Ini sudah lebih dari satu jam sejak pemutaran film dimulai. Moreau tidak tahu ke mana Abihirt pergi, tetapi pria itu tidak pernah sampai di tempat yang mereka janjikan. Dia bahkan sudah mengirimkan beberapa pesan, termasuk barcode tiket menonton dan tak satu pun dapat menyiratkan prospek bahwa Abihirt akan membacanya.
Mungkin pria itu tak pernah benar – benar berniat, kemudian sengaja membiarkan Moreau menunggu dan akhirnya duduk nyaris sendirian di sini. Memang perlu digaris bawahi tentang keberadaan yang lain—penonton yang sedang menikmati alur cerita. Namun, itu tak sama seperti seseorang telah mengatakan akan hadir, walau pada kenyataannya tidak. Abihirt punya keinginan untuk tidak memberi Juan kesempatan. Dengan ironi, membuat perasaan Moreau setengah kesal. Dia sudah mati – matian menahan diri dengan tidak menyetujui permintaan Juan—saat tawaran nonton bersama kembali diberikan, sementara mereka tahu Abihirt membuat harapannya berhamburan tidak jelas. Tujuan pria itSuara serak dan dalam Abihirt tiba – tiba terdengar begitu dekat. Sesaat Moreau tersentak setelah hampir tidak ada petunjuk mengenai apa yang pria itu lakukan. Jarak di antara mereka sungguh melewati batas prediksi dan ketika mencoba untuk memahami situasi yang terasa begitu gamblang, dia baru menyadari bahwa pemutaran film selesai. Derap kaki beberapa orang terduga melangkah pada satu titik meninggalkan ruang teater. Akan lebih baik jika melakukan hal serupa. Bukankah mereka tidak datang bersama, maka pergi pun akan seperti itu? Moreau siap mengambil langkah bangun. Namun, pada akhirnya dia harus tertahan dengan Abihirt melakukan pencegahan. Pria itu juga mendesak supaya dia kembali duduk bersandar di tempat semula—persis kemudian beranjak bangun dan membuatnya terkurung di antara lengan yang berpegangan pada masing – masing pembatas kursi. “Ada urusan di kantor dan aku benar – benar tidak bisa meninggalkan pekerjaanku.” Apakah Abihirt berusaha menjelaskan sesuatu da
“Sepatu skate Anda, Tuan ....” Seorang pengawai datang menyerahkan sesuatu yang Abihirt minta, tetapi perhatiannya terpaku lurus – lurus mengamati sebentuk tubuh indah Moreau masih bergerak di atas lapisan es. Gadis itu berputar. Menggerakkan kaki. Seperti berselancar, tetapi semua terlihat persis pola mengagumkan. Dia ingat bagaimana selalu memutar video tentang ibunya ketika sedang melakukan hal serupa. Hampir ada kemiripan. Yang membedakan hanya Moreau tahu bagaimana cara memberontak, sementara ada ragam keputusasaan dari wanita yang memutuskan untuk mengakhiri hidup setelah menghadapi sikap seorang suami pengecut—bahkan sebagai ayah pun ... bajingan tua itu tidak betanggung jawab. Abihirt tidak ingin mengingat semua peristiwa yang terdaftar sebagai bagian dari hal terburuk dari hidupnya. Sesaat untuk mengalihkan perhatian kepada pria yang masih menunggu jawaban. “Taruh saja di bawah.” Hanya sebuah perintah singkat; langsung dikerjakan, kemudian pri
“Bukankah bagus jika ibumu mantan figure skating. Kau bisa mempertemukanku dengannya dan aku bisa belajar lebih banyak—“ “Kau ingin bertemu dengannya di alam kubur?” Begitu saja. Mendesak Moreau diam beberapa saat. Dia sungguh tidak pernah bermaksud atau setidaknya sampai membuat Abihirt tersinggung. Pria itu tak mengatakan dari awal dan menjadikan informasi tersebut seperti suatu hal yang mengejutkan. Masih ada krisis setelah hampir terlalu sulit bersikap tenang. Moreau menelan ludah kasar kemudian berkata, “Maaf. Aku tidak tahu.” Secara naluriah dia menggigit bibir bawah. Tidak tahu ternyata itu memberi ayah sambungnya efek tertentu, sehingga Abihirt memalingkan wajah sambil merenggut sepatu skate; memakai nyaris terlalu cepat dan hampir tidak ada batasan ketika mereka saling berhadapan. Moreau butuh menengadahkan wajah, maka paling tidak mereka akan melakukan kontak mata, meski hal ganjil meliputi ketika mata kelabu Abihirt hanya tertuju pada bibirny
