Katanya ada wisata baru. Agatha tidak tahu kalau ternyata wisatanya memang indah. Area di sini memang pantai yang banyak tebingnya. Sehingga dibangunlah berbagai wisata yang berada di atas tebing. Ada restoran yang langsung mengarah ke laut. Ada beberapa permainan ekstrim yang dicoba orang-orang. Agatha dan Gio memutuskan untuk pergi ke restoran saja, menikmati langit senja yang perlahanmenghilang menjadi gelap. Agatha memejamkan mata menikmati udara yang berhembus. “Aku tidak menyangka hidup ibu seberat itu…” lirih Agatha. “Andai aku datang lebih cepat, aku pasti bisa menolongnya.” Gio mengusap pelan punggung Agatha. “Aku tidak bisa membayangkan bagaimana menderitanya ibu sendirian…” Agatha menatap laut biru di hadapannya. “Aku berjanji tidak akan membiarkan hidp ibu susah lagi. Aku juga akan sering-sering berkunjung ke sini.” Gio mengangguk. “Dan aku akan selalu menemani kamu.” Agatha mendongak. “Bagaimana kalau membawa ibu ke kota saja?” Agatha berdecak. “Ib
21++ Vila di sini bentuknya berjajar. Menghadap ke laut. Tidak terlalu besar, hanya ada satu kasur yang berukuran besar. “Bagaimana?” tanya Gio sembari memeluk Agatha dari belakang. “Bukankah sangat bagus?” tanya Gio. Agatha mengangguk. “Bagus.” “Kita mau menginap di sini?” tanyanya. Gio mengernyit. “Memangnya mau ke mana? aku mengajakmu ke sini untuk menginap di sini.” Agatha mengangguk. “Baiklah aku akan memberitahu ibu dulu.” Gio menarik ponsel Agatha dan melemparkannya begitu saja. “Ibu akan mengerti.” sembari mengedipkan matanya. Menarik pinggang Agatha hingga tubuh mereka menempel. Gio menunduk dan menarik tengkuk Agatha. mencium bibir wanita itu pelan. Membawanya ke ranjang. membaringkan Agatha dengan hati-hati di atas ranjang. Gio melepaskan pangutan mereka, kemudian melepaskan kancing kemejanya. Membuka seluruh pakaian yang digunakannya. “Kamu tidak mau membantuku ya…” lirih Gio yang berada di atas Agatha. Agatha tertawa pelan. menggeleng, kemudia
Brak!Sebuah map melayang dan mengenai wajah Aluna Freya yang sedang merapikan berkas. Wanita satu anak itu sontak mengerjap kala menemukan istri sang bos menatapnya nyalang. “Bu, ada ap–?” Namun belum sempat berbicara, Aluna justru sudah diteriaki. “Perempuan jalang! Belagak jadi sekretaris, padahal sebenarnya kau selingkuhan suamiku, kan?!” Deg! Aluna sontak membeku kala mendengar tuduhan itu. Dulu, bosnya itu sempat mengejar Aluna, bahkan menawarkan sebuah hubungan gelap. Tapi, Aluna selalu menolak. Dia pikir tak akan ada masalah ke depannya asal bekerja dengan baik. Tapi, mengapa jadi seperti ini? “Ma, sudah! Aluna dan aku tidak akan hubungan apa-apa.” Dari belakang, bos Aluna tampak tergopoh-gopoh ke mejanya–menghampiri sang istri. “Papa bisa jelaskan–” “JELASKAN APA? KALAU KALIAN BERSELINGKUH KEMARIN MALAM? KALIAN PERGI KE HOTEL, KAN!” teriak wanita itu lagi. Kali ini bahkan lebih kencang, hingga seluruh orang di lantai itu bisa mendengar apa yang diucapkan olehny
