Bab. 94" Eemmm... Lea sejak kapan kamu panggil suamiku seperti itu? " tanya Evellyn. Sebenarnya sudah dari awal dia ingin bertanya ketika mendengar panggilan Azalea kepada Arkan, tetapi saat itu dia masih lemah. Arkan menengok pada Azalea mendapati pertanyaan istrinya. " Itu!! Kak. Emmm... Ibu yang suruh, katanya aneh saya panggil tuan waktu itu. " Arkan menghembuskan nafas tenang saat Azalea bisa menjawab pertanyaan Evellyn dengan tepat. " Ya sudah, lagian panggilan itu kan umum. Tau gak, Mas. Aku bangun dari koma waktu itu, lihat kalian menikah. Aku lari memanggil-manggil nama kamu, tapi kamu gak denger. " Wajah Evellyn berubah sendu. Azalea dan Arkan saling pandang. Jantung mereka berdua seolah berhenti sesaat,p ketika mendengar penuturan wanita yang sudah duduk di kursi roda. Azalea memilin-milin ujung jilbab, mencari kosakata yang tepat untuk menenangkan peras
Bab 95Pagi ini tidak seperti pagi-pagi yang lalu, tangisan El menghiasi pagi yang terasa indah bagi Evellyn. "Sri, biasanya El makan dulu atau mandi dulu? " tanya Evellyn."Sesudah minum susu, mandi Nyoya," jawab Sri."Iihhh... Kamu jangan panggil Nyonya, emang aku tua banget ya? " Evellyn menghampiri cermin. Memang wajahnya terlihat kusam dan tirus. "Maaf, Non. " Sri meralat panggilan. Evellyn tersenyum, " gak apa-apa sih, emang udah keliatan tua." "Nanti kalo udah sehat juga cantik lagi. " Arkan yang baru masuk ke kamar El, menyahuti ucapan Evellyn. " Aku mau ke salon deh ntar siang, " Evellyn masih mengamati wajahnya di cermin, rambutnya juga terlihat kusut. "Panggil ke sini aja. " Arkan melingkarkan tangan ke pinggang Evellyn. "Ya udah. El ayo mommy mandiin, " ajak Evel
Bab 96Arkan membuang nafas kasar. Benar-benar berat pilihannya kali ini, tetap mempertahankan Azalea dan kekuasaan dalam genggaman. Atau tetap menjaga perasaan Evellyn tetapi kehilangam satu anak perusahaan. " Atur jadwal dengan Pak Tua sialan itu, seenaknya saja merubah perjanjian. " Arkan mengerat rahang.Ervan hanya diam tak menanggapi. " Kenapa kau diam? " tanya Arkan geram. " Biar bagaimana pun, sekarang dia adalah Ayah mertua mu, Bos, " Ervan mengingatkan. " Kenapa kau tak mengabari, ku? " Arkan mencecar asisten pribadi yang tak pernah goyah walau badai menerjang, seperti sekarang ini. Sudah di pastikan dia yang akan kena damprat karna Dad merubah isi perjanjian. Ervan sudah tau apa yang harus di lakukan, kini lelaki tampan ini hanya diam pun tak menatap orang nomor satu di gedung maulana ini. "Sudah sana pergi, kerjamu kadang gak beres. " Arkan
Bab 97.Tanpa pamit gadis blasteran ini keluar dari kamar, menutup pintu dengan kencang, dan pulang dengan air mata yang tak bisa di bendung. Melihat penampakan Azalea yang sedikit berantakan Sinta hanya menduga-duga,apakah telah terjadi pertempuran maha dahsyat? tetapi kenapa Azalea menangis? sinta hanya menggedikkan bahu saat Ervan bertanya lewat tatapan mata. Kebetulan Ervan lewat ingin menghampiri Arkan. "Bos!! " Mendengar suara Ervan memanggil Arkan keluar dengan tampang acak-acakan. "Apa yang terjadi, Bos? "***Azalea sedikit berlari menuju lift, tak menghiraukan tatapan heran orang yang kebetulan berpapasan dengannya. Mata dan hidung merah, riasan berantakan, walau hanya memakai riasan seadanya, tetap wajah Azalea terlihat sedang tidak baik-baik saja. Gadis blasteran ini menelfon seseorang, mereka b