“Aku penasaran. Bagaimana cara menjadi sangat kaya? Hingga kau tak peduli berapa kerugianmu, karena itu tidak akan memberi dampak,” ungkap Moreau saat dia mengambil langkah mundur ke belakang sambil mengulurkan tangan. Memberi Abihirt isyarat supaya pria itu menggenggam jari – jari tangannya erat, maka mereka akan bergerak seperti yang sering dia dan Juan lakukan. Abihirt mungkin bersikap terlalu kaku, tetapi Moreau yakin sesuatu dalam diri pria tersebut masih memiliki sedikit minat untuk menjadi bagian yang tak tergambarkan dari daftar keinginan Barbara—mengingat ibunya tak pernah menyukai hal – hal yang bercabang pada kegiatan olahraga, tetapi memaksanya masuk dan menjadi salah satu bagian. “Bekerja keras.” Suara serak dan dalam Abihirt meliputi persis ketika mereka melakukan dansa di atas lapisan es. Semua tidak harus terburu – buru. Moreau tidak sedang bersama Juan yang akan dengan mudah mengangkat tubuhnya ke atas. “Bagaimana kau bekerja keras? Dari no
“Sepertinya kau belanja besar – besaran, Moreau ....” Tidak ada informasi mengesankan ketika akhirnya Barbara tiba – tiba muncul setelah membuka pintu kamar dengan sedikit kasar, lalu berdiri angkuh diliputi kedua lengan terlipat di depan dada. Moreau tidak akan memungkiri saat dia menatap lurus di wajah ibunya. Tidak ada senyum. Justru kecenderungan bersikap sinis, seolah sudah berada dalam pengaturan sebelum Barbara menginjakkan kaki di sini. Moreau diam – diam mendengkus. Cukup mengejutkan dan aneh mengetahui ibunya datang secara tak terduga. Wanita itu seharusnya tak tahu apa pun, tetapi mungkin hanya suatu kebiasaan; muncul; berkomentar; dan mengatakan hal – hal tidak pantas. Bagaimanapun, dia juga malas meladeni ibunya. Mengerti akan ada masalah lebih serius jika pada akhirnya mereka melewati batas. Dapat berakhir sebagai prospek buruk andai mengatakan bahwa semua ini dibeli oleh satu orang. Moreau sempat menolak ketika Abihirt menawarkan sesuatu yang
Ada sesuatu yang ganjil di balik pernyataan ibunya. Moreau tak merasa pernah merefleksikan apa pun kepada wanita itu, tetapi pengetahuan di benak Barbara seperti telah melampaui batas—yang mengambil tindakan diam – diam sekadar memantau pelbagai kemungkinan hal. “Sejak kapan dan bagaimana bisa kau tahu saldo rekeningku?” tanya Moreau untuk memastikan ibunya benar – benar akan memuat pengakuan. Tidak peduli jika pada akhirnya Barbara berdecih sinis sebelum wanita itu memulai. “Sejak kau mulai menjadi pemberontak, dan aku harap kau tak lupa kalau aku tetap ibumu.” Dapat dipastikan tidak ada pembenaran terhadap status di antara mereka. Moreau mengerti jika ibunya berusaha terlihat memiliki kendali. Dia hanya tak suka wanita itu melebihkan – lebihkan sesuatu. Melebih – lebihkan hal di mana Barbara hampir tidak memiliki hak sekadar mengambil pengaturan panjang. “Aku sudah besar, Mom. Semua uang di rekening adalah uangku. Kau tidak memiliki kontribusi apa pun dan bahka
