Malam harinya… Agatha sudah bersiap akan tidur menggunakan piyama. Tapi tiba-tiba Gio mengajaknya keluar. Sampai di pantai dan naik ke Yacth. Ternyata di sana pria itu sudah menyiapkannya makan malam romantis. “Waah…” Agatha takjub dengan sepasang kursi dengan meja di tengah. Dengan meja yang terisi penuh oleh makanan… Agatha mengerucutkan bibirnya. “Kalau acara romantis seperti ini, seharusnya aku menggunakan pakaian yang lebih bagus.” “Lihat aku…” Agatha menunjuk dirinya yang menggunakan piyama panjang dengan motif panda. “Aku seperti badut.” Gio tertawa pelan. mengusap pinggang Agatha pelan. “Kamu lucu tapi bukan badut.” Agatha menyipitkan mata. kemudian berdecak. “Tidak ada sekali. kamu berpakaian rapi. Aku seperti ini…” Sebenarnya sama saja. Gio hanya menggunakan kemeja santai dan celana santai. Tapi memang terlihat lebih formal. Dan lebih masuk akal untuk makan malam romantis ini. Dibandingkan Agatha yang hanya menggunakan piyaman saja. “Tidak masala
Gio memasangkan cincin itu di jari manis Agatha… Mengusap jari manis Agatha—kemudian menciumnya. “Cantik..” lirihnya. Agatha mendekat. “Cantik cincinnya atau aku?” “Kamu.” Gio tersenyum dan menarik tengkuk Agatha. Mencium bibir wanita itu dengan lembut. Ciuman yang lembut itu berubah menjadi ciuman yang penuh gairah. Namun… “Kruuuk!” Gio melepaskan Agatha. “Kamu lapar..” Agatha terkekeh. “Iya..” Gio menarik Agatha untuk duduk di kursi. Mulai makan dengan tenang… “Di mana sopirnya?” tanya Agatha menatap kemudi Yacht yang sudah kosong. “Aku sudah menyuruhnya pergi,” balas Gio. Ia menyuapi Agatha dengan sayur. Agatha yang tidak sadar membuka mulutnya menerima sayur itu. ia terlalu fokus dengan sopir yacht. Mengunyah sayur itu dengan terpaksa sembari menatap Gio sengit. “Sengaja ya…” Gio tertawa. “memang..” jemarinya terulur mengusap bibir Agatha. Agatha tersenyum miring. Menjulurkan lidahnya kemudian menjilat jemari Gio yang mengusap bibirnya. “Oh. Aku
21++ Menurunkan Agatha dengan hati-hati di atas ranjang yang kecil ini. “Ranjang ini terlalu kecil tahu..” lirih Agatha yang berada di bawah Gio. Gio tersenyum miring—ia membuka kemejanya. “Ranjang kecil membuat lebih bergairah.” Agatha menyipitkan mata.. “Kita tidak bisa bergerak di atas ranjang ini,” balas Agatha. Gio melepaskan sabuk—kemudian menarik resleting celananya turun. Hingga menyisakan satu celana pendeknya yang melindungi miliknya. Gio menunduk. “Kata siapa?” bisiknya. Kemudian mengecup leher Agatha. “Ranjang ini membuatmu tidak bisa kabur dariku. Kita akan terus menyatu…” Agatha memejamkan mata. dalam sekejap saja, Gio berhasil meloloskan seluruh pakaiannya. Kini ia benar-benar tidak menggunakan sehelai benangpun. “Ahh!” lidah mereka saling berpangutan. Gio meremas puncak dada Agatha yang begitu pas… Agatha mendongak—memejamkan mata ketika milik Gio perlahan masuk memasuki miliknya. Jemari Gio tidak berhenti meremas dan memilin dadanya. “Ahh G
Kembali ke rutinitas awal. Agatha baru saja pulang setelah menjalani harinya seharian penuh sebagai pemimpin Harpar. Mengenai sepupunya, Leonard. Pria itu telah mengundurkan diri dari perusahaan. Tanpa Agatha minta, tanpa Agatha usir. Agatha masuk ke dalam mansion… Lelah… Agatha melihat meja yang sudah terisi oleh makanan. “Kau terlihat lelah,” ucap Anggun. Agatha mengangguk. mengambil duduk sembari menyandarakan kepalanya di meja. “Hei.” Mina mencolek lengan Agatha. “Bu CEO lemes amat…” membawa satu sup ke atas meja. Agatha mengangkat kepalanya. “Satu persatu kalian akan pergi.” Agatha mendengus. “Sekarang tinggal dua..” “Kalau kalian menikah, beritahu aku. Ema dan Yaya tiba-tiba menikah dan pergi begitu saja…” omel Agatha. Mina berdiri di hadapan Agatha. “Tentu saja aku akan memberitahumu. Amplop darimu kan sangat aku tunggu!” Agatha memincingkan mata. “Dasar wanita mata duitan,” cibirnya. Mina memberikan jempolnya. Tidak keberatan mendapatkan julukan itu dari Agatha.
