Bab 81. Allena terciduk bekerja sama.
Mereka sampai pada sebuah ruangan, tertulis di situ ruang operasi. "Pak siapa di antara kalian suami si wanita hamil? " tanya wanita berpakaian serba putih."Mana berkas-berkas yang harus di tanda tangani?" ucap Ervan tegang.Suster menyodorkan map berisi kertas-kertas. " Bos, tanda tangan dulu nanti aku jelaskan." Setelah Ervan menerima berkas yang di berikan perawat lalu Ervan memberikannya pada Arkan yang masih belum seratus persen mencerna ada apa ini."Cepat Bos, istrimu harus cepat-cepat mendapatkan pertolongan." Ervan menatap dengan tegas pada lelaki di hadapannya.Arkan menangkup wajahnya dengan telapak tangan, duduk di bangku yang tersedia di depan ruang operasi, Ervan berdiri menyandarkan tubuh dan kepala pada dinding rumah sakit yang terasa dingin dan mencekam.Setelah Ervan menjelaskan kejadian yang menimpa istrinya, luruh tubuBab 82. Berusaha Lagi.Dad sedang berbincang hangat dengan Arkan. Dia menyayangkan atas keteledorannya mengawasi Putrinya, lelaki berjanggut putih ini tak menyangka Bram akan nekat melakukan hal ini."Jangan khawatir, semua yang bersangkutan dengan kasus ini sudah aku tindak lanjuti, tak ada lagi orang yang akan berani mencelakai keluargamu." terang Dad meyakinkan Arkan.Walau Dad berusaha berbincang hangat tetapi Arkan masih waspada terhadap lelaki tua yang memiliki kharisma memikat ini, Arkan pun tak menanggapi ucapan terakhir Dad."Aku turut bersedih dengan keadaan istri mu. Semoga dia cepet kembali pulih, " Dad memberikan suport semangat pada lelaki yang di gadang-gadang menjadi menantunya."Terimaksih." Hanya itu yang keluar dari mulut Arkan, dia belum bisa mempercayai kebaikan Dad seratus persen.Mira menemani Azzalea yang sudah dalam keadaan baik,
Bab 83.Azzalea menatap punggung tegap yang semakin menjauh dari pandangan mata. Mira mengusap pundak putrinya yang duduk di kursi roda menatap lelaki tampan yang berjalan menjauh semakin tak terlihat."Kamu masih menginginkannya?" tanya mira pada putri semata wayangnya. matanya menelisik dalam ke dalam bola mata indah milik Azalea.Azalea hanya menatap wajah ibunya, tak ada keinginan menjawab pertanyaan Mira, wanita yang sudah merawat dan membesarkannya dengan begitu baik." Bang Ivan lagi apa, Bu? Aku ingin menjenguk," ucap Azalea, mengalihkan pembicaraan." Memang kamu gak lelah, nanti sore saja jenguk Ivan, " usul Mira, khawatir Azalea lelah sebab kondisi tubuhya yang belum pulih.Gadis ini menarik nafas lemah, kepalanya dianggukkan, memang sejak tadi kakinya sudah sedikit keram. Dad mengangkat tubuh putrinya kembali berbaring, dia kecup kening putrinya yang sangat d
