Masih dengan kebutuhan mengunyah, menikmati pelbagai sentuhan yang meledak. Moreau mengedarkan pandangan untuk menelusuri ke setiap sudut tempat. Percakapan antara Barbara dan Gloriya tampaknya tidak akan segera selesai. Dia tidak cukup tertarik sekadar mencari tahu, segera memindahkan perhatian pada sebentuk tubuh Abihirt di sana.
Pria itu tidak lagi berada di depan alat pemanggang. Kali ini terlalu sibuk memberi Chicao butiran pakan. Anjing peliharaan tersebut tampak menikmati, sementara tuan-nya seperti tidak menaruh minat pada makan malam sendiri. Kepulan asap sulur – sulur tampak bertabrakan di puncak udara. Masih panas, barangkali Abihirt menunggu supaya bisa menikmati ikan dan ayam panggang dengan tenang. Ntahlah, mungkin asumsi demikian tidak cukup tepat. Ada Froy yang perlu mereka pikirkan. Kenyataan bahwa pria itu berpamitan pergi—sebentar, menjadi sesuatu ... secara tidak langsung mengambang ganjil. Gloriya hanya mengatakan Froy harus menemui Lewi untuk satuSungguh tidak ada apa pun lagi yang Moreau pikirkan setelah tangannya meraih gelas kosong. Sedikit berubah pikiran tentang keinginan menengguk air hangat. Dia butuh cairan yang akan mengetat sampai ke tenggorokan demi mengisi ketegangan yang terjadi di halaman depan. Hanya perlu menumpahkan air separuh, kemudian menambahkan balok es ke dalam. Seperti ini akan terasa jauh lebih singkat. Sesekali, dengan rasa penasaran meledak bergantian, Moreau memastikan telapak tangannya menyentuh pintu lemari pendingin. Gloriya membiarkan sisa daging mentah sebagai candangan untuk hari berikutnya. Barangkali wanita itu berencana membuat sesuatu menggunakan bahan yang sama. Dia mungkin harus melibatkan diri. Satu tengukan terasa membanjiri rongga mulut diliputi badai hujan. Tidak kalah penting dari membiarkan dirinya diguyur habis oleh rintik – rintik berjantuhan, tetapi itu belum terjadi; tidak akan terjadi ... andai memiliki niat murni demikian. Moreau memilih duduk ketika mul
Moreau tanpa sadar menipiskan bibir menghadapi pernyataan Froy yang panjang dan bagaimana pria itu mengakhirinya dengan gantung. Dia tidak berpikir ada relativitas, jika sedang berada di posisi untuk menduga – duga. Tuduhan Froy mungkin memang benar, tetapi mengapa pria itu justru tampak memahami suatu hal yang sedang dan tidak disembunyikan? Apakah karena Froy juga terbiasa melakukan hal demikian? Sekarang Moreau ikut penasaran, walau dia bisa menebak dengan tepat. “Kau bicara seakan – akan kau tahu saat seseorang sedang berselingkuh atau tidak. Jangan – jangan karena kau terlalu berpengalaman, sehingga tidak sulit bagimu menyimpulkan hal konyol seperti itu? Abi ayah tiriku, dan kami tidak mungkin memiliki hubungan selain pernikahan ibuku yang menyatukan.” “Kenapa, Froy?” “Apa urusannya denganmu?” “Sudah kubilang, kita sudah tidak memiliki hubungan. Mengapa kau berusaha keras bersikap sebagai mantan yang baik? Atau karena saat kita berpacaran ... kau tidak pern
"Lepas, Froy. Aghh—”Moreau meringis sakit. Froy sengaja meninggalkan bekas gigitan kasar, terlalu dalam mungkin, hingga teriakannya menjadi tercekat. Menangis juga menjadi hal percuma. Dia tidak akan menunjukkan kelemahan di sini, di hadapan pria yang seperti kerasukan. Wajah Moreau segera berpaling ke samping ketika Froy berniat ingin mencium bibirnya. “Lepas!” Dia mendesis masih menghadapi tekad memberontak, walalu pria itu terlalu tahu cara melumpuhkan lawan. Tenaga mereka tidak sebanding dan bahkan karena Froy mengunci pergerakan kaki—Moreau tak bisa menyerang dari arah mana pun. Dia berharap seseorang datang membantunya. Berharap seseorang akan datang memberi bajingan kurang ajar saat ini, di sini, suatu pelajaran instan. Berharap semua muncul dan dapat menjadi pertimbangan besar. Froy sudah melewati batas ambisi tidak pasti. Terlalu berani. Gila. Namun, tidak cukup waras untuk segera sadar. Tindakannya bukan satu dari sekian cara menjadi lebih baik. Benar – ben