“Aku masih bingung dengan satu hal..” gumam Agatha. Berada di dalam bathub… Bersandar pada Gio yang berada di belakangnya. Agatha menatap langit-langit kamar mandi. “Apa aku harus menemui ibuku sebelum aku menikah?” tanyanya. Gio mengecup bahu Agatha. “Kamu ingin menemuinya tidak?” Agatha mengangguk. “Hm. Tapi aku hanya bingung. Bagaimana saat aku bertemu dengan dia.. apa yang akan aku lakukan..” “Aku takut kalau aku kehilangan kendali dan berakhir marah-marah.” Agatha mengerucutkan bibirnya. Gio memeluk pinggangnya dari belakang. “Aku akan bersamamu. Aku akan mencegahmu marah-marah.” Agatha menoleh ke belakang. “Apa yang akan kau lakukan saat aku marah?” Gio tersenyum. “menciummu..hanya itu yang bisa membuatmu diam.” Agatha berdecak. Kemudian menggeleng. “Tidak ada ide yang lebih bagus dari itu?” Gio menyandarkan dagunya di bahu Agatha. Tangannya mengsuap lengan Agatha yang dipenuhi dengan busa. “Bagaimanapun aku akan tetap bersama kamu. aku akan menemani kamu
Waktunya datang… Sebuah pedesaan di pesisir pantai. Agatha dan Gio berada di dalam mobil. Mobil dengan atap yang terbuka itu membuat angin bebas menerpa wajah. Agatha menggunakan kaca mata hitam—mengulurkan tangannya menerpa angin. Entah kenapa jantungnya berdegup… Ia menantikan hari ini… tapi juga enggan… Mobil berhenti di depan sebuah gang. Gang itu tepat berada di hadapan pantai. Gang yang terletak di antara banyaknya ruko dan restoran seafood. “Kenapa di sini?” tanya Agatha. Gio membuka pintu mobil—lalu keluar. memutar dan membukakan pintu Agatha. “kita harus jalan kaki untuk ke rumahnya.” Gio mengulurkan tangannya. Agatha menerimanya. Tangan mereka saling bertaut. Agatha melepaskan kacamata hitamnya. Kemudian…. Berjalan memasuki sebuah gang bersama Gio. Tidak ada yang menarik…. Disepanjang gang, di sisi kanan dan kiri penuh dengan rumah orang. Mereka berjalan cukup jauh sampai di ujung. Mereka berhenti. Tepat di depan sebuah rumah sederhana yang mem
“Ibu memang pengecut. Ibu tidak berani menemui kalian. Maafkan ibu, Agatha..” wanita itu menggeleng. “Tidak, tidak usah maafkan ibu… hiduplah dengan tenang.” Wanita itu menatap Agatha dan Gio. “Hiduplah dengan bahagia dengan suamimu. Ibu di sini akan selalu berdoa agar kalian selalu diberikan kemudahan dan kebahagian dalam hidup.” Agatha mengernyit. “Lalu kau sendiri?” tanyanya. “Kau akan menjadi tidak berguna selamanya?” Gio menoleh dan mengusap punggung wanita itu pelan. Ucapan Agatha memang terdengar kasar… Luapan emosinya selama ini sudah tidak bisa terbendung. Ibu Agatha tersenyum. “Selagi kamu bahagia. Ibu tidak akan merasa menderita.” Agatha memejamkan mata. “Tahu apa tentang hidupku?! Tahu apa?” tanyanya dengan nada yang meninggi. “Aku berjuang sendirian! Aku tumbuh tanpa kasih sayang satu orang pun!” teriaknya. Ibu Agatha menangis. Air matanya jatuh… Turun membasahi pipinya yang mulai keriput. Kedua tangannya menyatu. “Lampiaskan amarahmu pada ibu. Ibu