[ Datanglah nanti malam ke Hotel Jasmine. 100 juta akan ditransfer langsung ke rekeningmu setelah selesai. Oh, iya. Nomor kamar akan menyusul. ] Aluna memejamkan mata. Lewat kenalan lamanya, Aluna akhirnya menemukan “pria” yang mau membayar tubuhnya mahal. Jujur, Aluna tidak pernah menyangka dirinya akan melakukan pekerjaan kotor ini. Tapi, semua yang ia lakukan demi anaknya. Dalam balutan dress selutut berwarna hitam itu nampak sangat pas di tubuhnya, Aluna pun keluar dari kos-kosan petak yang hampir 1 tahun ia tinggali. Ditujunya sebuah hotel yang sudah diberitahukan oleh temannya itu. “Kamar 66?” gumam Aluna begitu tiba sembari memastikan pesan temannya yang muncul di layar ponselnya yang retak. Tak lama, diketuknya pintu kamar dengan pelan sampai akhirnya pintu itu anehnya terbuka sendiri. Aluna pun masuk. Hanya saja, dia begitu bingung karena semuanya gelap. Grab! Tiba-tiba saja tubuhnya dipeluk dari belakang! Aluna sontak terkesiap dan menjau
“Sialan kau Aluna!” teriak teman Aluna menyadarkannya dari lamunan. “Kau merugikanku! Klienku marah-marah padaku, dia tidak akan menggunakan jasaku lagi.” Aluna memejamkan mata. “Maaf,” lirihnya. Bugh!Teman lamanya yang bekerja di bidang prostitusi itu mendorong bahu Aluna. “Seharusnya aku tidak langsung mempercayaimu!” “Kau merugikanku, Sialan!!” teriaknya lagi tepat di depan wajah Aluna. “Kau pikir mudah membuat janji dengan klien yang mau membayarmu 100 juta?”“Aku memberinya karena kau bilang untuk biaya rumah sakit anakmu. Tapi, kau dengan gampang mengacaukannya. Dasar tidak tahu diuntung.” Deg! Jantung Aluna mencelos.Sekarang, dia harus bagaimana?Bayang-bayang wajah Gio yang berjuang di rumah sakit seketika terbayang.Gegas, Aluna memegang kaki teman lamanya itu. “Aku benar-benar tidak sengaja. Aku mohon bantu aku sekali lagi.” “Aku janji—aku janji tidak akan mengecewakanmu. Aku--” “Tidak ada kesempatan kedua untukmu! Gara-gara kau, aku dimarahi Mami karena menghilan
“Bukankah kemarin malam cukup menyenangkan?”“Saya tidak mengerti,” bohong Aluna sembari menunduk. Jujur, dia ingin kabur, tetapi Victor ternyata sudah lebih dulu meninggalkannya.“Lantas kau tahu siapa aku?”Aluna menggeleng. “Tidak.”“Jawab yang benar,” ucapnya sembari menyentuh dagu Aluna, hingga kedua bola mata mereka saling bertemu.“Ethan Winston?” lirih Aluna, tak percaya.Kali ini, tubuhnya gemetar kala menyadari pria yang menghabiskan malam dengannya bukan hanya bosnya, melainkan pria yang selalu menjadi mimpi buruknya sejak 7 tahun lalu!Dulu, Aluna Freya sangat beruntung karena bisa bersekolah di Zenith International High School dengan beasiswa penuh. Aluna berharap dapat segera lulus dengan nilai bagus agar bisa melanjutkan kuliah dengan beasiswa. Bahkan, dia tak peduli jika anak-anak orang kaya di sekolah itu tak ada yang mau berteman dengannya.Hanya saja, di tahun terakhir, Aluna tidak sengaja ke rooftop dan menemukan 5 anak laki-laki sedang memegang botol berisikan m
Di sebuah klub. Ethan Winston tampak tengah duduk di sebuah sofa. Tangannya mengapit sebuah rokok sembari menatap ke lantai bawah, tempat orang-orang berjoget ria dengan iringan musik dari seorang DJ. Namun, Ethan tak benar-benar melihat mereka. Pikirannya tengah melayang dengan penolakan Aluna tadi. Sebagai seorang wakil Direktur dari Winston Corp, Ethan Wasinton terbiasa dengan kemudahan. Tak ada yang menentang dirinya. Bahkan, orang-orang berlomba “melayani” Ethan. Kecuali