Cukup tak akan pernah menjadi cukup, karena Moreau telah menyaksikan sendiri bagaimana Abihirt telah kehilangan kendali. Dia tidak akan pernah sanggup menghentikan pria itu dari segenap cara berusaha menjadi penegah. Ayah sambungnya tetap konsen pada amarah, seolah hal tersebut adalah pengerat, dan akan menjadi perasaan menyakitkan ketika mencoba terbebas terhadap suatu desakan ketat. Hanya perlu sedikit bersyukur bahwa Roger datang tepat waktu bersama yang lainnya. Moreau tidak tahu lagi bagaimana dia akan memikirkan reaksi Barbara. Semua tampak kacau, sedikit mengerikan saat butuh usaha besar bagi Roger memisahkan Abihirt yang membabi buta. Memang ... setidaknya pria itu berhasil, tetapi ada penggambaran serius—tak terbaca—saat napas Abihirt menggebu; tidak dapat dihindari, seperti pendulum yang ditahan terlalu lama, dan berikutnya Roger harus menawarkan bantuan kepada Froy supaya segala rias kekacauan di wajah—yang nyaris kehilangan akal, dapat dibagi menjadi beberapa
“Mengapa Froy ingin menyentuh Moreau aku tidak bisa memahaminya. Tapi, bukankah kau bisa bicarakan ini baik – baik? Sebaliknya malah melakukan tindakan kasar seperti tadi. Bagaimanapun, Froy adalah keponakanmu.” “Aku sudah cukup memberinya ampun ketika dia berbuat kekacauan tadi pagi. Bukan berarti akan diam sampai dia melakukan hal tidak wajar. Justru karena Froy keponakanku, aku merasa harus memberinya pelajaran yang setimpal. Mengapa kau tidak tanyakan langsung kepadanya apa yang dia pikirkan dengan berusaha menyentuh Moreau?” Ketegangan di wajah Gloriya tidak akan bisa disangkakan lagi. Moreau tahu betapa wanita itu terkejut, barangkali masih berusaha menolak untuk percaya. Mungkin, di matanya Froy terlalu baik sehingga kesalahan sekecil apa pun, nyaris tidak pernah masuk ke dalam daftar peristiwa yang akan mereka hadapi. Atau, wanita itu jauh lebih didesak oleh satu kenyataan bahwa; kali pertama Abihirt berbicara panjang, seakan ingin benar – benar meledak andai ...
"Kita sudah membuat jadwal untuk berada di sini selama seminggu, Darling. Tidak bisa diubah begitu saja.” Sampai di kamar, Barbara segera menutup pintu menghadapi perasaan di mana dia tidak bersedia meninggalkan pedesaan lebih awal. Menunggu sekian hari terakhir untuk berada di sini sebagai kejutan. Ada hal yang telah direncanakan dan tak ingin menggagalkannya hanya karena kekacauan; tentang krisis kepercayaan Froy, maupun beberapa hal baru yang mengejutkan. Ya, setidaknya sedikit kesal karena Moreau berani membantah sesuatu yang telah menjadi keputusan usang. “Darling, aku bicara kepadamu.” Barbara menarik napas kasar selama menyaksikan bahu Abihirt tenggelam di balik pintu kamar mandi. Peringatan darurat di puncak kepalanya sedang menyala – nyala. Dia tak akan bisa menahan diri untuk tidak menyusul, meski sedikit tertahan ketika mendengar suara air keran menyerbu deras. Abihirt jelas sedang menyingkirkan bekas darah mengering di punggung tangannya. Mata Ba
