“Tunggu..” Agatha kehabisan napas. Mengatur napasnya perlahan.. kemudian mendongak. Lalu tersenyum. “Aku harus mencukur bulu ini..” Gio menyipitkan mata—jemarinya mengusap bibir bawah Agatha yang basah. Lalu menatap cermin yang berada di hadapannya. “Bukankah aku semakin tampan dengan bulu-bulu di jenggot..” Agatha juga menatap cermin… “Kalau ingin tetap mempunyai bulu-bulu ini di jenggotmu. Jangan menciumku lagi.” Gio melotot. “Ooh tidak bisa..” kemudian menggeleng. “Kalau begitu bantu aku mencukurnya.” Gio mencegah Agatha yang ingin turun—pria itu mengambil peralatannya mencukur. Agatha duduk—dengan tangan yang cekatan mengambil peralatan itu kemudian membantu Gio menghilangkan bulu-bulu itu.. “Kamu akan terlihat semakin muda kalau tidak punya bulu,” gumam Agatha. “Aku memang masih muda.” Gio mencuri ciuman di pipi Agatha. Membuat pipi Agatha terkena cream khusus mencukur. Cream berwarna putih itu berada di pipi Agatha. Gio tertawa pelan. kemudian mencubit pipi Agatha
Agatha mendongak—merangkak naik di pangkuan Gio. “Jelas berbeda. Sekolahmu sekolah elit yang dihuni anak-anak orang kaya. Aku sekolah di negeri. Sekolah biasa…” Agatha menggeleng pelan. “Susah memang… orang kaya sejak lahir seperti kamu tidak mengerti kehidupan rakyat sepertiku!” Gio mengusap helaian rambut Agatha ke belakang. “Apa itu berarti… aku pangeran kamu rakyat jelata?” Agatha mendengus. “Tidak usah diperjelas tidak bisa?” Gio tertawa lagi. akhirnya bisa menggoda wanita ini lagi. Jemarinya mengusap pinggang Agatha… Kemudian menarik tubuh Agatha ke dalam pelukannya. “Harper adalah perusahaan yang lumayan besar. Bagaimana bisa mereka menyekolahkamu di sekolah biasa?” tanya Gio. Agatha tersenyum getir jika mengingatnya. “Dari awal aku memang diperlakukan berbeda…” “Jordy disekolahkan di sekolah terbaik… aku tidak tahu apakah dia bersekolah di sekolah yang sama denganmu atau tidak. Tapi dia memiliki seragam yang benar-benar bagus. setiap hari diantar sopir.”
Haruskah melakukan ini? Datang ke acara alumni dengan Gio. Giorgino Hendra Winston yang terbiasa dengan kehidupan kelas atas. Lantas bagaimana jadinya saat alumni international school datang ke acara alumni sekolah negeri? Agatha menatap dirinya dan Gio di hadapan cermin. Agatha menggunakan dress hitam. Tertutup, sama sekali tidak seksi. Bahaya, kata Gio. Banyak pria yang bisa menatap Agatha. Gio sendiri menggunakan kemeja dan celana berwarna hitam. Tidak lupa jam tangan mahal. Agatha menatap Gio. “Bukankah kamu terlalu berlebihan?” “Bagaimana kalau banyak yang menyukai kamu?” Gio tertawa. “Semuanya tidak berarti karena aku hanya menyukai kamu.” sembari mengedipkan mata. “Ayo berangkat.” Agatha tersenyum lebar. Akhirnya ia bisa merasakan kehidupan seperti pada umumnya. Berkencan. Berkencan dengan pria tampan lagi. Pergi ke acara alumni tanpa rasa takut ataupun malu. Tidak menunggu waktu lama.. Agatha dan Gio sampai di restoran yang tercantum di undangan