Kegiatan makan malam seharusnya tidak secanggung ini andai kejadian seperti tadi sore tidak pernah terjadi. Moreau baru saja duduk persis di hadapan Barbara yang tak kunjung mengatakan apa - apa, meski wanita itu tahu mereka telah menyelesaikan konflik dengan cara—mungkin menggantung, tetapi sungguh tidak ada lagi yang bisa dibicarakan. Dia tak merasa memiliki barang mahal adalah kesalahan. Atau barangkali Barbara menunggu seseorang lainnya. Moreau baru menyadari Abihirt tidak terlihat di mana pun. Biasanya pria itu akan lebih awal berada di meja makan; menemani Barbara. Aneh. Jika harus mengakui sesuatu; dia masih tertarik sekadar mengambil satu bayangan mundur ke belakang—tentang wajah pria itu yang pucat saat membujuk Barbara pergi dari kamarnya. Barangkali memang korelasi antara dua hal tersebut cukup masuk akal. Moreau diam – diam mengembuskan udara dari celah bibir, sedikit tak sengaja mendapati bahwa Caroline telah menyiapkan makan malam khusus—menu sehat untuk pr
Tidak banyak kegiatan usai Barbara meninggalkan rumah. Perlu digaris bawahi jika Moreau tetap mengambil tindakan tak bersikap patuh—sengaja memutuskan untuk menonton hingga cukup larut dengan minat yang begitu minim menaiki undakan tangga, tetapi itu harus. Dia dan ibunya memang tidak memulai banyak percakapan setelah kali terakhir pernyataan Barbara di meja makan. Hubungan rumit mereka tidak dapat dikatakan sepenuhnya salah, meski itulah adanya. Moreau tak bisa mengharapkan sesuatu akan berjalan baik – baik saja, sementara mereka tahu Barbara selalu menginginkan apa yang menurutnya benar—kemudian tak pernah mau mencoba mengambil tempat sekadar berdiri di sudut pandang seseorang; tidak peduli apakah itu salah atau tidak. Akan menjadi keputusan paling buruk kalau - kalau Moreau tidak meluapkan segala bentuk rasa muak di benaknya, karena bagaimanapun mereka tahu apa yang akhirnya membuat Barbara berhenti dari keinginan melihat langsung jam tangan mahal pemberian Abihirt.
“Kau mau ke mana?” tanya Barbara sarat nada sanksi ketika satu langkah lebar itu akan kembali dilanjutkan menuju pintu keluar kamar. “Ke mana saja, asal tidak di sini.” Jawaban Abihirt singkat, tetapi mendesak Barbara untuk melakukan tindakan serupa. Dia mengambil langkah cepat menyusul suaminya yang pergi begitu saja. “Tapi kau sedang sakit,” Barbara bicara nyaris diliputi nada lantang—malam terlalu sunyi untuk membiarkan suara apa pun terdengar benar – benar keras. Dia menipiskan bibir—geram—mengetahui bagaimana Abihirt terus menjejalkan kaki menuruni undakan tangga. “Abi!” Barbara sudah tidak peduli bagaimana jika ternyata telah begitu berlebihan menanggapi sikap suaminya. “Sekali saja kau berani melangkahkan kaki keluar dari rumah ini. Aku tidak akan segan – segan membuang anjingmu!” dia meneruskan sambil menatap bahu pria itu lamat. Abihirt berhenti sesaat. Ketika suaminya berbalik badan. Sungguh—mata kelabu itu menatap luar biasa tajam. Abihi
Semua plastik kertas belanjaan masih tersusun utuh di bagasi mobil. Barbara sedikit berdecak ketika harus membawa apa saja yang telah Abihirt sediakan untuknya. Pria itu sungguh tidak menyentuh, terutama karena dia masih sangat ingat jika suaminya sempat membawa mobil pria itu pergi setelah perdebatan mereka tergantung begitu saja. Mungkin Abihirt lupa, atau barangkali suaminya terlalu mabuk. Sungguh, kali ini Barbara tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Satu langkah tersisa dan dia segera membuka pintu kamar; kemudian menutup dengan hati – hati supaya tidak meninggalkan suara sekecil apa pun. Dia setengah menghela napas saat meletakkan semua kantong belanjaan di atas ranjang. Kamar kembali menderang dan sesaat Barbara menoleh ke wajah Abihirt sekadar memastikan suaminya tidak terpengaruh oleh siraman lampu yang mendadak menyebar ke seluruh ruangan. Abihirt memang masih tidur. Seperti itu lebih bagus. Perlahan, Barbara mengambil satu bagian untuk melihat isi bagian