“Ibu…” lirih Agatha. Gio dan Agatha tidak langsung pulang. Mereka bermain di pantai. Ibu Agatha juga melarang mereka untuk pulang dulu. Gio menggennggam tangan Agatha. “Sudah lega?” Agatha mengangguk. “Kalau tidak ke sini, aku tidak akan tahu bagaimana keadaannya. bagaimana cerita tentangku. Dan jika aku tidak ke sini, aku akan selalu membenci ibuku.” Gio mendekap tubuh Agatha. Membawa tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. “Aku tidak akan membawa kamu ke sini jika ibu kamu orang jahat. Aku sudah menyelidiki semuanya. Semua yang diceritakan ibumu semuanya adalah fakta.” Agatha mendongak. “Kamu mencari tahu dengan detail sebelum memberitahuku?” Gio mengangguk. “Ibumu tidak pernah menikah seumur hidupnya. Ibumu memang merawat kakek nenekmu…” Agatha menghela napas. “Bukankah tidak adil jika aku terus membencinya seumur hidupku? Dia sendiri menderita.” “Sialan..” lirih Agatha. Gio menunduk—mengecup bibir Agatha. “Bibirmu harus mendapatkan hukuman jika mengeluarkan
Cd itu coba diputar dengan alat jadul. Dari rekaman itu menunjukkan bahwa sebelum Julie datang ke kamar Gio berada. Julie dan Minjae lewat di depan kamar sambil berciuman. Akhirnya mereka masuk ke dalam kamar yang berada di samping. Setelah beberapa lama… Minjae keluar dari kamar. Pria itu keluar sambil bertelepon dengan ibunya. Keadaan masih malam. Rekaman cctv menunjukkan pukul 2 malam. “Aku dimarahi ibuku, jadi aku segera pulang dan meninggalkan Julie di dalam kamar sendirian. Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi…” Minjae menjelaskan situasi yang terjadi. “Dasar tidak bertanggung jawab. Sebelum kau pergi setidaknya kau bisa mengirim dia pesan, atau menulis pesan. Agar dia tahu kalau dia itu tidur denganmu.” Samuel mengomel panjang lebar. “Iya… namanya juga sudah panik. Aku takut fasilitasku dicabut mangkanya aku langsung pergi begitu saja,” balas Minjae. Menunggu apa yangn terjadi… Ternyata Gio yang keluar dari kamar… Gio sepertinya masih mabuk. Pa
“Tidak mungkin..” Minjae menggeleng. “Aku masih ingat itu yang pertama baginya. Aku melakukannya sangat lembut. Seperti—” “fiks dia memang anakmu!” Gio tersenyum dengan lebar. Ia memejamkan mata—kemudian tertawa. Tawa yang canggung namun begitu kencang. Menandakan kebahagiaan yang tidak terkira. Gio mendekati Minjae. Kemudian menyentuh kedua bahu Minjae dengan bahagia. “Minjae…” lirihnya. Minjae melotot. Ia mundur—takut sekali dengan Gio yang seperti ini. Lebih baik melihat wajah datar pria itu daripada melihat Gio yang meringis tertawa. Pria itu terlihat semakin bahagia. Gio lagi-lagi tertawa dengan dengan bahagia. “Hah!” Kemudian menatap Minjae seperti barang berharga. “Minjae…” lirihnya. “Saranghae!” memeluk Minjae dengan sayang. “Jangan pergi ke mana-mana!” “KAU GILA!” Teriak Minjae. Mendorong Gio sampai pria itu melepaskan pelukannya. Samuel yang menatap mereka menggeleng pelan. Tidak ada yang lebih konyol dari Gio yang sekarang. Memeluk Minjae adalah h
Gio mengosongkan jadwalnya hari ini untuk turun tangan dan mencari rekaman cctv itu sendiri. Ia tidak menyangka jika rekaman cctv itu sangat banyak dan berantakan. Mereka harus mencari hari tanggal dan tahun pada waktu ulang tahun samuel. Rekaman itu tersimpan dalam sebuah cd. Satu cd berisi rekaman satu hari. Ada orang-orang yang diperintahkan oleh Samuel untuk mencari cd itu. Mereka ada 3.. Dan cd-nya sangat banyak. pantas saja berhari-hari tidak ketemu, cdnya sangat banyak. Gio