Pria itu.. Saat datang langsung memeluk Agatha. Cipika-cipiki! Oh tidak! Gio melotot.. Kedua tangannya mengepal. Gio memincingkan mata. Menatap Agatha yang berbicara santai dengan pria itu. “Tenanglah,” ucap Dani yang berada di samping Gio. “Kau lebih kaya darinya, santai saja.” Gio menoleh—semakin kesal dengan ucapan teman Agatha ini. “Kenapa?” tanya Dani. “Yang aku ucapkan memang benar kan.” Kemudian merangkul Gio. “Jangan khawatir.” Gio menurunkan tangan Dani dari bahunya. Sudah ditatap tajam tapi tidak juga sadar. “Nanti ada lomba. Pastikan kau harus menang darinya.” Bisik Dani. “Lomba apa?” tanya Gio. “basket. Karena di sini rata-rata bisa basket,” jelas Dani. Dan benar. Mereka mengadakan lomba basket. Karena di samping bisa digunakan. Sebenarnya lapangannya kecil. Tapi bisa digunakan. “Apa kamu yakin?” tanya Agatha. Gio mengangguk. menggulung lengan kemejanya sampai siku. Ia juga membuka tiga kancing teratas kemejanya. “Aku harus meng
Shoot! Gio berhasil memasukkan bola itu hingga menambah skor akhir pada timnya. “AAAA.” Agatha bersorak atas kemenangan tim kekasihnya. Agatha meloncat dengan bahagia. Agatha mendekat dan memeluk Gio. Biar saja, biar semua tahu kalau Gio itu kekasihnya. Biar yang panas semakin panas. Agatha memejamkan mata ketika Gio mendekat dan mencium keningnya dengan hangat. Agatha mendongak—kemudian tersenyum. “Selamat!” Gio mengangguk—menarik Agatha ke dalam pelukannya. “Permainan yang bagus!” seorang pria mendekat. Mengulurkan tangannya yang bertatto itu. Gio menatap tangan itu sebentar sebelum menjabatnya. “Ini Nathan,” ucap Agatha. “Teman sekelasku. Dia atlit basket,” ucap Agatha. “Oh ya, Nath. Dia kekasihku, Giorgino.” Gio mengangguk. tangannya menarik pinggang Agatha. Sengaja memeluk pinggang Agatha dari samping. Percakapan mereka terhenti ketika Dani yang memeluk leher Gio tiba-tiba. “Kau tidak lupa janjimu kan?” tanya Dani. “Janji apa?” tanya Agatha galak.
21++++ Tubuh mereka saling menempel. Agatha membuka bibirnya. memberikan Gio akses agar lebih mudah menciumnya. Gio tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Agatha mendongak—ciuman pria itu turun. Menjelajahi lehernya. Agatha mengusap helaian rambut Gio. Dengan mudah Gio membawa tubuh Agatha ke atas pangkuannya. Tapi—tak lama Gio berhenti. “Apa tubuhmu ada yang sakit?” Agatha menggeleng. matanya sayu… Agatha sendiri berada di dalam gelombang gairah. Agatha mengambil tangan Gio. Diarahkannya ke dadanya. “Touch me..” Gio tersenyum miring—kemudian menarik tengkuk Agatha dan kembali mencium bibir wanita itu. Sedangkan tangannya sibuk mengusap punggung Agatha… Jemarinya dengan mudah menarik resleting dress Agatha ke bawah. Agatha mengecup leher Agatha… Turun ke bawah…. Agatha melenguh tak tertahan. “Tadi…” gumam Gio. “Tadi anak temanmu lucu kan?” tanyanya. Agatha mengangguk. tangan Gio tidak berhenti meremas buah dadanya dengan sensual. Meremasnya dan memili
21++Gio menggendong tubuh Agatha. Menurunkan tubuh Agatha di atas ranjang dengan hati-hati. “Apa ada yang sakit?” tanya Gio. Ia harus memastikan bahwa Agatha baik-baik saja. jangan sampai kesakitan. Gio menunggu jawaban Agatha yang berada di bawahnya. tangannya menarik dasi—kemudian melepas kancing teras kemejanya. Agatha bangun—tangannya yang lentik itu membantu melepaskan sabuk di pinggang Gio. “Kamu belum menjawabku sayang.” Gio menarik dagu Agatha. Agatha mendongak—tapi jemarinya memang tidak bisa tinggal diam. Menyentuh gundukan milik Gio yang tengah menegang. “Apa masih perlu jawaban?” tanya Agatha. Menurunkan resleting celana Gio… “Agatha…” lirih Gio… Agatha melakukan tugasnya. menyentuh milik Gio dengan ahli..Gio mendongak—dengan jakun yang naik turun… Keringat yang membanjiri wajah pria itu…. Tangannya menggenggam rambut belakang Agatha… “Lebih cepat sayang ohh!” racau Gio. Tapi Agatha berhenti…. melepaskan milik Gio yang tadinya berada di dalam mulutnya. A
