“Siapa yang melakukan ini?”
Sekali lagi, dapat disebut untuk pertama kali, akhirnya Barbara mengatakan satu hal. Bicara diliputi suara menahan amarah, nyaris bergetar, tetapi Moreau memahami betapa wanita itu berusaha menyesuaikan diri. Berusaha agar tidak meledak, terutama mereka sedang memiliki tamu. Kegugupan Moreau bertambah serius ketika dia harus mengamati kemunculan John yang sepertinya telah diburu. Suami Lauren mungkin mendengar suara menggelengar, mencari sumbernya, kemudian berhenti di sana. “Maaf, Nyonya, saya—saya—“ “Maaf, Mom. Aku sedang mengejar Troyas dan tidak sengaja menyenggolnya.” Moreau mendeteksi Caroline akan mengajukan diri, mengakui sesuatu yang sebenarnya tidak seutuhnya wanita itu lakukan. Dia juga mengambil andil. Andai, tidak mengeja“Apa yang mau kau lakukan, Mom?” Moreau bertanya sarat nada waspada. Satu benda lain di tangan Barbara menegaskan sesuatu. Gunting. Dia tahu ini akan menjadi hal brutal dari keputusan yang akan datang. Jaket cokelat berbulu di genggaman Barbara jelas bukanlah prospek bagus di sana. Moreau belum sempat menemukan cara menghentikan, tetapi wanita itu telah melakukan tindakan secara sengaja. Mencabik – cabik kain di hadapannya—bahkan luar biasa menikmati suara sasak gunting di sekitar mereka. “Mom!” Moreau ingin bertindak, tetapi pada akhirnya tindakan Abihirt selalu lebih cepat dari naluri yang dia miliki. “Apa yang kau lakukan?!” Tangan besar itu turut menggenggam jaket berbulu yang sama. Tubuh jangkung Abihir
Pedih, kebas, bercampur dalam reaksi pertama yang dapat Moreau rasakan. Dia memegangi wajahnya seraya hati – hati menatap sesuatu masih tertinggal di tangan wanita itu. Tidak ada lagi yang Moreau katakan. Matanya memanas, tetapi juga didesak kebutuhan merenggut jaket yang telah dilubangi di sana. Biarkan wanita itu terkejut. Moreau langsung melangkahkan kaki, menyiapkan pilihan untuk meninggalkan Barbara di sana, walau kemudian dia akan mendapati Abihirt bicara. “Aku tidak merasa kau perlu melakukan ini, Barbara. Tindakanmu berlebihan.” “Aku hanya memberinya pelajaran supaya lain kali Moreau bisa menjaga suaranya di depanku.” “Kau merusak jaket dari ayahnya.” “Itu kulakukan untuk membalas guci kesayanganku yang pecah.” Dalam sekejap Moreau menelan ludah kasar mendeteksi wajah Abihirt yang langsung menatap Caroline tajam. Dia masih di sana, secara naluriah berhenti sekadar mengetahui yang tersisa. Pria itu tentu menuntut tanpa upaya membocorkan yang sebenarnya, walau Carolin
“Maafkan saya atas kekacauan yang terjadi, Nona. Anda tidak harus melakukan ini demi melindungi saya. Jika saya dipecat, mungkin itu yang memang seharusnya saya terima. Bukan Anda. Bukan barang – barang Anda yang diambil dan dirusak.” Moreau tidak pernah mengira Caroline akan segera menyusul setelah wanita itu menyelesaikan serpihan guci yang berhamburan. Dia memang tak menatap ke wajah Caroline, tetapi rasa bersalah di balik suara wanita itu begitu pasti. Ini tidak benar. Kekacauan bermula karena dia mengejar Troyas. Kalau saja, Moreau tidak cukup antusias mengajak Troyas bermain – main. Peristiwa mengejutkan itu tidak akan pernah terjadi. Guci Barbara tidak akan akan tersikuk, jatuh, pecah, berantakan, dan terpenting ... Moreau tidak akan mendapati jaket pemberian ayahnya menjadi sasaran, tidak berdaya, bolong di satu titik dengan—baginya—mengenaskan. “Tidak apa – apa, Caroline. Aku tidak menyalahkanmu, tapi bisakah tinggalkan aku sendiri? Aku sedang tid
