Pulang ke rumah. Tidur di atas kasur yang sudah berbulan-bulan tidak ia sentuh. Aluna merebahkan diri. Menatap langit-langit kamarnya. Hampir saja terpejam jika ponselnya tidak berbunyi. “Hallo,” ucap Aluna seadanya karena ia lelah. “Sudah sampai?” Mendengar suara Ethan membuat Aluna langsung melebarkan mata. Tidak jadi mengantuk. “Iya.” Aluna menguap beberapa kali. “Kau mengantuk?” “Hm.” Aluna mengambil posisi berbaring menyamping. “Kau tidak mengabariku seharian.” Aluna berusaha tidak mengantuk namun matanya benar-benar berat. “Iya karena tadi aku menemani…Gio..” “Gio siapa?” tanya Ethan. Aluna membuka matanya lagi. “Gio..Gio..” “Gio adalah keponakanku!” Huh! Aluna menghela nafas. Beginilah kalau hidup penuh kebohongan. Tidak akan pernah tenang. “Kau punya kakak? Setahuku kau anak tunggal dari keluarga miskin.” Aluna menyipitkan mata. Tidak bisakah kata miskin itu tidak usah diperjelas? “Punya.” Aluna menepuk dahinya pelan. “Kakak dari anak saudara ibuku.” “Silsilah
Setelah menghabiskan 2 hari bersama anaknya. Aluna memutuskan untuk langsung kembali ke kota. Meskipun dengan berat hati. Ia harus meninggalkan anaknya lagi untuk bekerja. Apalagi Gio masih harus perawatan rutin ke rumah sakit. Tentu saja Aluna harus mengeluarkan banyak biaya. Tidak banyak yang bisa dilakukan Aluna ketika kembali. Ia hanya berbaring di atas ranjangnya. Meskipun ranjangnya bagus—pemandangan yang indah. Tetap saja, rumahnya di kampung adalah tempat ternyaman baginya. “Aluna kau sudah menentukan harinya?” itu adalah pesan dari Gerald. Aluna tidak tahu harus jalan dengan pria itu hari apa. Aluna langsung membalas. [Bagaimana kalau sekarang? besok aku bekerja] [Boleh] Aluna langsung mengganti pakaiannya. Belum selesai berdandan. Panggilan ponselnya berdering kembali. “Kau di mana?” tanya seorang pria yang sepertinya sedang kesal. “Aku di Apartemen. Tapi aku—” “Aku akan ke sana.” “JANGAN!” “Kenapa?” Aluna terdiam beberapa detik. Ia ragu memberi
“Ke mana mereka?!” Ethan yang semakin melotot panik. Menyetir dan mengikuti ke mana mereka akan pergi. “Sial, seharusnya aku tidak membiarkan Aluna pergi.” “Seharusnya aku menjemputnya dari stasiun dan langsung membawanya ke rumahku.” “Aluna membuatku benar-benar gila.” Tidak ada orang yang baru tidur langsung pergi dan menyeret temannya untuk membuntuti kekasihnya. Siapa lagi kalau bukan Ethan. Ia menyadap ponsel Aluna dan langsung pergi membuntuti perempuan itu bersama temannya. “Aku akan habisi bajingan itu jika berani menyentuh Aluna.” Ocehan Ethan tidak berhenti. Hal itu membuat Bobby mengusap telinganya yang terasa panas. “Datangi saja mereka!” ucap Bobby yang sudah kesal. “Seret Aluna pulang.” Bobby tertawa. “Itupun kalau kau berani.” Ethan menyipitkan mata. Kedua tangannya mengepal menahan kekesalan. Melihat kemarahan Ethan, Bobby langsung menutup mulutnya dengan tangan. “Yaa… ke mana mereka pergi..” lirih Bobby karena mobil Gerald tidak kunjung berhent
Aluna tertawa canggung. “Apa aku terlihat secantik itu?” Huh! Selamatkan Aluna. Aluna tidak terlalu nyaman sebenarnya. Tapi bagaimana lagi? Ia harus membereskan segera masalah ini. Gerald tersenyum tipis. “Kau mengira pasti aku sedang berbohong.” Aluna menyipitkan mata. “Omongan pria tidak boleh terlalu dipercaya.” “Kau cukup waspada juga.” Memesan menu yang sebenarnya Aluna juga tidak tahu. Yang ia tahu hanya steak. Itupun harganya sangat mahal. Ah sudahlah. Tidak perlu memikirkan harga. Yang terpenting adalah acara ini harus cepat selesai. Gerald itu tampan dan sangat mirip dengan Grace. Tapi Aluna tidak tertarik sama sekali. Ia juga takut berurusan terlalu dalam dengan keluarga mereka. Gerald baik. Tapi—Aluna tidak merasakan tertarik sebagai lawan jenis. Ia hanya bersikap baik dan menganggap pria itu temannya sendiri. “Sudah berapa lama kau bekerja di Winston?” tanya Gerald. “Baru sih..” Aluna berpikir. “Baru satu bulan.. aku dulu bekerja di perusahaan lai