21++ Agatha terbangun lebih dulu. Sinar matahari yang masuk melalui jendela membuatnya mengernyit. Pinggangnya terasa berat karena tangan seseorang. Kakinya juga berat…. Karena tindihan kaki seseorang. Tubuh mereka hanya ditutupi oleh selimut putih. Agatha membalikkan tubuhnya. mengamati wajah Gio yang tertidur dengan damai. Tadi malam…. Gio melakukannya dengan lembut. Takut dirinya sakit. Padahal Agatha merasa ia sudah sembuh. Jemarinya terulur menyentuh alis pria itu. tebal sekali… “Sudah bangun?” tanya Gio dengan mata yang sudah tertutup. Ia mengambil tangan Agatha dan mengecupnya. “mau ke mana hari ini?” tanyanya. “Aku tidak tahu. Kamu sendiri mau ke mana?” tanya Agatha. Gio menarik Agatha ke dalam pelukannya. Kulit tubuh mereka saling menempel. “Kalau aku sih pengennya tidak ke mana-mana. Pengen mengurung kamu seharian di kamar. Dan kita bisa bercinta seharian juga…” Agatha menghembuskan napas kasar. “Dasar!” Gio membuka mata—tangannya mengusap
Cd itu coba diputar dengan alat jadul. Dari rekaman itu menunjukkan bahwa sebelum Julie datang ke kamar Gio berada. Julie dan Minjae lewat di depan kamar sambil berciuman. Akhirnya mereka masuk ke dalam kamar yang berada di samping. Setelah beberapa lama… Minjae keluar dari kamar. Pria itu keluar sambil bertelepon dengan ibunya. Keadaan masih malam. Rekaman cctv menunjukkan pukul 2 malam. “Aku dimarahi ibuku, jadi aku segera pulang dan meninggalkan Julie di dalam kamar sendirian. Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi…” Minjae menjelaskan situasi yang terjadi. “Dasar tidak bertanggung jawab. Sebelum kau pergi setidaknya kau bisa mengirim dia pesan, atau menulis pesan. Agar dia tahu kalau dia itu tidur denganmu.” Samuel mengomel panjang lebar. “Iya… namanya juga sudah panik. Aku takut fasilitasku dicabut mangkanya aku langsung pergi begitu saja,” balas Minjae. Menunggu apa yangn terjadi… Ternyata Gio yang keluar dari kamar… Gio sepertinya masih mabuk. Pa
“Tidak mungkin..” Minjae menggeleng. “Aku masih ingat itu yang pertama baginya. Aku melakukannya sangat lembut. Seperti—” “fiks dia memang anakmu!” Gio tersenyum dengan lebar. Ia memejamkan mata—kemudian tertawa. Tawa yang canggung namun begitu kencang. Menandakan kebahagiaan yang tidak terkira. Gio mendekati Minjae. Kemudian menyentuh kedua bahu Minjae dengan bahagia. “Minjae…” lirihnya. Minjae melotot. Ia mundur—takut sekali dengan Gio yang seperti ini. Lebih baik melihat wajah datar pria itu daripada melihat Gio yang meringis tertawa. Pria itu terlihat semakin bahagia. Gio lagi-lagi tertawa dengan dengan bahagia. “Hah!” Kemudian menatap Minjae seperti barang berharga. “Minjae…” lirihnya. “Saranghae!” memeluk Minjae dengan sayang. “Jangan pergi ke mana-mana!” “KAU GILA!” Teriak Minjae. Mendorong Gio sampai pria itu melepaskan pelukannya. Samuel yang menatap mereka menggeleng pelan. Tidak ada yang lebih konyol dari Gio yang sekarang. Memeluk Minjae adalah h