“Kebiasaanmu, Amiga. Selalu tidak hati – hati.” Pernyataan Juan seperti dengan sengaja diucapkan supaya Anitta tidak pernah melepas perhatian dari luka gores di kaki Moreau. Sesuatu terjadi di luar kendali. Dia terlalu memikirkan bagaimana cara meminta izin setengah hari demi menyanggupi ucapan Abihirt tadi pagi, dan barusan ... secara tak terduga, Moreau menjatuhkan tubuh dan terempas beberapa meter dari lapisan es. Tidak sepenuhnya menjadi kendala. Sesuatu tak harus dibesar – besarkan. Mereka menghadapi sedikit keuntungan mengenai jam istirahat. Untuk saat ini, Moreau dapat mengambil jeda beberapa saat, sementara Juan perlu membantunya membersihkan sisa darah mengering, yang sesekali akan membuat Moreau menghindar ketika rasa sakit menyerang, seolah memakan saraf sensitif di tubuhnya. Dia menahan tangan Juan. Berharap pria itu sedikit prihatin, tetapi krisis dalam diri Juan seperti menyimpan gairah
“Moreau jatuh dan tergelincir di atas es, Mr. Lincoln. Aku tidak tahu harus menyebutnya putri sambungmu atau pacarmu, tapi dia tidak pernah hati – hati belakangan ini. Pelatih kami baru saja memarahinya. Itulah yang terjadi.” Sialan Juan. Sepertinya pria itu ingin membuat mulutnya jatuh berhamburan. Terlalu gamblang menyatakan kebingungan mereka di gedung latihan. Moreau mendelik tajam. Rasanya dia ingin memberi Juan peringatan, supaya pria itu mengerti, dan tidak lagi mencampuri urusan yang diminati. Bagaimanapun, tindakan paling mencolok di antara mereka adalah Abihirt yang mengulurkan tangan. Sesaat memberi Moreau keraguan sekadar menyambut. Dia diam untuk waktu yang lama. walau pada akhirnya tersaruk saat melangkah lebih dekat. Satu tindakan murni sedikit meninggalkan kesan gugup. Moreau tidak mengatakan apa – apa merasakan sentuhan lembut Abihirt di pinggulnya. Dia menatap Juan singka
Sejak menginjakkan kaki di sebuah studio. Moreau tidak pernah meninggalkan perhatian dari beberapa pakaian tergantung di tiang dan pelbagai perangkat yang tersudut di mana pun ketika seorang pria menuntunnya bersama Abihirt untuk melewati beberapa ruang. Mereka akan diperkenalkan langsung kepada pemilik studio, atau sebenarnya bukan: Abihirt tentu tidak terlibat. Hanya Moreau, karena pria itu jelas sudah mengetahui siapa yang akan ditemuinya. Secuil informasi yang menyiram di puncak kepala, sedikit memberi Moreau penegasan bahwa 'mungkin' Abihirt terlalu berani melakukan tindakan menentang. Dia tidak tahu apa yang sedang pria itu pikirkan, tetapi seharusnya tidak membiarkan mereka terhubung bersama satu orang terlarang. “Jadi kau tahu Mrs. Smift adalah saingan ibuku di dunia kerja. Mengapa masih membawaku ke tempat ini?” Moreau memutuskan untuk bertanya saat m
“Bisa kau ceritakan lebih spesifik bantuan seperti apa yang kau butuhkan?” Bahu Moreau mendadak tegang mendapati mata kelabu itu menatap ke arahnya. Tindakan tiba – tiba yang hampir melumpuhkan separuh ingatan. Dia mengerjap, kemudian mengulurkan jaket dalam genggaman tangan. Mereka sudah mempersiapkan untuk masalah ini, seharusnya tidak akan menjadi masalah ketika Mrs. Smift seolah baru saja menyadari kehadiran yang lainnya. “Kau bukankah putri Barbara?” Satu pertanyaan gamblang yang hampir membuat Moreau tergugu. Dia menatap ayah sambungnya dan Mrs. Smift bergantian, berusaha keras mempertahankan ekspresi tenang di wajah. “Ya, Mrs. Smift. Senang bertemu denganmu.” Itu diucapkan nyaris diliputi nada gugup. Moreau masih belum mengerti apa yang sedang Mrs. S
