Di rooftop… Aiden pergi menemui Jacob. Ia akan mengembalikan vape ini. Aiden berhenti di ambang pintu. Julian juga ada di sana. Mereka duduk di atas sofa dengan santai. “Kalian tidak ikut kelas?” tanya Aiden. Jacob mengedikkan bahu. “Tidak, aku malas.” Segampang itu mereka menghindari kelas. Aiden mendekat—merogoh sakunya dan memberikan vape itu pada Jacob. “Aku mencobanya sedikit.” Jacob mengernyit. “Kau tidak ada penyakit menular kan?” Aiden berdecak pelan. “Tidak!” Jacob mengantongi vapenya. Sedangkan Julian sepertinya tertidur dengan buku yang berada di wajah. “Kenapa dia?” tanya Aiden. “Tidur setelah membaca buku,” balas Jacob. Aiden memasukkan kedua tangannya di dalam saku. “Apa yang kalian lakukan di sini?” tanyanya. “Bolos,” balas Julian. Lelaki itu bangun. Kemudian mengambil duduk santai. Tangannya terulur mengambil sebuah kaleng cola. Melihat wajah Julian yang babak belur pasti dipukuli orang tuanya. Ada bekas kebiruan yang masih terlihat.
Jacob berdiri—sambil menghisap rokoknya santai. “Balap liar, tinju liar… minum, rokok, bolos…” “klub…” lirih Jacob. Aiden menatap Jacob. “Termasuk s3ks bebas?” “Aku tidak berani.” Julian menggeleng. “Keluargaku dokter, dari kecil aku selalu diperlihatkan penyakit-penyakit mengerikan. Salah satu penyakit itu dari hal seperti itu. jadi aku tidak melakukannya..” “Tidak tahu si bodoh itu!” menunjuk Jacob. Jacob menampilkan jari piecenya. “Aku juga tidak. Tidak tahu nanti…” “Bodoh!” Julian melempar Jacob dengan kaleng bekas untungnya tidak sampai terkena. Aiden terdiam… “Kau mau mencobanya?” ~~ Pertama kalinya Gio di panggil ke sekolah. Kali ini bukan karena prestasi membanggakan Aiden, melainkan keburukan yang dilakukan oleh anak itu. “Aiden sering bolos. Meski nilainya tetap bagus. Dia sering bolos dan menghabiskan waktu di rooftop. Saya tidak tahu apa yang terjadi pada Aiden. Namun, nilai absensinya juga penting. Mohon dipertimbangkan.” Itu adalah perkataan kepa
“Jangan keluyuran Aiden. Kamu akan ujian semester…” ucap Gio yang berada di meja makan. Aiden yang semula memakan makanan dengan tenang kini berhenti. “Walaupun aku keluyuran nilaiku akan tetap bagus..” Gio menghela napas. “Aiden kamu belajar di rumah. Kami itu kawatir.” Aiden mengambil tasnya. Berjalan begitu saja meninggalkan ruang makan. “Aiden!” panggil Gio. “Kamu tidak mendengarkan Dad?” tanya Gio. Aiden memutar tubuhnya. “Yang Dad butuhkan nilai dan prestasi yang bagus kan?” tanyanya. “Aiden sudah melakukannya. Aiden memberikan semua yang kalian inginkan.” “Sekarang..” Aiden menatap ayahnya itu. “Aiden hanya ingin melakukan apapun yang Aiden ingin lakukan.” Gio menggeleng. “Dad tidak akan mengijinkan jika itu hal yang buruk. Dad akan menentang kegiatan buruk kamu di luar sana…” Aiden mengernyit. “Hal buruk itu membuatku senang daripada di rumah..” “Aiden, Mom akan pensiun. Mom akan sering di rumah. kita bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama..” Agat
Arena jalanan yang semula sepi kini ramai dengan orang-orang. Ada banyak sekali motor yang berjajar. Aiden bersama Julian dan Jacob. Bisa dibilang Aiden dan Jacob raja jalanan. Aiden yang baru belajar motor saja bisa langsung mengendarinya dengan mudah. Bahkah memenangkan balapan liar ini. Diam-diam membeli motor dengan uangnya sendiri. Aiden berada di atas motornya yang berwarna hitam. Helmnya sudah terpasang di kepalanya dengan pas. Banyak orang yang berjajar di tepi jalanan. Mereka menanti siapakah yang akan menang kali ini. Bendera dikibarkan kemudian dihitung mundur. Dan Bruuum! Dua motor melaju dengan sangat kencang. Aiden sangat fokus pada pertandingan kali ini. Tapi motor di sampingnya itu tidak bisa menyalipnya dan malah mendekatinya. Aiden berusaha menghindar namun sayang… Motor itu menyesek samping motornya hingga ia oleng… BRAAAK! Aiden terjatuh… Gelap… Ia memejamkan mata—tubuhnya tergeletak dengan motor yang berada di sampingnya. Bunyi
