21++ Gio tidak berkedip melihat tubuh Agatha yang terbalut dengan lingerie hitam itu. Lingerie tipis itu hanya menutupi bagian intim tubuh Agatha saja. Lekuk tubuh Agatha tercetak jelas. Belahan dada perempuan itu.. begitu menggoda. Gio tahu tubuh Agatha memang sangat menggoda. Tapi kali ini—berkali-kali lipat sangat menggoda. Apalagi melihat wanita itu menggigit bibirnya… Wanita itu tersenyum dengan malu-malu di hadapannya. Gio berdiri dari duduknya. Tanpa aba-aba, langsung mencium bibir istrinya. “Kamu sengaja menggodaku hm?” sebelum lidahnya masuk ke dalam mulut Agatha menggoda. Agatha membalas ciuman liar suaminya. Ia tidak menahan sentuhan Gio—gerakan jemari pria itu yang akan menyobek lingeri ini. Krekk! Hampir, belum sepenuhnya sobek. Agatha melepaskan pangutan di antara mereka. “Jangan menolakku, sayang. Kamu membuatku gila.” Gio hendak mendekat lagi. Tapi Agatha mendorong Gio sampai terjatuh terduduk di atas sofa. “Biarkan aku yang memuaskan kamu.
Terbangun dengan tubuh yang benar-benar lelah. Melihat sekitar… Ini di mana, ia mendadak linglung. Lalu saat melihat pakaiannya.. Ia menggunakan dress santai.Sejak kapan ia berganti pakaian. Perasaan masih berada di dalam kamar dengan tubuh telanjang. Agatha menatap langit-langit yang putih polos. “apa ini di dalam pesawat?” tanya Agatha heran. Tak lama ia termenung… pintu terbuka.“Kamu sudah bangun?” tanya Gio. Pria itu mendekat. membawa nampan yang berisi makana untuk Agatha. “Ini di pesawat ya?” tanya Agatha. Gio mengangguk. “Iya.”“Bangun dulu.” Agatha bangun perlahan. “Bagaimana aku bisa di sini? lalu siapa yang menggantikanku pakaian?” tanyanya heran. “Siapa lagi kalau bukan aku?” tanya Gio. Gio mengambil sadwich itu dan menyuapi Agatha. Agatha membuka bibirnya dan menerima suapan itu. Masih mengunyah dengan pipi yang penuh dengan makanan. Agatha menggeleng pelan. “Kamu tidak percaya?” tanya Gio. Agatha mengangguk. “Kamu tertidur seperti orang mati, sayang. La
Paris. Katanya kota romantis. Agatha dan Gio sampai di sana saat malam hari. Mengalami jetlag… Membuat mereka tidak bisa tidur… Akhirnya memutuskan untuk langsung jalan-jalan saja. “Kamu sering jalan-jalan ke eropa?” tanya Agatha. Gio mengangguk. “Hm. Waktu aku remaja, aku sering datang dengan Gaby dan nenek kakek.” “Karena orang tuaku sibuk. Aku jarang pergi liburan dengan mereka.” Agatha mengangguk. pantas saja Gio sudah terbiasa. Sedangkan dirinya sangat sibuk mengagumi desain bangunan yang ada di sini. sangat indah. Khas eropa kuno. “Aku sangat suka dengan bangunannya..” Agatha tersenyum. Gio menoleh sebentar—tangannya terulur mengusap tangan Agatha pelan. “Kita langsung ke menara.” Sampai di sana… Agatha mendongak. ia tidak bisa berhenti takjub. “Aku melihat dari ponsel. Aku kira tidak akan sebesar ini. ternyata sangat besar.” Gio mengusap pinggang Agatha. “Kamu suka?” tanya Gio. Agatha mengangguk. ia memeluk Gio. “Suka. Terima kasih ya.” “O
