Ketika nelihat Lee menyanggupi permintaannya, perempuan dengan rambut hitam panjang ini tersenyum lega. "Terima kasih," setelah itu Irene kembali menuju ruangannya. Namun, siapa yang menyangka ditengah jalan, dia bertemu dengan Clara. Perempuan dengaj rambut ikal itu sedang bersandar pada tembok rumah sakit seraya memegang rokok. Langkah Irene terhenti sejenak, "Kamu," Irene tidak tahu siapa nama perempuan di depannya ini, "Mohon maaf, tapi ini adalah rumah sakit, tidak bisakah merokok di sebelah sana?" ujarnya seraya menunjuk pada sebuah tempat dengan tulisan Smoking Area. Clara tidak bergeming. Wanita itu terdiam seraya menyesap perlahan rokoknya. Ia bukanlah perokok aktif, hanya saja situasinya sekarang ini membuat ia frustrasi setengah mati. Diliriknya sinis perempuam di hadapannya, "Apakah kau puas?" Irene mengangkat sebelah alis, "Puas?" Menggelengkapan kepala, "Apa maksud mu?" sambungnya. Mengeluarkan asap dari mulut, Clara terkekeh kecil, "Pergilah sejauh mungkin." Clara t
Hari cerah di Washington DC. Louis Mino Dendanious, sedang bersantai seraya menonton televisi chanel bisnis. Dia mengamati sejenak perkembangan bisnis ekspor dan impor produk Amerika ke luar negeri sebagai salah satu acuan inovasi bisnis ke depan. Ditangannya terdapat teh hangat yang masih mengepul, ia seruput diam-diam seraya melirik ke arah samping; Irene sedang meletakan kepalanya di bahu Mino. Mereka terdiam, menikmati saat-saat kehingan namun juga begitu harmonis bagi dua orang. "You're so clingy." Entah apakah itu sebuah pernyataan atau sebuah ejekan, Irene hanya merespon dengan dengusan kecil. Wanita itu merangkul lengan Mino, mendongak kan kepala hingga bibirnya menyentuh kulit, mencium rahang Mino dengan penuh keintiman. "You don't like it?"Mino memberikan jawaban dengan sebelah alis yang terangkat. "What do you mean? Kau seperti bukan Irene-ku."Perempuan itu kini mengenakan pakaian tidur berbahan sutra putih, atasannya hanya menggunakan strip di bahu sebagai penopang pa
Marcus memutuskan untuk menetap sejenak. Irene merupakan wanita dengan personality yang tidak bisa Marcus bayangkan; terlihat dingin tapi juga hangat. Benar-benar tipe yang berbeda dari beberapa perempuan yang telah ia kencani selama ini. Entah mengapa, Marcus merasa ia dan Irene adalah teman lama yang berpisah dan kembali dipertemukan. Obrolan mereka juga selalu seru, sering sekali bertukar pikiran, dan juga bercanda. Tidak seperti kakaknya yang kaku. "Oh, lalu apa pekerjaan mu sekarang?" Perempuan dengan rambut dicepol itu menatap ke arah adik iparnya. "Membantu Mino di perusahaan?""Aku?" Marcus menunjuk dirinya sendiri seraya melirik sinis Mino, yang dibalas dengan tatapan jegah dari sang kakak. "Bekerja di bawah nya dan menjadi bawahan dia? Lebih baik jadi duta shampoo, oops."Irene terbahak, tertawa puas hingga terpingkal-pingkal. Ketawanya terlihat kencang namun tidak berisik. Mino menatap lama pada sosok perempuan yang berstatus sebagai istrinya tersebut. Ah, selama mereka
