Kurang lebih seperti itu, seperti yang Samuel katakan dan Barbara hampir tidak bisa membayangkan bagaimana dia saat ini menghadapi Abihirt yang tiba – tiba diam cukup lama dan mendelik ke arahnya seolah sedang menahan sesuatu.
“Terlalu besar. Aku tidak bisa.” Napas Barbara tercekat dalam keputusasaan yang besar. Rasanya dia tak bisa terima mendapati Abihirt seakan ingin melanjutkan adegan makan setelah penolakan yang pria itu berikan. “Kau bisa membayar biaya sewa panda, tapi kenapa tidak mau berikan uang kepadaku?” “Sejauh yang kutahu, kau tidak berniat buka cabang. Tiga juta euro seperti tunjangan membayar hutang. Aku merasa kau berusaha membohongiku." Seketika ... perasaan Barbara berada pada lingkaran terburuk. Dia seperti terjebak, tetapi juga berusaha mencari jalan keluar. Mencoba membayangkan bahwa Abihirt hanya mengatakan hal tersebut secara asal. Suaminya begitu kontradiSelangkah, dua langkah, Moreau melewati undakan tangga dengan terburu, lalu berbelok ketikungan yang berlawanan arah dari kamar ibu dan ayah sambungnya. Gagang tembaga terasa licin ketika telapak tangan Moreau perlahan berpegangan erat di sana. Dia mendorong pintu secara perlahan diliputi firasat tertentu ... berusaha menyergap di antara puncak kebisingan yang hening—dan berdentum di kepala. Tidak tahu petunjuk seperti apa itu, Moreau harap dia tak berpikir terlalu jauh sekadar meyakini akan dihadapkan sesuatu yang besar. Bibirnya menipis tanpa sadar memastikan peristiwa nyaris tergantung di udara itu, segera dilakukan. Ya .... Moreau segera melenggang masuk. Tiba – tiba keberadaan Barbara secara mengejutkan seperti membawanya pada terapi kejut listrik, tetapi tanpa reaksi memuaskan. Dia setengah waspada menelusuri apa yang dilakukan wanita tersebut, dengan pintu lemari pakaian yang terbuka, dan sebentuk boneka panda kecil sedang berada di genggaman tangan.
“Model pria yang bersamamu Abi, kan?” Tepat seperti itu. Pada akhirnya ketakutan Moreau terjadi. Dia tahu ibunya tak bodoh untuk tidak mengenali bentuk lengan Abihirt, tetapi antisipasi sudah berada dalam rancangan utuh. Moreau menyadari ternyata dia akan belajar cara menjadi seperti ini. “Abi? Suami-mu?” tanyanya nyaris sengaja bersikap takjub. Percikan istimewa di benak Barbara perlu diyakinkan. Moreau sedang mencoba. Berharap tidak tersisip perjalanan rumit dan sesuatu yang mungkin akan terbakar mengenaskan. “Kau mengenal ibu-mu sendiri, Moreau.” Moreau menarik napas dalam, kemudian mengembuskan secara perlahan. “Itu sebabnya aku sedikit tak mengerti, kenapa kau membawa nama Abi di sini? Dia suami-mu. Seharusnya kau lebih mengenalnya, Mom,” ucapnya lambat. Sadar atau tidak, Barbara membuka bibir nyaris begitu samar. Suatu tindakan naluriah, barangkali. Moreau tidak bisa menebak dengan tepat apa yang sedang wanita itu pikirkan
“Bisakah serahkan kembali boneka itu kepadaku, Mom?” tanya Moreau sedikit hati – hati. Butuh terapis murni supaya mengetahui niat Barbara yang lainnya. Suatu kebiasaan yang tak dapat diubah terkadang menjadi permasalahan terbesar. Moreau harap kali ini dia tak menebak dengan tepat. Tidak ketika dia merasa berat hati menyaksikan Barbara merekatkan bulu – bulu boneka panda yang lembut pada sebelah wajah, bahkan bergiliran menyalurkan perasaan gemas di sana. “Mom, aku ingin kau letakkan kembali bonekaku ke tempatnya.” Moreau menyatakan sebuah hak serius, berpikir Barbara akan memahaminya, tetapi tidak. Wanita itu malah meninggalkan senyum dengan kesan mengerikan, yang secara khusus melibatkan kesan membujuk instan. Boneka panda tersebut akan berpindah kepemilikan. Sudah begitu jelas .... Moreau menggeleng tidak setuju. Dia ingin langsung merenggut. Hampir ... ya, pada akhirnya Barbara lebih dulu menyingkir. “Ini akan menj