Rumah tangga Agatha dan Gio berjalan dengan lancar. Hubungan mereka harmonis.. Hari ini Gio berulang tahun. Agatha sedang berjalan di mall. Ia sedang mencari kado apa yang akan diberikan pada suaminya itu. Yang pasti kado yang bagus dan tidak terlupakan. “Apa anda sudah mempunyai ide untuk kado tuan Gio?” tanya Rami yang berada di belakangnya. Agatha menggeleng. “Aku tidak tahu. Mangkanya aku langsung ke sini. siapa tahu dengan melihat-lihat… jadi ingin membeli untuk Gio.” “Aku ingin membelikannya, barang yang tidak biasa.. yang lebih unik,” lanjut Agatha. “Barang yang unik ya…” Rami berpikir keras. Lalu tiba-tiba mengambil langkah di hadapan Agatha. “Kalian kan sudah menikah..” ucap Rami. “Bagaimana kalau sesuatu yang membuat kegiatan ranjang kalian semakin hot?” Agatha mengerjap. kemudian mengibaskan tangannya. “Tanpa barang, kami sudah hot, Rami.” Rami bersorak dengan heboh. “Heh!” Agatha menyenggol lengan sekretarisnya itu. Rami yang heboh membuat orang
“Apa aku terlambat?” tanya Agatha pelan. Gio pasti sedang di kamar. Ia akan minum dahulu sebelum kembali ke kamar. Sampai ia sangat terkejut saat ada yang memeluknya dari belakang. “Apa yang kamu lakukan sampai terlambat?” tanya Gio mengecup leher Agatha. Agatha memutar balikkan tubuhnya. “Aku asik belanja sampai tidak tahu waktu..” Gio menatap satu paper bag yang ditenteng Agatha. “Hanya membeli satu?” tanyanya. Agatha terkekeh pelan. “Kamu tahu sendiri aku bingung membeli. Jadi, aku hanya membeli satu.” “oh ya kartu kamu..” hendak mengeluarkan kartu Gio. Tapi Gio menahannya. “Kamu pegang saja. jika ingin membeli sesuatu pakai kartu itu.” “Lalu bagaimana dengan kamu? kamu Cuma punya satu kan?” tanya Agatha. ia mengambil kartu berwarna hitam itu. Kartu kredit unlimited. Kartu yang bisa digunakan untuk membeli apapun. Dengan sekali gesek saja. “Aku punya lagi.” Agatha menatap kartu itu. “Yakin aku yang pegang?” tanya Agatha memastikan. “Hm.” Gio mengangkat tubu
Gio berjalan ke parkiran. Moodnya benar-benar buruk. Kedua tangannya berada di dalam saku. “Kalau sedang sibuk, bisa bilang kan padaku? kirim satu pesan saja supaya aku tidak kesal. tapi dia mengabaikan semua pesanku..” Gio berjalan sembari mengomel. Namun ia berhenti ketika melihat satu wanita yang berdiri di samping mobilnya. Wanita yang menggunakan dress pendek berwarna hitam itu nampak tersenyum ceria. Wajahnya segar dengan rambut yang digerai. Berbeda sekali dengan wajahnya yang kusut dan ditekuk. Seperti pakaian lusuh yang tidak pernah disetrika. Agatha merentangkan tangannya. Gio mendekat—namun pria itu tidak memeluknya. Dengan wajah yang cemberut—melewati Agatha. Agatha segera mendekat dan memeluk suaminya yang marah itu dari belakang. “Kamu marah?” tanyanya. Melingkarkan tangannya dengan erat di perut Gio. “Jangan marah. Ada yang ingin aku tunjukkan padamu sayang..” Gio memutar tubuhnya. “Kamu mengabaikanku hari ini. Aku sangat kesal… aku juga kawatir.