Gio mengosongkan jadwalnya hari ini untuk turun tangan dan mencari rekaman cctv itu sendiri. Ia tidak menyangka jika rekaman cctv itu sangat banyak dan berantakan. Mereka harus mencari hari tanggal dan tahun pada waktu ulang tahun samuel. Rekaman itu tersimpan dalam sebuah cd. Satu cd berisi rekaman satu hari. Ada orang-orang yang diperintahkan oleh Samuel untuk mencari cd itu. Mereka ada 3.. Dan cd-nya sangat banyak. pantas saja berhari-hari tidak ketemu, cdnya sangat banyak. Gio yang melihatnya saja sangat pusing. Bagaimana jika mencarinya sendiri. Gio duduk di lantai bersama Samuel. Mereka diam dan berusaha mencari cd di antara tumpukan cd yang lain. Ia bertambah kesal saat Minjae yang tiba-tiba menelepon dan ingin pergi menemui mereka. Awalnya memang ia menolak kedatangan Samuel. tapi Minjae menyebut kalau anak yang dikandung Julie adalah anaknya. Gio mengusap matanya yang terasa lelah mencari cd itu. “Kau bilang padanya masalah Julie denganku?” tan
Seorang pria tengah duduk di sebuah bangku di bandara. Jadwal keberangkatannya sebentar lagi. Hanya menunggu menit. Untungnya ia berpakaian tidak mencolok jadi penggemarnya tidak akan mengetahuinya. Minjae ada beberapa jadwal yang mengharuskannya kembali ke Korea..Meski sebenarnya urusannya yang ada di sini belum sepenuhnya tuntas. Manajer Minjae membawakan sebuah kopi. “Ayo kita berangkat.” Minjae berdiri. Resah di hatinya sudah ia rasakan sejak tadi malam… Menaruh kedua tangannya di dalam saku. Tapi kedua kakinya sangat berat untuk melangkah. “Aku tidak bisa pergi.” Minjae menatap Manajernya. “Ada hal yang aku urus. Aku tidak bisa pergi begitu saja.” Manajernya nampak lelah menghadapi Minjae. “Apa yang kau lakukan? Kau bukan anak-anak lagi. ini saat kau bekerja. kau akan pergi bermain dengan temanmu di sini?” Minjae menggeleng. “Itu bukan urusanmu.” “Aku minta padamu batalkan semua jadwalku seminggu yang akan datang. Aku akan membayar pinalti sebanyak yang mereka mau.”
di tempat yang berbeda. Di sebuah bar. Seorang pria dengan masker serta topi hitam itu tengah menatap pria di hadapannya dengan intens. “jika orang lain melihatmu menatapku seperti itu, orang-orang akan mengira kau menyukaiku..” Samuel berdecak. “Bahkan orang-orang bisa menganggap kita ini pasangan yang sedang bertengkar.” “Berhenti menatapku.” Samuel melotot. Minjae berdecak pelan. “Sebenarnya apa yang kau bicarakan dengan Gio?” “itu rahasiaku dengan Gio.” Samuel menjawab dengan tenang. “Kau lepas saja masker dan topimu. Di sini sepi, lagipula siapa yang mengikutimu sampai sejauh ini…” omel Samuel. Minjae menggeleng pelan. “Aku tidak tahu siapa yang akan memotretku dan menyebarkan rumor diam-diam…” Samuel berdecack. “Tidak usah sok misterius. Kau punya banyak skandal kencan. Untung saja kau punya banyak penggemar yang selalu melindungimu.” Minjae akhirnya membuka masker dan topinya berkat omelan Samuel. “Tunggu, kau belum menjawabku.” Minjae mengernyit. “Apa yan
Agatha berjalan melewati Gio. Kemudian berhenti sebelum menaiki tangga. “Aku akan tidur di ruang tamu.” Itulah… Pada akhirnya hal itu membawa bencana bagi hubungan Agatha dan Gio. Gio mengambil duduk… Mengacak rambutnya frustasi. Gio mengambil ponselnya. menghubungi temannya. Hanya cctv itu yang bisa mengungkap kebenarannya. Gio tidak takut kebenaran jika itu memang anaknya. Ia akan bertanggung jawab, ia akan melakukan apapun untuk menebus dosanya. Tapi, ia tidak akan meninggalkan istrinya dan pergi ke wanita itu. “Halo,” sambungan itu akhirnya terhubung. “Kau sudah menemukan cctv itu?” tanya Gio. Samuel terdengar menghela napas. “Belum. Sorry, tapi aku sudah mengerahkan seluruh orang-orangku untuk mencari. Tapi mereka butuh waktu untuk menemukannya…” “Baiklah,” balas Gio. “Siapa?” tanya seseorang yang muncul di balik telepon. “Gio kah?” tanya seseorang itu dengan samar-samar. “Hai… teman lama,” ujar seseorang. Gio mengernyit. menjauhkan ponselnya seben