Tidak tersirat satu pun perhatian, awalnya, sehingga Barbara menduga keputusannya tidak akan mempan ... tanpa pernah tahu bahwa reaksi murni Abihirt sebenarnya sudah begitu dekat, tetapi pengedalian diri yang baik menenggelamkan ekspresi ganjil dengan cepat. Darinya ... kepada Moreau. Sesuatu yang sama persis. Boneka panda itu menegaskan satu peristiwa telah dilewatkan cukup jauh. Mata kelabu Abihirt mendelik wajah Barbara tajam. Hanya perlu pertanyaan sederhana, maka dia bisa menemukan secuil petunjuk. “Kau dapat itu dari mana?” Kemudian Barbara terlihat berpikir untuk beberapa saat, sebelum wanita itu menemukan jawaban asal, membuat kecurigaan Abihirt terjerumus ketepian. “Pulang dari restoran tadi, aku tidak sengaja melihat boneka ini ada di etalase toko. Kau suka?” Abihirt nyaris menggeleng samar. “Mengapa kau pikir aku akan menyukai boneka?”
Tidak bisa tidur .... Momen tak diinginkan seperti inilah yang akhirnya membawa Moreau untuk merenung skeptis di dapur. Pelbagai macam pemikiran di puncak kepala menginginkan supaya dia terus terbujuk dalam situasi paling hening. Memperkirakan sedang sendirian, walau itu tak benar – benar dapat disimpulkan. Ada kepulan asap ... samar sekali berhamburan ke sekitar udara. Meninggalkan kesan tertentu, sehingga yang Moreau tahu; dia perlu menunggu, mengaduk lelehan cokelat panas lebih lama agar rasanya tidak membakar, seperti saat – saat Barbara merampas hak kepemilikan tunggal. Rasanya tidak ada yang jauh luar biasa menarik perhatian Moreau selain memikirkan selebar mana ketertarikan Barbara terhadap sesuatu, kepunyaan orang lain, untuk dikategorikan ke dalam kebutuhan berbagi. Dia tak akan menyangkal bahwa telah mempelajari ironi dari sikap ibunya. Barbara melampaui batas jika menganggap segala hal dapat berperan serta, seolah tidak ada yang subtansial sehin
Kedua alis Moreau bertaut, masih menghadapi situasi yang sama. Pertanyaan muncul secara absolut di benaknya mengenai kebutuhan Abihirt untuk merancap. Dia berusaha menyangkal, tetapi menyadari hal itu akan datang pada akhirnya. Apa pun yang terjadi di antara mereka selalu dimulai dari seks. Moreau langsung menahan napas setelah mendeteksi bagaimana Abihirt dengan tentatif mengatur wajah tepat begitu dekat. Dia pikir pria itu akan melakukan tindakan kurang ajar. Tidak. Tidak sesederha itu membayangkan seseorang coba menggapai suatu tujuan, yang bergantung pada hasil akhir. Justru Moreau mengakui tuduhan dari benaknya ternyata cukup serius. Harus ada sesuatu untuk disesali dan dia sedang berusaha tidak terpengaruh oleh kenyataan demikian. Perlu sedikit menjaga jarak, tepatnya saat suara serak dan dalam Abihirt ternyata akan membisikan sebuah pertanyaan tak terduga. “Mengapa kau biarkan boneka panda yang kuberikan tempo hari lalu ada di tan