Keinginan bernegosiasi tampaknya akan berakhir panjang. Tenggorokan Barbara terasa hampa. Dia mengerjap beberapa kali sampai puncak kepalanya akhirnya menemukan ujung penggambaran absurd. Mungkin Abihirt masih terbawa situasi, saat pria itu marah semua menjadi tidak jelas. Atau, sebentuk perasaan lain—menyergap berusaha memberitahukan sesuatu. Ada benarnya untuk mempertimbangkan kembali sikap aneh Froy, yang tidak akan bersikuku andai, memang tidak menghirup aroma ganjil dan bertebaran hanya di beberapa tempat. “Kau tahu, Abi. Sikapmu yang sepert ini membuatku memikirkan lagi sesuatu yang coba kulupakan. Kau tidak pernah akan membicarakan hal – hal tadi. Tapi barusan, semuanya terlihat sangat jelas.” Iris mata Barbara menatap suaminya serius. Dia mengerti Abihirt mendengarkan dengan sangat baik, sehingga pria itu menunggu ujung tenggorokan yang bergerak menyelesaikan sisa – sisa tertunda—barangkali sengaja membiarkan hening beberapa saat, baru kemudian bicara. “Apa
Seketika udara terasa dingin, mencekik, selagi Barbara menunggu Abihirt menambahkan jawaban signifikan. Iris kelabu itu tak terbaca, meskipun gerakan bibir suaminya perlahan menegaskan sesuatu. “Bukan kebiasaanku menilai seseorang cantik atau tidak. Kau salah jika berpikir aku seperti itu.” Ungkapan Abihirt tidak singkat, tetapi terlalu riskan jika Barbara tidak benar – benar memasukkannya ke dalam daftar serius. Dia bahkan hanya bisa diam membeku ketika pria itu berjalan pergi. Begitu saja. Menegaskan perdebatan mereka cukup sampai di sini—tak ingin mendengar sisanya. “Abi.” Tidak. Barbara tidak akan membiarkan semua menjadi suatugambaran mengancam pada hubungan mereka. Dia segera menyusul. Sesaat terpaku ... menyaksikan suaminya membawa bantal dan tampak ingin meninggalkan kamar. “Kau mau ke mana, Abi? Aku belum selesai!” “Tidur di sofa ruang tamu." “Kau sebegitu marahnya, ya, sampai ingin tidur di ruang tamu?” Barbara sedikit
“Nyonya, Tuan sedang tidak di rumah. Dan atas perintah spesifik dari beliau, Anda tidak diizinkan menginjakkan kaki di tempat ini.” Barbara segera menoleh saat Emma mulai bicara. Ada ketakutan di balik suara wanita paruh baya itu. Sesuatu jelas telah dipahami bahwa dia akan melakukan hal di luar kendali. “Siapa kau melarangku?” tanya Barbara sembari menatap wanita di hadapannya penuh penghinaan besar. “Saya hanya menjalankan tugas, Nyonya.” Emma segera menunduk. Betapa Barbara muak menghadapi saat – saat seperti ini. Dia sedang ingin melampiaskan banyak hal. Barangkali bukan gagasan buruk jika melakukan satu hal memuaskan di sini. Dengan sudut bibir berkedut sinis, Barbara kemudian berkata, “Tugasmu hanya membersihkan apa pun yang terlihat kotor. Oh—atau kau merasa sudah melakukan pekerjaan-mu, maka kau bisa menggoyang kaki dengan tenang? Mari kutunjukkan kepadamu apa yang perlu kau lakukan. Sekarang, ambil kunci gudang!” Pernyataan Barbara diakh
Terbangun dengan kondisi sekujur tubuh mengalami pemberatan murni, membuat Barbara meringis setiap kali dia berusaha melakukan gerakan lain; kelopak matanya mengerjap, sedikit diliputi usaha mengingat kali terakhir hal yang dihadapi, tetapi kemudian menyadari bahwa dia tidak berada di mana pun di kediaman Abihirt. Siapa yang membawanya pulang? Benak Barbara bertanya – tanya tak mengerti. Jelas waktu telah berlalu jauh dan dia banyak melewatkan kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka. Tidak apa – apa jika Abihirt ingin melampiaskan segala bentuk kemarahan kepadanya, asal pria itu tidak mengajukan satu hal yang benar – benar tidak Barbara inginkan. Napasnya memburu berat hanya dengan memikirkan hal tersebut. Jari – jari yang terasa gemetar berusaha menyisir helai rambut—terurai berserak di sekitar wajah. Berharap dia bisa segera bersiap. Sial. Sesuatu menghentikan Barbara ketika sorot matanya membidik satu titik di atas nakas. Semacam sebuah berkas yang
