaga dua majikan mereka. Kedua orang tersebut bukan tidak mempercayai security yang ada, justru karena mereka tahu betapa beratnya 'musuh' Mino di luar sana. Terutama ketika melihat ada celah seperti seluruh pelayan dan bodyguard di liburkan, pihak tertentu jelas akan menyerang. Kedua security dengan penuh rasa senang dan bersyukur segera memberi tahu apa-apa saja yang penting dan yang perlu diperhatikan. Setelah memastikan bahwa semuanya selesai, kedua orang itu segera pergi dari manor menuju rumah masing-masing. Di dalam manor, Irene dan Mino duduk di sofa. Pada awalnya, mereka sama sekali tidak tahu harus memulai dari mana. Sehingga, demi memecahkan keheningan, Iren
Pagi ini perkiraan cuaca tampaknya sedang tidak ramah. Hari tampak terang akan tetapi awan tebal menghalangi jalur cahaya mentari untuk menyinari bumi. Di berbagai belahan dunia, banyak orang mulai beraktifitas, beberapa memang memiliki pekerjaan di malam hari. Manor milik putra sulung keluarga Dendanious tampak begitu sepi. Tidak heran sebenarnya, hal ini dikarenakan sang tuan rumah yang memang membubarkan para pelayan dan memilih "family" time bersama sang istri. Disebabkan karena cuaca yang tidak mendukung, Irene Lissabeth Levebvè bangun agak kesiangan. Wanita itu terbangun dari tidurnya, sedikit menyingkirkan lengen Mino yang merangkul erat pinggang rampingnya, sebelum kemudian ia meraih gaun tidur yang bercecer di lantai granit. Perempuan itu segera mencepol rambutnya, melangkah ke dalam kamar mandi, dan mulai membersihkan diri. Selepas mendengar suara shower, Mino yang masih terlelap, membuka kedua matanya. Pria itu tidak mengenakan pakaian apapun kecuali celana dalam. Bermai
Irene benar-benar mengikuti apa yang disarankan oleh Eden. Wanita itu saat ini sedang menyusuri setiap sudut ruko yang sedang disulap menjadi klinik. Luas ruko ini juga tidak main-main, tampaknya 2 sampai 3 ruko digabung menjadi satu. "Siapa yang menemukan tempat ini?"Eden menjawab dengan jujur, "Mino ingin tempat kerja mu dekat dengan perusahaan. Niat awal kami adalah ingin menyewa gedung di depan perusahaan, akan tetapi masa kontrak tenant bisnis di gedung depan Next In Company masih panjang dan belum ada yang available, pada akhirnya mau tidak mau harus mencari sedikit lebih jauh." Eden mengangkat bahu acuh, "Karena pekerjaan utama ku adalah yang berkaitan dengan hukum. Segala hal menyangkut kontrak jual-beli ruko, dan juga perizinan, kau bisa menyerahkannya kepada ku. Akan tetapi, yang menemukan ruko ini adalah Albert." Irene mengangguk. "Oh, ke mana saja Albert selama ini? Aku belum bertemu dengannya?" "Dia sedang meeting dengan client di Turki. Seharusnya suami mu yang datan
Dalam penerangan cahaya mentari yang menyinari, ruangan kantor tersebut terlihat lebih manusiawi. Alan Stuart, sedang kedatangan salah satu tamu 'kesayangannya,' Pria itu melirik rendah. Kedua orang itu yang saling tidak berbicara satu sama lain. Meraih gelas kecil berisikan martininya, sang pria menyesap sekilas. "Kali ini ada maksud apa dengan kunjungan mu?" "Kita sudah menahan terlalu lama, kapan kau akan melancarkan serangannya?" "Sabar," dihembuskannya rokok dari mulut, membuat si perempuan terbatuk dan sedikrit tidak nyaman. Meliri melalui ujung mata, "Tenang, semua harus berjalan dengan sempurna. Jika salah sedikit, pengawal keluarga Dendanious akan mengetahui dengan segera pergerakan kita di belakangㅡit's more dengerous." Mata perempuan itu entah mengapa dipenuhi dengan bara api yang berkobar luar biasa. Membuat sang pria tersenyum. Lalu, mendengar suara lembut perempuan berambut cokelat itu berkata, "Jika rencana menghancurkan perusahaan Mino sulit, bawa istrinyaㅡpernikaha