“Hadiah untuk kamu.” Agatha membawa paper bag itu bersamanya. “Tapi nanti dulu. kita makan dulu.” menarik Gio untuk duduk di kursi. Agatha menuangkan anggur ke gelas mereka. “Oh ya kamu tidak minum ya?” tanya Agatha. Gio mengangguk. “Tapi sedikit saja tidak masalah.” “Baiklah.” Agatha mengangkat gelasnya. Saling menyentuh gelas hingga berdenting. “Cheers.” “Bagaimana perasaanmu?” tanya Agatha. “umur kamu bertambah, kamu sudah menjadi suami.” Gio tersenyum. “Aku sangat senang. Apalagi kamu di sisiku. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari hari ini.” “Kejutanku hari ini berhasil.” Gio mendengus pelan. “Aku tidak suka bagian kamu yang mengabaikanku.” Agatha mengerucutkan bibirnya. “Aku kan sudah bilang kalau aku tidak sengaja..” “Kamu belum memaafkanku?” tanya Agatha. Gio menepuk pahanya. “Suapi aku dulu. aku akan memaafkan kamu.” Agatha menggigit bibirnya pelan sebelum bangun. Kemudian mengambil duduk di pangkuan Gio. “Sudah aku bilang jangan menggigit bibi
21++ “Ahh!” Agatha bergerak di atas sofa. Milik mereka saling menyatu. Gio menggerakkan pinggang Agatha. Ia mendongak dan menatap tubuh istrinya yang begitu menggoda. Di atas sofa yang kecil ini. Gio duduk dengan Agatha berada di atas pangkuannya. Tangan Gio terulur mengusap dada Agatha. “Lebih cepat sayang ohh!” Gio meracau.. “Ahh.. aku!” “Iya lebih cepat sayang!!” Gio menggerakkan pinggang Agatha lebih cepat. Hingga kenikmatan itu bisa mereka jemput bersama. Agatha lemas terjatuh di bahu Gio. “Kita berhenti..” Ya, karena memang waktunya berhenti. mereka sudah melakukannya berkali-kali di sini tanpa lelah. Gio membaringkan tubuh mereka berdua di atas sofa kecil itu. Hanya menyelimuti tubuh mereka dengan selimut tipis. Gio mengusap pinggang bahu Agatha pelan.. “Apa kamu tertidur?” tanya Gio. Agatha menjadikan lengan Gio sebagai bantalan. Memeluk pria itu… “Anehnya aku tidak mengantuk.” Agatha mengusap dada Gio pelan. ia mendongak. “Jika kamu terus ber
“Tidak mungkin..” Minjae menggeleng. “Aku masih ingat itu yang pertama baginya. Aku melakukannya sangat lembut. Seperti—” “fiks dia memang anakmu!” Gio tersenyum dengan lebar. Ia memejamkan mata—kemudian tertawa. Tawa yang canggung namun begitu kencang. Menandakan kebahagiaan yang tidak terkira. Gio mendekati Minjae. Kemudian menyentuh kedua bahu Minjae dengan bahagia. “Minjae…” lirihnya. Minjae melotot. Ia mundur—takut sekali dengan Gio yang seperti ini. Lebih baik melihat wajah datar pria itu daripada melihat Gio yang meringis tertawa. Pria itu terlihat semakin bahagia. Gio lagi-lagi tertawa dengan dengan bahagia. “Hah!” Kemudian menatap Minjae seperti barang berharga. “Minjae…” lirihnya. “Saranghae!” memeluk Minjae dengan sayang. “Jangan pergi ke mana-mana!” “KAU GILA!” Teriak Minjae. Mendorong Gio sampai pria itu melepaskan pelukannya. Samuel yang menatap mereka menggeleng pelan. Tidak ada yang lebih konyol dari Gio yang sekarang. Memeluk Minjae adalah h
Gio mengosongkan jadwalnya hari ini untuk turun tangan dan mencari rekaman cctv itu sendiri. Ia tidak menyangka jika rekaman cctv itu sangat banyak dan berantakan. Mereka harus mencari hari tanggal dan tahun pada waktu ulang tahun samuel. Rekaman itu tersimpan dalam sebuah cd. Satu cd berisi rekaman satu hari. Ada orang-orang yang diperintahkan oleh Samuel untuk mencari cd itu. Mereka ada 3.. Dan cd-nya sangat banyak. pantas saja berhari-hari tidak ketemu, cdnya sangat banyak. Gio yang melihatnya saja sangat pusing. Bagaimana jika mencarinya sendiri. Gio duduk di lantai bersama Samuel. Mereka diam dan berusaha mencari cd di antara tumpukan cd yang lain. Ia bertambah kesal saat Minjae yang tiba-tiba menelepon dan ingin pergi menemui mereka. Awalnya memang ia menolak kedatangan Samuel. tapi Minjae menyebut kalau anak yang dikandung Julie adalah anaknya. Gio mengusap matanya yang terasa lelah mencari cd itu. “Kau bilang padanya masalah Julie denganku?” tan
Seorang pria tengah duduk di sebuah bangku di bandara. Jadwal keberangkatannya sebentar lagi. Hanya menunggu menit. Untungnya ia berpakaian tidak mencolok jadi penggemarnya tidak akan mengetahuinya. Minjae ada beberapa jadwal yang mengharuskannya kembali ke Korea..Meski sebenarnya urusannya yang ada di sini belum sepenuhnya tuntas. Manajer Minjae membawakan sebuah kopi. “Ayo kita berangkat.” Minjae berdiri. Resah di hatinya sudah ia rasakan sejak tadi malam… Menaruh kedua tangannya di dalam saku. Tapi kedua kakinya sangat berat untuk melangkah. “Aku tidak bisa pergi.” Minjae menatap Manajernya. “Ada hal yang aku urus. Aku tidak bisa pergi begitu saja.” Manajernya nampak lelah menghadapi Minjae. “Apa yang kau lakukan? Kau bukan anak-anak lagi. ini saat kau bekerja. kau akan pergi bermain dengan temanmu di sini?” Minjae menggeleng. “Itu bukan urusanmu.” “Aku minta padamu batalkan semua jadwalku seminggu yang akan datang. Aku akan membayar pinalti sebanyak yang mereka mau.”