yang melihatnya saja sangat pusing. Bagaimana jika mencarinya sendiri. Gio duduk di lantai bersama Samuel. Mereka diam dan berusaha mencari cd di antara tumpukan cd yang lain. Ia bertambah kesal saat Minjae yang tiba-tiba menelepon dan ingin pergi menemui mereka. Awalnya memang ia menolak kedatangan Samuel. tapi Minjae menyebut kalau anak yang dikandung Julie adalah anaknya. Gio mengusap matanya yang terasa lelah mencari cd itu. “Kau bilang padanya masalah Julie denganku?” tan
Seorang pria tengah duduk di sebuah bangku di bandara. Jadwal keberangkatannya sebentar lagi. Hanya menunggu menit. Untungnya ia berpakaian tidak mencolok jadi penggemarnya tidak akan mengetahuinya. Minjae ada beberapa jadwal yang mengharuskannya kembali ke Korea..Meski sebenarnya urusannya yang ada di sini belum sepenuhnya tuntas. Manajer Minjae membawakan sebuah kopi. “Ayo kita berangkat.” Minjae berdiri. Resah di hatinya sudah ia rasakan sejak tadi malam… Menaruh kedua tangannya di dalam saku. Tapi kedua kakinya sangat berat untuk melangkah. “Aku tidak bisa pergi.” Minjae menatap Manajernya. “Ada hal yang aku urus. Aku tidak bisa pergi begitu saja.” Manajernya nampak lelah menghadapi Minjae. “Apa yang kau lakukan? Kau bukan anak-anak lagi. ini saat kau bekerja. kau akan pergi bermain dengan temanmu di sini?” Minjae menggeleng. “Itu bukan urusanmu.” “Aku minta padamu batalkan semua jadwalku seminggu yang akan datang. Aku akan membayar pinalti sebanyak yang mereka mau.”
di tempat yang berbeda. Di sebuah bar. Seorang pria dengan masker serta topi hitam itu tengah menatap pria di hadapannya dengan intens. “jika orang lain melihatmu menatapku seperti itu, orang-orang akan mengira kau menyukaiku..” Samuel berdecak. “Bahkan orang-orang bisa menganggap kita ini pasangan yang sedang bertengkar.” “Berhenti menatapku.” Samuel melotot. Minjae berdecak pelan. “Sebenarnya apa yang kau bicarakan dengan Gio?” “itu rahasiaku dengan Gio.” Samuel menjawab dengan tenang. “Kau lepas saja masker dan topimu. Di sini sepi, lagipula siapa yang mengikutimu sampai sejauh ini…” omel Samuel. Minjae menggeleng pelan. “Aku tidak tahu siapa yang akan memotretku dan menyebarkan rumor diam-diam…” Samuel berdecack. “Tidak usah sok misterius. Kau punya banyak skandal kencan. Untung saja kau punya banyak penggemar yang selalu melindungimu.” Minjae akhirnya membuka masker dan topinya berkat omelan Samuel. “Tunggu, kau belum menjawabku.” Minjae mengernyit. “Apa yan
Agatha berjalan melewati Gio. Kemudian berhenti sebelum menaiki tangga. “Aku akan tidur di ruang tamu.” Itulah… Pada akhirnya hal itu membawa bencana bagi hubungan Agatha dan Gio. Gio mengambil duduk… Mengacak rambutnya frustasi. Gio mengambil ponselnya. menghubungi temannya. Hanya cctv itu yang bisa mengungkap kebenarannya. Gio tidak takut kebenaran jika itu memang anaknya. Ia akan bertanggung jawab, ia akan melakukan apapun untuk menebus dosanya. Tapi, ia tidak akan meninggalkan istrinya dan pergi ke wanita itu. “Halo,” sambungan itu akhirnya terhubung. “Kau sudah menemukan cctv itu?” tanya Gio. Samuel terdengar menghela napas. “Belum. Sorry, tapi aku sudah mengerahkan seluruh orang-orangku untuk mencari. Tapi mereka butuh waktu untuk menemukannya…” “Baiklah,” balas Gio. “Siapa?” tanya seseorang yang muncul di balik telepon. “Gio kah?” tanya seseorang itu dengan samar-samar. “Hai… teman lama,” ujar seseorang. Gio mengernyit. menjauhkan ponselnya seben