Mobil Mercy hitam E Class yang dikendarainoleh supir pribadi melaju dengab kecepatan konstan dari Washington menuju New York. Memang bukan perjalanan yang singkat, akan tetapi dengan adanya kendaraan pribadi bisa menghemat pengeluaran transportasi Ireneㅡlupakan kartu gold yang diberikan oleh Mino, selama Irene masih bisa menggunakan uangnya sendiri, dan selama kebutuhan itu tidak mendesak, Irene masih mampu menghidupi dirinya sendiri. Terutama ketika ia adalah seorang dokter. Lee merupakan ketua dari Beta, pria itu mengikuti Irene dan duduk di kursi samping supir, sementara Irene duduk di kursi penumpang. Di belakang mereka terdapat mobil Alphard yang mengikuti dari belakang; itu adalah mobil bodyguard bawahan Lee, hanya saja jumlahnya tidak fantastis, mungkin sekitar 5 sampai 6 bodyguard dikerahkan untuk menjaga Irene. "Lee, berikan makanan yang diplastik hitam untuk yang lainnya ya, aku masak kebanyaka tadi," ujar Irene. Perempuan itu menunjuk pada platik hitam yang posisinya muda
Mino sedang memeriksa ulang data di dalam PC kantor. Pria itu tidak sendiri tentunya, ada Albert yang menemaniㅡdia sedang duduk di salah satu sofa dengan beberapa dokumen kertas yang berserakan di atas meja. Terdapat kopi yang telah tertandas hingga setengah cangkir, dan dingin. Dalam keheningan yang memuakan, suara pintu terbuka menjadi trigger tersendiri. Mino dengan kesal membanting salah satu dokumen ke atas meja, "Blaire, sudah aku bilang berapa kali, aku sibuk, tidak mau diganggu!" Suara Mino keras, penuh emosi. Albert yang juga melihat ke arah pintu, tertegun. Pria dengan rambut hitam itu menelan saliva. "Mino," tegur Albert. Mino mengalihkan padangannya dari PC ke arah sang sahabat, sorot matanya dipenuhi dengan amarah, "What?" "Jadi, kau tidak mau diganggu oleh ku?" Tak lama kemudian alunan merdu menembus gendang telinga Mino. Pria dengan jas cokelat tua itu terdiam membeku. Matanya menatap ke arah Albert dengan penuh tanda tanya seolah ia sedang berhalusinasi, sebelum k
Di sisi lain, Irene yang masih terlelap terganggu oleh bunyi dering ponselnya sendiri. Perempuan itu mengeratkan selimutnya, tangannya meraih-raih ke nakas meja, sebelum mendapatkan ponselnya sendiri. Ia kemudian mengangkat telepon dengan suara serak, "Hello?" "Kenapa suara mu terdengar serak, Rene? Kau sakit?" Mendengar suara sahabatnya Irene terbelalak. Perempuan itu segera terbangung, tetapi kemudian rasa sakit menghantamnya dibagian bawah tubuh. Menarik napas banyak-banyak, ia bersumpah akan menendang Mino dan plmembatasi kegiatan bercinta mereka ke depannya! "Nope, aku baru bangun tidur." Berdekhem pelan, "Bagaimana Jennie, ada sesuatu?" "Ah ya, just want to inform you that My wedding day are two days to go." "Ah?" Sejenak, Irene melupakan segalanya. Lalu berteriak kencang, "Ya ampun, Jennie. Selamat! Finally you got what you wanted." Jennie tertawa kecil mendengar reaksi sahabatnya, "Yea, sure, thank you. Jangan lupa datang, okay?" "Tentu." Keduanya saling bertukar kabar
Mobil Roll Royace yang dikendarai langsung oleh Son telah sampai di sebuah manor bergaya eropa abad pertengahan. Rumah ini jelas berbeda daripada rumah orang Amerika kebanyakan. Jarak dari kantor menuju rumah ini cukup jauh, sehingga Mino tidak akan menyalahkan Irene apabila wanita itu terlelap dalam buaian mimpi. Jika diperhatikan, saat tertidur Irene masih terlihat cantik. Pria itu kemudian dengan perlahan membawa Irene ke dalam pangkuannya. Memeluk, sebelum membawanya dalam dekapan hangat Mino. "Tuan," panggil Son. "Kau bawa tas ku ke ruang kerja. Setelah itu, tolong panggil Eden ke sini. Sekalian panggilkan Lee juga." Son membungkuk kan badan. Matanya tidak berani memandang ke mana punggung Mino pergi. Pria itu dengan cekatan melakukan apa yang diperintahkan oleh atasannya. Mino membawa Irene ke lantai dua, di mana kamarnya berada. Pria itu dengan lembut meletakan Irene di atas ranjang, menarik selimut hingga menutupi leher. Setelah memastikan bahwa AC ruangannya menyala, bar
