Pria itu.. Saat datang langsung memeluk Agatha. Cipika-cipiki! Oh tidak! Gio melotot.. Kedua tangannya mengepal. Gio memincingkan mata. Menatap Agatha yang berbicara santai dengan pria itu. “Tenanglah,” ucap Dani yang berada di samping Gio. “Kau lebih kaya darinya, santai saja.” Gio menoleh—semakin kesal dengan ucapan teman Agatha ini. “Kenapa?” tanya Dani. “Yang aku ucapkan memang benar kan.” Kemudian merangkul Gio. “Jangan khawatir.” Gio menurunkan tangan Dani dari bahunya. Sudah ditatap tajam tapi tidak juga sadar. “Nanti ada lomba. Pastikan kau harus menang darinya.” Bisik Dani. “Lomba apa?” tanya Gio. “basket. Karena di sini rata-rata bisa basket,” jelas Dani. Dan benar. Mereka mengadakan lomba basket. Karena di samping bisa digunakan. Sebenarnya lapangannya kecil. Tapi bisa digunakan. “Apa kamu yakin?” tanya Agatha. Gio mengangguk. menggulung lengan kemejanya sampai siku. Ia juga membuka tiga kancing teratas kemejanya. “Aku harus meng
Shoot! Gio berhasil memasukkan bola itu hingga menambah skor akhir pada timnya. “AAAA.” Agatha bersorak atas kemenangan tim kekasihnya. Agatha meloncat dengan bahagia. Agatha mendekat dan memeluk Gio. Biar saja, biar semua tahu kalau Gio itu kekasihnya. Biar yang panas semakin panas. Agatha memejamkan mata ketika Gio mendekat dan mencium keningnya dengan hangat. Agatha mendongak—kemudian tersenyum. “Selamat!” Gio mengangguk—menarik Agatha ke dalam pelukannya. “Permainan yang bagus!” seorang pria mendekat. Mengulurkan tangannya yang bertatto itu. Gio menatap tangan itu sebentar sebelum menjabatnya. “Ini Nathan,” ucap Agatha. “Teman sekelasku. Dia atlit basket,” ucap Agatha. “Oh ya, Nath. Dia kekasihku, Giorgino.” Gio mengangguk. tangannya menarik pinggang Agatha. Sengaja memeluk pinggang Agatha dari samping. Percakapan mereka terhenti ketika Dani yang memeluk leher Gio tiba-tiba. “Kau tidak lupa janjimu kan?” tanya Dani. “Janji apa?” tanya Agatha galak.
21++++ Tubuh mereka saling menempel. Agatha membuka bibirnya. memberikan Gio akses agar lebih mudah menciumnya. Gio tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Agatha mendongak—ciuman pria itu turun. Menjelajahi lehernya. Agatha mengusap helaian rambut Gio. Dengan mudah Gio membawa tubuh Agatha ke atas pangkuannya. Tapi—tak lama Gio berhenti. “Apa tubuhmu ada yang sakit?” Agatha menggeleng. matanya sayu… Agatha sendiri berada di dalam gelombang gairah. Agatha mengambil tangan Gio. Diarahkannya ke dadanya. “Touch me..” Gio tersenyum miring—kemudian menarik tengkuk Agatha dan kembali mencium bibir wanita itu. Sedangkan tangannya sibuk mengusap punggung Agatha… Jemarinya dengan mudah menarik resleting dress Agatha ke bawah. Agatha mengecup leher Agatha… Turun ke bawah…. Agatha melenguh tak tertahan. “Tadi…” gumam Gio. “Tadi anak temanmu lucu kan?” tanyanya. Agatha mengangguk. tangan Gio tidak berhenti meremas buah dadanya dengan sensual. Meremasnya dan memili
21++Gio menggendong tubuh Agatha. Menurunkan tubuh Agatha di atas ranjang dengan hati-hati. “Apa ada yang sakit?” tanya Gio. Ia harus memastikan bahwa Agatha baik-baik saja. jangan sampai kesakitan. Gio menunggu jawaban Agatha yang berada di bawahnya. tangannya menarik dasi—kemudian melepas kancing teras kemejanya. Agatha bangun—tangannya yang lentik itu membantu melepaskan sabuk di pinggang Gio. “Kamu belum menjawabku sayang.” Gio menarik dagu Agatha. Agatha mendongak—tapi jemarinya memang tidak bisa tinggal diam. Menyentuh gundukan milik Gio yang tengah menegang. “Apa masih perlu jawaban?” tanya Agatha. Menurunkan resleting celana Gio… “Agatha…” lirih Gio… Agatha melakukan tugasnya. menyentuh milik Gio dengan ahli..Gio mendongak—dengan jakun yang naik turun… Keringat yang membanjiri wajah pria itu…. Tangannya menggenggam rambut belakang Agatha… “Lebih cepat sayang ohh!” racau Gio. Tapi Agatha berhenti…. melepaskan milik Gio yang tadinya berada di dalam mulutnya. A