“Aku belum mengantuk.” Sambil mengendalikan tekad dalam dirinya, Moreau segera mengetatkan genggaman tangan pada boneka panda—mengambil benda tersebut, kemudian melakukan kontak mata bersama Abihirt. Bukankah dia selalu tak memiliki perjalanan serius untuk mengambil keputusan? Bahkan Moreau selalu kebingungan menentukan jawaban, antara menolak menjadi pilihan terakhir atau terus berada di titik paling pinggir, hingga dia jatuh tergelincir dari jurang yang diciptakan sendiri, seperti tiba – tiba ayah sambungnya mengajukan pertanyaan sekadar memastikan. “Belum mengantuk?” “Ya, mungkin insomnia.” Moreau yakin dia tak salah menyerahkan jawaban, tetapi jeda beberapa saat antara mereka terasa melewati teriakan keras. Dia berjuang mencari petunjuk ketika Abihirt seperti sedang memikirkan sesuatu, berikut dengan tindakan mengejutkan tambahan. Moreau tidak menduga ternyata pria itu akan mengangkat tubuhnya, lagi, dan secara naluriah dia mengetatkan pelukan seb
Moreau terkesiap merasakan sapuan ringan di permukaan kulit dadanya. Dia menelan ludah kasar mendapati mata kelabu itu menjatuhkan perhatian serius pada belahan cantik yang terbentuk alami. Masih tersirat samar – samar bekas kemerahan dari hari sebelumnya. Moreau tidak berusaha memahami apakah Abihirt punya kebiasaan menciptakan sebuah karya seni dan menambahkan gairah untuk melengkapi, tetapi dia kembali merasa tegang menyadari ujung jari pria itu telah bergerak sekadar memisahkan pengait bra, lalu menyingkirkan satu – satunya penutup bagian atas secara perlahan. "Abi.” Moreau berusaha keras mengingatkan supaya mereka tidak melampaui batas, saat ini, di sini, meski yang sebenarnya terjadi hanya ... dia tak berdaya, tunduk, terdorong; membiarkan pria itu menindih tubuhnya sementara mulut Abihirt mulai menjejali beberapa bagian di permukaan leher. Lambat sekali semacam kebutuhan mencari ledakan dahsyat hingga wajah pria itu terangkat, menatap Moreau diliputi bibir yang mengkilap
“Ada apa dengan kenalanku?” pria itu bertanya lambat, seolah pemikiran di benak Moreau telah sampai, kemudian membuat Juan mempertimbangkan sesuatu yang terasa begitu tiba – tiba di antara mereka. “Kau tidak pernah membicarakan tentang kenalanmu. Aku curiga kalau yang ingin kau pertemukan kepadaku ternyata satu spesies denganmu.” Sambil mengedikkan bahu tak acuh, sekarang Moreau mendapati ekspresi wajah Juan penuh selidik ke arahnya. “Apa maksudmu bicara seperti itu? Spesies apa, huh?” Pria itu sedang menuntut, tetapi jelas tak benar – benar serius. Sesuatu yang membuat Moreau nyaman untuk berada di samping Juan. Akan selalu begitu. “Aku yakin kau mengerti maksudku, Juan ....” Demikian yang dia katakan dan segera menerima respons decakan keras dari Juan—pria itu bahkan merangkul lehernya erat. Nyaris membuat Moreau benar – benar menunduk. Dia tertawa saat berusaha melepaskan diri. Terlalu menikmati momen kebebasan seperti ini hingga tidak pernah menyadari bahwa
“Kulihat ... akhir – akhir ini kau seperti tidak ada semangat hidup, Amiga. Apa lagi? Kau bertengkar dengan ibumu atau berondong ibumu? Yang mana? Katakan saja, aku siap menjadi pendengar yang baik.” Demi Tuhan; rasanya Moreau tidak ingin meluapkan segala sesuatu di sini saat mereka baru saja menyelesaikan sesi latihan panjang. Dia lelah, terutama ketika harus menerima kenyataan palsu dan menyakitkan, tetapi Juan seakan tidak pernah tahu tempat untuk tidak melibatkan masalah serius yang bergemuruh di benaknya. Atau barangkali kesalahan memang murni berada di tangan Moreau. Dia yang tak bisa membedakan kapan harus memastikan dirinya tetap profesional dan tidak. Kemesraan Barbara tadi pagi .... Ntahlah .... Itu hanya sikap peduli tunggal, di mana ibunya seperti berusaha membujuk Abihirt supaya hubungan yang nyaris melampaui regang, dapat dipulihkan sebagaimana mestinya. Moreau tidak pernah berharap bahwa keretakkan itu akan semakin parah atau hal – hal r