“Apa yang mereka lakukan di sini?” tanya Aluna. Mendengar teriakan laki-laki membuat orang yang berada di restoran menoleh, termasuk Aluna dan Gerald. Mereka mendekati Ethan dan Bobby yang berada di ambang pintu. “Kenapa kalian di sini?” tanya Gerald. Ethan memijit dahinya pelan. Melirik Bobby dengan kesal. “Aku—” Bobby tersenyum. “Aku mengantar Ethan.” Tuk!Ethan menendang kaki Bobby. “Kami—kita..” sangat ambigu kan? Ethan berdecak dalam hati. “Kita akan bertemu dengan rekan bisnis di sini. kebetulan bertemu kalian.” “HA..HAHAHA..” tertawa dengan sumbang. Ethan terdiam kembali karena tidak ada yang tertawa. “Teruskan saja kegiatan kalian.” Ethan menatap Aluna. “Anggap saja aku dan Bobby tidak ada.” Aluna mengernyit.Dua orang ini tidak ada yang waras. Aluna yakin, Ethan ke sini karena ingin membuntutinya. “Baiklah kalian bisa di sini.” Aluna tersenyum. “Karena kami sudah selesai, kami akan pergi.” Hah? Ethan melongo. Tidak bisa. Tidak tentu saja. Perjuangannya sampai di
Entah dari mana, Ethan tahu Aluna suka cokelat. Hanya dengan satu kotak cokelat, kemarahan Aluna langsung luntur. Di dalam mobil, ia dengan senang memakan cokelat sedangkan Ethan menyetir. “Suka?” tanya Ethan. “Suka banget!” Aluna menoleh. “Makasih Ethan..” sambil tersenyum menampilkan lesung pipinya. Ethan membuang muka ke kanan sebentar. Hanya untuk tersenyum! Tidak kuat dengan Aluna yang menurutnya lucu. Kemudian kembali menatap lurus ke depan dengan ekspresi yang datar kembali. “Kalau begitu—” menunjuk pipi kirinya. Minta dicium. Aluna menyipitkan mata. Namun karena Ethan berbaik hati membelikannya cokelat, Aluna mendekat. saat bibirnya hampir menyentuh pipi Ethan. Ethan justru menoleh sehingga bibirnya mencium bibir Ethan secara tidak sengaja. “Ck!” Aluna berdecak. “Modus!” Ethan tertawa pelan. “Aku hanya ingin mencicipi cokelatmu.” Aluna mendengus. “Dari bibirku?” “Tentu saja.” Tangan Ethan terangkat mengusap puncak kepala Aluna. “Kau tidak keram
Tidak begitu lama Aluna dan Ethan berada di sebuah motel. Motel ya bukan Hotel. Yang jelas, motel itu versi mininya hotel. Karena keadaan yang hujan lebat juga. Ethan tidak bisa menyetir karena hujan yang memang begitu lebat. “Aku tidak yakin bisa tidur di sini. Lebih baik di mobil saja,” gumam Ethan. Aluna meliriknya tajam. “Satu kamar kak. Yang paling VVIP..” sambil melirik Ethan. “Kamar VVIP-nya habis kak. Adanya kamar yang biasa.” “Yasudah kak ambil yang itu.” Aluna mengadahkan tangannya. Meminta dompet Ethan. Untungnya pria itu peka dan menyerahkan dompetnya ke Aluna. Aluna mengambil dua lembar uang berwarna merah itu dan menyerahkannya pada kakak resepsionis. “Aku lapar,” bisik Ethan sambil menunduk. “Ada makanan kak? Atau mungkin ada yang jual makanan disini? Kantinnya di mana?” Kakak itu nampak bingung sesaat. Namun ia menunjuk sebuah kantin kecil yang menjual makanan ringan. “Bisa beli di sana kak.” Setelah mengambil kunci kamar mereka. Aluna berj
Kamar yang tidak terlalu lebar. Ada satu kasur dengan sprei kumuh. Dinding yang sedikit berdebu. “200 ribu untuk kamar ini?” tanya Aluna. “What the…” Ethan menutup bibir Aluna. “Jangan mengumpat. Wanita sepertimu tidak boleh mengumpat.” Aluna menyingkirkan tangan Ethan. Tidak peduli apa yang diucapkan oleh pria itu. Karena ia merasa rugi telah membayar 200 ribu untuk satu malam di kamar yang benar-benar kumuh. Lihat saja lampunya—lampu itu berkelip seperti akan segera mati. “Memangnya apa yang kau harapkan dengan uang 200 ribu?” tanya Ethan. Pasrah karena biasanya ia merogoh kocek jutaan untuk sekali menginap di hotel. Jadi dia memang sudah tidak heran jika mendapat kamar seperti ini. Aluna mendekat. “Tapi ini tidak worth it sama sekali, Ethan. 200 ribu itu banyak loh. Kamu jangan pasrah seperti ini dong!” “Memangnya aku harus apa? Aku harus mengeluh? Nanti kau menganggapku bocah tantrum lagi.” Aluna mengerjap. Dari mana pria itu tah dirinya sering memangil E