Di dalam ruang kamar perawatan Evellyn, beberapa Dokter masuk ke dalam kamar. Arkan mengabarkan ada pergerakan dari jari-jari tangan wanitanya, tetapi alat pendeteksi jantung bergerak lambat dan bersuara nyaring menandakan ada perubahan dari kondisi tubuh Evellyn saat ini.Beberapa dokter specialis yang bertanggung jawab terhadap perawatan Evellyn mulai memeriksa, di awali dari pengecekan tensi, pengambilan sample darah hingga kondisi kesehatan jantung dan organ dalam lainnya.Setelah beberapa saat, hasil pengecekan kesehatan keluar, belum ada perubahan yang signifikan dari kesehatan Evellyn saat ini. Tetapi juga tidak makin memburuk." Terus ajak bicara pasien ya, Pak!! Ingat kan memori-memori indah pada pasien, agar ada keinginan utuk kembali sehat." Dokter menyarankan terapi pada otak Evellyn, dengan mengingat memori indah di harapkan jiwa Evellyn akan bangkit dan kembali sehat."Baik Dok, " jawab si lela
Bab 85.Seorang perawat masuk ke dalam ruang rawat Evellyn membawa bayi mungil yang tampan. " Pak ini baby boynya! " seru perawat berpakaian serba putih ini." Boleh saya gendong, Sus? " tanya Arkan lelaki tampan yang sudah siap berangkat ke kantor pagi ini." Boleh dong, silahkan." Perawat menggambil bayi El dari Box lalu menyodorkan bayi kecil pada Arkan. Dengan ragu Arkan mencoba menggendong bayi yang sudah terlihat montok.Setelah beberapa saat lelaki maskulin ini dapat menggendong junior dengan baik. " Eve... Ini anak kita sudah sehat dan tampan, bibirnya sama seperti kamu, ayo bangun gendong dia." Arkan berbicara sambil menelisik netra bening bayi di gendongannya." Pak, saya keluar sebentar, " ucap si perawat, yang di angguki oleh Arkan.Arkan terus berbicara pada anak dan juga istrinya yang masih betah memejamkan mata. Tangan Evellyn di sentuhkan pada pipi baby El. " Eve... Bayi mu
Bab 86" Permisi Tuan. " Sinta masuk membawa secangkir kopi dan setoples camilan.Lelaki maskulin ini masih terus berkutat dengan aktivitas tak merespon kedatangan sekretaris yang seperti selalu menggoda dengan tampilan tubuh seksinya yang di balut dengan pakaian minim."Tuan, makan siang ini anda mau makan di luar atau saya pesankan? " tanya Sinta."Makan di luar saja, " jawab Arkan tanpa mengalihkan pandangan dari kertas-kertas di atas meja." Baik, Tuan. Saya undur diri. " Pamit sinta, melangkah meninggalkan ruang kantor Arkan menuju meja kerjanya.Tak lama Sinta menutup pintu, pintu kembali terbuka wajah Eevan muncul dengan begitu segar dan terlihat bahagia. "Apa kabar, Bos." Arkan mendongak menatap asal suara. " Kau sudah kembali? " tanya Arkan." Aku memangkas jadwal bulan maduku, Bos. Aku selalu teringat dirimu!! " Sede
Bab 87.Baby El sudah dalam gedongan baby sitter, bersiap pulang. " Eve... Ibu sama El pulang ya. Cepat bangun, kasihan suami mu, sudah menunggu mu terlalu lama, " ucap Amelia.Baru kali ini Arkan diam seribu bahasa saat ibunya mengatakan hal ini pada wanitanya, karna memang kenyataannya benar. Arkan masih sangat membutuhkan kehadiran Evellyn sebagai suport sistem dalam kehidupannya.Apa lagi sekarang ada El yang sangat membutuhkannya, bayi mungil yang sudah semakin besar. Arkan masih diam di dekat brangkar Evellyn berada, jari-jarinya meraba pipi tirus Evellyn. Dia angkat tubuh dari kursi dan di dekatkan wajahnya pada wajah Evellyn. Nafas nya berhembus menerpa pipi tirus Evellyn, perlahan dia cium pipi wanitanya, selanjutnya dia Arahkan pada bibir Evellyn yang terlihat sedikit kering karna lamanya tak tersentuh apapun. Dengan lembut dia kecup dan lumat bibir dingin milik wanitanya.