Sepasang mata hitam saling menatap satu sama lain. Pasangan ayah dna anak ini saling terdiam ketika Clarissa selesai mengucapkan kalimatnya. Tuan Levebvè sedikit khawatir, bagaimanapun juga, putri bungsunya jarang sekali untuk berbicara serius. Terutama ketika ia melihat raut wajah Clarissa dipenuhi dengan ekspresi cemas luar biasa. Pria yang sudah berumur itu menghela napas. Dia memtaikan televisi, dan beranjak dari duduknya, "Ikut papa." Clarissa mengikuti ke mana sang ayah mengajaknya. Mereka memasuki ruang kerja. Tuan Levebvè kemudian mengunci pintu dan duduk di salah satu sofa. Menitah sang putri untuk segera duduk. "Ada apa, Clarissa?" tanya nya, "Tidak biasa bagimu berbicara serius seperti ini." Gadis itu tampak menghela napas dan menarik napas berulang kali. Seolah kegugupannya telah menutupi apa yang hendak ia sampaikan. Berdehem untuk menetralisir rasa gugup, Clarissa menatap sang ayah. "Aku ingin bertanya, apakah hubungan ayah dengan keluarga Dendanious masih terjalin
Albert saat ini sedang berada di Turki. Sudah kurang lebih ia berada di sini selama 3 hari. Seharusnya, ia sudah kembali ke New York kemarin, hanya saja client perusahaan dari pihak Turki tampaknya memiliki sedikit kendala teknis sehingga harus membuatnya menunggu. Sebenarnya bukan masalah besar, hanya lebih ke arah etika saja. Ia sendiri tidak keberatan, anggap saja pergi ke negara ini menjadi salah satu healingnya setelah bekerja begitu keras di perusahaan Next In Company. Banyak orang yang iri karena jabatannya sebagai sekretaris pribadi Mino, masalahnya, mereka tidak mengetahui betapa melalahkannya bekerja di bawah tekanan supervisor diktator seperti sahabatnya. Banyak karyawan perusahaan yang hendak keluar karena tegasnya seorang Louis Mino Dendanious, akan tetapi mereka urungkan niat sebab Mino selalu memberikan bonus yang setara dengan kerja keras mereka. Sebagai perusahaan riset teknologi, banyak sekali uang, keringat, dan juga darah yang dikeluarkan. Namun, semua itu terbay
Malam ini, ditemani dengan gemerlap cahaya kota New York, dan cuasa yang sedikit mendung, tidak menghalangi kedua pria tersebut untuk saling bertemu di tempat yang telah dijanjikan. Tempat ini, merupakan bar milik salah satu keluarga Venhouven, lebih tepatnya, usaha sampingan milik Mathew. Mino datang ke tempat ini lebih dulu, dia mengobrol bersama staff yang ada di bar, seraya memesan cocktail. Malam ini dia tidak mau terlalu mambuk, agar tidak membuat sang istri khawatir. Setelah mengetahui bahwa Irene tidak memiliki campur tangan terhahdap dirinya, Mino mulai mengevaluasi perasaannya.Setidaknya, dia mulai sadar bahwa mencintai Irene, ada sebuah anugerah yang tak terbatas. Sejak menikahi perempuan itu, jujur saja, walau banyak ups and down dalam perjalanan perusahaan dan kisah cinta mereka, tapi pernikahannya dengan Irene memberikan banyak sekali manfaat yang tidak terduga. "Meja di atas sudah siap?" Pelayan Bar yang sedang mengocok alkohol memberika anggukan, "Ya, manager kam