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve
21++ Memborgol kaki Agatha dengan sisi ranjang. Hingga kedua kaki Agatha terbuka dengan lebar. Agatha benar-benar tidak bisa bergerak. Matanya juga tertutup semuanya gelap. Namun ia menunggu apa yang akan dilakukan pria itu. Gio memasukkan jemarinya ke dalam milik Agatha. menekannya hingga membuat Agatha bergerak gelisah… “Ahh!” Agatha membuka bibirnya. Gio tersenyum miring. “Kau suka?” tanyanya. Agatha mengangguk. “Aku suka..” lirihnya. Gio menggerakkan jarinya maju mundur—menggoda milik Agatha. Agatha tidak bisa menahannya lagi—sampai pelepasannya datang juga. “Ahh!” desah Agatha ketika milik Gio mulai memenuhi miliknya. “Gio ahh!” Gio bergerak menghujam agatha lagi. Tangannya terulur mengusap pipi Agatha… Memasukkan jemarinya ke dalam bibir wanita itu. Gio terus bergerak menghujam Agatha. memenuhi milik wanita itu dengan miliknya terus menerus. Sampai ia menarik borgol di kaki Agatha. Ia mengangkat satu kaki Agatha dan kembali menghujam milik wanita i
21++ “Sayang ahh ohhh!” Gio menekan miliknya ke dalam mulut Agatha. Membuat Agatha terdorong sampai membentur pantry. Tapi untungnya telapak tangannya bergerak dengan cepat melindungi belakang kepala Agatha. Agatha melakukan tugasnya—membuat Gio semakin tergila-gila dengannya. Agatha pastikan, Gio akan semakin menyukainya. “babe..” Gio menggerakkan pinggulnya maju mundur. “Ahh babe… kau nikmat ohh!” Gio menarik Agatha kemudian menyatukan miliknya ke dalam milik Agatha. Menarik satu kaki Agatha—membawanya ke atas. Kemudian pelan-pelan menghujam milik Agatha. Tubuh Agatha terguncang.. kedua dadanya bergerak dengan pergerakan pria itu. Agatha hanya bertopang pada meja pantry sementara Gio yang terus menghujamnya. Gio menarik pinggangnya dan memutar tubuhnya. kembali menghujamnya dari belakang. Salah satu tangannya di bawa ke belakang. Gio memang mengendalikan permainan ini. Tidak berhenti sebelum dirinya puas. Meskipun Agatha kelelahan. Tapi Agatha merutuk or
21++ “Kau ingin kita menjadi apa?” tanya Gio. Agatha mengedikkan bahu. Dasar tidak peka. Agatha menggerutu dalam hati. “Lupakan saja.” Agatha mengalunkan tangannya di leher Gio. “Tapi aku berterima kasih karena kau mau melakukan hal sebanyak itu. Aku hanya tidak menyangka kau melakukannya untukku.” Gio mengusap pinggang Agatha pelan. “Jika kau menurut, aku akan melakukan apapun…” Jemarinya mengusap bibir bawah Agatha. “Menurut padaku… kau akan mendapatkan keuntungan lebih banyak.” Agatha mengernyit. “Aku sudah menurut…” Gio tersenyum miring. “Tidak sepenuhnya.” Agatha berpikir lebih dalam. Ia sudah menuruti keinginan Gio. Semuanya…. Lalu apa yang diminta oleh pria itu. Agatha pun tidak tahu apa arti kata menurut itu di bagi Gio. Agatha mengedikkan bahu. “Aku merasa, aku sudah menurut dan melakukan apapun yang kau mau.” “Itu menurutku tapi tidak bagiku.” Gio benar-benar membuatnya bingung. Agatha perlahan naik ke atas pangkuan pria itu. Kemudian memiri