“Kau sudah tidur, Darling?” Barbara memiringkan separuh tubuh dengan salah satu lengan menekuk di permukaan ranjang. Lampu tidur yang redup hanya sedikit memberinya prospek bagus mengenai apa yang sedang Abihirt lakukan. Namun, mungkin perlu Barbara katakan bahwa wajah pria itu benar – benar sedang terpejam. Tidak mustahil untuk mengetahui Abihirt mudah terlelap setelah efek samping obat. Dia telah menyelesaikan sisa hal yang dibutuhkan dan sekarang ... satu bagian tertunda sedang menunggu sekadar dilanjutkan. Barbara tak pernah lupa bahwa dia sangat menargetkan ponsel Abihirt. Beberapa perdebatan dan jarak bersama pria itu membuatnya harus sedikit lebih sabar. Paling tidak, untuk saat ini Abihirt tampak tidak benar – benar peduli pada benda pipih di atas nakas. Tidak sulit meraih apa pun itu. Barbara hanya perlu sedikit bergeser. Membiarkan ranjang berderak samar, kemudian mengulur lengan panjang – panjang melewati tubuh suaminya. Dia merasakan jak
Keheningan kembali pecah ke permukaan. Kali ini bukan serentetan pertanyaan Juan lagi. Namun, getar ponsel dan pesan dari satu orang yang sama, menarik perhatian Moreau dengan lekat. Foto – foto di padang pasir. Dia hampir tak ingat jika sempat meminta hal demikian dari ayah sambungnya. Abihirt mungkin tak memiliki banyak waktu. Atau memang tidak pernah memikirkan sesuatu yang dirasa tidak penting. Hanya kebetulan merasa ini adalah saat yang tepat. Mungkin pria itu menyadari kalau – kalau dia tidak akan—sama sekali—membalas pesan apa pun, termasuk tentang semua foto ini. Semua foto di mana segala prospek tampak begitu indah. Tanpa sadar, lekuk bibir Moreau membentuk senyum tipis saat dia mengulir layar ponsel. Sorban di kepalanya, yang terlihat rapi dan cantik, terutama ketika itu merupakan bagian dari sentuhan tangan Abihirt, begitu cocok—memberi kesan berbeda di wajahnya. Moreau tidak lupa sisa hal yang masih melekat dari perjalanan hari itu; ingat
“Kau dasar rubah licik.” Benar. Pria itu baru saja mengatakan hal yang membuat Moreau menautkan kedua alis heran. “Apa maksudnya itu?” tanyanya diliputi nada menuntut. “Kau membohongi ibumu dengan sangat mulus.” Itu hanya kebutuhan mendesak. Moreau juga tidak berharap bahwa dia akan cukup mampu melakukan hal demikian di hadapan ibunya. Sedikit bersyukur bahwa Barbara tidak melibatkan percakapan lebih jauh mengenai beberapa kecurigaan wanita tersebut. “Jangan memanggilku rubah licik. Aku terpaksa berbohong. Kau tahu itu,” ucap Moreau setengah menuntut. Biarkan Juan memikirkan beberapa hal. Kelopak mata pria itu setengah menyipit diliputi sorot mata yang menerawang ke arahnya. “Aku pikir Mr. Lincoln akan datang.” Sungguh, demi setengah kewarasannya yang hampir benar – benar terompak tak bersisa. Moreau ingin, sekali saja, agar mereka tidak membicarakan Abihirt di sini. Percuma. Apa pun yang coba Juan katakan, tidak akan memberi suami Barbara s