malam itu…. Ethan harusnya tidur dengan wanita yang sudah ia bayar. Namun, wanita itu mendadak meronta minta dilepaskan. Ethan jelas tidak terima. Dia memastikan wanita itu tunduk padanya. Sialnya, Ethan ditinggalkan begitu saja setelahnya. Oleh karena itu, Ethan segera menyuruh bawahannya untuk mencari wanita malam itu. Tapi, siapa sangka takdir begitu lucu? Wanita itu adalah Aluna Freya. Wanita yang pernah menjadi bahan buliannya dulu dan selalu memiliki banyak alasan untuk mendebatnya. Bahkan
Tapi tak mungkin, Aluna meninggalkannya begitu saja, kan?Jadi dengan panik, wanita itu berlari ke arah Ethan.“Sir maafkan saya, saya tidak sengaja,” teriak Aluna. Namun, wanita itu terkejut kala aroma alkohol yang kuat menguar dari bosnya itu. “Sir–” Aluna mendongak. “Anda terluka? Kaki anda sakit karena lemparan saya?” Aluna menatap kedua kaki Ethan yang sepertinya terlihat baik-baik saja. Namun, Ethan masih diam. Kali ini, sorot matanya seakan benar-benar menelanjangi Aluna. “Ehem! Sir!” panggil Aluna. “Anda sedang mabuk kan?” Aluna menatap mobil Ethan yang tidak ada siapapun. Artinya pria itu menyetir mobil sendiri dengan keadaan mabuk. “Sir—” panggil Aluna lagi. Bosnya itu benar-benar tinggi hingga membuatnya harus mendongak untuk bertatapan mata. “Kenapa kau ada di sini?” tanya Ethan dengan suara rendah. Memandang Aluna tanpa ekspresi. Aluna sontak mengernyit. “Saya dari tadi di sini—” Bugh! Perkataan Aluna terpotong saat tubuh Ethan ambruk di tubuhnya yang kec
21++ Vila di sini bentuknya berjajar. Menghadap ke laut. Tidak terlalu besar, hanya ada satu kasur yang berukuran besar. “Bagaimana?” tanya Gio sembari memeluk Agatha dari belakang. “Bukankah sangat bagus?” tanya Gio. Agatha mengangguk. “Bagus.” “Kita mau menginap di sini?” tanyanya. Gio mengernyit. “Memangnya mau ke mana? aku mengajakmu ke sini untuk menginap di sini.” Agatha mengangguk. “Baiklah aku akan memberitahu ibu dulu.” Gio menarik ponsel Agatha dan melemparkannya begitu saja. “Ibu akan mengerti.” sembari mengedipkan matanya. Menarik pinggang Agatha hingga tubuh mereka menempel. Gio menunduk dan menarik tengkuk Agatha. mencium bibir wanita itu pelan. Membawanya ke ranjang. membaringkan Agatha dengan hati-hati di atas ranjang. Gio melepaskan pangutan mereka, kemudian melepaskan kancing kemejanya. Membuka seluruh pakaian yang digunakannya. “Kamu tidak mau membantuku ya…” lirih Gio yang berada di atas Agatha. Agatha tertawa pelan. menggeleng, kemudia
Katanya ada wisata baru. Agatha tidak tahu kalau ternyata wisatanya memang indah. Area di sini memang pantai yang banyak tebingnya. Sehingga dibangunlah berbagai wisata yang berada di atas tebing. Ada restoran yang langsung mengarah ke laut. Ada beberapa permainan ekstrim yang dicoba orang-orang. Agatha dan Gio memutuskan untuk pergi ke restoran saja, menikmati langit senja yang perlahanmenghilang menjadi gelap. Agatha memejamkan mata menikmati udara yang berhembus. “Aku tidak menyangka hidup ibu seberat itu…” lirih Agatha. “Andai aku datang lebih cepat, aku pasti bisa menolongnya.” Gio mengusap pelan punggung Agatha. “Aku tidak bisa membayangkan bagaimana menderitanya ibu sendirian…” Agatha menatap laut biru di hadapannya. “Aku berjanji tidak akan membiarkan hidp ibu susah lagi. Aku juga akan sering-sering berkunjung ke sini.” Gio mengangguk. “Dan aku akan selalu menemani kamu.” Agatha mendongak. “Bagaimana kalau membawa ibu ke kota saja?” Agatha berdecak. “Ib