"Bos kita ada sedikit masalah." Ervan mendaratkan bokong pada kursi di hadapan Arkan."Kendala apa?" kedua alis mata Arkan mengernyit, Netranya seketika menatap Ervan yang duduk di hadapannya." Bisnis barub kita terkendala pengadaan bahan. Selama ini perusahaan Cahaya Terang yang menguasai. Mereka sudah menguasai dari hulu ke hilir. Kita tidak bisa melobi para bandar-bandar pemasok bahan pangan dari hulu. Karna mereka sudah terikat kerjasama dengan Cahaya Terang. " Ervan menjeda ucapannya sesaat."Jalan satu-satunya untuk melancarkan bisnis ini adalah melobi Perusahaan Cahaya Terang untuk menjalin kerjasama dengan kita. " Lagi Ervan menjeda ucapan, menarik nafas dalam menghembuskan teratur.Arkan masih setia menunggu lanjutan penjabaran yang Ervan berikan. " Dan yang menjadi problem lanjutan adalah, mau kah mereka menjalin kerjasama dengan kita, setelah kau tolak mereka mentah-mentah saat itu. " Kedua
Bab . 88Setelah pikiran sedikit rileks Arkan keluar dari kamar kecil, menuju pintu utama kantor memanggil Sinta, dan meminta Sinta memanggil Ervan.Tak berapa lama Ervan datang. Dan mendaratkan tubuh di hadapan Arkan. " Ada apa, Bos?" " Apakah ini sudah fiks jalan satu-satu nya? " tanya Arkan." Yah... Seperti yang kamu ketahui Bos!! " ucap Ervan." Sudah kau lobi Pt Anugrah Bahagia? Bukan kah perusahaan itu juga tak kalah besar dari perusahaan Cahaya Terang? " Arkan masih mencoba mencari celah.Ervan tersenyum smirk. " Mungkin kau kurang fokus, Bos? Pt Anugrah Bahagia juga merupakan anak perusahaan milik Dad. Kapan waktu aku pernah memberitahu mu." Oke. Jadi posisi kita memang benar-benar terjepit untuk masalah ini? " " Yes, Bos. " Ervan menjawab mantap.Tanpa bicara lagi Arkan bangkit dari duduk meraih
"Mas gimana keadaan Ervan?" tanya Evellyn. "Baik, sudah lebih baik," "Udah aktif ngantor lagi?" tanya Evellyn penasaran. "Ngapain nanyain Ervan?" tanya Arkan penuh intimidasi. "Aku cuma nanya, Mas. Masa nanya doang nggak boleh?" jawab Evellyn cuek, dia mengalihkan pandangan karna tatapan Arkan yang seperti menguliti. "Begitu aja kesel," ujar Evellyn masih membuang muka. Arkan duduk di sebelah Evellyn. "Nanyain aku aja," ucap Arkan lembut, di dekat telinga Evellyn membuat bulu kuduknya berdiri. "Iisshhh ... Kamu tiap hari liat, perlu di tanyain apa lagi?" jawab Evellyn kesal. "Tiap aku pulang kaya sekarang tanya begini. Mas mau enak-enak nggak? gitu ...." "Iisshhh ... Kamu nggak usah di tanyain pasti minta." jawab Evellyn.
Ervan mengendarai mobil dengan perasaan gelisah, bukan 'kah tadi Aryanti sudah lebih baik, dia meninggalkan Aryanti dalam keadaan baik? Lalu kenapa Dokter mengabarkan Aryanti dalam keadaan kritis. Ervan berlari menuju ruang oprasi, sudah ada seorang perawat yang menunggunya di sana. Ervan menanda tangani berkas dengan cepat, bertanya kenapa bisa Aryanti kembali kritis, tetapi perawat enggan menjawab. "Nanti Dokter penanggung jawab yang akan menjelaskan, Pak,"jawab perawat, gegas masuk ke dalam ruang operasi. Operasi kali ini terbilang lama, setelah Beberapa jam, seorang dokter menghampiri Ervan. "Pak Ervan." Lelaki tampan yang terlihat begitu murung ini mendongak. Bangun dari duduk. Menatap Dokter Eliza. "Alhamdulillah, pasien sudah mendapatkan pertolongan, tetapi kondisinya begitu kritis, semua sudah kami upayakan yang terbaik. Hanya doa kini yang dapat kita lakukan." "Dok, bagaimana bisa kritis kem