Keesokan harinya, Irene yang saat ini tidak memiliki pekerjaan sejak memutuskan untuk pindah, memutuskan untuk mengabari dokter Hans perihal kepindahannya dan berpamitan. Setelah itu, perempuan itu juga dengan telaten mengurus Mino dipagi hari yang tampak sibuk ke sana dan ke mari. Perempuan itu segera memasangkan dasi. "Sore nanti, aku akan pergi ke Los Angeles, sepupu ku menikah, dan aku harus menghadirinya." "Boleh aku ikut?" Irene jelas tahu ke mana Mino akan pergi. Bagaimanapun juga, ia dan Jennie adalah sahabat. Mereka tidak menyembunyikan apapun, kecuali fakta bahwa Irene menikah dengan Mino. Termasuk, Joshua, sepupu jauh MinoㅡIrene mengetahui tentang itu. "Tapi, kalau begitu kau akan kesepian di hotel?" Tertawa pelan, "Tidak kah sama saja, di hotel dan di rumah?" Mino mengangguk setuju, "Aku menyetujui. Baiklah, kau bersiap-siap dulu, Son yang akan menjemput mu dan aku akan menunggu di bandara, okay?" Irene mengangguk, memahami maksud dari instruksi suaminya. Perempuan it
Berita pernikahan putra sulung keluarga Dendanious, Lousi Mino Dendanious menyebar luas; berbagai awak media berbondong-bondong menjadikan berita ini sebagai headline majalah dan koran, sementara ada juga sebagian jurnalistik yang berdiam diri di depan mansion keluarga Dendanious demi mencari secuil beritaㅡterutama menyangkut hal berupa scandal akan lebih baik. Atau setidaknya mereka pikir seperti itu. Sebab, hingga tiga hari belakangan ini, Mansion keluarga Dendanious cenderung sepi dan hanya ada pelayan atau tukang kebun yang membersihkan halaman dibalik pagar yang menjulang tinggi. Para wartawan dan paparazzi ini sudah berkemah di sini. Dan tepat di saat mereka sudah putus asa, sebuah mobil Misserati terlihat mendekati pagar mansion keluarga Dendanious. Para wartawan ini segera menarik kamera dan mencoba melihat siapa yang datang. Ternyata itu adalah salah satu kerabat Mino, yang datang untuk melihat anggota keluarga baru Dendanious yang dinanti-nanti. "Tuan Dealton, bagaimana pe
Seperti dadu yang dilempar, hari terus bergulir, menggantikan hari-hari sebelumnya yang telah dilewati oleh manusia. Bedanya, jika dadu dilempar oleh manusia, maka hari tidak ditentukan oleh siapapun.Roda berputar, seperti putaran takdir yang tidak bisa diprediksi; kadang di atas, terkadang pula manusia merasakan rasa pedihnya berada di bawah. Semua itu, sungguh Tuhan-lah yang telah mengaturnya. Agar seluruh manusia mengetahui seberapa hebatnya Tuhan menciptakan takdir dan alam semestaㅡagar tidak melupakan bahwa setiap perbuatan selalu ada konsekuensi yang harus dijalani. Mulai dari pertemuan tak terduga, hingga sebuah perpisahan yang telah direncanakan. Mulai dari rasa cinta, hingga rasa benci yang teramat sangat menyesakan hati. Seperti sungai yang mengalir, adem, menghanyutkan, dan membawa berbagai macam emosi di dalamnya; kepedihan, kesenangan, dan kemarahanㅡair sungai terlihat tenang tapi begitu menghanyutkan. Hal ini sama dengan yang tua meninggalkan dunia, dan yang muda terla