Bab 98Azalea membelalakkan mata tak menyangka Evellyn akan mengatakan yang sebenarnya sehingga membuat hatinya terbakar api cemburu. Arkan melihat kilatan kemarahan pada mata Azalea. Tadi di kantor dia tak ingin menyentuhnya, dan di rumah dia langsung melampiaskan pada Evellyn, ' Bener-bener nih orang' Azlea menggumam. "Kenapa Lea? " melihat ekspresi kaget dan seperti marah Evellyn bertanya curiga. "Nggak, Kak. " Azalea kikuk, kembali menggoyang-goyang badan El, yang sudah tenang di gendongannya. "El, ikut tante ke bawah ya. Biar gak bosen, biar Mommy sama Papi bisa bikin adek lagi, biar El nanti punya temen, gak kaya tante sendirian. " Azalea mengajak bicara bayi yang anteng dalam gendongannya. Dari nada suara Azalea terdengar di tekan marah."Kak aku bawa ya, silahkan bulan madu lagi," Azalea berkata dengan nada masih di tekan. Sebenarnya dadanya berge
Bab 99Dia masih diam menunggu Arkan mengatakan yang sebenarnya, diam saat Arkan mengatakan akan bicara di saat yang tepat. Diam ketika Arkan masih mengulur waktu setiap Evellyn memberi kode meminta penjelasan. Sebenarnya Evellyn sudah tak sabar menanti jawaban dari mulut Arkan. Namun, Evellyn menekan perasaannya untuk mengikuti drama apa yang akan di mainkan Arkan untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Evellyn memantau kondisi di kantor, menelpon Sinta, untuk menginformasikan padanya jika Lea berkunjung. Juga di pintu apartemen Azalea, Evellyn bekerjasama dengan pihak cleaning service untuk memantau Azalea. Siapa saja yang masuk ke apartemennya. Hati Evellyn sedikit bersyukur Arkan tak pernah terpantau berkunjung ke dalam sana. Kemarin pun saat Lea terpantau berkunjung ke kantor, Evellyn segera memasang strategi jitu. Dia tau ketika itu Lea berusaha merayu, beruntung Evellyn menelfon Arkan di sa
Bab 100Arkan mengorek mulut baby El dan El pun makin tersedak. Lalu memuntahkan apa yang dia makan. Seketika Evellyn panik luar biasa. " Sri ini El makan apa? Ambilkan minum Sri!! " Evellyn berteriak. Mendengar Evellyn berteriak Elvano menangis lebih kencang, kaget. " Eve, jangan berteriak, El, kaget, " ucap Arkan pun menjadi panik. Sri datang dengan segelas air putih. " Sini El, sama Mbak Sri, " ajak Sri pada bayi asuhannya. Setelah El di bawa masuk ke dalam kamar. Arkan memandang Evellyn. " Eve, kamu kenapa? " Evellyn hanya memandang Arkan dengan pandangan entah seperti apa mengartikannya. Evellyn bangkit dari duduk, melangkah masuk ke dalam kamar. Membaringkan tubuh, tetapi entah mengapa dia pun tak bisa mengeluarkan air mata untuk meluapkan kekesalannya. Arkan mengikuti masuk setelah menenangkan diri sesaat. Duduk di samp
Bab 101Azalea menutup mulutnya rapat, netra indahnya membola lebar, tak percaya Arkan menyanjungnya di depan Kaka madunya." Jadi kamu terang-terangan menyanjung Azalea. " Evellyn melempar apapun yang berada di dekatnya pada Arkan. Lelaki tampan itu tak menghindari apapun yang Evellyn lempar, termasuk vas cantik di atas nakas. Beruntung tak mengenai lelaki tampan yang tetap berdiri kokoh menghadap pada wanitanya yang seperti kesurupan. " Pergi saja sana? Aku benci kamu!! " suara Evellyn menggema memenuhi ruang apartemen ini. " Sunguh kau mengizinkan aku pergi menemui Azalea? " Arkan berkata pelan tetapi tegas. Evellyn hanya diam, tangannya terkepal, dada turun naik. Kepalanya terasa berat. Arkan berjalan melewati Evellyn menuju pintu kamar. Kleekk.... Saat pintu terdengar di buka, Azalea berdiri menant
"Mas gimana keadaan Ervan?" tanya Evellyn. "Baik, sudah lebih baik," "Udah aktif ngantor lagi?" tanya Evellyn penasaran. "Ngapain nanyain Ervan?" tanya Arkan penuh intimidasi. "Aku cuma nanya, Mas. Masa nanya doang nggak boleh?" jawab Evellyn cuek, dia mengalihkan pandangan karna tatapan Arkan yang seperti menguliti. "Begitu aja kesel," ujar Evellyn masih membuang muka. Arkan duduk di sebelah Evellyn. "Nanyain aku aja," ucap Arkan lembut, di dekat telinga Evellyn membuat bulu kuduknya berdiri. "Iisshhh ... Kamu tiap hari liat, perlu di tanyain apa lagi?" jawab Evellyn kesal. "Tiap aku pulang kaya sekarang tanya begini. Mas mau enak-enak nggak? gitu ...." "Iisshhh ... Kamu nggak usah di tanyain pasti minta." jawab Evellyn.