Agatha ingin minta kejelasan pada ibunya. Semuanya. semuanya yang disembunyikan oleh ibunya. Saat ini mereka berada di rumah ibu Agatha. Rumah yang kini lebih baik. Usaha ibunya memang berkembang dengan baik sampai ibunya bisa merenovasi rumah. rumah ini menjadi nyaman ditinggali. “Jelaskan pada Agatha. kalau tidak, Agatha akan marah pada ibu. Agatha juga tidak akan pernah ke sini lagi kalau ibu masih tidak mau bercerita.” Ibu Agatha menggeleng. “Jangan. Ibu akan memberitahu kalian semuanya.” “Jadi kakek nenek pernah mengangkat anak. Sampai anak itu, yaitu almarhum paman kamu lulus sekolah saja. tapi kami masih berhubungan dengan baik meskipun pamanmu kembali pada keluarga aslinya…” “Ibu pernah kecelakaan. Ibu ditabrak oleh pengemudi motor yang mabuk…” Agatha memejamkan mata sebentar. Ia memang tidak tahu apapun selama ini. Ia merasa bersalah karena ia selalu menyalahkan ibunya yang tidak pernah menjenguknya. Padahal ibunya sendiri hidup sangat susah. “Ibu ha
“Kalian anaknya?” tanya pria itu sembari menatap ibu Agatha. Ibu Agatha menarik tangan pria itu. “Jangan bicara di sini.” Agatha langsung berdiri. “Tunggu!” Agatha mengejar ibunya dan pria itu yang keluar dari restoran. “Mintalah pada anakmu untuk membantu kami!” pria itu berteriak pada ibu Agatha. “Aku akan membantumu… jangan libatkan anak-anakku.” Agatha terdiam. Kemudian segera mendekat. “Apa hubungan ibu dengan pria ini?” tanya Agatha. Pria itu nampak masih muda. Agatha tidak yakin, hubungan apa yang dimiliki oleh ibunya dengan pria itu. Tidak mungkin kan kekasih ibunya. Agatha tidak masalah jika ibunya punya kekasih atau bahkan akan menikah lagi, tapi jangan pria yang terlalu muda seperti ini. “Agatha kamu kembali ke dalam..” Ibu Agatha mendorong pelan Agatha agar kembali. Agatha kekeh tidak mau. “Urusan ibu, urusanku juga. Jika ada yang menyakiti ibu, maka aku akan menyakitinya kembali.” Agatha malah memasang badan di depan pria itu. “Ada apa denganmu. Kena
Minggu selanjutnya. Agatha dan Gio pergi menemui ibu Agatha. Agatha menatap satu restoran yang begitu ramai. “Jadi ini restoran itu ya…” Gio mengangguk. “Sangat ramai… sepertinya ibu memang pintar mengelola restoran. Dia bahkan punya banyak pegawai.” “Agatha!” ibu Agatha keluar dengan bahagia. Ia masih menggunakan celemek tapi langsung memeluk putrinya dengan gembira. “Ibu..” Agatha membalas pelukan ibunya. “Bagaimana kabar kamu.” Ibu Agatha menatap perut sang putri. “Bagaimana calon cucu ibu?” Agatha tertawa pelan. “Agatha baik, Bu.” Agatha menatap ibunya dengan seksama. Ibunya terlihat semakin cantik. kulit ibunya yang semakin cerah. Wajah itu terlihat semakin bersih. Agatha yakin, Ibunya merawat diri dengan baik setelah memiliki restoran. Agatha juga bersyukur ibunya memiliki restoran sehingga tidak perlu lagi bekerja sebagai pengepul ikan. “Menantu ibu…” menatap Gio. “Semakin tampan kamu.” mengusap pelan bahu Gio. Gio menunduk dan memeluk ibu Agatha.