Beberapa orang sedang melakukan persiapan di ruang penuh tirai menjuntai. Sayup – sayup yang Moreau tahu; akan ada pemotretan hari ini. Model sedang dalam perjalanan, kemudian nanti, setelah proses selesai, mereka akan memulai. Tidak dimungkiri bahwa dia sedikit tertarik untuk mengamati lebih banyak. Terkadang akan diam – diam mengintip di kejauhan. Bertanya, bagaimana rupa, dan sudahkah sang model sampai di tempat tujuan? Moreau sedikit tidak sabar. Cukup penasaran. Mungkinkah akan menyenangkan menjadi seorang model pakaian? Barangkali seperti itu. Akan ada pelbagai ragam jahitan kain, apa pun, yang dia mau coba – coba kenakan, lalu berdiri di depan kamera untuk diabadikan di gambar digital, atau jika dicetak pada sampul majalah ... juga tidak terdengar terlalu buruk. Moreau mendengkus samar. Dia menciptakan pemikiran yang terlalu melampaui, sementara naluri-nya mungkin akan berkata tidak. Sesuatu yang tak dimulai den
Moreau tidak memiliki banyak kesiapan ketika tiba – tiba dia harus mendapati ibunya membuka pintu kamar, kemudian langkah wanita itu terdengar kasar mendekati kaki ranjang. Makan malam baru selesai dan dia akui bahwa memang tuntutan untuk tidak terlibat merupakan kebutuhan terpenting pada saat – saat tertentu. Moreau sungguh tidak pernah menduga bahwa ibunya akan muncul sepaket dengan nampan tergenggam erat di tangan. Ekspresi wajah wanita itu datar usai meletakkan benda tersebut di atas nakas. Hanya mengambil beberapa langkah mundur ke belakang, kemudian Barbara melipat tangan di depan dada. “Caroline bilang kau tidak mau turun ikut makan bersama. Jadi, kubawakan makan malam untukmu.” Kali pertama bicara, suara wanita itu terdengar sinis. Moreau tidak tahu apa yang mempengaruhi suasana hati ibunya, sehingga dia merasakan dampak sebagai seseorang paling dekat untuk saat ini. Bertanya – tanya apakah ini berkaitan langsung tentang kecurigaan Barbara yang mungkin belum
Semua harus dilakukan dengan hati – hati. Barbara tidak ingin mengambil risiko. Dia akan mempertimbangkan andai Abihirt mau bekerja sama. “Sedang kupikirkan.” Tidak ada kepastian dari jawaban singkat suaminya. Barbara harap dia tidak mencelupkan diri ke dalam kesalahan besar ketika memutuskan untuk ... perlahan menarik napas kemudian mengembuskan secara kasar. “Itu punya Samuel,” ucapnya, cukup tak berani menatap ke wajah Abihirt. Ya, memalingkan wajah ke dinding kamar menjadi keputusan terbaik. Barbara akan menunggu. Beberapa saat lebih lama tidak apa – apa. Dia memejam sebentar. Mencoba menghitung dalam hati. Namun, sepertinya keterdiaman Abihirt sudah melampaui batas. Dia tidak akan pernah tahu apa pun, jika menempatkan dirinya pada ancaman berbahaya. Akhirnya ... setengah enggan, Barbara menjatuhkan perhatian di wajah pria itu. Tatapan dingin seperti akan membuatnya menjadi kepingan membeku. Apa yang sedang Abihirt pikirkan? Dia mungkin bisa menduga – duga te