di tempat yang berbeda. Di sebuah bar. Seorang pria dengan masker serta topi hitam itu tengah menatap pria di hadapannya dengan intens. “jika orang lain melihatmu menatapku seperti itu, orang-orang akan mengira kau menyukaiku..” Samuel berdecak. “Bahkan orang-orang bisa menganggap kita ini pasangan yang sedang bertengkar.” “Berhenti menatapku.” Samuel melotot. Minjae berdecak pelan. “Sebenarnya apa yang kau bicarakan dengan Gio?” “itu rahasiaku dengan Gio.” Samuel menjawab dengan tenang. “Kau lepas saja masker dan topimu. Di sini sepi, lagipula siapa yang mengikutimu sampai sejauh ini…” omel Samuel. Minjae menggeleng pelan. “Aku tidak tahu siapa yang akan memotretku dan menyebarkan rumor diam-diam…” Samuel berdecack. “Tidak usah sok misterius. Kau punya banyak skandal kencan. Untung saja kau punya banyak penggemar yang selalu melindungimu.” Minjae akhirnya membuka masker dan topinya berkat omelan Samuel. “Tunggu, kau belum menjawabku.” Minjae mengernyit. “Apa yan
Agatha berjalan melewati Gio. Kemudian berhenti sebelum menaiki tangga. “Aku akan tidur di ruang tamu.” Itulah… Pada akhirnya hal itu membawa bencana bagi hubungan Agatha dan Gio. Gio mengambil duduk… Mengacak rambutnya frustasi. Gio mengambil ponselnya. menghubungi temannya. Hanya cctv itu yang bisa mengungkap kebenarannya. Gio tidak takut kebenaran jika itu memang anaknya. Ia akan bertanggung jawab, ia akan melakukan apapun untuk menebus dosanya. Tapi, ia tidak akan meninggalkan istrinya dan pergi ke wanita itu. “Halo,” sambungan itu akhirnya terhubung. “Kau sudah menemukan cctv itu?” tanya Gio. Samuel terdengar menghela napas. “Belum. Sorry, tapi aku sudah mengerahkan seluruh orang-orangku untuk mencari. Tapi mereka butuh waktu untuk menemukannya…” “Baiklah,” balas Gio. “Siapa?” tanya seseorang yang muncul di balik telepon. “Gio kah?” tanya seseorang itu dengan samar-samar. “Hai… teman lama,” ujar seseorang. Gio mengernyit. menjauhkan ponselnya seben
Gio pulang lebih awal. itulah yang diinginkan oleh Agatha. Ia sekarang memasak untuk makan malam mereka. Tapi ketika ia melihat jam tangannya. Seharusnya Agatha sudah pulang, meskipun lembur di kantor. Gio menata masakannya di atas meja. Kemudian melepaskan apron yang ada di tubuhnya. “Semoga dia suka.” Gio menatap hasil masakannya dengan bangga. Sampai pintu utama terbuka. Ia menatap Agatha yang tengah berdiri di ambang pintu. “Kamu sudah pulang..” Gio mendekat. Namun langkahnya memelan ketika melihat Agatha yang begitu marah. “Kenapa?” tanya Gio. Gio terlihat bingung dengan Agatha yang diam saja dengan pertanyaannya. “Ada yang ingin kamu sampaikan padaku sebelum aku menyampaikan semuanya?” tanya Agatha. Gio mengernyit. “Kena—” Gio berhenti berkata. “Kamu sudah tahu semuanya?” tanya Gio. Mengambil tangan Agatha dan mengusapnya perlahan. “Kamu pasti bertemu dengan Julie kan?” tanya Gio. “Dia memberitahu kamu semuanya?” tanya Gio. Agatha mengangguk. “Hm.. aku juga tahu