Ervan mengendarai mobil dengan perasaan gelisah, bukan 'kah tadi Aryanti sudah lebih baik, dia meninggalkan Aryanti dalam keadaan baik? Lalu kenapa Dokter mengabarkan Aryanti dalam keadaan kritis. Ervan berlari menuju ruang oprasi, sudah ada seorang perawat yang menunggunya di sana. Ervan menanda tangani berkas dengan cepat, bertanya kenapa bisa Aryanti kembali kritis, tetapi perawat enggan menjawab. "Nanti Dokter penanggung jawab yang akan menjelaskan, Pak,"jawab perawat, gegas masuk ke dalam ruang operasi. Operasi kali ini terbilang lama, setelah Beberapa jam, seorang dokter menghampiri Ervan. "Pak Ervan." Lelaki tampan yang terlihat begitu murung ini mendongak. Bangun dari duduk. Menatap Dokter Eliza. "Alhamdulillah, pasien sudah mendapatkan pertolongan, tetapi kondisinya begitu kritis, semua sudah kami upayakan yang terbaik. Hanya doa kini yang dapat kita lakukan." "Dok, bagaimana bisa kritis kem
"Sebentar lagi kamu bisa pulang, aku nggak akan melakukan yang melanggar undang-undang, Ar." Ervan berkata yakin. Ervan menaruh bekas makan di dekat pintu. "Marni sebentar lagi datang, aku sudah lama nggak ke kantor, aku ke kantor dulu, nggak apa 'kan?" tanya Ervan. "Iya, nggak apa, untung bos baik, boleh kamu cuti," Aryanti tersenyum kecil. "Itulah enaknya," Ervan terkekeh. "Mas cium aku," Aryanti merentangkan tangan, Ervan pun menyambut rentangan tangan wanitanya. Ervan mengecupj wajah Aryanti, tetapi saat Ervan akan melumat bibir Aryanti melengos, aku belum gosok gigi," ucapnya malu. Ervan menahan kepala Aryanti mengecup bibir yang terlihat pucat dan melumat lembut, kehangatan bibir Ervan membuat jantung Aryanti berdetak lebih keras. Kedatangan Marni menghentikan aktifitas mereka. "Maaf, Mbak." Marni kembali
"Sabar ya, Mas semua pasti ada hikmahnya, pasti ada kebaikan di balik semua ini," ucap Evelly saat menjenguk Aryanti. Ervan meyugar rambut kasar, sorot matanya penuh dengan dendam melihat istrinya terbaring, "Kebaikan apa yang di dapat dari kejadian ini?" di dalam hati Ervan terus bertanya. Apalagi setelah mendengar keterangan dokter mungkin telah terjadi tindak pelecahan terhadap Aryanti, karna ada luka lebam di pipi juga bekas ikatan di tangan. Dan ditemukannya sperma saat pertama kali Aryanti di bawa ke Rs. Ervan membekap mulutnya dengan bantal dia barteriak sekencang dia ingin luapkan. "Masss," suara Aryanti menghentikan kegiatan Ervan, lelaki itu menengok pada wanita yang terbaring di ranjang. Ervan melangkah mendekati Aryanti, "Kamu udah bangun Ar?" "Aku di mana? Mas?" tanya Aryanti lemah. "Kamu di Rs. Aku panggil dokter dulu," ucap Ervan, dia membuka pintu memanggil
Ivander mengambil kue bekas gigitan Azalea, lalu memakannya, netra biru itu membola, "Carla benar ini buatanmu?" tanya Ivan tak percaya. "Iya, kalau gak enak, besok aku cari resep yang baru, aku pikir ini sudah enak, teman-teman bilang ini benar-benar enak," Carla berkata pelan. "Tapi ini memang benar-benar enak Carla." Ivan berkata sambil mengambil satu potong lagi. "Bang buruan ngomongnya. Aku udah gak betah," Azalea merajuk manja, melirik pada Carla. Carla memang wanita penghibur, siapapun lelaki yang masuk areanya pasti akan tergoda, tetapi anti baginya menggoda lelaki beristri yang jelas-jelas tak menginginkannya. "Sebentar, sayang," ujad Ivan menggenggam tangan Lea. "Carla semua akan aku atur, mungin tiga hari lagi kamu sudah bisa keluar dari sana," Ivan meyakinkan wanita begincu merah ini. "Tapi, untuk keluarkan aku dari sana, Mr pasti keluar uang banyak, aku harus g