“Hanya berjalan keluar sebentar.” Abihirt tetap tenang saat sorot mata Barbara menyerupai kilatan menyambar. Wanita itu bahkan tidak tahu betapa ini akan lebih buruk dari perdebatan yang pernah mereka hadapi. Tidak perlu terburu – buru mengeksekusi satu bagian yang berada tepat di depan mata. Satu langkah mendekat, Abihirt benar – benar menyingkirkan sisa jarak membatas. Barbara terlihat menunjukkan sikap waspada. Kedua tangan wanita itu masih terikat di kepala ranjang. Samar sekali sudut bibir Abihirt berkedut. Membiarkan wajah mereka perlahan mendekat. Napas Barbara mulai memberat, semacam suatu petanda bahwa ini akan segera dimulai. Abihirt memberi kecupan samar di sudut bibir wanita itu. Keterkejutan bukan sesuatu yang sepenuhnya dapat digerakkan dengan baik. “Hanya untuk menunggumu benar – benar siap. Bukan karena ada sesuatu yang sedang kusembunyikan,” dia berbisik lambat sekadar memberi Barbara kepastian. Nyaris memberi wanita itu sentuhan bibir yang leb
Tidak terlalu lama sebenarnya, tetapi Barbara tidak menyukai saat – saat dia harus dibuat begitu penasaran terhadap sesuatu yang tidak berusaha Abihirt ungkapkan secara gamblang. Rasanya seperti membiarkan dirinya terpanggang di dalam oven, sementara pria itu pergi berkeliling ke suatu tempat untuk kemudian muncul kembali tanpa peringatan. Hanya suara ranjang berderak dan membuat Barbara berusaha menahan separuh kekesalan yang bertumpuk di benaknya. Dia tidak ingin lepas begitu saja. Mereka sudah cukup puas bertengkar semalam. Meski tidak dimungkiri bahwa cara Abihirt meninggalkannya dengan situasi seperti ini menyerahkan begitu banyak gambaran tidak masuk akal. Dorongan implusif seakan memberi tahu agar dia dapat berpikir lebih jernih untuk mencurigai suaminya. “Kau dari mana saja?” tanya Barbara setelah merasakan betapa jarak antara dia dan bagaimana Abihirt sudah begitu dekat, lalu membuka ikatan dasi di yang menutup di matanya. Aroma maskulin—khas dari tubuh pria it
Moreau mendengar segala sesuatu di sana. Suara tautan bibir; perintah Abihirt; dan bagaimana Barbara kemudian bersuara. Semuanya merupakan prospek yang jelas memberi dia petunjuk tentang apa yang telah terjadi di atas kepalanya saat ini, di mana ranjang sesekali terdengar berderak dan .... Ya, cukup sakit membayangkan Abihirt saat ini sedang mencumbu Barbara; memberi wanita itu kepuasan—apa pun, yang berkaitan dengan kebutuhan meluapkan hasrat bersama. Sementara dia harus bersembunyi seperti seseorang yang baru saja memborong kebodohan. Hanya berharap tidak pernah ketahuan. Berharap dengan bersembunyi bisa menghindari masalah lebih besar. Mungkin terlalu naif jika dia masih mendambakan pertolongan secepatnya. Tidak ada yang tahan untuk berada di sini lebih lama; ditumbuk oleh pelbagai kenyataan paling getir bahwa betapa pun dia terjebak pada situasi yang tak dapat dikendalikan, itu masih tergolong ke dalam keputusan paling salah. Seharusnya tidak membiarkan Abihirt menye
“Apa yang ingin kau lakukan, Abi?” tanya Barbara dengan kewaspadaan merangkak cepat ke permukaan. Dia berusaha beringsut mundur saat mengetahui suaminya telah mencondongkan tubuh dan menepis sisa jarak di antara mereka. Wajah pria itu benar – benar mendekat. Sesuatu yang menyebarkan beberapa tanda tanya besar. Barbara harus menghadapi desakan tak terduga di mana Abihirt telah merampas bibirnya dengan begitu terburu. Dia masih cukup terkejut, tetapi segera mengendalikan diri untuk mengimbangi apa pun yang terasa masih sangat mendadak. Sedikit senyum di balik ciuman mereka—Barbara tidak akan bersikap terancam andai dia tahu inilah yang kemudian Abihirt lakukan. Paling tidak, bukan lagi tentang kemarahan, perdebatan semalam dan hal – hal yang terasa menjengkelkan. Hanya kemudian Barbara terkesiap ketika tangan Abihirt mendorongnya kasar supaya beringsut ke belakang. Pria tersebut ingin dia bersandar di kepala ranjang, maka itulah yang dia lakukan. “Kau benar – be