"Sebentar lagi kamu bisa pulang, aku nggak akan melakukan yang melanggar undang-undang, Ar." Ervan berkata yakin. Ervan menaruh bekas makan di dekat pintu. "Marni sebentar lagi datang, aku sudah lama nggak ke kantor, aku ke kantor dulu, nggak apa 'kan?" tanya Ervan. "Iya, nggak apa, untung bos baik, boleh kamu cuti," Aryanti tersenyum kecil. "Itulah enaknya," Ervan terkekeh. "Mas cium aku," Aryanti merentangkan tangan, Ervan pun menyambut rentangan tangan wanitanya. Ervan mengecupj wajah Aryanti, tetapi saat Ervan akan melumat bibir Aryanti melengos, aku belum gosok gigi," ucapnya malu. Ervan menahan kepala Aryanti mengecup bibir yang terlihat pucat dan melumat lembut, kehangatan bibir Ervan membuat jantung Aryanti berdetak lebih keras. Kedatangan Marni menghentikan aktifitas mereka. "Maaf, Mbak." Marni kembali
"Sabar ya, Mas semua pasti ada hikmahnya, pasti ada kebaikan di balik semua ini," ucap Evelly saat menjenguk Aryanti. Ervan meyugar rambut kasar, sorot matanya penuh dengan dendam melihat istrinya terbaring, "Kebaikan apa yang di dapat dari kejadian ini?" di dalam hati Ervan terus bertanya. Apalagi setelah mendengar keterangan dokter mungkin telah terjadi tindak pelecahan terhadap Aryanti, karna ada luka lebam di pipi juga bekas ikatan di tangan. Dan ditemukannya sperma saat pertama kali Aryanti di bawa ke Rs. Ervan membekap mulutnya dengan bantal dia barteriak sekencang dia ingin luapkan. "Masss," suara Aryanti menghentikan kegiatan Ervan, lelaki itu menengok pada wanita yang terbaring di ranjang. Ervan melangkah mendekati Aryanti, "Kamu udah bangun Ar?" "Aku di mana? Mas?" tanya Aryanti lemah. "Kamu di Rs. Aku panggil dokter dulu," ucap Ervan, dia membuka pintu memanggil
Ivander mengambil kue bekas gigitan Azalea, lalu memakannya, netra biru itu membola, "Carla benar ini buatanmu?" tanya Ivan tak percaya. "Iya, kalau gak enak, besok aku cari resep yang baru, aku pikir ini sudah enak, teman-teman bilang ini benar-benar enak," Carla berkata pelan. "Tapi ini memang benar-benar enak Carla." Ivan berkata sambil mengambil satu potong lagi. "Bang buruan ngomongnya. Aku udah gak betah," Azalea merajuk manja, melirik pada Carla. Carla memang wanita penghibur, siapapun lelaki yang masuk areanya pasti akan tergoda, tetapi anti baginya menggoda lelaki beristri yang jelas-jelas tak menginginkannya. "Sebentar, sayang," ujad Ivan menggenggam tangan Lea. "Carla semua akan aku atur, mungin tiga hari lagi kamu sudah bisa keluar dari sana," Ivan meyakinkan wanita begincu merah ini. "Tapi, untuk keluarkan aku dari sana, Mr pasti keluar uang banyak, aku harus g
"Bahasa dari mana itu?" tanya Ivan menyungingkan senyum. "Dia bilang sendiri, seneng ya dikejar-kejar jablay kesayangan, bahkan Abang selalu pakai dia." suara Azalea menggebu. "Lea gak usah bahas yang lalu, itu masa kelam abang, malu abang kalo ingat masa itu." Ivan menangkup wajah Azalea. Perlahan melumat bibir yang sedang merajuk. Ivan melakukan perlahan, lembut, lalu menyesap intens. Azlaea mencoba mendorong, berusaha melepas tautan bibirnya, tatapi tangan Ivan kuat memegangi kepala wanita blasteran ini. Masih tak ada respon dari wanitanya, Ivan melepas pagutannya, menatap netra kebiruan Azalea. Kembali mendekatkan bibirnya mengecup lembut lalu menyesap peralahan menjadi lumatan bergairah. Sesekali bibir Azalea merespon menyesap bibir lelaki dihadapan, tetapi egonya lebih besar. Ivander kembali melepas pagutan, "Kenyangin perut bawah dulu aja ya!" Netra biru Ivander mengerling, lelaki ini bangun membuka sabuk tanpa membuka kemeja. Azalea mendegkus kesal, "Masukin kedala