Sekarang ... ntah cambukan kali ke berapa. Barbara tidak bisa menghitung. Semua bentuk pemikiran di benaknya hancur berantakan. Krisis ketidakpercayaan terhadap sikap Abihirt sungguh memberi pengaruh besar. Dia merasa benar – benar telah memborong kebodohan, hingga yang tersisa adalah hasrat supaya tidak terjebak pada kondisi seperti ini. “Sakit, Abi,” Barbara mengeluh sarat nada begitu getir. Sebatas harapan agar Abihirt bersedia memberi ampun. Jika pria itu berpikir ini merupakan hukuman setimpal, hal tersebut sama sekali bukan keadilan. Dia berharap Moreau yang ada di sini. Menggantikan posisinya. Namun, apakah hal tersebut terdengar masuk akal? Abihirt terlihat mabuk kepayang kepada gadis itu. Dia tidak yakin. Barangkali telah melewatkan banyak hal. Bertanya – tanya ... mungkinkah? “Daripada menyiksaku di sini, mengapa kau tidak seret saja Moreau dan biarkan dia merasakan yang sama seperti yang kualami hari ini?” Tidak ingin diliputi pelbagai hal menggan
“Kau yakin ini akan berjalan baik – baik saja?” Masih sedikit usaha untuk meyakinkan diri. Barbara akhirnya hanya menghela napas ketika Abihirt mengangguk samar. Pria itu tidak akan mengatakan lebih banyak. Semua pilihan ada di tangannya; apakah dia masih ingin melakukan seks atau membiarkan hubungan mereka kembali regang. “Baiklah.” Barbara memutuskan untuk membuka blazer yang dia kenakan. Satu persatu pakaian telah dilucuti. Bukan masalah besar bertelanjang penuh di hadapan suaminya. Dia kemudian memberi Abihirt tatapan penuh bertanya. Menunggu apa yang akan pria itu lakukan. Tidak ada kata terucap. Sebaliknya, Abihirt merenggut dasi yang mengikat kerah kemeja pria itu. Langkah lebar suaminya tidak pernah luput dari perhatian Barbara. Dia menelan ludah kasar persis ketika Abihirt sudah menjulang tinggi di belakang. Semua menjadi gelap kali pertama Abihirt merekatkan bagian dasi untuk menutup di matanya. “Haruskah dengan pandangan tertutup, Ab
Kali pertama mendengar pernyataan Abihirt, kelopak mata Barbara mengerjap cepat. Hampir tidak menyangka tentang hal yang telah mereka lewatkan. Dia tahu suaminya jauh lebih sering menghabiskan waktu bersama Moreau—dan itu sungguh meninggalkan banyak kecemburuan tidak tertahankan. Cukup puas bahwa dia bisa melewati saat – saat di mana mengendalikan diri dari kebutuhan melampiaskan amarah. Sungguh, sampai mati pun, Barbara tidak akan menyerahkan Abihirt kepada Moreau. Dia tidak akan pernah mengalah. Kemenangan harus selalu berada di tangan. Persetan dengan mengorbankan yang lainnya. “Baiklah. Ke mana kau akan membawaku?” tanya Barbara sembari mengikuti langkah Abihirt menuju mobil. Mereka datang terpisah. Miliknya sendiri sedang terparkir di sisi halaman lain, tetapi mereka bisa mengatur situasi. Bukan masalah besar meminta Gabriel menyelesaikan tugas tertunda. Abihirt tidak mengatakan apa – apa sepanjang perjalanan, tetapi Barbara mengenali setiap detil tempat yang