21++ Agatha terbangun lebih dulu. Sinar matahari yang masuk melalui jendela membuatnya mengernyit. Pinggangnya terasa berat karena tangan seseorang. Kakinya juga berat…. Karena tindihan kaki seseorang. Tubuh mereka hanya ditutupi oleh selimut putih. Agatha membalikkan tubuhnya. mengamati wajah Gio yang tertidur dengan damai. Tadi malam…. Gio melakukannya dengan lembut. Takut dirinya sakit. Padahal Agatha merasa ia sudah sembuh. Jemarinya terulur menyentuh alis pria itu. tebal sekali… “Sudah bangun?” tanya Gio dengan mata yang sudah tertutup. Ia mengambil tangan Agatha dan mengecupnya. “mau ke mana hari ini?” tanyanya. “Aku tidak tahu. Kamu sendiri mau ke mana?” tanya Agatha. Gio menarik Agatha ke dalam pelukannya. Kulit tubuh mereka saling menempel. “Kalau aku sih pengennya tidak ke mana-mana. Pengen mengurung kamu seharian di kamar. Dan kita bisa bercinta seharian juga…” Agatha menghembuskan napas kasar. “Dasar!” Gio membuka mata—tangannya mengusap
Di pulau. Mereka sampai di villa.. Semuanya masih indah…. Seperti dahulu. Agatha berjalan ke belakang Vila kemudian mengambil duduk di samping kolam renang. Menurunkan kakinya hingga terkena air. “menenangkan…” lirihnya. Gio menatap Agatha sebentar. kemudian membawa satu kelapa utuh… “Di sini bagus kan?” tanya Gio. “Ini..” Agatha mengambilnya. kemudian menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. “Akhirnya aku bisa hidup dengan santai mulai sekarang…” lirihnya. Gio mengusap bahu Agatha pelan. “memangnya apa impianmu dari dulu?” “Hidup santai tapi banyak uang.” Agatha tertawa pelan. “Padahal orang kaya juga bekerja. tidak ada orang kaya yang banyak uang tanpa bekerja.” “Pintar ya kamu.” Agatha berdecak. “tidak usah mengejek.” Gio menatap lurus ke depan. “Aku suka melihat wajah kesalmu.” Mencubit pipi Agatha dari samping. “Acara alumni sekolahku, seru atau tidak?” tanya Agatha tiba-tiba. Agatha hanya ingin mendengar pendapat Gio saja. “Lumayan. Tapi membahayakan seperti ka
Malam harinya… Agatha sudah bersiap akan tidur menggunakan piyama. Tapi tiba-tiba Gio mengajaknya keluar. Sampai di pantai dan naik ke Yacth. Ternyata di sana pria itu sudah menyiapkannya makan malam romantis. “Waah…” Agatha takjub dengan sepasang kursi dengan meja di tengah. Dengan meja yang terisi penuh oleh makanan… Agatha mengerucutkan bibirnya. “Kalau acara romantis seperti ini, seharusnya aku menggunakan pakaian yang lebih bagus.” “Lihat aku…” Agatha menunjuk dirinya yang menggunakan piyama panjang dengan motif panda. “Aku seperti badut.” Gio tertawa pelan. mengusap pinggang Agatha pelan. “Kamu lucu tapi bukan badut.” Agatha menyipitkan mata. kemudian berdecak. “Tidak ada sekali. kamu berpakaian rapi. Aku seperti ini…” Sebenarnya sama saja. Gio hanya menggunakan kemeja santai dan celana santai. Tapi memang terlihat lebih formal. Dan lebih masuk akal untuk makan malam romantis ini. Dibandingkan Agatha yang hanya menggunakan piyaman saja. “Tidak masala
Gio memasangkan cincin itu di jari manis Agatha… Mengusap jari manis Agatha—kemudian menciumnya. “Cantik..” lirihnya. Agatha mendekat. “Cantik cincinnya atau aku?” “Kamu.” Gio tersenyum dan menarik tengkuk Agatha. Mencium bibir wanita itu dengan lembut. Ciuman yang lembut itu berubah menjadi ciuman yang penuh gairah. Namun… “Kruuuk!” Gio melepaskan Agatha. “Kamu lapar..” Agatha terkekeh. “Iya..” Gio menarik Agatha untuk duduk di kursi. Mulai makan dengan tenang… “Di mana sopirnya?” tanya Agatha menatap kemudi Yacht yang sudah kosong. “Aku sudah menyuruhnya pergi,” balas Gio. Ia menyuapi Agatha dengan sayur. Agatha yang tidak sadar membuka mulutnya menerima sayur itu. ia terlalu fokus dengan sopir yacht. Mengunyah sayur itu dengan terpaksa sembari menatap Gio sengit. “Sengaja ya…” Gio tertawa. “memang..” jemarinya terulur mengusap bibir Agatha. Agatha tersenyum miring. Menjulurkan lidahnya kemudian menjilat jemari Gio yang mengusap bibirnya. “Oh. Aku
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men