“Agatha!” “Hai!” Agatha memeluk Mina. Mina, sahabatnya yang dulu juga bekerja sebagai maid di rumahnya. Sudah lama sekali tidak bertemu dengan Mina. Bahkan mereka kehilangan kontak. Tidak tahu apa yang terjadi pada Mina. Tapi melihat wanita itu baik-baik saja membuat Agatha lega. “Kau baik-baik saja?” tanya Agatha membawa Mina masuk ke dalam. “Aku masih ingat kau akan berkunjung ke sini saat ada waktu. Tapi kau tidak pernah datang.” Agatha berdecak. Mina tersenyum pelan. “Maaf..” “Kau baik-baik saja kan?” tanya Agatha. Mina mengangguk. ia berdiri ketika Gio datang. Berjabat tangan dengan formal… “Maaf kalau aku datang tiba-tiba…” “Tidak masalah.” Agatha menoleh ke belakang. “Anggun juga masih bekerja di sini.” “Sebenarnya..” Mina ragu untuk mengungkapkan keinginannya datang ke sini. “Sebenarnya aku ingin minta bantuan kalian.” Dengan malu-malu. “Katakan saja.” Agatha saling berpandang dengan Gio sebelum mengangguk. “Bolehkah aku bekerja di sini lagi?” tanya
Seorang perempuan sedang melihat kamar barunya. Sangat bagus. meskipun kamar ini berada di belakang… Tapi sangat luas… Kamarnya yang tiba-tiba menajdi serba pink. Tapi perempuan itu sangat menyukainya. “Bagaimana kamu suka?” tanya Agatha yang berada di belakang perempuan itu. Gadis itu terhenyak sebentar. “Suka nyo..nya…” Agatha mengerucutkan bibirnya. “Jangan memanggilku seperti itu. panggil aku aunty saja..” “Kamu anak sahabatku..” Agatha mendekat dan memeluk gadis itu. “Senang sekali bisa bertemu dengan kamu secara langsung.” Gadis itu tersenyum. “Kamu tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, Raini.” Raini Maheswari… Putri dari Mina yang cantik… Dengan rambut panjang hitam yang sedikit bergelombang. “Baik.. aunty..” Agatha tersenyum. “Jangan ikut bekerja di sini. kamu fokus saja belajar…” Agatha sangat senang bisa bertemu dengan Raini. Dari dulu ia mendambakan ingin memiliki seorang anak perempuan. Tapi ternyata… Usahanya tidak berhasil. Hingga
“Kau baik-baik saja?” tanya Raini yang juga kaget melihat Aiden terjatuh. Aiden berdecak pelan. ia menepis pelan tangan Raini yang terulur ingin membantunya. Raini mencebikkan bibirnya. mengambil lagi tangannya… “Aku bukan hantu loh. Kenapa kau begitu terkejut?” tanya Raini. Aiden memasukkan tangannya di dalam saku. Menatap Raini heran. “Kenapa kau di sini?” tanyanya. “Aku anak bibi Mina yang baru datang.” Raini tersenyum. kemudiang mengepalkan tangannya dan mengulurkannya pada tangan Aiden. Karena tadi tidak mau bersalaman, yasudah tos saja. “Aku Raini, salam kenal, Aiden.” Aiden menyipitkan mata. “kau tahu aku?” Raini mengangguk. “Tentu saja. Aunty Agatha menceritakanmu. Kita juga seumuran. Oh kau lebih tua beberapa bulan denganku.” “oh ya, kau sungguh hebat ya..” Raini belum selesai tapi perhatiannya teralihkan pada kaki Aiden. “Kakimu sudah sembuh? Kau baik-baik saja?” tanya Raini. Aiden menggendong kucing dan dibawanya duduk. “Sudah,” balas Aiden. Ra
Hari semakin berjalan… Dan akhirnya Raini diterima… Dengan segala kerja kerasnya belajar dan didukung oleh prestasinya di sekolahnya dulu. Akhirnya Raini masuk ke Winston highschool. “ini hari pertama kamu. Biar di antar sopir saja ya?” tanya Agatha. Raini menggeleng. “Raini sangat senang Aunty membelikan sepeda listrik ini. Raini mau menggunakannya dengan baik. karena itu Raini berangkat menggunakan skuter ini saja.” Sebagai hadiah karena Raini berhasil masuk ke Winston highschool dengan hasil jerih payah sendiri. Agatha memberikan sebuah sepeda listrik berwarna pink. Tidak lupa helm yang berwarna pink juga. Tidak tahu kenapa Agatha selalu membelikan Raini barang berwarna pink. Yang pasti barang berwarna pink itu terlihat sangat lucu. “Kamu tidak malu kan menggunakan barang-barang dari aunty?” tanya Agatha melihat Raini yang menggunakan barang pembeliannya. Lucu sih… Tapi kalau Raini merasa risih, Agatha tidak akan memaksanya. Mungkin bisa disimpan atau di pakai
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men