Gio pulang lebih awal. itulah yang diinginkan oleh Agatha. Ia sekarang memasak untuk makan malam mereka. Tapi ketika ia melihat jam tangannya. Seharusnya Agatha sudah pulang, meskipun lembur di kantor. Gio menata masakannya di atas meja. Kemudian melepaskan apron yang ada di tubuhnya. “Semoga dia suka.” Gio menatap hasil masakannya dengan bangga. Sampai pintu utama terbuka. Ia menatap Agatha yang tengah berdiri di ambang pintu. “Kamu sudah pulang..” Gio mendekat. Namun langkahnya memelan ketika melihat Agatha yang begitu marah. “Kenapa?” tanya Gio. Gio terlihat bingung dengan Agatha yang diam saja dengan pertanyaannya. “Ada yang ingin kamu sampaikan padaku sebelum aku menyampaikan semuanya?” tanya Agatha. Gio mengernyit. “Kena—” Gio berhenti berkata. “Kamu sudah tahu semuanya?” tanya Gio. Mengambil tangan Agatha dan mengusapnya perlahan. “Kamu pasti bertemu dengan Julie kan?” tanya Gio. “Dia memberitahu kamu semuanya?” tanya Gio. Agatha mengangguk. “Hm.. aku juga tahu
Julie terdiam sesaat. Kedua alisnya mengernyit. Dari raut wajah pria ini lebih serisu dari biasanya. Minjae nampak memohon. Dengan genggaman tangan pria itu di pergelangan tangannya yang semakin erat. Julie menggeleng pelan. “Untuk apa aku melihatmu!” menghempaskan tangan Minjae begitu saja. “Kau tidak lebih dari pria brengsek yang selalu bermain-main dengan wanita!” ucap Julie menggebu-gebu. “Dari dulu sampai sekarang, berita skandalmu sering diberitakan. Apa kau tidak malu?” tanya Julie. “Kau…” “Kau bukanlah seleraku..” Julie mendongak. “Seleraku tetap saja, Gio. Gio pria tampan yang pendiam dan setia…” “Bukan sepertimu pria brengsek yang mengencani banyak wanita!” Julie langsung pergi setelah itu. Ia meninggalkan Minjae yang terdiam di ambang pintu. Menatap punggung Julie yang semakin menjauh kemudian menghilang. Seperti itulah akhirnya Julie dan Minjae. Pada akhirnya Julie semakin bertekad untuk merebut Gio. Meski pria itu sudah menikah. Ia tidak akan
Masih flashback. Setelah percintaan panas itu… Julie berkali-kali meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah kesalahan. Saat ini ia sedang bersiap akan pergi. Sedangkan Minjae malah duduk dengan santai sembari minum kopi. “Kau akan pergi begitu saja?” tanya Minjae menatap Julie. Ia tersenyum. menatap pakaian yang dipilihnya sangat pas di tubuh Julie. Hanya dala sekali sentuh saja ia bisa menentukan ukuran yang tepat pada perempuan itu. Memang hebat sekali dirinya. Julie menatap sinis Minjae. “Memangnya apa? aku akan menganggap hal ini one night stand. Aku tidak akan memperpanjang kejadian ini..” ucapnya. Minjae tersenyum. “Aku tidak menganggapnya one night stand.” Kemudian berdiri—mendekati Julie yang was-was dengan pergerakannya. Minjae memojokkan Julie. “Kau harus membayarku karena aku berhasil membuatmu merasakan kenikmatan…” Julie melebarkan mata. “Kalau tidak.. ya terima kasih saja padaku.” tersenyum miring. Pandangannya jatuh pada bibir Julie yang kini suda