Azalea terbelalalak mendengar penuturan Carla. "Utang apa?" Azalea mengajak Carla masuk ke dalam ruangan Ivander bekerja. Carla menjelaskan semua janji Ivan, selama ini dia menunggu. Tetapi yang di tunggu tak kunjung datang. "Jangan marah pada Mr Ivan, kami hanya partner ranjang, dia tak memiliki perasaan apapun padaku." Bola mata Azalea terbelalak, Carla berkata begitu nyaman, bahwa dia hanya partner ranjang. Tak memikirkan perasaan Azalea kah pelacur satu ini pikir Azalea. "Oke, nanti akan saya sampaikan pada partner ranjang Anda, bahwa Anda mencari Mr Ivan. Sebaiknya Anda pergi sekarang dari ruangan ini!" suara Azalea di tekan, berusaha meredam emosi. "Maaf, tapi itu dulu, sudah lama dia tak menjumpaiku. Maaf 'kan aku jika salah ucap." Carla merasa tak enak dengan reaksi Azalea. "It's oke," ujar Azale, " silahkan pintu ada disebelah sana." Tangan Azalea menjulur menunjuk arah pintu. "Mba, jangan marah, selama ini saya pikir Mr Ivan menyukai saya, karna dia hanya mengg
"Lalu?" "Bos Nathan mau melamar aku, kalo aku gak mau ngawal kakak." Dina berkata pelan. "Emang Nathan belum punya istri?" tanya Evellyn. "Belum kak, tapi dia pria flamboyan," ujar Dina. "Ya siapa tau, kamu perempuan terakhirnya, buktinya dia mau nikahin kamu," ujar Evellyn. "Aku belum yakin kak," ujar Dina lagi. Mereka berbincang selama perjalanan, Evellyn memang tipe orang yang tidak memandang status, asal enak di ajak bicara maka dia akan terus mengorek berita, hitung-hitung olah raga mulut, dari pada bergaul dengan teman-teman istri dari kolega suaminya yang dibicarakan hanya jabatan, kekayaan hingga arisan yang diluar nalar Evellyn. Evellyn terperangah kaget, ketika berkumpul dan mereka melakukan arisan berondog, padahal suami-suami mereka tak kalah tampan dan berwibawa, kenapa mau dengan lelaki yang hanya tampang dan juga entah apa yang di mau para wanita itu. "Din, kita mampir ke superma
Bima masih terus bermain pada tubuh Aryanti, dan berkali-kali pula Aryanti mendapatkan kenikmatan luar biasa. Ingin rasanya mengumpat, tetapi itu terjadi pada tubuhnya. Bima menyeringai penuh kemenangan. Hingga dia menuntaskan hasrat terkutuknya. Bima mengejang panjang. "Ar, rasamu tak pernah berubah, tak salah aku merindukanmu." Bima mengecup pucak kepala Aryanti, masih berada di atas tubuh tergolek tak berdaya. Lelaki ini bangun lalu mengambil pakaian yang tercecer dan memakainya lagi. Melepas sabuk yang mengikat tangan lalu melepas ikatan di mulut Aryanti. Wanita ini tergugu mengerat selimut, kepalanya berputar. "Jangan menagis Ar, tak ada yang tau selain kita berdua, asalkan kamu selalu siap saat aku mau, kamu akan aman." Bima mengecup pundak Aryanti, berbisik ditelinga mengancam."Maksu kamu?" Aryanti menatap Bima sendu matanya bengkak. Bima menunjukkan vidio panas yang barusan dia rekam, ini akan aku edit, seoalah-olah kita melakukan atas dasar suka sama-sama suka." Bima ber