Napas Barbara berembus kasar kali pertama mendapati suaminya sudah ada di kamar. Dia masih menyentuh gagang pintu dan segera menutup kamar dengan rapat. Posisi Abihirt persis begitu tenang duduk di pinggir ranjang. Kedua tangan pria itu berpangku pada kaki yang menapak di lantai, bentuk posisi yang tampak benar – benar tidak memberi banyak pengaruh, walau Barbara harus mengakui bahwa suaminya perlu sedikit membungkuk sembari melakukan kontak mata berdua. Rasanya sudah cukup—semalam mereka menghadapi pertengkaran hebat dan berakhir dengan Abihirt meninggalkan pelbagai ketakutan di benaknya. Barbara sudah begitu khawatir ketika pria itu tidak memberi kabar. Dia hampir tidak tidur semalam, tetapi tidak dimungkiri bahwa urusan kantor tidak bisa ditinggal hanya karena butuh terlelap lebih lama, meski kebutuhan tersebut seakan telah lenyap tak bersisa. Mungkin ini saatnya. Setiap detil bagian dari tindakan Abihirt tidak luput dari perhatian Barbara, termasuk saat dia harus
“Kau lihat saja, aku akan memotong penismu jika sampai ibuku mengetahui bekas yang kau tinggalkan.” Moreau tidak benar – benar mengancam, tetapi dia yakin itu akan cukup menunjukkan betapa dia merasa kesal kepada ayah sambungnya. Kedutan samar di sudut bibir Abihirt memperlihatkan respons signifikan bahwa sebenarnya pria itu sedikit terhibur oleh sesuatu yang mungkin membuat ketegangan mereka selama beberapa hari meluap begitu saja. “Kau akan membawa pakaian kering ini ke kamarku?" Hanya kebetulan hening berusaha mengambil tempat dan tiba – tiba sayup suara Barbara menyelinap di sekitar udara. Dapat dipastikan wanita itu sedang berbicara kepada Caroline. Barangkali secara kebetulan mereka bertemu di lorong lantai dua, tetapi bagian tersebut adalah petunjuk bahwa Barbara akan segera menginjakkan kaki ke kamar; tidak perlu mengetuk sekadar beranjak masuk masuk; cukup dengan menekan gagang pintu andai Abihirt lupa mengunci dari dalam. Dia tak benar – benar mengamat
“Kalau bukan apa – apa, kau tidak akan bersikap berlebih setelah mendengar penjelasanku.” Tidak ingin menyerah, Moreau mengatakan penyangkalan dalam dirinya begitu saja. Itu adalah reaksi murni yang sungguh tidak dia inginkan, jika pada akhirnya akan cukup mengerikan mendapati iris kelabu Abihirt secara mendadak menyerupai ujung pedang yang tajam. Sorot mata pria itu terlalu kelam. Dia hampir lupa bagaimana tetap berpegangan ketika hampir terhanyut dan terombang ambing di sana. “Aku benar, kan? Kau tidak biasanya bersikap seperti ini.” Sial. Bentuk pemberontakkan dalam diri Moreau terlalu murni. Dia tak bohong ternyata cukup kewalahan sekadar memisahkan mana bagian paling penting ketika perlu menjadi benar – benar berani dan tidak. Abihirt punya ruang penuh untuk menghukumnya dengan cara apa pun. Bahkan kenyataan sebenarnya mengatakan bahwa dia masih terjerembab dalam perangkap pria itu. Dia tak harus lupa jika borgol yang menjerat pada salah satu pergelangan tangan a