Clarissa keluar dari rumah sakit dengan pandangan kosong. Perempuan itu menatap langit biru di atasnya, lalu mengembuskan napas lelah. Tidak heran beberapa minggu terakhir ini dia menjadi lebih cepat lelah, bawaannya ingin pulang ke rumah dan tidur dengan nyaman, belum lagi rasa mual yang cukup mengganggu. Siapa sangka dia akan mengalaminya secepat ini? Takdir terlalu kejam untuknya. Bagaimana dia harus berkata kepada kakaknya, Irene? Belum lagi kakak iparnya yang juga berteman dekat dengan sosok yang belakangan ini terus mengusik kehidupan tenang Clarissa? Terutama, bagaimana dia menjelaskan ini kepada ayahnya? Berbagai sekelumit pemikiran terus bermekaran dalam kepala. Seolah otaknya menolak berhenti untuk tidak berpikir belebihan. Belakangan ini, ayahnya, tuan Levebvè sangat membanggakan dirinya yang sudah berani mengambil langkah kecil untuk melihat sisi lain kehidupan sebagai pekerja kantoran di perusahaan en
Beberapa hari belakangan ini Clarissa merasa dia dilihat oleh banyak orang. Dalam artian pandangan yang menatapnya dengan pandangan menilai, menghakimi, hingga merendahkan. Sebenarnya ini bisa saja hanya sebuah perasaan semata, tapi hal ini semakin membuatnya yakin ketika ia hendak ke kamar mandi untuk memuntahkan rasa mual. "Kau dengar, tidak aku sangka ternyata dia masuk ke Music Blanc menggunakan jalur nepotisme," ujar salah seorang staff. Clarissa menahan rasa mualnya habis-habisan dan berdiri terdiam di depan kamar mandi seraya membekap mulutnya. "Ya, aku yakin dia tidak memiliki prestasi sedikitpun. Apa yang kau harapkan dari seorang anak konglomerat yang manja? Tidakah belakangan keluarga Levebvè juga terkena kasus penculikan?" Menggelengkan kepala, "Sungguh keluarga yang brutal.""Sshh," staff itu melirik ke kanan dan ke kiri, "Jaga ucapan mu, aku dengar bahwa putri keluarga Levebvè yang tersembunyi adalah istri dari CEO Mino, bahaya jika kau ketahuan." Mengangkat bahu acuh
Irene sedang menikmati afternoon tea nya ketika ia mendapatkan kabar dari Marcus tentang alasan sikap murung Clarissa belakangan ini. Sejenak, Irene terdiam. Dia pandangi sosok tampan sang suami yang juga sedang menatapnya dengan pandangan kebingungan. "Aku tidak tahu apapun, sungguh!" "Aku tidak mengatakan apapun." Irene bergumam lembut. Mengembuskan napas, "Albert memang seperti itu sejak dulu. Awalnya dia tidak terlalu into sex, tapi sejak masuk ke persusahaan, ada satu dua hal yang tampaknya membuat dia sering seperti itu." Mata Irene memincing, "Did you do the same?""I do the same," Mino segera melanjutkan, "Aku bersumpah hanya melakukannya beberapa kali untuk stress relief." Irene hanya terdiam. Dia sudah pernah memikirkan ini sebelumnya, tapi mendengar pengakuan ini secara langsung, rasanya sedikit ada yang mencubit dihati. Namun, mengingat kini Mino sudah menjadi miliknya, tampaknya dia mengkhawatirkan hal yang tidak perlu."Yeah, kita tidak perlu meributkan hal yang su
Mentari sudah terbit, sinarnya memasuki cela-cela ventilasi dan menembus tirai. Sayang sekali, mungkin karena mabuk dan terlalu sibuk dengan urusan ranjang, kedua orang yang masih berbaring di atas kasur tersebut lupa untuk menutup tirai jendela. Sehingga kini matahari langsung menyinari dan membangunkan salah satu di antara mereka. Clarissa adalah sosok yang pertama kali terbangun. Perempuan itu langsung menatap wajah tertidur Albert. Dengan tergasa, dia segera bangun dari tidurnya dengan wajah panik. "Akh." Sial, sial, sial! Clarissa ingin mencakar habis pria kurang ajar satu ini. Dalam hati berkata bagaimana bisa Mino berteman baik dengan sosok bejat seperti Albert? Mendengar pekikkan kecil dan suara tergesa, Albert juga bangun dari tidurnya. Pemandangan seperti ini sudah biasa dilihat. Namun, kali ini berbeda. Perempuan yang bersamannya sepanjang malam tampak sangat panik, dan terlihat mencari-cari sesuatu. "Mencari apa?" Suara serak khas bangun tidur membuat Clarissa membek