Ketika masuk ke dalam penthouse. Agatha disambut oleh bau masakan. Ketika melhat dapur—ia melihat pria yang tampan sedang memasak. Dengan lengan kemeja yang dilipat sampai siku. Pria itu terlihat fokus memasak. Entah apa yang dimasak. Gio hanya menatap Agatha sekilas dan kembali memasak. “Kau sudah pulang?” tanyanya. Agatha mengangguk. Gio mengacuhkannya. Agatha mendekat dan memeluk pria itu dari belakang. Memeluk pinggang pria itu dengan kedua tangannya. Agatha menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. “Jangan menggangguku. Aku akan menyelesaikannya dahulu.” Alhasil Agatha diam—tapi dia masih memeluk pria itu. Jadi, Gio memasak dengan Agatha yang selalu mengekorinya. Mengaduk masakannya—sampai menyajikan masakannya. Agatha masih menempel padanya. setelah itu barulah Gio memutar tubuhnya. “Ada apa?” tanya Gio. “Tapi sebelum kau berbicara, lebih baik makan dulu. aku yakin ada banyak yang ingin kau bicarakan.” Agatha menyipitkan mata. Kemudian mengambil duduk
Agatha baru saja menyelesaikan rapat bulanan bersama pegawainya. Ia masuk ke dalam ruangannya. Menerima satu telepon dari pak Rudi. “Apa anda sudah menyiapkan semua hal yang aku butuhkan?” tanya Agatha. Pak Rudi mengangguk. “Aku sudah menyiapkan berkas-berkasnya.” “Bagaimana dengan orang-orang?” tanya Agatha. “Apa aku harus menjilat mereka?” “Tidak usah. Gio sudah mengurusnya.” Agatha mengernyit. “Bagaimana?” tanya Agatha yang bingung. “Dia tidak memberitahuku apapun.” “Gio melakukan apapun untuk membantumu.” Agatha masih tidak mengerti. ia berdiri dari duduknya. Kemudian berkacak pinggang. “Aku tidak mengerti. Aku hanya meminta padanya untuk melindungiku dan memihakku ketika rapat diadakan. Apa dia bertindak sangat jauh?” “Benar. Dia bertindak sangat jauh. Itu dilakukannya untuk membantumu.” Agatha megusap wajahnya kasar. “Bagaimana dia melakukannya.” “Tunggu!” Agatha menggeleng pelan. “Apa anda berbicara dengan Gio.” “Ya. Aku berbicara dengannya. dia menje
“Tadi nenek bilang apa saja?” tanya Gio. Tadi, margaret hanya menjawab pertanyaan Gio seperti ini. “Aku hanya ingin mengobrol sebentar dengan Agatha.” Setelah itu margaret pergi. Agatha menoleh. “Seperti itulah..” mengedikkan bahu. Gio memegang bahu Agatha. “Beritahu aku apa yang dia katakan?” tanya Gio paksa. “Tidak perlu tahu apa yang dia katakan.” Agatha memandang Gio. “Tapi aku bilang padanya, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan meninggalkanmu jika kau tidak menginginkanku lagi.” Gio tersenyum miring. “Kau lebih pintar dari yang aku kira.” Agatha mendekat. “Kau puas dengan jawabanku?” Gio mengangguk. Jemarinya mengusap pipi Agatha. “Lumayan.” Agatha mendongak. “Intinya kita punya perjanjian. Kita sama-sama diuntungkan. Jadi…” Agatha mengalunkan kedua tangannya di leher Gio. “Jangan mengingkari perjanjian kan?” Jemari lentik Agatha mengusap rahang Gio. “Aku hanya memintamu untuk jangan meninggalkanku saat tujuanku belum tercapai.” Kenapa ia memperjelasny
Siang ini. Ada yang mengajaknya makan siang. Wanita yang dahulunya menjadi tokoh jahat dalam hidupnya. Namun untuk sekarang sepertinya tidak terlalu. Agatha terdiam di bangkunya. Menunggu sampai orang di hadapannya ini berbicara lebih dulu. Tidak ada yang berubah dari wanita itu. Hanya—rambutnya yang kian memutih. “Bagaimana kabarmu?” tanya margaret. Meskipun dari wajahnya ia tidak suka basa-basi. Agatha mengangguk. “Seperti yang anda lihat. Aku baik dan aku berubah menjadi lebih baik..” Agatha tersenyum sopan. “Bagaimana kabar anda?” tanyanya. “Tidak terlalu baik…” margaret mengambil minumannya. Kemudian minum perlahan sebelum melanjutkan ucapannya. “Aku tidak baik saat melihat cucuku kembali bersamamu setelah sekian lama…” Agatha menghela napas. “Apa yang aku lakukan? Gio datang sendiri padaku. Kita memang masih menyukai. Apa boleh buat… Kami menjalin hubungan kembali.” “Kau tidak tahu Gio akan bertunangan kenapa kamu masih menerimanya?” Agatha tersenyum.