“Aku tahu kau mungkin ingin membuat ibuku membayar apa yang sudah dia lakukan di belakangmu. Tapi ada satu hal yang membuatku tidak mengerti. Kau muda. Kaya. Bisa mencari wanita lain di luar sana. Mengapa harus aku? Mengapa harus seseorang yang terikat bersama ibuku? Kau tahu itu akan sangat – sangat menyakitinya. Kita bahkan hampir melakukannya sekali, walau mungkin saat ini ... aku belum terlalu yakin bahwa ibuku akan percaya begitu saja ....” Ada jeda beberapa saat ketika tiba – tiba Moreau memutuskan untuk menimbang. Nyaris tak pernah sadar bahwa jemari tangannya telah menggenggam di lengan Abihirt—tidak cukup erat, tetapi dapat memberi dampak bahwa jemari yang panjang telah menancap sedikit dalam. “Katakan ... mengapa harus aku?” dia melanjutkan dan sama sekali tidak memungkiri bahwa suaranya nyaris terdengar parau. Ada ketakutan tersemat, sekaligus sulit menjabarkan bagaimana rasanya terjebak pada sesuatu yang salah seperti ini. “Aku menidurimu tanpa pernah t
"Aku menyukaimu."Kemudian pernyataan Abihirt terdengar seperti satu pengakuan yang sulit diterima. Satu hal yang begitu terlarang. Itu tidak seharusnya. Mereka sudah sepakat, meski Moreau juga tak sanggup memungkiri bahwa perasaan kepada ayah sambungnya adalah bagian yang tak dapat diakhiri begitu saja. “Kau hanya menyukaiku?” Sial. Moreau tidak tahu mengapa dia mengajukan pertanyaan tersebut. Seperti hanya ingin menguji kejujuran Abi. Hanya menyukai .... Pantaskah dia berharap sesuatu yang lebih? “Aku mencintaimu.” Reaksi murni ... kali pertama membuat tubuh Moreau menjadi tegang ketika pria itu kembali meneruskan. Tidak menyangka jika Abihirt akan mengatakan sesuatu yang sebenarnya dia inginkan. Mencintainya .... Apa yang sekarang dapat dia katakan? Bagaimana dengan batasan penting yang tak boleh mereka lupakan? Dia harus ingat bahwa Abihirt masih suami ibunya. Barbara tidak pergi ke mana pun. Tidak akan pergi ke mana pun. Masi
“Aku tidak akan pergi.” Pernyataan Abihirt terdengar semacam keputusan paling fatal. Menuntut sesuatu dalam diri Moreau supaya tidak menunjukkan reaksi signifikan. Dia ingin tenang menghadapi ayah sambungnya. Perlahan, segera memindahkan iris mata secara gelisah hanya untuk mempelajari sesuatu yang selalu tersembunyi di balik ekspresi tenang pria itu. “Tapi—“ Tiba – tiba Abihirt mendorongnya jatuh telentang di atas ranjang. Cara pria itu terburu, seakan ingin melahap Moreau hidup – hidup andai tidak ada desakan di sana yang coba dikendalikan. Tidak sanggup menahan lebih lama. Bibir pria itu segera merampas mulutnya dengan cara yang kasar. Mungkin akan sedikit lebih brutal saat Moreau tidak berusaha menunjukkan reaksi setimpal. Dia melenguh samar ketika Abihirt menekan kedua pergelangannya di puncak kepala. Gigitan sensitif dari pria itu secara naluriah membuat dia membuka bibir samar. Lidah basah Abihirt langsung melesak masuk, seperti tidak pernah ingin me