“Pelacur kecil itu sudah tidak mau denganmu. Apa yang kau harapkan lagi darinya?” Sejak awal, tujuan Barbara adalah menghancurkan kehidupan Moreau dan membuat hubungan gadis itu bersama suaminya retak. Dia mengambil langkah yang tepat setelah meyakinkan Moreau bahwa Abihirt terlibat dalam keputusan ini. Tadi, betapa tatapan itu penuh luka. Moreau telah meninggalkan mereka. Sekarang konflik terhadap hubungan yang seharusnya baik – baik saja terus beterbangan. Paling tidak, Barbara cukup puas, walau segala sesuatu yang dia rencanakan tidak sepenuhnya lancar. Ada hasrat untuk membuat Moreau benar – benar mendapat pelajaran berharga. Dia ingin orang – orang melempari gadis itu dengan apa pun sebagai kemungkinan terburuk—anggap saja suatu penghinaan hebat. Sungguh, kemunculan Abihirt sangat tidak tepat. Mereka sedang dihadapkan badai tensi yang meningkat. Barbara tahu cepat atau lambat Abihirt akan menjadikannya target utama. Sial. Dia sama sekali tidak tahu kal
Barbara bertanggung jawab atas situasi yang sedang mereka hadapi, tetapi yang tidak Moreau mengerti; mengapa? Bukankah Abihirt juga terlibat? Apa lagi yang diinginkan sehingga pria itu bersikap seakan sedang didesak kebutuhan menuntut Barbara. Mungkin ibunya berusaha menjebak suami sendiri karena seharusnya mutahil bagi Abihirt bersedia membuka aib perselingkuhan ini? Yang juga akan mempengaruhi reputasi di masa mendatang. “Aku tahu kau datang untuk menghadiri program ulang tahun mendiang ibumu. Tapi, nanti. Setelah aku menyelesaikan pelacur kecil ini. Bukankah kau sendiri juga sudah setuju?” Sesuatu yang keras seperti berusaha mencecoki tenggorokan Moreau. Dia mengira masih ada sedikit harapan, tetapi reaksi Abihirt yang tampak tidak akan langsung menyangkal, seakan memberinya banyak petunjuk. Pria itu hanya ... melirik ke arah Gabriel, kemudian berkata, “Bubarkan tamu undangan.” Sudah cukup. Moreau merasa muak jika harus mempertahankan kepercayaan dalam dirinya k
“Jika ayahmu masih di sini, Moreau. Kurasa, dia akan mendapat serangan jantung mendadak karena menerima informasi seperti ini, bahwa putri kesayangannya, putri kecil yang selalu dimanjakan olehnya, sanggup menjual diri demi seorang pria beristri. Kurasa, arwahnya pun tidak akan tenang selama menyaksikan apa yang kau lakukan di muka bumi ini.” Sial. Belum ada satu pun hal sanggup Moreau katakan, tetapi kesalahan Barbara sangat tidak bisa dimengerti kali ketika wanita itu melibatkan ayahnya. “Jika ayahku masih ada di sini. Kau tidak akan mungkin menikahi lagi, Mom. Atau kau mungkin ingin bermain api di belakangnya, sama seperti yang kau lakukan di belakang Abi?” “Tutup mulut sialanmu!” Tamparan keras lainnya, membuat wajah Moreau benar – benar berpaling dengan kasar. Saraf – saraf di sekitar pipi terasa kebas. Dia membeku di tempat. Namun, semua yang dia katakan memang benar. Perselingkuhan ini tidak akan terjadi, andai wanita itu juga bisa menjaga diri dari h
Barbara tidak akan berhenti. Itu masalahnya. Betapa wanita itu tampak dilingkupi pelbagai antusiasme meluap – luap, seolah masih begitu banyak hal tidak terungkapkan, sementara Moreau merasa dia tidak akan bisa menerima peristiwa seperti ini lebih lama. Semua akan berakhir jauh lebih kacau, tetapi bagaimana dia bisa menghentikan ibunya terhadap kebutuhan untuk mengungkapkan kebenaran di hadapan banyak orang? Sikap konfrontasi dalam dirinya seketika menjadi tumpul. Tidak ada suara penyangkalan yang bisa digunakan sekadar tidak menjebak kondisi sendiri menjadi lebih rumit. Tidak dimungkiri, Moreau cukup takut menyaksikan begitu banyak tatapan kemarahan nyaris di seluruh penjuru gedung. “Kalian semua mungkin tidak percaya terhadap apa yang kukatakan di sini.” Lagi. Suara Barbara kembali mencuak ke permukaan. Senyum wanita itu tampak begitu puas; seperti telah memastikan kalau – kalau kemenangan sudah berada di tangan. “Aku punya bukti.” Kembali meneruskan. Waj