Sudah Moreau duga. Itu pertanyaan menjebak. Dia harus lebih pintar memikirkan sedikit celah untuk membuat semua ini menjadi lebih mudah dipahami. Juan di sana hampir menjadi patung, yang hanya mendengar tanpa berani menyerahkan komentar. Perlahan, Moreau menarik napas dalam. Dia tidak akan melibatkan siapa pun. Ini akan selesai bersama ibunya. Berdua, diliputi sorot perhatian yang tidak pernah lepas di antara mereka. “Aku ingin memilih, jika diberi pilihan, Mom. Mengapa kau selalu membebankan sesuatu pada satu pihak? Kau tahu aku tidak pernah menginginkan kalung ini. Kau yang menyerahkannya langsung kepadaku atas permintaan Abi. Kau seharusnya bertanya kepada suamimu. Dan kalaupun kau sudah bertanya, seharusnya kau mengerti.” “Aku lelah dengan semua tuduhan yang kau berikan, Mom,” Moreau meneruskan dengan nada suara yang terdengar nyaris menyerupai lirih. Dia sedikit mengangkat separuh tubuh ketika berbicara bersama ibunya dan sekarang, diliputi gerakan cukup kasa
“Kau tak bilang Abi memberimu ponsel yang seharusnya masih dalam tahap peluncuran, itu seingatku sebagai istrinya.” Lurus ... perhatian Barbara terpaku pada satu titik di mana Moreau masih menempatkan sentuhan tangan pada benda pipih yang tampak mencolok. Dia segera menelan ludah kasar. Hampir secara naluriah menyembunyikan segala sesuatu dari hadapan Barbara, tetapi sisa keberanian dalam dirinya terus mengingatkan supaya tidak menunjukkan ketakutan mencolok. Barbara akan menaruh rasa curiga ketika dia bersikap sangat berlebihan. “Aku tidak tahu ini ponsel keluaran terbaru.” Masih dengan pola yang sama. Kebohongan akan selalu berakhir dengan kebohongan lainnya. Moreau tidak yakin apakah Barbara akan menunjukkan reaksi signifikan saat wanita itu terlihat sangat memikirkan pelbagai hal dengan detil. Ini terlalu berbahaya. Iris biru terang Moreau begitu singkat menyambar ke arah Juan. Memberi pria itu isyarat supaya mereka tetap diam, seolah tidak tidak a
“Ngomong – ngomong, sejak tadi kuperhatikan, ponselmu sepertinya baru. Brand perusahaan Mr. Lincoln.” Tidak ada yang salah dari ungkapan Juan. Ntahlah. Moreau menafirkan suara pria itu nyaris terdengar seperti bergumam. Mungkin sesuatu sedang Juan pikirkan; barangkali suatu hal yang luar biasa membuat pria itu merasa tidak asing. Ya, seharusnya begitu. Moreau tersenyum secara naluriah membayangkan bagaimana reaksi Juan saat teman terbaiknya itu mengetahui satu bagian tentang ponsel pemberian Abihirt. “Ini akan menjadi ponsel keluaran terbaru. Tapi kau harus tahu kalau aku orang pertama yang memilikinya.” Menakjubkan. Moreau tak bisa menahan diri untuk tidak melepas tawa samar, setelah mendapati rahang Juan benar – benar hampir jatuh ke bawah. Kelopak mata pria itu melebar penuh dan sorot perhatian yang tidak pernah lepas sungguh menjadi bagian paling mengesankan. “Tidak adil. Mengapa kau harus memamerkannya kepadaku!” Semacam ungkapan tid
Rasanya masa – masa sulit membuat Barbara tidak dapat membedakan beberapa hal. Dia mendengkus kasar, kemudian mengatur penampilan supaya terlihat lebih baik. “Ya. Aku akan pergi ke rumah sakit sekarang.” Satu bagian sengaja tidak dia katakan, karena Barbara tidak ingin Abihirt terlibat—atau saat – saat seperti ini, dia lebih senang bisa mengulang permintaan yang sempat dikatakan barusan; supaya pria itu kembali ke kamar. Ini waktu yang tepat untuk mengetahui apakah Abihirt peduli kepada Moreau atau tidak. Seharusnya suaminya akan menawarkan diri, jika memang benar. Namun, waktu masih berjalan dan Abihirt kembali mengenyakkan bahu di permukaan sofa. Demi apa pun, suaminya terlihat hanya ingin tidur. “Kau tidak apa – apa kutinggal sendiri, Darling?” “Pergilah.” Barbara sedikit meringis setelah pernyataan singkat Abihirt. Dia berprasangka terlalu buruk dan sekarang cukup merasa bersalah. Pada akhirnya segera tahu bahwa Abihirt tidak menunjukkan minat