Aluna menyambut kedantangan anak dan menantunya dengan gembira. Jarang sekali mereka datang ke sini. Mereka sama-sama sibuk di kantor ia juga tidak heran… Agatha memeluk Aluna. “Bagaimana kabar mama?” tanya Agatha. Aluna mengangguk. “Mama baik. bagaimana dengan kamu?” tanyanya. “Agatha juga baik.” “Akhirnya kalian ke sini.” Ethan tersenyum kemudian mendekati Agatha. Memeluk menantunya seperti putrinya sendiri. “Kamu baik-baik saja? Gio tidak menyakiti kamu?” tanya Ethan pada Agatha. Agatha tertawa pelan. “Agatha baik, Pa.” “Pertanyaannya bisa lebih sopan?” tanya Gio yang memeluk pinggang Agatha dari samping. Ethan menepuk pelan bahu Gio. “Sudah dewasa ya kamu sekarang.” Gio mengangguk dengan bangga. “Sebentar lagi Gio juga akan menjadi ayah..” mengusap perut Agatha. “Wah..” Aluna berbinar. “Benarkah?” tanyanya. “Berapa bulan?” tanyanya. Ia mendekat—dan menyentuh perut menantunya. “Baru enam minggu,” balas Gio. Ethan memberikan jempolnya pada Gio. “Gerak c
Gio dan Agatha benar-benar membeli durian. Bahkan Agatha tidak sabar memakannya. Saat ini mereka berada di dalam mobil. Dengan seluruh jendela mobil yang dibuka. Agatha membuka buah durian yang siap makan. Langsung saja baunya memenuhi seluruh mobil. Gio menyipitkan mata—ia sendiri tidak sanggup dengan baunya, apalagi sampai memakannya. Gio semakin terheran melihat Agatha yang begitu lahap memakan durian itu. “Kamu suka?” tanya Gio. Agatha mengangguk. kemudian mengambil durian itu dan menyodorkannya pada Gio. “Ini.” Gio menolak dan menggeleng. “Tidak, kamu saja yang makan.” Agatha mengedikkan bahu dan memakannya dengan lahap. Sampai habis… Tidak tersisa…. Tersisa bijinya saja. Gio mengambil tisu dan diusapkannya di bibir Agatha. membukakan botol minum. “Minum perlahan…” Gio tersenyum. melihat Agatha yang bahagia, juga membuatnya bahagia meski ia tidak tahan dengan baunya durian. Agatha menatap Gio. “Aku kenyang.” “Yasudah tidur saja..” Gio menutup jende
Gio dan Agatha perjalanan pulang setelah bertemu dengan Julie dan Minjae. “Aku jadi kasihan ya.. pada Julie.” Menatap Gio yang berada di sampingnya. “Hm.” Gio hanya mengangguk. “Kamu bagaimana?” “Lumayan..” balas Gio. “Dia berkali-kali menunduk dan minta maaf. Aku jadi lumayan kasihan.” “Tapi kalau mengingat perbuatannya…” lirih Gio. Tangannya terulur mengambil tangan istrinya. “lumayan menyebalkan. Aku jadi tidak bisa menyentuhmu, tidak bisa tidur dengan tenang…” Agatha mengangguk. menyandarkan kepalanya di bahu Gio. “Tapi kalau dipikir itu bukan kesalahannya. Dia tidak tahu yang tidur dengan dia siapa…” “Dia harus menggugurkan kandungannya karena penyakit. Dia juga tidak bisa hamil lagi.” Agatha mengusap perutnya pelan. “Aku harap hidupnya bahagia bersama Minjae,” lirih Agatha. Gio mangut-mangut mendengar ocehan istrinya. “Sudah…” Gio mengusap pelan puncak kepala Agatha. “Jangan dipikirkan. Aku yakin Minjae akan membahagiakannya..” Agatha mendongak. mendadak b
Ketika pertama kali datang, Agatha langsung menarik Julie untuk berbicara berdua. Julie memandang Agatha yang sudah berada di hadapannya. “Aku minta maaf. Aku sungguh menyesali perbuatanku pada kalian…” Julie menunduk dalam meminta maaf dari Agatha. “Aku sudah tahu semuanya…” lirih Agatha. “Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu.” Julie mengangkat wajahnya. “Kau masih mencintai Gio?” tanya Agatha. Ya, Ia hanya ingin tahu apakah wanita ini masih mencintai suaminya atau tidak. Julie menggeleng. “Cinta ya…” Julie tersenyum. “Sekarang tidak lagi. memang dulu aku sangat mencintainya… itupun dulu. tapi saat aku bertemu kembali dengannya. rasanya biasa saja..….” lirih Julie. Agatha mengernyit. Apakah bisa dipercaya ucapan wanita ini. Tapi Agatha sepertinya tidak melihat Julie sedang berakting. “Seperti yang kau tahu. Aku dan Gio berkencan saat masih sekolah menengah. Kita berkencan dengan sehat. Tidak ada kontak fisik.. karena Gio yang menjaga diri sekali..” “Tapi sa