“Kau sedang belajar menjadi intel rahasia?” Suara serak dan dalam Abihirt menyerupai bisikan berbahaya ketika pria itu mendekatkan wajah ke arahnya. Hampir membuat dentuman keras di jantung Moreau seakan ingin melompat keluar. Dia menelan ludah kasar sembari menyentuh dada ayah sambungnya. “Tidak juga. Aku hanya ingin tahu kalau ternyata kau dan ibuku kembali bertengkar,” ucap Moreau sedikit menghindari kontak mata. Dia memalingkan wajah, tetapi tidak lupa menikmati aroma tubuh ayah sambungnya yang terendus pekat. Pria itu menggeram sesaat, kemudian berkata, “Jangan membahasnya di sini.” Seolah memang sedang diliputi keengganan, sehingga sisa hal yang Moreau dapat dari Abihirt adalah pria itu sedikit menghindar. “Baiklah. Sekarang katakan, mengapa kau ada di sini?” Dia tak ingin melewatkan waktu lebih banyak hanya melalui situasi seperti ini. Situasi yang terlalu berbahaya ketika jatuh di pelukan ayah sambungnya bukanlah sesuatu yang sulit dilakukan. “
“Lain kali jangan mengendap seperti perampok,” dia berkata sedikit dengan usaha menyingkirkan sikap canggung di hadapan ayah sambungnya. Abihirt terlihat santai, tetapi pria itu jelas tidak bisa menyembunyikan keretakkan bersama Barbara. Tidak. Sebenarnya suami ibunya terlalu mahir. Moreau hanya beruntung ketika Caroline membocorkan beberapa hal di antara mereka, sehingga itu terlihat sedikit lebih mudah daripada terus menebak sesuatu yang tak akan pernah terungkap ke permukaan. “Kau ke mana saja?” Tidak ada tanggapan. Cukup mendesak Moreau supaya memulai pembicaraan yang terlalu hening. Sejujurnya dia tak begitu nyaman harus terperangkap berdua saja bersama Abihirt saat motivasi pria itu masih membentuk gumpalan yang samar. “Pulang ke rumahku.” Namun, ayah sambungnya mengatakan begitu saja, seolah Moreau tidak butuh informasi lebih penting. Padahal, dia terlalu haus untuk menghadapi sesuatu yang masih terasa gersang di puncak kepalanya. Hanya tidak in
Tanpa sadar Moreau mengetatkan jari – jari tangan pada selimut tebal yang menutup nyaris seluruh bagian tubuhnya. Derap samar seseorang—berhenti sebagai jeda tertahan, terlalu lantang di tengah situasi seperti ini. Pada saat – saat malam terlalu pekat, tetapi dia masih belum memutuskan untuk terlelap. Sekarang, seseorang seperti melanjutkan tindakan tertunda sekadar melangkah lebih dekat ke arah ranjang. Moreau segera menelan ludah kasar. Dia tak ingin disergap oleh pelbagai kesimpulan tidak tepat. Informasi dari Caroline sudah cukup jelas ... bahwa Abihirt tidak sedang di rumah. Mustahil jika tiba – tiba Moreau akan mendapati ayah sambungnya diam – diam mengendap masuk ke dalam kamar. Apakah Barbara? Namun, sungkar dimengerti jika wanita itu memiliki motivasi tertentu untuk mencapai sesuatu yang juga tidak terpikirkan di benaknya. Masih bertanya – tanya apa yang perlu dilakukan sebagai bentuk pelampiasan terhadap prospek mencengkeram seperti ini. Moreau tak ingin t
“Bagaimana kau bisa katakan itu, Caroline? Maksudku, bagaimana kau bisa merasa sangat mengenalnya? Abi bukan orang yang mudah ditebak. Segala sesuatu yang ayah sambungku pikirkan terkadang benar – benar tidak terlintas di pikiran kita.” Ada jeda beberapa saat. Sangat disayangkan kalau – kalau Caroline tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Hanya tersenyum tipis dan perlahan menarik sentuhan di tangan Moreau demi tidak melampaui batas. Dia tak ingin bersikap lancang terhadap putri sang majikan. “Tuan Abi menyukai hewan. Mungkin itulah yang membuat saya merasa sangat mengenalnya.” Ya .... Itu terdengar cukup masuk akal. Moreau tidak akan memikirkan sesuatu terlalu jauh ketika di satu sisi lainnya ada satu prospek yang terasa begitu dekat. Terhadap pernyataan Caroline, artinya dapat dipastikan jika Abihirt tidak melakukan apa pun bersama Barbara seperti yang dia pikirkan. Moreau menuduh terlalu cepat. Cemburu tanpa pernah berusaha mengulik sesuatu lebih la