"Bahasa dari mana itu?" tanya Ivan menyungingkan senyum. "Dia bilang sendiri, seneng ya dikejar-kejar jablay kesayangan, bahkan Abang selalu pakai dia." suara Azalea menggebu. "Lea gak usah bahas yang lalu, itu masa kelam abang, malu abang kalo ingat masa itu." Ivan menangkup wajah Azalea. Perlahan melumat bibir yang sedang merajuk. Ivan melakukan perlahan, lembut, lalu menyesap intens. Azlaea mencoba mendorong, berusaha melepas tautan bibirnya, tatapi tangan Ivan kuat memegangi kepala wanita blasteran ini. Masih tak ada respon dari wanitanya, Ivan melepas pagutannya, menatap netra kebiruan Azalea. Kembali mendekatkan bibirnya mengecup lembut lalu menyesap peralahan menjadi lumatan bergairah. Sesekali bibir Azalea merespon menyesap bibir lelaki dihadapan, tetapi egonya lebih besar. Ivander kembali melepas pagutan, "Kenyangin perut bawah dulu aja ya!" Netra biru Ivander mengerling, lelaki ini bangun membuka sabuk tanpa membuka kemeja. Azalea mendegkus kesal, "Masukin kedala
Azalea terbelalalak mendengar penuturan Carla. "Utang apa?" Azalea mengajak Carla masuk ke dalam ruangan Ivander bekerja. Carla menjelaskan semua janji Ivan, selama ini dia menunggu. Tetapi yang di tunggu tak kunjung datang. "Jangan marah pada Mr Ivan, kami hanya partner ranjang, dia tak memiliki perasaan apapun padaku." Bola mata Azalea terbelalak, Carla berkata begitu nyaman, bahwa dia hanya partner ranjang. Tak memikirkan perasaan Azalea kah pelacur satu ini pikir Azalea. "Oke, nanti akan saya sampaikan pada partner ranjang Anda, bahwa Anda mencari Mr Ivan. Sebaiknya Anda pergi sekarang dari ruangan ini!" suara Azalea di tekan, berusaha meredam emosi. "Maaf, tapi itu dulu, sudah lama dia tak menjumpaiku. Maaf 'kan aku jika salah ucap." Carla merasa tak enak dengan reaksi Azalea. "It's oke," ujar Azale, " silahkan pintu ada disebelah sana." Tangan Azalea menjulur menunjuk arah pintu. "Mba, jangan marah, selama ini saya pikir Mr Ivan menyukai saya, karna dia hanya mengg
"Lalu?" "Bos Nathan mau melamar aku, kalo aku gak mau ngawal kakak." Dina berkata pelan. "Emang Nathan belum punya istri?" tanya Evellyn. "Belum kak, tapi dia pria flamboyan," ujar Dina. "Ya siapa tau, kamu perempuan terakhirnya, buktinya dia mau nikahin kamu," ujar Evellyn. "Aku belum yakin kak," ujar Dina lagi. Mereka berbincang selama perjalanan, Evellyn memang tipe orang yang tidak memandang status, asal enak di ajak bicara maka dia akan terus mengorek berita, hitung-hitung olah raga mulut, dari pada bergaul dengan teman-teman istri dari kolega suaminya yang dibicarakan hanya jabatan, kekayaan hingga arisan yang diluar nalar Evellyn. Evellyn terperangah kaget, ketika berkumpul dan mereka melakukan arisan berondog, padahal suami-suami mereka tak kalah tampan dan berwibawa, kenapa mau dengan lelaki yang hanya tampang dan juga entah apa yang di mau para wanita itu. "Din, kita mampir ke superma
Bima masih terus bermain pada tubuh Aryanti, dan berkali-kali pula Aryanti mendapatkan kenikmatan luar biasa. Ingin rasanya mengumpat, tetapi itu terjadi pada tubuhnya. Bima menyeringai penuh kemenangan. Hingga dia menuntaskan hasrat terkutuknya. Bima mengejang panjang. "Ar, rasamu tak pernah berubah, tak salah aku merindukanmu." Bima mengecup pucak kepala Aryanti, masih berada di atas tubuh tergolek tak berdaya. Lelaki ini bangun lalu mengambil pakaian yang tercecer dan memakainya lagi. Melepas sabuk yang mengikat tangan lalu melepas ikatan di mulut Aryanti. Wanita ini tergugu mengerat selimut, kepalanya berputar. "Jangan menagis Ar, tak ada yang tau selain kita berdua, asalkan kamu selalu siap saat aku mau, kamu akan aman." Bima mengecup pundak Aryanti, berbisik ditelinga mengancam."Maksu kamu?" Aryanti menatap Bima sendu matanya bengkak. Bima menunjukkan vidio panas yang barusan dia rekam, ini akan aku edit, seoalah-olah kita melakukan atas dasar suka sama-sama suka." Bima ber