Julie terdiam sesaat. Kedua alisnya mengernyit. Dari raut wajah pria ini lebih serisu dari biasanya. Minjae nampak memohon. Dengan genggaman tangan pria itu di pergelangan tangannya yang semakin erat. Julie menggeleng pelan. “Untuk apa aku melihatmu!” menghempaskan tangan Minjae begitu saja. “Kau tidak lebih dari pria brengsek yang selalu bermain-main dengan wanita!” ucap Julie menggebu-gebu. “Dari dulu sampai sekarang, berita skandalmu sering diberitakan. Apa kau tidak malu?” tanya Julie. “Kau…” “Kau bukanlah seleraku..” Julie mendongak. “Seleraku tetap saja, Gio. Gio pria tampan yang pendiam dan setia…” “Bukan sepertimu pria brengsek yang mengencani banyak wanita!” Julie langsung pergi setelah itu. Ia meninggalkan Minjae yang terdiam di ambang pintu. Menatap punggung Julie yang semakin menjauh kemudian menghilang. Seperti itulah akhirnya Julie dan Minjae. Pada akhirnya Julie semakin bertekad untuk merebut Gio. Meski pria itu sudah menikah. Ia tidak akan
Masih flashback. Setelah percintaan panas itu… Julie berkali-kali meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah kesalahan. Saat ini ia sedang bersiap akan pergi. Sedangkan Minjae malah duduk dengan santai sembari minum kopi. “Kau akan pergi begitu saja?” tanya Minjae menatap Julie. Ia tersenyum. menatap pakaian yang dipilihnya sangat pas di tubuh Julie. Hanya dala sekali sentuh saja ia bisa menentukan ukuran yang tepat pada perempuan itu. Memang hebat sekali dirinya. Julie menatap sinis Minjae. “Memangnya apa? aku akan menganggap hal ini one night stand. Aku tidak akan memperpanjang kejadian ini..” ucapnya. Minjae tersenyum. “Aku tidak menganggapnya one night stand.” Kemudian berdiri—mendekati Julie yang was-was dengan pergerakannya. Minjae memojokkan Julie. “Kau harus membayarku karena aku berhasil membuatmu merasakan kenikmatan…” Julie melebarkan mata. “Kalau tidak.. ya terima kasih saja padaku.” tersenyum miring. Pandangannya jatuh pada bibir Julie yang kini suda
Flashback beberapa hari yang lalu. tepatnya saat Julie minum teh dengan Minjae. Di sebuah kamar yang luas. Kamar hotel tepatnya. Seorang wanita terbangun dari tidurnya. Mengernyit pelan…. Menatap tubuhnya sendiri yang tidak menggunakan apapun. Julie menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Ia menutup kembali tubuhnya dengan selimut. Ayo berpikir, apa yang sedang terjadi padanya. Julie melebarkan matanya ketika sebuah tangan menarik pinggangnya. Ia membalikkan tubuhnya—seketika… Hampir saja ia berteriak. Minjae yang berada di hadapannya. Pria itu masih memejamkan mata. melihat dari tubuh pria itu—sepertinya mereka memang sama-sama telanjang. Julie menutup rapat mulutnya. Jangan sampai terbuka dan membuat pria ini bangun. Bagaimanapun ia harus pergi dari sini. jangan terlibat dengan pria selebriti itu. Lalu melupakan kejadian ini seperti tidak pernah terjadi. Julie pelan-pelan menyingkirkan tangan Minjae. Namun baru saja saja menyentuh tangan pria itu. Tubuhnya kembali di