Clarissa tidak lagi mempedulikan. Perempuan itu segera memesan menu makanan yang ingin ia makan pada malam hari ini kepada bartender. "Do you think I can get closer to him?" Clarissa mengengkat bahu, "Tidak tahu, tergantung metode seperti apa yang ingin kau gunakan? Langsung menggoda, atau mau memasukan aphrodisiac?" Mata Viona melotot, tanpa sadar memukul pelan lengan rekannya, "Pikiran mu sungguh kotor."Wajah Clarissa mencerminkan tanda tanya besar. Di bagian mana dia kotor? Bukankah menggoda secara langsung dan memasukan aphrodisiac ke dalam minuman adalah metode yang biasa sering digunakan oleh banyak orang? Menganati wajah Viona yang memerah parah, Clarissa memutar bola matanya jengah. Jangan katakan ladanya bahwa Viona adalah gadis polos yang denial atas hal-hal kotor? Menghela napas, "Lalu, kau ingin dia menotis mu seperti apa?" Menundukan kepala, "Tidakkah aku cantik?" Clarissa seketika itu juga ingin sekali bernajak pulang. Siapa yang menyangka bahwa Viona merupakan g
Albert Ventagio, orang-orang selalu mengenalnya sebagai sosok ramah dan sopan. Ditambah dia adalab sekretaris sekaligus asisten pribadi seorang Louis Mino Dendanious, yang menjadikan lria itu lebih cekatan dari pada yang lainnya. Mungkin karena terinfeksi siklus kerja sahabatnya, Mino, terkadang Albert juga bisa lebih workholic daripada Mino sendiri. Sebagai sekretaris yang ditugaskan langsung dibawah Mino, dia terkadang juga menggantikan Mino dalam memimpin rapatㅡbaik secara lokal maupun rapat internasional, seperti yang sudah-sudah. Terkadang dia berada di luar negri karena utusan Mino yang kebetulan jadwalnya bertabrakan dengan jadwal meeting di luar. Sehingga mengutus Albert sebagai pengganti. Albert juga bukan berasal dari kalangan keluarga berada atau menengah ke bawah. Mendiang ayahnya adalah seorang dosen di salah satu universitas di Boston, sementara ibunya merupakan ibu rumah tangga yang memiliki pekerjaan harian sebagai penjual bungaㅡsekarang sudah memiliki toko dan membu
Clarissa hari ini sudah mulai masuk menjadi pekerja tetap di perusahaan Music Blanc sebagai public relation. Pekerjaan ini cenderung paling sibuk; setiap harinya harus memberikan press realise di website resmi perusahaan, promosi di akun media sosial yang telah tersedia. Hingga harus memberikan ide kreatif agar lebih menarik banyak peerhatian fans. Jumlah fans aktris, aktor, dan penyanyi di perusahaan ini banyak, hingga tidak heran apabila fans mereka juga menjadi fans perusahaan. Music Blanc digadang-gadang menjadi perusahaan entertainment dengan followers terbanyak diberbagai sosial media. Clarissa dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Perempuan itu tidak malu untuk memperkenalkan diria dan dari jurusan mana dia berasal. Namun, dia tidak membicarakan soal Marcus sebagai temannya, Mino sebagai kakak iparnya, dan merupakan anak bungsu keluarga Levebvè. Setidaknya, bagi Clarissa cukup tahu diri bahwa tidak semua orang bisa menikmati privilage seperti yang ia punya. Jadi