Gio pulang lebih awal. itulah yang diinginkan oleh Agatha. Ia sekarang memasak untuk makan malam mereka. Tapi ketika ia melihat jam tangannya. Seharusnya Agatha sudah pulang, meskipun lembur di kantor. Gio menata masakannya di atas meja. Kemudian melepaskan apron yang ada di tubuhnya. “Semoga dia suka.” Gio menatap hasil masakannya dengan bangga. Sampai pintu utama terbuka. Ia menatap Agatha yang tengah berdiri di ambang pintu. “Kamu sudah pulang..” Gio mendekat. Namun langkahnya memelan ketika melihat Agatha yang begitu marah. “Kenapa?” tanya Gio. Gio terlihat bingung dengan Agatha yang diam saja dengan pertanyaannya. “Ada yang ingin kamu sampaikan padaku sebelum aku menyampaikan semuanya?” tanya Agatha. Gio mengernyit. “Kena—” Gio berhenti berkata. “Kamu sudah tahu semuanya?” tanya Gio. Mengambil tangan Agatha dan mengusapnya perlahan. “Kamu pasti bertemu dengan Julie kan?” tanya Gio. “Dia memberitahu kamu semuanya?” tanya Gio. Agatha mengangguk. “Hm.. aku juga tahu
Julie terdiam sesaat. Kedua alisnya mengernyit. Dari raut wajah pria ini lebih serisu dari biasanya. Minjae nampak memohon. Dengan genggaman tangan pria itu di pergelangan tangannya yang semakin erat. Julie menggeleng pelan. “Untuk apa aku melihatmu!” menghempaskan tangan Minjae begitu saja. “Kau tidak lebih dari pria brengsek yang selalu bermain-main dengan wanita!” ucap Julie menggebu-gebu. “Dari dulu sampai sekarang, berita skandalmu sering diberitakan. Apa kau tidak malu?” tanya Julie. “Kau…” “Kau bukanlah seleraku..” Julie mendongak. “Seleraku tetap saja, Gio. Gio pria tampan yang pendiam dan setia…” “Bukan sepertimu pria brengsek yang mengencani banyak wanita!” Julie langsung pergi setelah itu. Ia meninggalkan Minjae yang terdiam di ambang pintu. Menatap punggung Julie yang semakin menjauh kemudian menghilang. Seperti itulah akhirnya Julie dan Minjae. Pada akhirnya Julie semakin bertekad untuk merebut Gio. Meski pria itu sudah menikah. Ia tidak akan
Masih flashback. Setelah percintaan panas itu… Julie berkali-kali meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah kesalahan. Saat ini ia sedang bersiap akan pergi. Sedangkan Minjae malah duduk dengan santai sembari minum kopi. “Kau akan pergi begitu saja?” tanya Minjae menatap Julie. Ia tersenyum. menatap pakaian yang dipilihnya sangat pas di tubuh Julie. Hanya dala sekali sentuh saja ia bisa menentukan ukuran yang tepat pada perempuan itu. Memang hebat sekali dirinya. Julie menatap sinis Minjae. “Memangnya apa? aku akan menganggap hal ini one night stand. Aku tidak akan memperpanjang kejadian ini..” ucapnya. Minjae tersenyum. “Aku tidak menganggapnya one night stand.” Kemudian berdiri—mendekati Julie yang was-was dengan pergerakannya. Minjae memojokkan Julie. “Kau harus membayarku karena aku berhasil membuatmu merasakan kenikmatan…” Julie melebarkan mata. “Kalau tidak.. ya terima kasih saja padaku.” tersenyum miring. Pandangannya jatuh pada bibir Julie yang kini suda